BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
memiliki karakter mirip dengan serat kapas. Selain itu, serat rami merupakan bahan
untuk pembuatan selulosa berkualitas tinggi (selulose α). Daunnya merupakan bahan
kompos dan pakan ternak yang bergizi tinggi, kayunya baik untuk bahan bakar
(Purwati, 2012).
Prospek pengembangan pasar untuk serat rami sangat baik karena harga jual
yang relatif tinggi. Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk
mengembangkan rami karena memiliki lahan yang relatif luas dan iklim yang cocok
untuk tanaman rami. Rami sangat cocok dikembangkan di Indonesia bagian barat yang
beriklim basah karena tanaman ini memerlukan curah hujan sepanjang tahun.
Pemasaran serat rami cukup luas di dalam maupun di luar negeri, mulai dari serat
mentah (China grass), serat panjang hasil di gumming ( ramie raw ), serat pendek (
ramie stafle fibre ) maupun serat panjang ( ramie top ). Saat ini pangsa pasar
konsumen serat rami dunia sekitar 350.000 ton dan diperkirakan kebutuhan serat rami
dunia terus menaik hingga 400.000 – 500.000 ton/tahun (Anonim, 2007).
Serat dari batang tanaman rami sebenarnya memiliki beberapa keunggulan,
antara lain kualitas tekstil yang dihasilkan cukup baik karena memiliki kehalusan serat
(dyener) seperti halnya kapas. Serat rami juga memiliki tingkat elastisitas yang baik
dan lebih sejuk bila dipakai. Serat rami juga dapat dijadikan sebagai campuran bahan
kain lainnya, seperti katun, rayon, linen, dan polyester. Dibandingkan dengan kapas,
serat rami lebih kuat sehingga banyak dimanfaatkan untuk bahan pakaian atau
perlengkapan militer. Bahkan, sudah ada penelitian yang menyebutkan bahwa serat
rami anti peluru (Musaddad, 2007).
Karakter Nilai
Selulosa (% berat) 68,6 – 76,2
Lignin (% berat) 0,6 – 0,7
Hemiselulosa (% berat) 13,1 – 16,7
Pektin (% berat) 1,9
Lilin (% berat) 0,3
Sudut mikrofibril ( 0 ) 7,5
Kadar air (% berat) 8,0
Kerapatan (mg/m3) 1,5
Bentuk serat rami terdiri dari membujur dan melintang, jika membujur bentuk
memanjang seperti silinder dengan permukaan bergaris – garis dan berkerut-kerut
membentuk benjolan-benjolan kecil dan jika melintang bentuk lonjong memanjang
dengan dinding sel yang tebal dan lumen yang pipih. Ujung sel tumpul dan tidak
berlumen (Evgust, 2011). Gambar serat rami membujur dan melintang dapat dilihat
pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4 berikut.
Gipsum adalah batu putih yang terbentuk karena pengendapan air laut. Gipsum
merupakan mineral terbanyak dalam batuan sedimen, lunak bila murni. Merupakan
bahan baku yang dapat diolah menjadi kapur tulis. Dalam dunia perdagangan biasanya
gipsum mengandung 90% CaSO4.2H2O.
Menurut Suhala, S et al (1997: 186) ”Gipsum adalah salah satu bahan galian
industri yang mempunyai kegunaan cukup penting di sektor industri, kontruksi
maupun bidang kedokteran; baik sebagai bahan baku utama maupun bahan baku
penolong”. Kandungan komposisi dari gipsum, terlihat pada tabel (2.3) berikut.
Gipsum ada di mana-mana. Gipsum adalah mineral sulfat yang paling umum
diatas bumi. Secara teknik, gipsum dikenal sebagai zat kapur sulfate. Dengan
perlakuan panas, tekanan, percampuran dengan unsur-unsur yang lain dapat
menghasilkan berbagai jenis gipsum. Gipsum adalah zat kapur sulfate (CaSO4). Alam
menyediakan dua macam gipsum yaitu anhidrit dan dehydrate. Dehydrate (CaSO4 +
2H2O) berisi dua molekul dan air sedangkan anhidrit (CaSO4) tidak berisi molekul air.
Gipsum yang disuling disebut dengan anhidrit dibentuk dari 29,4 % zat kapur (Ca)
dan 23,5 % belerang (S). Secara kimiawi, satu-satunya perbedaan antara kedua jenis
gipsum ini adalah dua molekul air yang ada dalam senyawanya.
Pada umumnya, gipsum mempunyai air yang dihubungkan dalam struktur
molekular (CaSO4.2H2O) dan kira-kira 23,3 % Ca dan 18,5 % S. Gipsum adalah
garam yang netral dari suatu cuka yang kuat dan tidak meningkatkan atau mengurangi
kadar keasaman.
Gipsum digunakan untuk pembuatan bangunan plester, papan dinding, ubin,
sebagai penyerap untuk bahan-kimia, sebagai pigmen cat dan perluasan, dan untuk
pelapisan kertas. Gypsum california alami, berisi 15% - 20% belerang, digunakan
untuk memproduksi ammonium sulfate untuk pupuk. Gipsum juga digunakan untuk
membuat asam belerang dengan pemanasan sampai 20000F (10930C) dalam
permukaan tertentu. Resultan calsium sulfida bereaksi untuk menghasilkan kapur
perekat dan sulfuricacid.
Gipsum mentah juga digunakan untuk campuran portland semen. Warna
sebenarnya adalah putih, tetapi mungkin saja diwarnai kelabu, warna coklat, atau
merah. Berat jenisnya adalah 2.28 - 2.33 dan kekerasan Mohs 1,5 - 2. Gipsum menjadi
Selain jenis papan gipsum diatas ada pula produk papan gipsum yang
difungsikan untuk memperbaiki kualitas akustik ruang dan biasanya dibuat berlubang-
lubang. Dengan semua variasi papan gipsum diatas dan kehebatan-kehebatannya
sayang sekali bila pola pembangunan masih menggunakan bahan dari kayu (triplek).
Dengan mengurangi penggunaan produk kayu berarti sudah berpartisipasi dalam
membantu konservasi alam dan ikut mengurangi tingkat pemanasan global (Anonim,
2010).
Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif dan kohesif digunakan
sebagai bahan pengikat (Bonding material) yang dipakai bersama batu kerikil, pasir,
dan air. Semen Portland akan mengikat butir-butir agregat (halus dan kasar) setelah
diberi air dan selanjutnya akan mengeras menjadi suatu massa yang padat.
Portland Cement merupakan bahan utama atau komponen beton terpenting yang
berfungsi sebagai bahan pengikat an-organik dengan bantuan air dan mengeras secara
hidrolik.
Portland Cement inilah yang dapat menyatukan antara agregat halus dan
agregat kasar sehingga mengeras menjadi beton. Adapun komponen–komponen bahan
baku Portland cement yang baik Menurut Sagel et al (1994:1) “Semen Portland adalah
semen hidrolis yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis
bersama bahan-bahan tambahan yang biasa digunakan yaitu gypsum”.
Menurut Nawy (1990) dalam Mulyono (2005) memberikan pengertian semen
portland (PC) dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya
adalah kalsium atau batu kapur (CaO), Alumunia (Al2O3), Pasir silikat (SiO2) dan
bahan biji besi (FeO2) dan senyawa-senyawa MgO dan SO3, penambahan air pada
mineral ini akan menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai
kekuatan seperti batu. Apabila butiran-butiran Portland Cement berhubungan dengan
air, maka butiran-butiran tersebut akan pecah-pecah dengan sempurna sehingga
menjadi hidrasi dan membentuk adukan semen. Jika adukan tersebut ditambah dengan
pasir dan kerikil yang diaduk bersama akan menghasilkan adukan beton. Mulyono
(2005) mengatakan, “Semen portland adalah sebagai bahan pengikat yang melihat
dengan adanya air dan mengeras secara hidrolik”.
Menurut Murdock et al (1991) mengatakan : Semen adalah suatu jenis bahan
yang memiliki sifat (adhesif) dan kohesif (cohesive) yang memungkinkan melekatnya
fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat. Meskipun definisi ini
dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan, semen yang dimaksudkan untuk
konstruksi beton bertulang adalah bahan jadi dan mengeras dengan adanya air yang
dinamakan semen hidrolis (hidrolic cements). Untuk pembuatan beton digunakan
semen portland dan semen portland pozzolan.
Semen Portland pozzolan (SPP) atau dikenal juga sebagai Portland Pozzolan
Cement (PPC) adalah merupakan semen hidrolisis yang terdiri dari campuran yang
homogen antara semen Portland dengan bahan pozzolan (Trass atau Fly Ash) halus,
yang diproduksi dengan menggiling klinker semen Portland dan bahan pozzolan
bersama-sama atau mencampur secara merata semen Portland dan bahan pozzolon
atau gabungan antara menggiling dan mencampur.
Semen portland pozzolan (semen PPC) adalah campuran semen portland dan
bahan-bahan yang bersifat pozzolan seperti terak tanur tinggi dan hasil residu PLTU.
Semen jenis ini biasanya digunakan untuk beton yang diekspos terhadap sulfat. Semen
portland pozzolan dihasilkan dengan mencampurkan bahan semen portland dan
pozzolan (15-40% dari berat total campuran), dengan kandungan SiO2 + Al2O3 +
Fe2O3 dalam pozzolan minimum 70% (SK.SNI T-1991-03:2 dalam Mulyono, 2005:
46). Semen portland pozzolan (PPC) moderate sulphate resistance memenuhi SNI 15-
0302-2004 dan ASTM C 595-08, jenis semen ini untuk kontruksi umum dan tahan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang (Mulyono, 2005).
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam
densitas yaitu : bulk density dan densitas teoritis (true density). Dalam hal ini yang
diukur adalah bulk density, merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume
sampel termasuk dengan rongga atau pori.
Bulk density untuk benda padatan yang besar dengan bentuk yang beraturan,
bentuk dan volume sampel dapat diukur dengan cara mengukur dimensinya.
Sedangkan untuk bentuk yang tidak beraturan maka bulk density ditentukan dengan
metode Archimedes (Rahmadi, 2011), yaitu dengan persamaan :
Mk
x air ............... (2.1)
M k (M g M t )
Untuk metode pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C 20-00-2005
dan SNI 01-4449-2006. Dimana pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya
persentase penyerapan air oleh papan gipsum plafon. Metode pengujian ini dilakukan
dengan melakukan perendaman terhadap sampel papan gipsum plafon untuk waktu
perendaman selama 24 jam (1 hari). Untuk menentukan besarnya nilai penyerapan air
(Simbolon, 2011), dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :
(M b M k )
PA x100% ........... (2.2)
Mk
Dimana :
PA = Nilai penyerapan air (%)
Mb = Massa basah (kg)
Mk = Massa kering (kg)
Dimana :
Fl = Nilai kuat lentur / Nilai MOR (N/m2)
Pl = Beban lentur (N)
S = Jarak penyangga (m)
L = Lebar benda uji (m)
T = Tebal benda uji (m)
120 mm
150 mm
Gambar 2.5 Uji MOR dan MOE
Dimana :
FE = Nilai MOE (N/m2)
S = Jarak penyangga (m)
L = Lebar benda uji (m)
T = Tebal benda uji (m)
PE = Beban patah (N)
Y = Titik pusat kelengkungan pada batas proporsional (m)
Gambar 2.6 (a) Alat Pengujian Impak (b) Skema Pengujian Impak
Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk
terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan
tersebut. Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa setelah benda uji patah akibat
deformasi, bandul pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h’. Bila bahan
tersebut tangguh yaitu makin mampu menyerap energi lebih besar maka makin rendah
posisi h’. Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap
beban kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan mudah.
Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan
dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah
dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang
diuji dengan metode Charpy (Yuwono, 2009) menggunakan persamaan sebagai
berikut :
E
HI .....…….(2.5)
A
Dimana :
E = Energi yang diserap (J)
A = Luas penampang (m2)
HI = Harga Impak (J/m2)
Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x10
mm) dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 450, dengan jari-jari dasar
0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya
dilakukan pada berbagai temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur
transisi.
Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi
tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi dibagian tersebut. Selain
berbentuk V dengan sudut 450 , takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci
(key hole). Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy
adalah penelaah permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan
(fracografi) yang terjadi.
Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka
perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran
bidang-bidang kristal didalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan
permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan
berpenampilan buram.
2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan
(cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai
dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul
cahaya yang tinggi (mengkilat).
Dimana :
= Nilai kuat tarik (N/m2)
P = Beban maksimum (N)
A = Luas penampang (m2)
Selain tegangan tarik hasil lain yang didapat dan diuji tarik adalah regangan
material sebelum putus (Gere, J.M et al, 1997), seperti pada persamaan berikut:
L1 L
...….(2.7)
L L
Dimana :
= Regangan
L = Panjang sebelum uji tarik (m)
L1 = Panjang setelah uji tarik (m)
dari gaya ikatan antar atom, oleh karena itu modulus elastis suatu material tidak dapat
berubah tanpa mengubah sifat alami material itu sendiri.
Dari tegangan dan kemuluran material didapat suatu modulus yang biasa
disebut modulus young’s (Gere, J.M et al, 1997), dengan persamaan berikut ini :
E ..…….(2.8)
Dimana :
E = Modulus Young’s
= Nilai uji kuat tarik (N/m2)
= Regangan
Pada uji tarik benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah
secara kontinu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjang
yang dialami benda uji dengan extensometer, seperti terlihat pada gambar 2.7 berikut.
nλ = 2d sin θ ................(2.9)
Dimana:
n = orde difraksi
θ = sudut antar bidang-bidang atom dengan arah bidang datang atau berkas
difraksi.
Gambar 2.8 Difraksi Sinar-X oleh bidang atom (Grant et al, 1998)
Jika dari hasil XRD diperoleh nilai FWHM (Full Width at Half Maximum),
maka dengan menggunakan persamaan Debye Scherer dapat diperoleh ukuran butir
partikel pada sampel. Persamaan Debye Scherer dituliskan sebagai berikut:
K
L ..…….(2.10)
B(2 ) cos
Dimana:
K = 0,94 dianggap bentuk kristal mendekati bola
L = Ukuran kristal
0
λ = 1,54 A , jika anoda yang digunakan adalah Cu
Gambar sistem kristal dari hasil XRD untuk kalsium karbonat yang memenuhi struktur
Calcite di tunjukkan pada Gambar 2.9 berikut ini: