Kehidupan awal Pablo Ruiz Picasso lahir pada 25 Oktober 1881 di Malaga,
Spanyol. Dia berasal dari keluarganya hidupnya penuh dengan kreativitas.
Orangtuanya bernama Jose Ruiz Blasco dan Maria Picasso Lopez. Bakat Picasso
diturunkan oleh sang ayah, yang merupakan seorang pelukis dan guru seni. Bicara
soal nama, Picasso memiliki nama lengkap yang sangat panjang, Pablo Diego Jose
Francisco de Paula Juan Nepomuceno Maria de los Remedios Cipriano de la
Santisima Trinidad Martyr Patricio Clito Ruiz y Picasso. Baca juga: Biografi
Tokoh Dunia: Hedy Lamarr, Aktris Jenius Pionir Teknologi Dasar WiFi Nama itu
diberikan untuk menghormati sejumlah kerabat keluarganya dan santo. Dia
merupakan anak yang serius dan terlalu dini untuk jemu menghadapi dunia.
Sepasang bola matanya yang tajam seperti menandakan dia bakal ditakdirkan
menjadi seseorang yang hebat. "Ketika saya masih kecil, ibu saya bilang kepada
saya, 'Jika kamu menjadi prajurit, kamu akan menjadi jenderal. Kalau kamu
menjadi seorang biarawan, kamu berakhir sebagai paus'," kenangnya. "Tapi malah
sebaliknya, saya menjadi pelukas dan berakhir sebagai Picasso," imbuhnya. Bolos
sekolah Meski bukan siswa cerdas di sekolah, Picasso menunjukkan bakat luar
biasa dalam menggambar sejak masih kecil. Pindah ke A Coruna pada 1891, dia
menjadi murid ayahnya. Sejak itu, dia bereksperimen dengan kemampuannya,
mengerahkan smeua hal yang dipelajari dan dikembangkan. Pablo Picasso.
(Twitter/@arisarchontakis)() Bakatnya mulai terlihat melampaui kemampuan
ayahnya. Dukungan dari sang ayah terus mengalir untuk Picasso sampai membuka
pameran seni lukis pertama putranya yang berusia 13 tahun. Keluarga itu pindah ke
Barcelona pada musim semi 1895, dan Picasso mengambil pendidikan di akademi
seni setempat, La Llotja. Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Christian Dior,
Perancang Busana Mewah Legendaris Di sana, ayahnya memegang jabatan
terakhirnya sebagai profesor seni lukis. Tak tahan dengan peraturan sekolah,
Picasso memilih bolos sehingga dia bisa menjelajahi jalanan Barcelona,
menggambar pemandangan kota yang ditemuinya. Pada usia 16 tahun, Picasso
pindah ke Madrid dan masuk ke Royal Academy of San Fernando. Lagi-lagi, dia
frustasi dengan teknik dan pelajaran klasik sekolah. "Mereka hanya terus menerus
mengulang hal lama. Velazquez untuk seni lukis, Michaelangelo untuk seni pahat,"
tulisnya kepada seorang temannya. Dia kembali melewatkan pelajaran untuk
melihat-lihat kota dan melukis apa pun, seperti orang-orang Gipsi, pengemis, dan
prostitusi. Kembali ke Barcelona pada 1899, dia bergabung dengan kelompok
seniman dan intelektual yang bermarkas di sebuah kafe bernama El Quatre Gats.
Paris Ibu kota Perancis dianggap sebagai pusat seni tingkat atas dunia, wajar
baginya untuk pindah ke kota itu. Meski masih remaja, Picasso membuka studio
seni di Montmarte, Paris. Sejarawan memisahkan hasil karyanya dalam beberapa
periode berbeda, misalnya pada 1901-1904 disebut sebagai periode Biru.
Lukisannya pada masa itu didominasi oleh nuansa suram dengan warna biru dan
biru-hijau, serta hanya sesekali menggunakan warna lain. Baca juga: Biografi
Tokoh Dunia: Madam CJ Walker, Budak yang Sukses Jadi Miliarder Subyek yang
dipilih berkisar pada kemiskinan dan isolasi hingga penderitaan serta kemurungan.
Beberapa lukisan terkenalnya pada periode itu termasuk, Blue Nude, La Vie, dan
The Old Guitarist. Berikutnya masuk ke periode Mawar dari 1904 hingga 1906,
dengan warna merah muda yang mendominasi karyanya. Kebanyakan subjek
lukisannya adalah orang-orang sirkus, akrobat, dan badut. Pada 1907, bersama
dengan temannya, George Braque, dia muncul dengan karya luar biasa yang tidak
pernah dilukis oleh siapa pun. Bentuk-bentuk geometris tajam dalam lukisan
berjudul Les Demoiselles d'Avignon, menampilkan lima pelacur telanjang yang
terdistorsi dengan warna biru, hijau, dan abu-abu yang mencolok. Karya tersebut
menjadi awal dan inspirasi lahirnya aliran Kubisme, sebuah karya artistik yang
diciptakan oleg keduanya. Teknik utama karya kubisme adalah memecah dan
menyusun kembali objek dalam bentuk abstrak dengan geometris gabungan,
menggabungkan sudut pandang untuk menciptakan efek seperti kolase. Gaya
kubisme juga dipakainya untuk menuangkan karya terkenal lainnya pada era
tersebut, termasuk Three Women, Bread and Fruit Dish on a Table, Girl with
Mandon, Still Life with Chair Caning, dan Card Player. Lukisan Pablo Picasso
berjudul Le Sauvetage dipamerkan di rumah lelang Sothebys di New York,
AS.(AFP) Realisme dan surealisme Dunia berubah dengan pecahnya Perang Dunia
I yang turut membawa perubahan pada aliran seni lukisnya. Dari bentuk abstrak
dan terdistorsi, dia bergerak untuk menggambarkan realitas unia yang suram ke
dalam karya-karyanya. Antara 1918 hingga 1927 merupakan periode klasik, di
mana Picasso memilih aliran realisme dalam kariernya. Dia menjadi lebih muram
dan menghasilkan karya terkenal seperti Three Women at the Spring (1921), Two
Women Running on the Beach/The Race (1922) dan The Pipes of Pan (1923).
Mulai 1927 dan seterusnya, Picasso berubah haluan dengan menelurkan karya
terbaru beraliran sureliasme, manifestasi artistik dari kubisme. Karya terbesar
sepanjang masa Picasso dari aliran tersebut berjudul Guernica, yang rampung pada
1937 saat Perang Saudara Spanyol. Usai bom Jerman yang mendukung pasukan
Nasionalis Francisco Franco menghancurkan kota Basque Guernica pada 26 April
1937 hingga membuat amarah berkecamuk di dalam diri Picasso. Dia menuangkan
emosinya dalam lukisan dalam warna hitam, putih, dan abu-abu. Lukisan
surealisme itu membuktikan kengerian perang. Guernica hingga kini tetap menjadi
salah satu lukisan anti-perang yang paling mengharukan dan kuat dalam sejarah.
Kemudian, karya Picasso lebih menampilkan gambar yang sederhana, seperti hasil
lukisan anak kecil dan teknik dasar. "Ketika saya seumur anak-anak ini, saya bisa
menggambar seperti Raphael (Sanzio), tapi butuh waktu seumur hidup untuk
belajar menggambar seperti mereka," ucapnya. Bak selebritas Buntut dari Perang
Dunia II membuat Picasso terbuka dengan politik dan bergabung dengan Partai
Komunis. Dia mendapat Penghargaan Perdamaian Internasional Lenin pada 1950
dan 1961. Pada periode ini, dia begitu terkenal bak selebritas internasional.
Paparazzi menyoroti setiap gerakannya, namun sedikit perhatian pada karya
seninya pada masa itu. Pablo Picasso. (Magnum Photos/Rene Burri via
Britannica)() Selama hidupnya, Picasso menjalin hubungan asmara dnegan banyak
wanita. Namun, dia hanya menikah dua kali. Baca juga: Biografi Tokoh Dunia:
Alfred Nobel, Ilmuwan dan Penggagas Hadiah Nobel Pertama, dia menikahi
balerina bernama Olga Khokhlova pada 1918. Pernikahannya bertahan 9 tahun.
Keduanya memiliki seorang anak laki-laki. Mereka tidak pernah bercerai secara
resmi, hingga kahirnya pernikahan berakhir pada 1955 setelah kematian
Khokhlova. Setelah kematian Khokhloa, dia menjalin kedekatan dengan Marie-
Therese Walter dan memiliki seorang anak perempuan darinya. Pada usia 79 tahun,
dia menikah dengan Jacqueline Roque. Keduanya dikaruniai dua orang anak.
Namun, perempuan itu bunuh diri pada 1986. Kematian Pada periode 1950-an
hingga 1960-an, Picasso menuangkan karya dalam bentuk lain seperti patung
keramik dan periode. Dia mengembuskan napas terakhirnya pada 8 April 1973 di
Mougins, Perancis.
Leonardo da Vinci
Masa Kecil Lionardo di ser Piero da Vinci dilahirkan di Anchiano, dekat kota
Vinci, Republik Firenze, Italia, pada 15 April 1452, dan merupakan anak dari
pasangan Piero Fruosino di Antonio da Vinci dan Caterina. Sedikit yang bisa
diketahui dari masa kecil Da Vinci. Hingga usia lima tahun, Da Vinci tinggal di
rumah ibunya di Anchiano. Kemudian di 1457, Da Vinci tinggal bersama ayah,
kakek, dan pamannya di Vinci. Da Vinci mendapat pendidikan informal Bahasa
Latin, geometri, serta matematika. Terdapat cerita ketika Da Vinci kecil pernah
melakukan hal konyol. Penulis sekaligus pelukis abad ke-16, Giorgio Vasari
menulis, saat itu seorang petani lokal membuat perisai, dan meminta Da Vinci
apakah bersedia membuatkannya lukisan. Da Vinci kemudian menyanggupi
dengan menggambar Medusa, perempuan berambut ular dalam mitologi Yunani
yang tengah menyemburkan api. Gambar tersebut sangat menakutkan sehingga Da
Vinci kemudian memutuskan untuk menjualnya ke pedagang karya antik Firenze.
Da vInci kemudian menggantinya dengan perisai bergambar hati tertembus panah.
Baca juga : Pangeran Arab Ini Pembeli Lukisan Yesus Termahal Dunia Karya Da
Vinci 2. Berkenalan dengan Dunia Lukisan Pada usia 15 tahun, Da Vinci
menunjukkan ketertarikan akan seni. Ayahnya lalu membawanya ke bengkel kerja
Andrea di Cione, atau yang dikenal dengan Andrea Verrochio (Andrea si Mata
Kebenaran). Verrochio merupakan salah pelukis dengan karya terbaik di Firenze.
Pelukis terkenal lain yang pernah berguru dengannya antara lain Domenico
Ghirlandaio, Perugino, Botticelli, dan Lorenzo di Credi. Berada di galeri kerja
Verrochio, Da Vinci belajar teori dan mengembangkan kemampuannya seperti
kimia, metalurgi, mekanika, pengolahan kayu. Selain itu dia mempertajam teknik
melukis, pewarnaan, memahat, dan pemodelan. Da Vinci berkontribusi terhadap
lukisan Verrochio berjudul "Pembaptisan Kristus". Kontribusi Da Vinci adalah
lukisan dua malaikat anak-anak yang memegang jubah Yesus Kristus. Selain
membantu melukis, Da Vinci diyakini juga menjadi model bagi dua karya sang
guru. Yakni patung perunggu David di Bargello, dan Malaikat Raphael dalam
lukisan Tobias and the Angel. Pada 1472, ketika berumur 20 tahun, Da Vinci
memenuhi kualifikasi sebagai ahli di Asosiasi Seniman Santo Lukas. Namun,
meski ayahnya telah membuatkan Da Vinci bengkel kerja pribadi, dia tetap berada
di bengkel Verrochio. Baca juga : Masih Kontroversi, Lukisan Yesus Karya Da
Vinci Terjual Rp 6 Triliun 3. Kehidupan Profesional Selama lima tahun, Da Vinci
masih bekerja di bengkel Andrea Verrochio hingga 1481. Setahun berselang, dia
membuat lyre, alat musik Yunani Kuno, dari perak berbentuk kepala kuda.
Penguasa Firenze, Lorenzo de Medici, mengutus Da Vinci ke Milan, dan
membawa lyre itu sebagai hadiah untuk mempertahankan perdamaian dengan
Ludovico Sforza, Adipati Milan. Kepada Ludovico Sforza, Da Vinci berkata
bahwa dia menguasai teknik serta melukis. Dia berada di Milan selama periode
1482 sampai dengan 1499. Selama 17 tahun, Da Vinci menyelesaikan enam karya.
Pada 1483-1486, dia menyelesaikan lukisan bernama The Virgin of the Rocks. Di
musim panas 1485, Da Vinci bepergian ke Hongaria atas permintaan Sforza, dan
bertemu dengan Matthias Corvinus, Raja Hongaria. Baca juga : Apa yang Bisa
Kita Pelajari dari Kejeniusan Leonardo Da Vinci? Di sana, diyakini Da Vinci
melukis Keluarga Kudus. Yakni lukisan Kanak-kanak Yesus, Bunda Maria, dan
Santo Yusuf. Kemudian di 1495-1498, Da Vinci menciptakan salah satu
mahakarya-nya, The Last Supper atau Perjamuan Terakhir. Lukisan tersebut dibuat
di Biara Santa Maria delle Grazie. Selain lukisan, Da Vinci juga dipercaya
membuat patung orang yang sedang berkuda di Katedral Milan. Patung perunggu
tersebut didedikasikan kepada Francesco Sforza, pendiri Dinasti Sforza. Da Vinci
bekerja di Milan hingga Perang Italia Kedua pecah pada 1499, dan berujung
kepada kejatuhan Sforza. Da Vinci bersama asistennya Salai, dan temannya,
matematikawan Luca Pacioli, melarikan diri ke Venesia. Di sana, Da Vinci bekerja
sebagai arsitek militer dan insinyur yang mengembangkan metode persenjataan
untuk melindungi kota dari serangan angkatan laut. Baca juga : Bola Kristal Bikin
Ilmuwan Ragukan Karya Leonardo da Vinci Ini Ketika kembali ke Firenze pada
1500, dia dan rekan-rekannya tinggal di biara Ordo Servite Santissima Annunziata,
dan diberikan bengkel kerja di sana. Da Vinci menciptakan kartun berjudul The
Virgin and Child with St Anne and St John the Baptist. Kartun itu dipuji karena
banyak orang berbondong-bondong melihatnya seolah "mereka menghadiri festival
besar". Pada 1502, Da Vinci mengabdi bagi Cesare Borgia, Adipati Valentinois,
yang juga merupakan putra Paus Alexander VI sebagai arsitek militer dan insinyur.
Da Vinci berkeliling Italia, dan membuat daerah kekuasaan sekaligus benteng
Borgia. Pada masa itu, peta merupakan hal yang langka sehingga dipandang
sebagai konsep baru. Setahun kemudian, Da Vinci kembali membuat peta bagi
Borgia. Peta tersebut telah disempurnakan, dan membantu Borgia merumuskan
strategi posisi yang lebih baik untuk pertahanan. Da Vinci kemudian kembali ke
Firenze, bergabung bersama Asosiasi Santo Lukas di 18 Oktober 1503. Dia
menghabiskan dua tahun membuat mural The Battle of Anghiari untuk Signoria
atau dewan penguasa. Baca juga : Lukisan Da Vinci Siap Dilelang Seharga Rp
13,5 Miliar, Minat? Mona Lisa. Salah satu lukisan Leonardo da Vinci yang paling
terkenal.(The Louvre via Wikimedia) 4. Mona Lisa Pada 1503, Da Vinci memulai
pekerjaan sebuah lukisan yang nantinya bakal menjadi lukisan termasyhur, Mona
Lisa. Menggambarkan potret setengah badan seorang perempuan dengan senyum
misterius. Perdebatan terjadi tentang siapa yang menjadi model lukisan tersebut.
Dilansir situs Biography, terdapat tiga perempuan yang diduga menjadi modelnya.
Yakni Isabella of Aragon, istri dari Adipati Keenam Milan Gian Galeazzo Sforza,
seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) yang misterius, hingga ibu Da Vinci
sendiri. Namun, terdapat juga rumor bahwa model tersebut bukanlah perempuan
tulen. Melainkan asistennya Salai yang berdandan seperti perempuan. Merunut
biografi Vasari, Mona Lisa merupakan gambar dari Lisa del Giocondo. Istri
seorang pedagang sutra yang kaya dari Firenze. Baca juga : Misteri Ibu Leonardo
da Vinci Terungkap, Siapa Dia? Nama asli lukisan Italia tersebut, La Gioconda,
mendukung biografi Vasari. Sejarawan percaya, lukisan itu dibuat untuk
merayakan calon anak Giocondo. Kini, Mona Lisa dipamerkan di Museum Louvre
di Paris, Perancis. Lukisan itu ditaruh di balik kaca anti-peluru, dan dideklarasikan
sebagai harta negara tak ternilai yang selalu dilihat jutaan pengunjung setiap
tahunnya. 5. Karya di Bidang Sains Selain lukisan, Da Vinci juga dikenal akan
ketertarikan khusus terhadap sains. Salah satu penemuan Da Vinci yang
melampaui zaman adalah The Flying Machine. Temuan itu digambarkan dalam
bentuk sketsa di mana mesin yang menggabungkan sepeda dan helikopter. Adapun
sayap mesin tersebut terinspirasi dari fisiologi kelelawar. Kemudian, Da Vinci juga
membuat penemuan lain seperti mesin perang berbentuk kerucut yang digerakkan
oleh dua orang menggunakan sistem kayuh. Selain itu, Da Vinci juga
memperkenalkan meriam. "Benda ini melemparkan batu kecil layaknya hujan
untuk mengalahkan musuh, dan menciptakan teror," kata Da Vinci dalam
penjelasannya kala itu. Di bidang lain, Da Vinci memaparkan temuannya berupa
sistem hidrolik dan jembatan yang menjadi bagian dari proyek teknik sipil pada
masa itu. Baca juga : Apakah Lukisan Mona Lisa Diilhami Kekasih Gay Leonardo
da Vinci? 6. Kematian Pada September 1513 sampai 1516, Da Vinci mengabdi
pada Paus Leo X, dan tinggal di Belvedere di Vatikan. Pada Oktober 1515, Raja
Francis I dari Perancis menyerang Milan. Selanjutnya, dalam pertemuan dengan
Francis I dan Leo X, Da Vinci mendapat tugas membuat singa buatan yang jika
dibuka dadanya, bisa menampakkan seikat besar bunga lili. Da Vinci meninggal di
Clos Luce pada 2 Mei 1519 dalam usia 67 tahun diyakini karena terserang stroke.
Di saat terakhir, Da Vinci didampingi oleh Francis I yang telah menjadi sahabat
baiknya. Da Vinci kemudian membagi-bagikan segala kekayaannya kepada orang-
orang yang pernah mengikutinya semasa hidup. Muridnya Salai dan abdinya,
Battista di Vilussis, masing-masing mendapat kebun anggur. Saudara-saudaranya
mendapat tanah. Sementara perempuan yang mengurusi kebutuhan di masa tua Da
Vinci menerima jubah berkualitas terbaik dengan bulu di ujungnya. Da Vinci
dikebumikan di Kapel Saint-Hubert di Chateau d'Amboise.
1. Claude Monet
2. Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian
Kebangsaan Prancis
Pekerjaan Pelukis
Tahun aktif 1829 - 1880
Raden Saleh Sjarif Boestaman (1807[1][2] atau 1811[3] - 23 April 1880) adalah
pelukis Indonesia beretnis Arab-Jawa yang mempionirkan seni modern Indonesia
(saat itu Hindia Belanda). Lukisannya merupakan perpaduan Romantisisme yang
sedang populer di Eropa saat itu dengan elemen-elemen yang menunjukkan latar
belakang Jawa sang pelukis.
Daftar isi
1Masa kecil
2Belajar ke Eropa
3Kembali ke Hindia Belanda
4Kematian
5Lukisan
o 5.1Penangkapan Diponegoro
6Peringatan dan penghargaan
7Galeri karya
8Referensi
9Pranala luar
Affandi
Guru
Pekerjaan
Tukang sobek karcis
Artisan pembuat gambar
reklame bioskop di salah satu
gedung bioskop di Bandung.
Komisi
Perikemanusiaan, Konstituante.
Organisasi Kelompok Lima Bandung.
Lembaga Kebudayaan Rakyat.
Poesat Tenaga Rakjat, Seksi
Kebudayaan Poetera.
Anggota Akademi Hak-Hak
Azasi Manusia, Komite Pusat
Diplomatic Academy of Peace
PAX MUNDI di Castelo San
Marzano, Florence, Italia.
Anggota Dewan Penyantun ISI
(Institut Seni
Indonesia), Yogyakarta, 1986.
Dikenal atas Pelukis ekspresionisme atau abstrak
Daftar isi
1Biografi
2Affandi dan melukis
3Museum Affandi
4Affandi di mata dunia
5Pameran
o 5.1Buku tentang Affandi
6Lihat pula
7Pranala luar
Biografi[sunting | sunting sumber]
Affandi dilahirkan di Cirebon pada tahun 1907, putra dari R. Koesoema, seorang
mantri ukur di pabrik gula di Ciledug, Cirebon. Dari segi pendidikan, ia termasuk
seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi orang-orang
segenerasinya, memperoleh pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya tamat
dari AMS, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir anak negeri.
Namun, bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain
dalam kehidupannya, dan memang telah menjadikan namanya tenar sama dengan
tokoh atau pemuka bidang lainnya.
Pada umur 26 tahun, pada tahun 1933, Affandi menikah dengan Maryati, gadis
kelahiran Bogor. Affandi dan Maryati dikaruniai seorang putri yang nantinya akan
mewarisi bakat ayahnya sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi.
Sebelum mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja
sebagai tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu
gedung bioskop di Bandung. Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih
tertarik pada bidang seni lukis.
Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung, yaitu
kelompok lima pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra
Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta Affandi yang dipercaya menjabat
sebagai pimpinan kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar dalam
perkembangan seni rupa di Indonesia. Kelompok ini berbeda dengan Persatuan
Ahli Gambar Indonesia (Persagi) pada tahun 1938, melainkan sebuah kelompok
belajar bersama dan kerja sama saling membantu sesama pelukis.
Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung
Poetera Djakarta yang saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di
Indonesia. Empat Serangkai—yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs.
Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur—memimpin
Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) untuk ikut ambil bagian. Dalam
Seksi Kebudayaan Poetera ini Affandi bertindak sebagai tenaga pelaksana dan S.
Soedjojono sebagai penanggung jawab, yang langsung mengadakan hubungan
dengan Bung Karno.
Poster propaganda Boeng, ajo, Boeng! karya Affandi, 1945
Ketika republik ini diproklamasikan 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-
gerbong kereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain "Merdeka atau mati!". Kata-
kata itu diambil dari penutup pidato Bung Karno, Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945.
Saat itulah, Affandi mendapat tugas membuat poster. Poster yang merupakan
ide Soekarno itu menggambarkan seseorang yang dirantai tetapi rantainya sudah
putus. Yang dijadikan model adalah pelukis Dullah. Kata-kata yang dituliskan di
poster itu ("Bung, ayo bung") merupakan usulan dari penyair Chairil Anwar.
Sekelompok pelukis siang-malam memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-
daerah.
Bakat melukis yang menonjol pada diri Affandi pernah menorehkan cerita menarik
dalam kehidupannya. Suatu saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah
melukis di Santiniketan, India, suatu akademi yang didirikan oleh Rabindranath
Tagore. Ketika telah tiba di India, dia ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang
sudah tidak memerlukan pendidikan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang
telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling negeri India.
Sepulang dari India, Eropa, pada tahun lima puluhan, Affandi dicalonkan
oleh PKI untuk mewakili orang-orang tak berpartai dalam pemilihan Konstituante.
Dan terpilihlah dia, seperti Prof. Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb, untuk mewakili
orang-orang tak berpartai. Dalam sidang konstituante, menurut Basuki Resobowo
yang teman pelukis juga, biasanya katanya Affandi cuma diam, kadang-kadang
tidur. Tapi ketika sidang komisi, Affandi angkat bicara. Dia masuk komisi
Perikemanusiaan (mungkin sekarang HAM) yang dipimpin Wikana, teman dekat
Affandi juga sejak sebelum revolusi.
Topik yang diangkat Affandi adalah tentang perikebinatangan, bukan
perikemanusiaan dan dianggap sebagai lelucon pada waktu itu. Affandi merupakan
seorang pelukis rendah hati yang masih dekat dengan flora, fauna, dan lingkungan
walau hidup di era teknologi. Ketika Affandi mempersoalkan 'Perikebinatangan'
tahun 1955, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup masih sangat rendah.
Affandi juga termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat),
organisasi kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rezim Suharto. Dia bagian
seni rupa Lembaga Seni Rupa) bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan
sebagainya.
Pada tahun enampuluhan, gerakan anti imperialis AS sedang
mengagresi Vietnam cukup gencar. Juga anti kebudayaan AS yang disebut sebagai
'kebudayaan imperialis'. Film-film Amerika, diboikot di negeri ini. Waktu itu
Affandi mendapat undangan untuk pameran di gedung USIS Jakarta. Dan Affandi
pun, pameran di sana.
Ketika sekelompok pelukis Lekra berkumpul, ada yang mempersoalkan. Mengapa
Affandi yang pimpinan Lekra kok pameran di tempat perwakilan agresor itu.
Menanggapi persoalan ini, ada yang nyeletuk: "Pak Affandi memang pimpinan
Lekra, tetapi dia tak bisa membedakan antara Lekra dengan Lepra!" kata teman itu
dengan kalem. Keruan saja semua tertawa.
Meski sudah melanglangbuana ke berbagai negara, Affandi dikenal sebagai sosok
yang sederhana dan suka merendah. Pelukis yang kesukaannya makan nasi dengan
tempe bakar ini mempunyai idola yang terbilang tak lazim. Orang-orang lain bila
memilih wayang untuk idola, biasanya memilih yang bagus, ganteng, gagah, bijak,
seperti; Arjuna, Gatutkaca, Bima, Krisna.
Namun, Affandi memilih Sokrasana yang wajahnya jelek namun sangat sakti.
Tokoh wayang itu menurutnya merupakan perwakilan dari dirinya yang jauh dari
wajah yang tampan. Meskipun begitu, Departemen Pariwisata Pos dan
Telekomunikasi (Deparpostel) mengabadikan wajahnya dengan menerbitkan
prangko baru seri tokoh seni/artis Indonesia. Menurut Helfy Dirix (cucu tertua
Affandi) gambar yang digunakan untuk perangko itu adalah lukisan self-
portrait Affandi tahun 1974, saat Affandi masih begitu getol dan produktif melukis
di museum sekaligus kediamannya di tepi Kali Gajahwong Yogyakarta.
Affandi dan melukis[sunting | sunting sumber]
Potret diri Affandi diabadikan dalam perangko Indonesia seri Seniman Indonesia
tahun 1997.
Semasa hidupnya, ia telah menghasilkan lebih dari 2.000 karya lukis. Karya-
karyanya yang dipamerkan ke berbagai negara di dunia, baik di Asia, Eropa,
Amerika maupun Australia selalu memukau pecinta seni lukis dunia. Pelukis yang
meraih gelar Doktor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974 ini
dalam mengerjakan lukisannya, lebih sering menumpahkan langsung cairan cat
dari tube-nya kemudian menyapu cat itu dengan jari-jarinya, bermain dan
mengolah warna untuk mengekspresikan apa yang ia lihat dan rasakan tentang
sesuatu.
Dalam perjalanannya berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari
University of Singapore tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang
menganut aliran ekspresionisme atau abstrak. Sehingga seringkali lukisannya
sangat sulit dimengerti oleh orang lain terutama oleh orang yang awam tentang
dunia seni lukis jika tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal
demikianlah yang menambah daya tarikny
Kesederhanaan cara berpikirnya terlihat saat suatu kali, Affandi merasa bingung
sendiri ketika kritisi Barat menanyakan konsep dan teori lukisannya. Oleh para
kritisi Barat, lukisan Affandi dianggap memberikan corak baru
aliran ekspresionisme. Tapi ketika itu justru Affandi balik bertanya, Aliran apa
itu?.
Bahkan hingga saat tuanya, Affandi membutakan diri dengan teori-teori. Bahkan ia
dikenal sebagai pelukis yang tidak suka membaca. Baginya, huruf-huruf yang kecil
dan renik dianggapnya momok besar.
Bahkan, dalam keseharian, ia sering mengatakan bahwa dirinya adalah pelukis
kerbau, julukan yang diakunya karena dia merasa sebagai pelukis bodoh. Mungkin
karena kerbau adalah binatang yang dianggap dungu dan bodoh. Sikap sang
maestro yang tidak gemar berteori dan lebih suka bekerja secara nyata ini
dibuktikan dengan kesungguhan dirinya menjalankan profesi sebagai pelukis yang
tidak cuma musiman pameran. Bahkan terhadap bidang yang dipilihnya, dia tidak
overacting.
Misalnya jawaban Affandi setiap kali ditanya kenapa dia melukis. Dengan enteng,
dia menjawab, Saya melukis karena saya tidak bisa mengarang, saya tidak pandai
omong. Bahasa yang saya gunakan adalah bahasa lukisan. Bagi Affandi, melukis
adalah bekerja. Dia melukis seperti orang lapar. Sampai pada kesan elitis soal
sebutan pelukis, dia hanya ingin disebut sebagai tukang gambar.
Lebih jauh ia berdalih bahwa dirinya tidak cukup punya kepribadian besar untuk
disebut seniman, dan ia tidak meletakkan kesenian di atas kepentingan
keluarga. Kalau anak saya sakit, saya pun akan berhenti melukis, ucapnya.
Sampai ajal menjemputnya pada Mei 1990, ia tetap menggeluti profesi sebagai
pelukis. Kegiatan yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia dimakamkan tidak
jauh dari museum yang didirikannya itu.
Basuki Abdullah
Hollandsch-Inlandsche
Pendidikan
School (HIS) Katolik
Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs
(MULO) Katolik, Solo.
Academie Voor Beeldende
Kunsten, Sertifikat Royal
International of Art (RIA),
di Den Haag, Belanda,
1933.
Organisasi Gerakan Poetra.
Pusat Tenaga Rakyat.
Keimin Bunka Sidhosjo
(Pusat Kebudayaan rezim
Jepang).
Dikenal maestro pelukis realis dan
atas naturalis
Suami/istri Josephine
Maria Michel
Nataya Nareerat
Anak Saraswati
Cecillia Sidhawati
1Biografi
o 1.1Masa muda
2Aktivitas
3Galeri
4Referensi
5Pranala luar
Lukisan "Kakak dan Adik" karya Basuki Abdullah (1978). Kini disimpan di Galeri
Nasional Indonesia, Jakarta