Anda di halaman 1dari 34

Pablo Picasso

Kehidupan awal Pablo Ruiz Picasso lahir pada 25 Oktober 1881 di Malaga,
Spanyol. Dia berasal dari keluarganya hidupnya penuh dengan kreativitas.
Orangtuanya bernama Jose Ruiz Blasco dan Maria Picasso Lopez. Bakat Picasso
diturunkan oleh sang ayah, yang merupakan seorang pelukis dan guru seni. Bicara
soal nama, Picasso memiliki nama lengkap yang sangat panjang, Pablo Diego Jose
Francisco de Paula Juan Nepomuceno Maria de los Remedios Cipriano de la
Santisima Trinidad Martyr Patricio Clito Ruiz y Picasso. Baca juga: Biografi
Tokoh Dunia: Hedy Lamarr, Aktris Jenius Pionir Teknologi Dasar WiFi Nama itu
diberikan untuk menghormati sejumlah kerabat keluarganya dan santo. Dia
merupakan anak yang serius dan terlalu dini untuk jemu menghadapi dunia.
Sepasang bola matanya yang tajam seperti menandakan dia bakal ditakdirkan
menjadi seseorang yang hebat. "Ketika saya masih kecil, ibu saya bilang kepada
saya, 'Jika kamu menjadi prajurit, kamu akan menjadi jenderal. Kalau kamu
menjadi seorang biarawan, kamu berakhir sebagai paus'," kenangnya. "Tapi malah
sebaliknya, saya menjadi pelukas dan berakhir sebagai Picasso," imbuhnya. Bolos
sekolah Meski bukan siswa cerdas di sekolah, Picasso menunjukkan bakat luar
biasa dalam menggambar sejak masih kecil. Pindah ke A Coruna pada 1891, dia
menjadi murid ayahnya. Sejak itu, dia bereksperimen dengan kemampuannya,
mengerahkan smeua hal yang dipelajari dan dikembangkan. Pablo Picasso.
(Twitter/@arisarchontakis)() Bakatnya mulai terlihat melampaui kemampuan
ayahnya. Dukungan dari sang ayah terus mengalir untuk Picasso sampai membuka
pameran seni lukis pertama putranya yang berusia 13 tahun. Keluarga itu pindah ke
Barcelona pada musim semi 1895, dan Picasso mengambil pendidikan di akademi
seni setempat, La Llotja. Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Christian Dior,
Perancang Busana Mewah Legendaris Di sana, ayahnya memegang jabatan
terakhirnya sebagai profesor seni lukis. Tak tahan dengan peraturan sekolah,
Picasso memilih bolos sehingga dia bisa menjelajahi jalanan Barcelona,
menggambar pemandangan kota yang ditemuinya. Pada usia 16 tahun, Picasso
pindah ke Madrid dan masuk ke Royal Academy of San Fernando. Lagi-lagi, dia
frustasi dengan teknik dan pelajaran klasik sekolah. "Mereka hanya terus menerus
mengulang hal lama. Velazquez untuk seni lukis, Michaelangelo untuk seni pahat,"
tulisnya kepada seorang temannya. Dia kembali melewatkan pelajaran untuk
melihat-lihat kota dan melukis apa pun, seperti orang-orang Gipsi, pengemis, dan
prostitusi. Kembali ke Barcelona pada 1899, dia bergabung dengan kelompok
seniman dan intelektual yang bermarkas di sebuah kafe bernama El Quatre Gats.
Paris Ibu kota Perancis dianggap sebagai pusat seni tingkat atas dunia, wajar
baginya untuk pindah ke kota itu. Meski masih remaja, Picasso membuka studio
seni di Montmarte, Paris. Sejarawan memisahkan hasil karyanya dalam beberapa
periode berbeda, misalnya pada 1901-1904 disebut sebagai periode Biru.
Lukisannya pada masa itu didominasi oleh nuansa suram dengan warna biru dan
biru-hijau, serta hanya sesekali menggunakan warna lain. Baca juga: Biografi
Tokoh Dunia: Madam CJ Walker, Budak yang Sukses Jadi Miliarder Subyek yang
dipilih berkisar pada kemiskinan dan isolasi hingga penderitaan serta kemurungan.
Beberapa lukisan terkenalnya pada periode itu termasuk, Blue Nude, La Vie, dan
The Old Guitarist. Berikutnya masuk ke periode Mawar dari 1904 hingga 1906,
dengan warna merah muda yang mendominasi karyanya. Kebanyakan subjek
lukisannya adalah orang-orang sirkus, akrobat, dan badut. Pada 1907, bersama
dengan temannya, George Braque, dia muncul dengan karya luar biasa yang tidak
pernah dilukis oleh siapa pun. Bentuk-bentuk geometris tajam dalam lukisan
berjudul Les Demoiselles d'Avignon, menampilkan lima pelacur telanjang yang
terdistorsi dengan warna biru, hijau, dan abu-abu yang mencolok. Karya tersebut
menjadi awal dan inspirasi lahirnya aliran Kubisme, sebuah karya artistik yang
diciptakan oleg keduanya. Teknik utama karya kubisme adalah memecah dan
menyusun kembali objek dalam bentuk abstrak dengan geometris gabungan,
menggabungkan sudut pandang untuk menciptakan efek seperti kolase. Gaya
kubisme juga dipakainya untuk menuangkan karya terkenal lainnya pada era
tersebut, termasuk Three Women, Bread and Fruit Dish on a Table, Girl with
Mandon, Still Life with Chair Caning, dan Card Player. Lukisan Pablo Picasso
berjudul Le Sauvetage dipamerkan di rumah lelang Sothebys di New York,
AS.(AFP) Realisme dan surealisme Dunia berubah dengan pecahnya Perang Dunia
I yang turut membawa perubahan pada aliran seni lukisnya. Dari bentuk abstrak
dan terdistorsi, dia bergerak untuk menggambarkan realitas unia yang suram ke
dalam karya-karyanya. Antara 1918 hingga 1927 merupakan periode klasik, di
mana Picasso memilih aliran realisme dalam kariernya. Dia menjadi lebih muram
dan menghasilkan karya terkenal seperti Three Women at the Spring (1921), Two
Women Running on the Beach/The Race (1922) dan The Pipes of Pan (1923).
Mulai 1927 dan seterusnya, Picasso berubah haluan dengan menelurkan karya
terbaru beraliran sureliasme, manifestasi artistik dari kubisme. Karya terbesar
sepanjang masa Picasso dari aliran tersebut berjudul Guernica, yang rampung pada
1937 saat Perang Saudara Spanyol. Usai bom Jerman yang mendukung pasukan
Nasionalis Francisco Franco menghancurkan kota Basque Guernica pada 26 April
1937 hingga membuat amarah berkecamuk di dalam diri Picasso. Dia menuangkan
emosinya dalam lukisan dalam warna hitam, putih, dan abu-abu. Lukisan
surealisme itu membuktikan kengerian perang. Guernica hingga kini tetap menjadi
salah satu lukisan anti-perang yang paling mengharukan dan kuat dalam sejarah.
Kemudian, karya Picasso lebih menampilkan gambar yang sederhana, seperti hasil
lukisan anak kecil dan teknik dasar. "Ketika saya seumur anak-anak ini, saya bisa
menggambar seperti Raphael (Sanzio), tapi butuh waktu seumur hidup untuk
belajar menggambar seperti mereka," ucapnya. Bak selebritas Buntut dari Perang
Dunia II membuat Picasso terbuka dengan politik dan bergabung dengan Partai
Komunis. Dia mendapat Penghargaan Perdamaian Internasional Lenin pada 1950
dan 1961. Pada periode ini, dia begitu terkenal bak selebritas internasional.
Paparazzi menyoroti setiap gerakannya, namun sedikit perhatian pada karya
seninya pada masa itu. Pablo Picasso. (Magnum Photos/Rene Burri via
Britannica)() Selama hidupnya, Picasso menjalin hubungan asmara dnegan banyak
wanita. Namun, dia hanya menikah dua kali. Baca juga: Biografi Tokoh Dunia:
Alfred Nobel, Ilmuwan dan Penggagas Hadiah Nobel Pertama, dia menikahi
balerina bernama Olga Khokhlova pada 1918. Pernikahannya bertahan 9 tahun.
Keduanya memiliki seorang anak laki-laki. Mereka tidak pernah bercerai secara
resmi, hingga kahirnya pernikahan berakhir pada 1955 setelah kematian
Khokhlova. Setelah kematian Khokhloa, dia menjalin kedekatan dengan Marie-
Therese Walter dan memiliki seorang anak perempuan darinya. Pada usia 79 tahun,
dia menikah dengan Jacqueline Roque. Keduanya dikaruniai dua orang anak.
Namun, perempuan itu bunuh diri pada 1986. Kematian Pada periode 1950-an
hingga 1960-an, Picasso menuangkan karya dalam bentuk lain seperti patung
keramik dan periode. Dia mengembuskan napas terakhirnya pada 8 April 1973 di
Mougins, Perancis.

Leonardo da Vinci
Masa Kecil Lionardo di ser Piero da Vinci dilahirkan di Anchiano, dekat kota
Vinci, Republik Firenze, Italia, pada 15 April 1452, dan merupakan anak dari
pasangan Piero Fruosino di Antonio da Vinci dan Caterina. Sedikit yang bisa
diketahui dari masa kecil Da Vinci. Hingga usia lima tahun, Da Vinci tinggal di
rumah ibunya di Anchiano. Kemudian di 1457, Da Vinci tinggal bersama ayah,
kakek, dan pamannya di Vinci. Da Vinci mendapat pendidikan informal Bahasa
Latin, geometri, serta matematika. Terdapat cerita ketika Da Vinci kecil pernah
melakukan hal konyol. Penulis sekaligus pelukis abad ke-16, Giorgio Vasari
menulis, saat itu seorang petani lokal membuat perisai, dan meminta Da Vinci
apakah bersedia membuatkannya lukisan. Da Vinci kemudian menyanggupi
dengan menggambar Medusa, perempuan berambut ular dalam mitologi Yunani
yang tengah menyemburkan api. Gambar tersebut sangat menakutkan sehingga Da
Vinci kemudian memutuskan untuk menjualnya ke pedagang karya antik Firenze.
Da vInci kemudian menggantinya dengan perisai bergambar hati tertembus panah.
Baca juga : Pangeran Arab Ini Pembeli Lukisan Yesus Termahal Dunia Karya Da
Vinci 2. Berkenalan dengan Dunia Lukisan Pada usia 15 tahun, Da Vinci
menunjukkan ketertarikan akan seni. Ayahnya lalu membawanya ke bengkel kerja
Andrea di Cione, atau yang dikenal dengan Andrea Verrochio (Andrea si Mata
Kebenaran). Verrochio merupakan salah pelukis dengan karya terbaik di Firenze.
Pelukis terkenal lain yang pernah berguru dengannya antara lain Domenico
Ghirlandaio, Perugino, Botticelli, dan Lorenzo di Credi. Berada di galeri kerja
Verrochio, Da Vinci belajar teori dan mengembangkan kemampuannya seperti
kimia, metalurgi, mekanika, pengolahan kayu. Selain itu dia mempertajam teknik
melukis, pewarnaan, memahat, dan pemodelan. Da Vinci berkontribusi terhadap
lukisan Verrochio berjudul "Pembaptisan Kristus". Kontribusi Da Vinci adalah
lukisan dua malaikat anak-anak yang memegang jubah Yesus Kristus. Selain
membantu melukis, Da Vinci diyakini juga menjadi model bagi dua karya sang
guru. Yakni patung perunggu David di Bargello, dan Malaikat Raphael dalam
lukisan Tobias and the Angel. Pada 1472, ketika berumur 20 tahun, Da Vinci
memenuhi kualifikasi sebagai ahli di Asosiasi Seniman Santo Lukas. Namun,
meski ayahnya telah membuatkan Da Vinci bengkel kerja pribadi, dia tetap berada
di bengkel Verrochio. Baca juga : Masih Kontroversi, Lukisan Yesus Karya Da
Vinci Terjual Rp 6 Triliun 3. Kehidupan Profesional Selama lima tahun, Da Vinci
masih bekerja di bengkel Andrea Verrochio hingga 1481. Setahun berselang, dia
membuat lyre, alat musik Yunani Kuno, dari perak berbentuk kepala kuda.
Penguasa Firenze, Lorenzo de Medici, mengutus Da Vinci ke Milan, dan
membawa lyre itu sebagai hadiah untuk mempertahankan perdamaian dengan
Ludovico Sforza, Adipati Milan. Kepada Ludovico Sforza, Da Vinci berkata
bahwa dia menguasai teknik serta melukis. Dia berada di Milan selama periode
1482 sampai dengan 1499. Selama 17 tahun, Da Vinci menyelesaikan enam karya.
Pada 1483-1486, dia menyelesaikan lukisan bernama The Virgin of the Rocks. Di
musim panas 1485, Da Vinci bepergian ke Hongaria atas permintaan Sforza, dan
bertemu dengan Matthias Corvinus, Raja Hongaria. Baca juga : Apa yang Bisa
Kita Pelajari dari Kejeniusan Leonardo Da Vinci? Di sana, diyakini Da Vinci
melukis Keluarga Kudus. Yakni lukisan Kanak-kanak Yesus, Bunda Maria, dan
Santo Yusuf. Kemudian di 1495-1498, Da Vinci menciptakan salah satu
mahakarya-nya, The Last Supper atau Perjamuan Terakhir. Lukisan tersebut dibuat
di Biara Santa Maria delle Grazie. Selain lukisan, Da Vinci juga dipercaya
membuat patung orang yang sedang berkuda di Katedral Milan. Patung perunggu
tersebut didedikasikan kepada Francesco Sforza, pendiri Dinasti Sforza. Da Vinci
bekerja di Milan hingga Perang Italia Kedua pecah pada 1499, dan berujung
kepada kejatuhan Sforza. Da Vinci bersama asistennya Salai, dan temannya,
matematikawan Luca Pacioli, melarikan diri ke Venesia. Di sana, Da Vinci bekerja
sebagai arsitek militer dan insinyur yang mengembangkan metode persenjataan
untuk melindungi kota dari serangan angkatan laut. Baca juga : Bola Kristal Bikin
Ilmuwan Ragukan Karya Leonardo da Vinci Ini Ketika kembali ke Firenze pada
1500, dia dan rekan-rekannya tinggal di biara Ordo Servite Santissima Annunziata,
dan diberikan bengkel kerja di sana. Da Vinci menciptakan kartun berjudul The
Virgin and Child with St Anne and St John the Baptist. Kartun itu dipuji karena
banyak orang berbondong-bondong melihatnya seolah "mereka menghadiri festival
besar". Pada 1502, Da Vinci mengabdi bagi Cesare Borgia, Adipati Valentinois,
yang juga merupakan putra Paus Alexander VI sebagai arsitek militer dan insinyur.
Da Vinci berkeliling Italia, dan membuat daerah kekuasaan sekaligus benteng
Borgia. Pada masa itu, peta merupakan hal yang langka sehingga dipandang
sebagai konsep baru. Setahun kemudian, Da Vinci kembali membuat peta bagi
Borgia. Peta tersebut telah disempurnakan, dan membantu Borgia merumuskan
strategi posisi yang lebih baik untuk pertahanan. Da Vinci kemudian kembali ke
Firenze, bergabung bersama Asosiasi Santo Lukas di 18 Oktober 1503. Dia
menghabiskan dua tahun membuat mural The Battle of Anghiari untuk Signoria
atau dewan penguasa. Baca juga : Lukisan Da Vinci Siap Dilelang Seharga Rp
13,5 Miliar, Minat? Mona Lisa. Salah satu lukisan Leonardo da Vinci yang paling
terkenal.(The Louvre via Wikimedia) 4. Mona Lisa Pada 1503, Da Vinci memulai
pekerjaan sebuah lukisan yang nantinya bakal menjadi lukisan termasyhur, Mona
Lisa. Menggambarkan potret setengah badan seorang perempuan dengan senyum
misterius. Perdebatan terjadi tentang siapa yang menjadi model lukisan tersebut.
Dilansir situs Biography, terdapat tiga perempuan yang diduga menjadi modelnya.
Yakni Isabella of Aragon, istri dari Adipati Keenam Milan Gian Galeazzo Sforza,
seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) yang misterius, hingga ibu Da Vinci
sendiri. Namun, terdapat juga rumor bahwa model tersebut bukanlah perempuan
tulen. Melainkan asistennya Salai yang berdandan seperti perempuan. Merunut
biografi Vasari, Mona Lisa merupakan gambar dari Lisa del Giocondo. Istri
seorang pedagang sutra yang kaya dari Firenze. Baca juga : Misteri Ibu Leonardo
da Vinci Terungkap, Siapa Dia? Nama asli lukisan Italia tersebut, La Gioconda,
mendukung biografi Vasari. Sejarawan percaya, lukisan itu dibuat untuk
merayakan calon anak Giocondo. Kini, Mona Lisa dipamerkan di Museum Louvre
di Paris, Perancis. Lukisan itu ditaruh di balik kaca anti-peluru, dan dideklarasikan
sebagai harta negara tak ternilai yang selalu dilihat jutaan pengunjung setiap
tahunnya. 5. Karya di Bidang Sains Selain lukisan, Da Vinci juga dikenal akan
ketertarikan khusus terhadap sains. Salah satu penemuan Da Vinci yang
melampaui zaman adalah The Flying Machine. Temuan itu digambarkan dalam
bentuk sketsa di mana mesin yang menggabungkan sepeda dan helikopter. Adapun
sayap mesin tersebut terinspirasi dari fisiologi kelelawar. Kemudian, Da Vinci juga
membuat penemuan lain seperti mesin perang berbentuk kerucut yang digerakkan
oleh dua orang menggunakan sistem kayuh. Selain itu, Da Vinci juga
memperkenalkan meriam. "Benda ini melemparkan batu kecil layaknya hujan
untuk mengalahkan musuh, dan menciptakan teror," kata Da Vinci dalam
penjelasannya kala itu. Di bidang lain, Da Vinci memaparkan temuannya berupa
sistem hidrolik dan jembatan yang menjadi bagian dari proyek teknik sipil pada
masa itu. Baca juga : Apakah Lukisan Mona Lisa Diilhami Kekasih Gay Leonardo
da Vinci? 6. Kematian Pada September 1513 sampai 1516, Da Vinci mengabdi
pada Paus Leo X, dan tinggal di Belvedere di Vatikan. Pada Oktober 1515, Raja
Francis I dari Perancis menyerang Milan. Selanjutnya, dalam pertemuan dengan
Francis I dan Leo X, Da Vinci mendapat tugas membuat singa buatan yang jika
dibuka dadanya, bisa menampakkan seikat besar bunga lili. Da Vinci meninggal di
Clos Luce pada 2 Mei 1519 dalam usia 67 tahun diyakini karena terserang stroke.
Di saat terakhir, Da Vinci didampingi oleh Francis I yang telah menjadi sahabat
baiknya. Da Vinci kemudian membagi-bagikan segala kekayaannya kepada orang-
orang yang pernah mengikutinya semasa hidup. Muridnya Salai dan abdinya,
Battista di Vilussis, masing-masing mendapat kebun anggur. Saudara-saudaranya
mendapat tanah. Sementara perempuan yang mengurusi kebutuhan di masa tua Da
Vinci menerima jubah berkualitas terbaik dengan bulu di ujungnya. Da Vinci
dikebumikan di Kapel Saint-Hubert di Chateau d'Amboise.
1. Claude Monet
2. Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Claude Oscar Monet

Claude Monet dipotret oleh Nadar pada


tahun 1899.

Kebangsaan Prancis

Dikenal atas Pelukis

Gerakan politik Impresionisme

3. Claude Monet dikenal juga dengan nama Oscar-Claude


Monet atau Claude Oscar Monet (lahir di Paris, 14
November 1840 – meninggal di Giverny, 5 Desember 1926 pada umur 86
tahun) adalah pelukis Prancis dengan aliran impresionisme.
Lukisannya Impression, Sunrise adalah asal nama penamaan aliran
impresionisme.
4. Perjalanan hidup[sunting | sunting sumber]
5. Monet lahir dari pasangan Claude Adolphe Monet dan Louise Justine
Aubrée Monet di 45 Rue Laffitte. Keluarganya kemudian pindah ke Le
Havre pada 1845 di Normandia saat ia baru berumur lima tahun. Nama
baptisnya Oscar-Claude di Nortre-Dame-de-Lorette. Ayahnya sangat
menginginkan ia meneruskan usaha keluarga.
6. Awal April 1851 Monet memasuki sekolah Le Havre. Ia segera terkenal
dengan karikatur-karikatur carchoalnya, yang sering dipajang dan dijual
seharga 10 hingga 12 francs. Monet pertama kali mendapat
pelajaran drawing dari Jean-Francois Ochard, sebelumnya murid dari
Jacques-Louis David (1748 - 1825). Di pantai Normandia, ia
bertemu Eugène Boudin, yang melihat pajangan karya-karya karikaturnya
dan kemudian menjadi mentor and mengajarinya memakai cat minyak.
Boudin juga mengajarkan Monet teknik en plein air (melukis luar ruangan).
7. Pada 28 Januari 1857 ibunya meninggal. Ia kemudian dirawat bibinya
Marie-Jeanne.
8. Saat Monet berkunjung ke Paris untuk mengunjungi The Louvre, ia melihat
banyak sekali pelukis yang meniru lukisan yang sudah lebih dulu terkenal.
Monet, dengan kegigihannya lebih memilih memperhatikan jendela dan
melukis pemandangan dengan peralatan dan tekniknya sendiri.
9. Pada Juni 1861 Monet bergabung dengan pasukan Resimen I Kavaleri
Ringan Afrika di Aljazair untuk dua tahun dari tujuh tahun masa wajib
militer. Tapi penyakit tipusnya membuat bibinya Madame Lecadre
menyarankan untuk keluar dari militer dan menyelesaikan studi seni rupanya
di universitas. Karena merasa bertentangan dengan pelajaran klasik yang
diajarkan di universitas, ia kemudian bergabung dengan studio Charles
Gleyre di Paris, dan kemudian bertemu Pierre-Auguste Renoir, Frederic
Bazille, dan Alfred Sisley. Kemudian mereka bersama mengembangkan
teknik baru dalam seni rupa dengan melukis berdasarkan efek-efek pantulan
cahaya yang ditangkap mata, awal dari aliran yang sekarang kita kenal
sebagai impresionisme.
10.Karya Monet Camille atau La Femme à la Robe Verte pada 1868, yang
menaikkan popularitas dirinya, adalah salah satu dari sekian banyak dari
lukisan dengan objek calon istrinya, Camille Doncieux.
11.Selama masa Perang Prancis-Prusia (1870 - 1871), Monet mengungsi
ke Inggris untuk menghindari konflik. Di sana ia belajar kepada John
Constable dan J. M. W. Turner, yang lukisannya menjadi inspirasi untuk
Monet dalam memahami warna.
12.Pada rentang waktu 1871 hingga 1878 Monet tinggal di Argenteuil, desa di
Seine di dekat Paris. Di sinilah banyak karya terbaiknya dihasilkan.
13.
14.Impression, Sunrise (Impression, soleil levant) (1872/1873).
15.Saat kembali ke Paris, sekitar 1872 - 1873 ia melukis Impression,
Sunrise (Impression, soleil levant) yang menggambarkan pemandangan Le
Havre. lukisan ini ditampilkan dalam pameran Impresionis pertama
pada 1874 dan hingga kini menjadi koleksi Musée Marmottan-Monet, Paris.
Dari judul yang sebenarnya asal pilih ini, Kritikus Louis Leroy memberikan
sindiran "Kaum Impresionis", yang kemudian malah terkenal sebagai
identitas utama mereka.
16.Pada 1870, Monet and Doncieux menikah dan pada 1873 pindah ke rumah
di Argenteuil di dekat Sungai Seine. Mereka mendapat anak kedua, Michel,
pada 17 Maret, 1878. Istri Monet kemudian meninggal
akibat tuberculosis pada 1879.
17.Alice Hoschedé membantu merawat kedua anak Monet. Mereka tinggal
di Poissy. Pada April 1883 mereka pindahke rumah di Giverny, Eure,
di Haute-Normandie, yang kemudian ditatanya dengan halaman kebun yang
besar dan berusaha dilukisnya kembali hingga akhir hayatnya. Monet and
Hoschedé menikah pada 1892.
18.Pada periode 1880-an dan 1890-an, karya Monet banyak berkutat pada
eksperimen lukisan dengan berbagai variasi sudut pandang dan cahaya. Seri
pertamanya adalah Katedral Rouen from dari berbagai sudut pandang dalam
waktu berbeda-beda sepanjang hari. Dua puluh sudut pandang ini kemudian
dipamerkan di Durand-Ruel pada tahun 1895.
19.
20.Water Lily Pond (Le bassin aux Nymphéas) (1899)
21.Pada kurun waktu 1883 hingga 1908, Monet melakukan perjalanan
ke Mediterania dan melukis banyak pemandangan darat dan laut
seperti Bordighera. Bangunan penting juga menjadi subjek utama Monet di
sana. Istrinya Alice meninggal pada 1911 dan anaknya Jean pada 1914.
22.Katarak menjangkitinya sehingga harus menjalani dua kali operasi
pada1923. Lukisannya pun berubah menjadi mempunyai tonality merah,
suatu hal yang wajar menjadi pemandangan sehari-hari bagi penderita
katarak. Selain itu diduga ia juga kadang-kadang bisa mendeteksi pantulan
sinar ultraviolet akibat perlakuan pembedahan katarak.
23.Setelah operasi ia banyak menggarap ulang karya-karyanya terdahulu.
Monet meninggal pada 5 Desember 1926 pada umur 86 dan dikuburkan di
pemakaman gereja Giverny. Rumah dan tamannya yang sudah menjadi
terkenal menjadi daya tarik utama bagi turis di Giverny.Di rumah ini juga
banyak ditemukan karya-karya grafis Jepang.
Raden Saleh

"Potret Raden Saleh Syarif Bustaman", oleh


Carl Johann Baehr, sekitar 1840

Nama lahir Saleh Sjarif


Boestaman

Lahir 1807[1][2] atau 1811[3]


Semarang, Hindia
Belanda

Meninggal 23 April 1880


Buitenzorg, Hindia
Belanda

Tempat Bogor, Jawa


peristirahatan Barat, Indonesia

Pekerjaan Pelukis
Tahun aktif 1829 - 1880

Pasangan Raden Ayu


Danudirdja

Orang tua Sayyid Husen bin


Alwi bin Awal bin
Yahya
Mas Adjeng Zarip
Husen

Raden Saleh Sjarif Boestaman (1807[1][2] atau 1811[3] - 23 April 1880) adalah
pelukis Indonesia beretnis Arab-Jawa yang mempionirkan seni modern Indonesia
(saat itu Hindia Belanda). Lukisannya merupakan perpaduan Romantisisme yang
sedang populer di Eropa saat itu dengan elemen-elemen yang menunjukkan latar
belakang Jawa sang pelukis.

Daftar isi

 1Masa kecil
 2Belajar ke Eropa
 3Kembali ke Hindia Belanda
 4Kematian
 5Lukisan
o 5.1Penangkapan Diponegoro
 6Peringatan dan penghargaan
 7Galeri karya
 8Referensi
 9Pranala luar

Masa kecil[sunting | sunting sumber]


Raden Saleh dilahirkan dalam sebuah keluarga Jawa ningrat. Dia adalah cucu
dari Sayyid Abdoellah Boestaman dari sisi ibunya. Ayahnya adalah Sayyid Hoesen
bin Alwi bin Awal bin Jahja, seorang keturunan Arab.[4] Ibunya bernama Mas
Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terboyo, dekat Semarang. Sejak usia 10
tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-
orang Belanda atasannya di Batavia. Kegemaran menggambar mulai menonjol
sewaktu bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School).
Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan
lembaga-lembaga elite Hindia Belanda. Seorang kenalannya, Prof. Caspar
Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan
Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat
ikatan dinas di departemennya. Kebetulan di instansi itu ada pelukis
keturunan Belgia, A.A.J. Payen yang didatangkan dari Belanda untuk membuat
lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor Departemen van
Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan berinisiatif
memberikan bimbingan.
Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, tetapi
mantan mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu
Raden Saleh mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya,
misalnya melukis dengan cat minyak. Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam
perjalanan dinas keliling Jawa mencari model pemandangan untuk lukisan. Ia pun
menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe orang Indonesia di daerah yang
disinggahi.
Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, Payen mengusulkan agar Raden
Saleh bisa belajar ke Belanda. Usul ini didukung oleh Gubernur
Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen yang memerintah waktu itu (1819-1826),
setelah ia melihat karya Raden Saleh.
Tahun 1829, nyaris bersamaan dengan patahnya perlawanan Pangeran
Diponegoro oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Capellen membiayai Saleh
belajar ke Belanda. Namun, keberangkatannya itu menyandang misi lain. Dalam
surat seorang pejabat tinggi Belanda untuk Departemen van Kolonieen tertulis,
selama perjalanan ke Belanda Raden Saleh bertugas mengajari Inspektur Keuangan
Belanda de Linge tentang adat-istiadat dan kebiasaan orang Jawa, Bahasa Jawa,
dan Bahasa Melayu. Ini menunjukkan kecakapan lain Raden Saleh.
Belajar ke Eropa[sunting | sunting sumber]

Foto studio Raden Saleh di Batavia, 1872.


Foto studio istri Raden Saleh dan pembantunya di Batavia (sekitar tahun 1860-
1872).
Dua tahun pertama di Eropa ia pakai untuk memperdalam bahasa Belanda dan
belajar teknik mencetak menggunakan batu. Sedangkan soal melukis, selama lima
tahun pertama, ia belajar melukis potret dari Cornelis Kruseman dan tema
pemandangan dari Andries Schelfhout karena karya mereka memenuhi selera dan
mutu rasa seni orang Belanda saat itu. Krusseman adalah pelukis istana yang kerap
menerima pesanan pemerintah Belanda dan keluarga kerajaan.
Raden Saleh makin mantap memilih seni lukis sebagai jalur hidup. Ia mulai
dikenal, malah berkesempatan berpameran di Den Haag dan Amsterdam. Melihat
lukisan Raden Saleh, masyarakat Belanda terperangah. Mereka tidak menyangka
seorang pelukis muda dari Hindia dapat menguasai teknik dan menangkap watak
seni lukis Barat.
Saat masa belajar di Belanda usai, Raden Saleh mengajukan permohonan agar
boleh tinggal lebih lama untuk belajar "wis-, land-, meet- en werktuigkunde (ilmu
pasti, ukur tanah, dan pesawat), selain melukis. Dalam perundingan antara Menteri
Jajahan, Raja Willem I (1772-1843), dan pemerintah Hindia Belanda, ia boleh
menangguhkan kepulangan ke Indonesia. Tapi beasiswa dari kas pemerintah
Belanda dihentikan.
Saat pemerintahan Raja Willem II (1792-1849) ia mendapat dukungan serupa.
Beberapa tahun kemudian ia dikirim ke luar negeri untuk menambah ilmu,
misalnya Dresden, Jerman. Di sini ia tinggal selama lima tahun dengan status tamu
kehormatan Kerajaan Jerman, dan diteruskan ke Weimar, Jerman (1843). Ia
kembali ke Belanda tahun 1844. Selanjutnya ia menjadi pelukis istana kerajaan
Belanda.
Wawasan seninya pun makin berkembang seiring kekaguman pada karya
tokoh romantisme Ferdinand Victor Eugene Delacroix (1798-1863),
pelukis Prancis legendaris. Ia pun terjun ke dunia pelukisan hewan yang
dipertemukan dengan sifat agresif manusia. Mulailah pengembaraannya ke banyak
tempat, untuk menghayati unsur-unsur dramatika yang ia cari.
Saat di Eropa, ia menjadi saksi mata revolusi Februari 1848 di Paris, yang mau tak
mau memengaruhi dirinya. Dari Prancis ia bersama pelukis Prancis
kenamaan, Horace Vernet, ke Aljazair untuk tinggal selama beberapa bulan pada
tahun 1846. Di kawasan inilah lahir ilham untuk melukis kehidupan satwa di
padang pasir. Pengamatannya itu membuahkan sejumlah lukisan perkelahian satwa
buas dalam bentuk pigura-pigura besar. Negeri lain yang ia
kunjungi: Austria dan Italia. Pengembaraan di Eropa berakhir tahun 1851 ketika ia
pulang ke Hindia bersama istrinya, wanita Belanda yang kaya raya.

Kembali ke Hindia Belanda[sunting | sunting sumber]


Rumah Raden Saleh di Batavia tahun 1875-1885 (sekarang menjadi bagian
dari Rumah Sakit PGI Cikini)
Saleh kembali ke Hindia Belanda pada 1852 setelah 20 tahun menetap di Eropa.
Dia bekerja sebagai konservator lukisan pemerintahan kolonial dan mengerjakan
sejumlah portret untuk keluarga kerajaan Jawa, sambil terus melukis
pemandangan. Namun dari itu, ia mengeluhkan akan ketidaknyamanannya di Jawa.
"Disini orang hanya bicara tentang gula dan kopi, kopi dan gula" ujarnya di sebuah
surat.
Saleh membangun sebuah rumah di sekitar Cikini yang didasarkan istana
Callenberg, dimana ia pernah tinggal saat berada di Jerman. Dengan taman yang
luas, sebagian besarnya dihibahkan untuk kebun binatang dan taman umum pada
1862, yang tutup saat peralihan abad. Pada 1960, Taman Ismail Marzuki dibangun
di bekas taman tersebut, dan rumahnya sampai sekarang masih berdiri
sebagai Rumah Sakit PGI Cikini.
Pada 1867, Raden Saleh menikahi gadis keluarga ningrat keturunan Kraton
Yogyakarta bernama Raden Ayu Danudirja dan pindah ke Bogor, dimana ia
menyewa sebuah rumah dekat Kebun Raya Bogor yang berpemandangan Gunung
Salak. Di kemudian hari, Saleh membawa istrinya berjalan-jalan ke Eropa,
mengunjungi negeri-negeri seperti Belanda, Prancis, Jerman, dan Italia. Namun
istrinya jatuh sakit saat di Paris, sakitnya masih tidak diketahui hingga sekarang,
dan keduanya pun pulang ke Bogor. Istrinya kemudian meninggal pada 31 Juli
1880, setelah kematian Saleh sendiri 3 bulan sebelumnya.

Kematian[sunting | sunting sumber]


Pada Jum'at pagi 23 April 1880, Saleh tiba-tiba jatuh sakit. dari hasil pemeriksaan
diketahui bahwa aliran darahnya terhambat karena pengendapan yang terjadi dekat
jatungnya. Ia dikuburkan dua hari kemudian di Kampung Empang, Bogor. Seperti
yang dilaporkan koran Javanese Bode, pemakaman Raden "dihadiri sejumlah tuan
tanah dan pegawai Belanda, serta sejumlah murid penasaran dari sekolah terdekat."
Lukisan[sunting | sunting sumber]
Tokoh romantisme Delacroix dinilai memengaruhi karya-karya berikut Raden
Saleh yang jelas menampilkan keyakinan romantismenya. Saat romantisme
berkembang di Eropa di awal abad 19, Raden Saleh tinggal dan berkarya di Prancis
(1844 - 1851).
Ciri romantisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung
paradoks. Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan
(religiusitas) sekaligus ketidakpastian takdir (dalam realitas). Ekspresi yang dirintis
pelukis Prancis Gerricault (1791-1824) dan Delacroix ini diungkapkan dalam
suasana dramatis yang mencekam, lukisan kecoklatan yang membuang warna abu-
abu, dan ketegangan kritis antara hidup dan mati.
Lukisan-lukisannya yang dengan jelas menampilkan ekspresi ini adalah bukti
Raden Saleh seorang romantisis. Konon, melalui karyanya ia menyindir nafsu
manusia yang terus mengusik makhluk lain. Misalnya dengan berburu singa, rusa,
banteng, dll. Raden Saleh terkesan tak hanya menyerap pendidikan Barat tetapi
juga mencernanya untuk menyikapi realitas
di hadapannya. Kesan kuat lainnya adalah Raden Saleh percaya pada idealisme
kebebasan dan kemerdekaan, maka ia menentang penindasan.
Penangkapan Diponegoro[sunting | sunting sumber]

"Penangkapan Pangeran Diponegoro" karya Raden Saleh (1857).


"Penyerahan Diri Diponegoro" karya Nicolaas Pieneman (1835).
Raden Saleh terutama dikenang karena lukisan historisnya, Penangkapan
Pangeran Diponegoro,[5] yang menggambarkan peristiwa pengkhianatan pihak
Belanda kepada Pangeran Diponegoro yang mengakhiri Perang Jawa pada 1830.
Sang Pangeran dibujuk untuk hadir di Magelang untuk membicarakan
kemungkinan gencatan senjata, tetapi pihak Belanda tidak memenuhi jaminan
keselamatannya, dan Diponegoro pun ditangkap.
Pada waktu Saleh, peristiwa tersebut telah dilukis oleh pelukis Belanda Nicolaas
Pieneman dan dikomisikan oleh Jenderal de Kock. Diduga Saleh melihat lukisan
Pieneman tersebut saat ia tinggal di Eropa. Seakan tidak setuju dengan gambaran
Pieneman, Raden memberikan sejumlah perubahan signifikan pada lukisan
versinya; Pieneman menggambarkan peristiwa tersebut dari sebelah kanan, Saleh
dari kiri. Sementara Pieneman menggambarkan Diponegoro dengan wajah lesu dan
pasrah, Saleh menggambarkan Diponegoro dengan raut tegas dan menahan
amarah. Pieneman memberi judul lukisannya Penyerahan Diri Diponegoro, Saleh
memberi judul Penangkapan Diponegoro. Diketahui bahwa Saleh sengaja
menggambar tokoh Belanda di lukisannya dengan kepala yang sedikit terlalu besar
agar tampak lebih mengerikan.[5]
Perubahan-perubahan ini dipandang sebagai rasa nasionalisme pada diri Saleh akan
tanah kelahirannya di Jawa. Hal ini juga dapat terlihat pada busana pengikut
Diponegoro. Pieneman sendiri tidak pernah ke Hindia Belanda, dan karena itu ia
menggambarkan pengikut Diponegoro seperti orang Arab.[5] Gambaran Saleh
cenderung lebih akurat, dengan kain batik dan blangkon yang terlihat pada
beberapa figur. Saleh juga menambahkan detail menarik, ia tidak melukiskan
senjata apapun pada pengikut Diponegoro, bahkan keris Diponegoro pun tidak ada.
Ini menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada bulan Ramadhan, karena itu
Pangeran dan pengikutnya datang dengan niat baik.
Setelah selesai dilukis pada 1857, Saleh mempersembahkan lukisannya kepada
Raja Willem III di Den Haag. Penangkapan Pangeran Diponegoro baru pulang ke
Indonesia pada 1978. Kepulangan lukisan tersebut merupakan perwujudan janji
kebudayaan antara Indonesia-Belanda pada 1969, tentang kategori pengembalian
kebudayaan milik Indonesia yang diambil, dipinjam, dan dipindahtangan ke
Belanda pada masa lampau. Namun dari itu, lukisan Penangkapan tidak termasuk
ketiga kategori tersebut, karena sejak awal Saleh memberikannya kepada Raja
Belanda dan tidak pernah dimiliki Indonesia. Lukisan tersebut akhirnya diberikan
sebagai hadiah dari Istana Kerajaan Belanda dan sekarang dipajang di Istana
Negara, Jakarta.[5]

Peringatan dan penghargaan[sunting | sunting sumber]


Selama hidupnya, banyak pejabat dan bangsawan Eropa yang mengagumi Raden
Saleh. Lukisannya dipesan oleh tokoh-tokoh seperti bangsawan Sachsen Coburg-
Gotha, keluarga Ratu Victoria, dan sejumlah gubernur jenderal seperti Johannes
van den Bosch, Jean Chrétien Baud, dan Herman Willem Daendels. Tak sedikit
pula yang menganugerahinya tanda penghargaan, di antaranya terdapat
bintang Ridder der Orde van de Eikenkoon (R.E.K.), Commandeur met de ster der
Frans Joseph Orde (C.F.J.), Ksatria Orde Mahkota Prusia (R.K.P.), dan Ridder van
de Witte Valk (R.W.V.).
Pada tahun 1883, diadakan pameran lukisan Raden Saleh di Amsterdam untuk
memperingati tiga tahun wafatnya Saleh, atas prakarsa Raja Willem III dan Ernst
dari Sachsen-Coburg-Gotha. Di antaranya terdapat lukisan Hutan
Terbakar, Berburu Kerbau di Jawa, dan Penangkapan Pangeran Diponegoro
Sedangkan penghargaan dari pemerintah Indonesia diberikan pada tahun 1969
lewat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan secara anumerta, berupa Piagam
Anugerah Seni sebagai Perintis Seni Lukis di Indonesia. Wujud perhatian lain
adalah, pembangunan ulang makamnya di Bogor yang dilakukan oleh Ir.
Silaban atas perintah Presiden Soekarno, sejumlah lukisannya dipakai untuk
ilustrasi benda berharga negara, misalnya akhir tahun 1967, PTT
mengeluarkan prangko seri Raden Saleh dengan reproduksi dua lukisannya.
Pada tahun 2008, sebuah kawah di planet Merkurius dinamai darinya.
Affandi
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Affandi

Lahir Affandi Koesoema

Monumen Museum Affandi

 Guru
Pekerjaan
 Tukang sobek karcis
 Artisan pembuat gambar
reklame bioskop di salah satu
gedung bioskop di Bandung.
 Komisi
Perikemanusiaan, Konstituante.
Organisasi  Kelompok Lima Bandung.
 Lembaga Kebudayaan Rakyat.
 Poesat Tenaga Rakjat, Seksi
Kebudayaan Poetera.
 Anggota Akademi Hak-Hak
Azasi Manusia, Komite Pusat
Diplomatic Academy of Peace
PAX MUNDI di Castelo San
Marzano, Florence, Italia.
 Anggota Dewan Penyantun ISI
(Institut Seni
Indonesia), Yogyakarta, 1986.
Dikenal atas Pelukis ekspresionisme atau abstrak

Suami/istri Maryati (istri pertama)


Rubiyem (istri kedua)

Anak Kartika Affandi


Juki Affandi

Orang tua Raden Koesoema

Kerabat Helfy Dirix (cucu)

Penghargaan  Piagam Anugerah Seni,


Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1969.
 Doktor Honoris Causa dari
University of Singapore, 1974.
 Dag Hammarskjöld,
International Peace Prize
(Florence, Italia, 1997).
 Bintang Jasa Utama, tahun
1978.
 Julukan Pelukis Ekspresionis
Baru Indonesia oleh
Koran International Herald
Tribune.
 Gelar Grand Maestro di
Florence, Italia.

Affandi Koesoema (Cirebon, Jawa Barat, 1907 - 23 Mei 1990) adalah


seorang pelukis yang dikenal sebagai Maestro Seni Lukis Indonesia, mungkin
pelukis Indonesia yang paling terkenal di dunia internasional, berkat
gaya ekspresionisnya dan romantisme yang khas. Pada tahun 1950-an ia banyak
mengadakan pameran tunggal di India, Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat.
Pelukis yang produktif, Affandi telah melukis lebih dari dua ribu lukisan.

Daftar isi

 1Biografi
 2Affandi dan melukis
 3Museum Affandi
 4Affandi di mata dunia
 5Pameran
o 5.1Buku tentang Affandi
 6Lihat pula
 7Pranala luar
Biografi[sunting | sunting sumber]
Affandi dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema, seorang
mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Dari segi pendidikan, ia termasuk
seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi orang-orang
segenerasinya, memperoleh pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya tamat
dari AMS, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir anak negeri.
Namun, bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain
dalam kehidupannya, dan memang telah menjadikan namanya tenar sama dengan
tokoh atau pemuka bidang lainnya.
Pada umur 26 tahun, pada tahun 1933, Affandi menikah dengan Maryati, gadis
kelahiran Bogor. Affandi dan Maryati dikaruniai seorang putri yang nantinya akan
mewarisi bakat ayahnya sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi.
Sebelum mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja
sebagai tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu
gedung bioskop di Bandung. Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih
tertarik pada bidang seni lukis.
Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung, yaitu
kelompok lima pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra
Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta Affandi yang dipercaya menjabat
sebagai pimpinan kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar dalam
perkembangan seni rupa di Indonesia. Kelompok ini berbeda dengan Persatuan
Ahli Gambar Indonesia (Persagi) pada tahun 1938, melainkan sebuah kelompok
belajar bersama dan kerja sama saling membantu sesama pelukis.
Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung
Poetera Djakarta yang saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di
Indonesia. Empat Serangkai—yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs.
Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur—memimpin
Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) untuk ikut ambil bagian. Dalam
Seksi Kebudayaan Poetera ini Affandi bertindak sebagai tenaga pelaksana dan S.
Soedjojono sebagai penanggung jawab, yang langsung mengadakan hubungan
dengan Bung Karno.
Poster propaganda Boeng, ajo, Boeng! karya Affandi, 1945
Ketika republik ini diproklamasikan 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-
gerbong kereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain "Merdeka atau mati!". Kata-
kata itu diambil dari penutup pidato Bung Karno, Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945.
Saat itulah, Affandi mendapat tugas membuat poster. Poster yang merupakan
ide Soekarno itu menggambarkan seseorang yang dirantai tetapi rantainya sudah
putus. Yang dijadikan model adalah pelukis Dullah. Kata-kata yang dituliskan di
poster itu ("Bung, ayo bung") merupakan usulan dari penyair Chairil Anwar.
Sekelompok pelukis siang-malam memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-
daerah.
Bakat melukis yang menonjol pada diri Affandi pernah menorehkan cerita menarik
dalam kehidupannya. Suatu saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah
melukis di Santiniketan, India, suatu akademi yang didirikan oleh Rabindranath
Tagore. Ketika telah tiba di India, dia ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang
sudah tidak memerlukan pendidikan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang
telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling negeri India.
Sepulang dari India, Eropa, pada tahun lima puluhan, Affandi dicalonkan
oleh PKI untuk mewakili orang-orang tak berpartai dalam pemilihan Konstituante.
Dan terpilihlah dia, seperti Prof. Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb, untuk mewakili
orang-orang tak berpartai. Dalam sidang konstituante, menurut Basuki Resobowo
yang teman pelukis juga, biasanya katanya Affandi cuma diam, kadang-kadang
tidur. Tapi ketika sidang komisi, Affandi angkat bicara. Dia masuk komisi
Perikemanusiaan (mungkin sekarang HAM) yang dipimpin Wikana, teman dekat
Affandi juga sejak sebelum revolusi.
Topik yang diangkat Affandi adalah tentang perikebinatangan, bukan
perikemanusiaan dan dianggap sebagai lelucon pada waktu itu. Affandi merupakan
seorang pelukis rendah hati yang masih dekat dengan flora, fauna, dan lingkungan
walau hidup di era teknologi. Ketika Affandi mempersoalkan 'Perikebinatangan'
tahun 1955, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup masih sangat rendah.
Affandi juga termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat),
organisasi kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rezim Suharto. Dia bagian
seni rupa Lembaga Seni Rupa) bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan
sebagainya.
Pada tahun enampuluhan, gerakan anti imperialis AS sedang
mengagresi Vietnam cukup gencar. Juga anti kebudayaan AS yang disebut sebagai
'kebudayaan imperialis'. Film-film Amerika, diboikot di negeri ini. Waktu itu
Affandi mendapat undangan untuk pameran di gedung USIS Jakarta. Dan Affandi
pun, pameran di sana.
Ketika sekelompok pelukis Lekra berkumpul, ada yang mempersoalkan. Mengapa
Affandi yang pimpinan Lekra kok pameran di tempat perwakilan agresor itu.
Menanggapi persoalan ini, ada yang nyeletuk: "Pak Affandi memang pimpinan
Lekra, tetapi dia tak bisa membedakan antara Lekra dengan Lepra!" kata teman itu
dengan kalem. Keruan saja semua tertawa.
Meski sudah melanglangbuana ke berbagai negara, Affandi dikenal sebagai sosok
yang sederhana dan suka merendah. Pelukis yang kesukaannya makan nasi dengan
tempe bakar ini mempunyai idola yang terbilang tak lazim. Orang-orang lain bila
memilih wayang untuk idola, biasanya memilih yang bagus, ganteng, gagah, bijak,
seperti; Arjuna, Gatutkaca, Bima, Krisna.
Namun, Affandi memilih Sokrasana yang wajahnya jelek namun sangat sakti.
Tokoh wayang itu menurutnya merupakan perwakilan dari dirinya yang jauh dari
wajah yang tampan. Meskipun begitu, Departemen Pariwisata Pos dan
Telekomunikasi (Deparpostel) mengabadikan wajahnya dengan menerbitkan
prangko baru seri tokoh seni/artis Indonesia. Menurut Helfy Dirix (cucu tertua
Affandi) gambar yang digunakan untuk perangko itu adalah lukisan self-
portrait Affandi tahun 1974, saat Affandi masih begitu getol dan produktif melukis
di museum sekaligus kediamannya di tepi Kali Gajahwong Yogyakarta.
Affandi dan melukis[sunting | sunting sumber]

Potret diri Affandi diabadikan dalam perangko Indonesia seri Seniman Indonesia
tahun 1997.
Semasa hidupnya, ia telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya lukis. Karya-
karyanya yang dipamerkan ke berbagai negara di dunia, baik di Asia, Eropa,
Amerika maupun Australia selalu memukau pecinta seni lukis dunia. Pelukis yang
meraih gelar Doktor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974 ini
dalam mengerjakan lukisannya, lebih sering menumpahkan langsung cairan cat
dari tube-nya kemudian menyapu cat itu dengan jari-jarinya, bermain dan
mengolah warna untuk mengekspresikan apa yang ia lihat dan rasakan tentang
sesuatu.
Dalam perjalanannya berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari
University of Singapore tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang
menganut aliran ekspresionisme atau abstrak. Sehingga seringkali lukisannya
sangat sulit dimengerti oleh orang lain terutama oleh orang yang awam tentang
dunia seni lukis jika tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal
demikianlah yang menambah daya tarikny
Kesederhanaan cara berpikirnya terlihat saat suatu kali, Affandi merasa bingung
sendiri ketika kritisi Barat menanyakan konsep dan teori lukisannya. Oleh para
kritisi Barat, lukisan Affandi dianggap memberikan corak baru
aliran ekspresionisme. Tapi ketika itu justru Affandi balik bertanya, Aliran apa
itu?.
Bahkan hingga saat tuanya, Affandi membutakan diri dengan teori-teori. Bahkan ia
dikenal sebagai pelukis yang tidak suka membaca. Baginya, huruf-huruf yang kecil
dan renik dianggapnya momok besar.
Bahkan, dalam keseharian, ia sering mengatakan bahwa dirinya adalah pelukis
kerbau, julukan yang diakunya karena dia merasa sebagai pelukis bodoh. Mungkin
karena kerbau adalah binatang yang dianggap dungu dan bodoh. Sikap sang
maestro yang tidak gemar berteori dan lebih suka bekerja secara nyata ini
dibuktikan dengan kesungguhan dirinya menjalankan profesi sebagai pelukis yang
tidak cuma musiman pameran. Bahkan terhadap bidang yang dipilihnya, dia tidak
overacting.
Misalnya jawaban Affandi setiap kali ditanya kenapa dia melukis. Dengan enteng,
dia menjawab, Saya melukis karena saya tidak bisa mengarang, saya tidak pandai
omong. Bahasa yang saya gunakan adalah bahasa lukisan. Bagi Affandi, melukis
adalah bekerja. Dia melukis seperti orang lapar. Sampai pada kesan elitis soal
sebutan pelukis, dia hanya ingin disebut sebagai tukang gambar.
Lebih jauh ia berdalih bahwa dirinya tidak cukup punya kepribadian besar untuk
disebut seniman, dan ia tidak meletakkan kesenian di atas kepentingan
keluarga. Kalau anak saya sakit, saya pun akan berhenti melukis, ucapnya.
Sampai ajal menjemputnya pada Mei 1990, ia tetap menggeluti profesi sebagai
pelukis. Kegiatan yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia dimakamkan tidak
jauh dari museum yang didirikannya itu.

Museum Affandi[sunting | sunting sumber]


Museum yang diresmikan oleh Fuad Hassan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
ketika itu dalam sejarahnya telah pernah dikunjungi oleh Mantan
Presiden Soeharto dan Mantan Perdana Menteri Malaysia Dr. Mahathir
Mohammad pada Juni 1988 kala keduanya masih berkuasa. Museum ini didirikan
tahun 1973 di atas tanah yang menjadi tempat tinggalnya.
Saat ini, terdapat sekitar 1.000-an lebih lukisan di Museum Affandi, dan 300-an di
antaranya adalah karya Affandi. Lukisan-lukisan Affandi yang dipajang di galeri I
adalah karya restropektif yang punya nilai kesejarahan mulai dari awal kariernya
hingga selesai, sehingga tidak dijual.
Sedangkan galeri II adalah lukisan teman-teman Affandi, baik yang masih hidup
maupun yang sudah meninggal seperti Basuki Abdullah, Popo
Iskandar, Hendra, Rusli, Fajar Sidik, dan lain-lain. Adapun galeri III berisi lukisan-
lukisan keluarga Affandi.
Di dalam galeri III yang selesai dibangun tahun 1997, saat ini terpajang lukisan-
lukisan terbaru Kartika Affandi yang dibuat pada tahun 1999. Lukisan itu antara
lain "Apa yang Harus Kuperbuat" (Januari 99), "Apa Salahku? Mengapa ini Harus
Terjadi" (Februari 99), "Tidak Adil" (Juni 99), "Kembali Pada Realita Kehidupan,
Semuanya Kuserahkan KepadaNya" (Juli 99), dan lain-lain. Ada pula lukisan
Maryati, Rukmini Yusuf, serta Juki Affandi.

Affandi di mata dunia[sunting | sunting sumber]


Affandi memang hanyalah salah satu pelukis besar Indonesia bersama pelukis
besar lainnya seperti Raden Saleh, Basuki Abdullah dan lain-lain. Namun karena
berbagai kelebihan dan keistimewaan karya-karyanya, para pengagumnya sampai
menganugerahinya berbagai sebutan dan julukan membanggakan antara lain
seperti julukan Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia bahkan julukan Maestro.
Adalah Koran International Herald Tribune yang menjulukinya sebagai Pelukis
Ekspressionis Baru Indonesia, sementara di Florence, Italia dia telah diberi gelar
Grand Maestro.
Berbagai penghargaan dan hadiah bagaikan membanjiri perjalanan hidup dari pria
yang hampir seluruh hidupnya tercurah pada dunia seni lukis ini. Di antaranya,
pada tahun 1977 ia mendapat Hadiah Perdamaian dari International Dag
Hammershjoeld. Bahkan Komite Pusat Diplomatic Academy of Peace PAX
MUNDI di Castelo San Marzano, Florence, Italia pun mengangkatnya menjadi
anggota Akademi Hak-Hak Asasi Manusia.
Dari dalam negeri sendiri, tidak kalah banyak penghargaan yang telah diterimanya,
di antaranya, penghargaan "Bintang Jasa Utama" yang dianugerahkan Pemerintah
Republik Indonesia pada tahun 1978. Dan sejak 1986 ia juga diangkat menjadi
Anggota Dewan Penyantun ISI (Institut Seni Indonesia) di Yogyakarta. Bahkan
seorang Penyair Angkatan 45 sebesar Chairil Anwar pun pernah
menghadiahkannya sebuah sajak yang khusus untuknya yang berjudul "Kepada
Pelukis Affandi".
Untuk mendekatkan dan memperkenalkan karya-karyanya kepada para pecinta
seni lukis, Affandi sering mengadakan pameran di berbagai tempat. Di negara
India, dia telah mengadakan pameran keliling ke berbagai kota. Demikian juga di
berbagai negara di Eropa, Amerika serta Australia. Di Eropa, ia telah mengadakan
pameran antara lain di London, Amsterdam, Brussels, Paris, dan Roma. Begitu
juga di negara-negara benua Amerika seperti di Brasil, Venezia, San Paulo, dan
Amerika Serikat. Hal demikian jugalah yang membuat namanya dikenal di
berbagai belahan dunia. Bahkan kurator terkenal asal Magelang, Oei Hong Djien,
pernah memburu lukisan Affandi sampai ke Rio de Janeiro.

Pameran[sunting | sunting sumber]

1. Museum of Modern Art (Rio de Janeiro, Brasil, 1966)


2. East-West Center (Honolulu, 1988)
3. Festival of Indonesia (AS, 1990-1992)
4. Gate Foundation (Amsterdam, Belanda, 1993)
5. Singapore Art Museum (1994)
6. Centre for Strategic and International Studies (Jakarta, 1996)
7. Indonesia-Japan Friendship Festival (Morioka, Tokyo, 1997)
8. ASEAN Masterworks (Selangor, Kuala Lumpur, Malaysia, 1997-1998)
9. Pameran keliling di berbagai kota di India.
10.Pameran di Eropa al: London, Amsterdam, Brussels, Paris, Roma
11.Pameran di benua Amerika al: Brasilia, Venezia, São Paulo, Amerika
Serikat
12.Pameran di Australia
13.Affandi Alive di Museum Lippo Plaza Jogja
Buku tentang Affandi[sunting | sunting sumber]

1. Buku kenang-kenangan tentang Affandi, Prix International Dag


Hammarskjöld, 1976, 189 halaman. Ditulis dalam empat bahasa, yaitu
Bahasa Inggris, Belanda, Prancis, dan Indonesia.
2. Nugraha Sumaatmadja, buku tentang Affandi, Penerbitan Yayasan
Kanisius, 1975
3. Ajip Rosidi, Zaini, Sudarmadji, Affandi 70 Tahun, Dewan Kesenian
Jakarta, 1978. Diterbitkan dalam rangka memperingati ulang tahun ketujuh
puluh.
4. Raka Sumichan dan Umar Kayam, buku tentang Affandi, Yayasan Bina
Lestari Budaya Jakarta, 1987, 222 halaman. Diterbitkan dalam rangka
memperingati 80 tahun Affandi, dalam dua bahasa, yakni Bahasa Inggris
dan Indonesia.
Basuki Abdullah
(Dialihkan dari Basuki abdullah)

Basuki Abdullah

Lahir Basoeki Abdullah


27 Januari 1915
Surakarta, Jawa
Tengah, Hindia Belanda

Meninggal 5 November 1993 (umur 78)


Jakarta, Indonesia

 Hollandsch-Inlandsche
Pendidikan
School (HIS) Katolik
 Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs
(MULO) Katolik, Solo.
 Academie Voor Beeldende
Kunsten, Sertifikat Royal
International of Art (RIA),
di Den Haag, Belanda,
1933.
Organisasi  Gerakan Poetra.
 Pusat Tenaga Rakyat.
 Keimin Bunka Sidhosjo
(Pusat Kebudayaan rezim
Jepang).
Dikenal maestro pelukis realis dan
atas naturalis

Suami/istri Josephine
Maria Michel
Nataya Nareerat

Anak Saraswati
Cecillia Sidhawati

Orang tua  Abdullah Suriosubroto.

Kerabat  Doktor Wahidin


Sudirohusodo (kakek).

Fransiskus Xaverius Basuki Abdullah (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, Hindia


Belanda, 25 Januari 1915 – meninggal di Jakarta, Indonesia, 5
November 1993 pada umur 78 tahun)[1] adalah salah seorang maestro
pelukis Indonesia. Ia dikenal sebagai pelukis aliran realis dan naturalis. Ia pernah
diangkat menjadi pelukis resmi Istana Merdeka Jakarta dan karya-karyanya
menghiasi istana-istana negara dan kepresidenan Indonesia, disamping menjadi
barang koleksi dari penjuru dunia.
Daftar isi

 1Biografi
o 1.1Masa muda
 2Aktivitas
 3Galeri
 4Referensi
 5Pranala luar

Biografi[sunting | sunting sumber]


Masa muda[sunting | sunting sumber]
Bakat melukisnya terwarisi dari ayahnya, Abdullah Suriosubroto, yang juga
seorang pelukis dan penari. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh Pergerakan
Kebangkitan Nasional Indonesia pada awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin
Sudirohusodo. Sejak umur 4 tahun Basuki Abdullah mulai gemar melukis beberapa
tokoh terkenal diantaranya Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore, Yesus
Kristus dan Krishnamurti.
Pendidikan formal Basuki Abdullah diperoleh di HIS Katolik dan Mulo Katolik
di Solo. Berkat bantuan Pastur Koch SJ, Basuki Abdullah pada tahun 1933
memperoleh beasiswa untuk belajar di Akademik Seni Rupa (Academie Voor
Beeldende Kunsten) di Den Haag, Belanda, dan menyelesaikan studinya dalam
waktu 3 tahun dengan meraih penghargaan Sertifikat Royal International of
Art (RIA).

Aktivitas[sunting | sunting sumber]


Pada masa Pemerintahan Jepang, Basuki Abdullah bergabung dalam Gerakan
Poetra atau Pusat Tenaga Rakyat yang dibentuk pada tanggal 19 Maret 1943. Di
dalam Gerakan Poetra ini Basuki Abdullah mendapat tugas mengajar seni lukis.
Murid-muridnya antara lain Kusnadi (pelukis dan kritikus seni rupa Indonesia) dan
Zaini (pelukis impresionisme). Selain organisasi Poetra, Basuki Abdullah juga
aktif dalam Keimin Bunka Sidhosjo (sebuah Pusat Kebudayaan milik pemerintah
Jepang) bersama-sama Affandi, S.Sudjoyono, Otto Djaya dan Basuki Resobawo.
Pada masa revolusi Bosoeki Abdullah tidak berada di tanah air yang sampai
sekarang belum jelas apa yang melatarbelakangi hal tersebut. Jelasnya pada
tanggal 6 September 1948 bertempat di Belanda Amsterdam sewaktu penobatan
Ratu Yuliana dimana diadakan sayembara melukis, Basuki Abdullah berhasil
mengalahkan 87 pelukis Eropa dan berhasil keluar sebagai pemenang.
Sejak itu pula dunia mulai mengenal Basuki Abdullah, putera Indonesia yang
mengharumkan nama Indonesia. Selama di negeri Belanda Basuki Abdullah sering
kali berkeliling Eropa dan berkesempatan pula memperdalam seni lukis dengan
menjelajahi Italia dan Prancis dimana banyak bermukim para pelukis dengan
reputasi dunia.
Basuki Abdullah terkenal sebagai seorang pelukis potret, terutama melukis wanita-
wanita cantik, keluarga kerajaan dan kepala negara yang cenderung mempercantik
atau memperindah seseorang ketimbang wajah aslinya. Selain sebagai pelukis
potret yang ulung, diapun melukis pemandangan alam, fauna, flora, tema-tema
perjuangan, pembangunan dan sebagainya.
Basuki Abdullah banyak mengadakan pameran tunggal baik di dalam negeri
maupun di luar negeri, antara lain karyanya pernah dipamerkan
di Bangkok (Thailand), Malaysia, Jepang, Belanda, Inggris, Portugal dan negara-
negara lain. Lebih kurang 22 negara yang memiliki karya lukisan Basuki Abdullah.
Hampir sebagian hidupnya dihabiskan di luar negeri diantaranya beberapa tahun
menetap di Thailand dan diangkat sebagai pelukis Istana Merdeka dan sejak tahun
1974 Basuki Abdullah menetap di Jakarta.

Galeri[sunting | sunting sumber]


Lukisan "Balinese Beauty" karya Basuki Abdullah yang terjual di tempat


pelelangan Christie's di Singapura pada tahun 1996

Lukisan "Kakak dan Adik" karya Basuki Abdullah (1978). Kini disimpan di Galeri
Nasional Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai