Anda di halaman 1dari 29

38

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Kimia


Analisis kimia bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor sebagai
makanan selingan bagi remaja putri penderita anemia defisiensi besi dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui nilai kandungan gizi bolu kukus dengan
substitusi tepung daun kelor dan parameter kandungan nilai gizi zat besi.

4.1.1 Zat Besi


Zat besi merupakan mikromineral yang sangat penting dalam tubuh karena
berfungsi dalam pembentukan sel darah merah. Zat besi (Fe) adalah unsur yang
sangat penting juga untuk membentuk hemoglobin (Hb) yaitu suatu zat warna
yang terdapat dalam darah merah yang berguna untuk mengangkut oksigen (O 2)
dan karbondioksida (CO2) dalam tubuh. Zat besi (Fe) digunakan dalam tubuh
manusia dengan hemat, apabila terjadi perombakan butir-butir darah merah, maka
zat besi dalam tubuh yang terlepas akan diambil kembali oleh tubuh untuk
pembentukan hemoglobin yang baru (Ramli, 2007).
Rata-rata nilai zat besi yang diperoleh dari bolu kukus dengan substitusi
tepung daun kelor adalah sebesar 1,24 mg sampai 4,90 mg (Lampiran 11). Kadar
zat besi tertinggi terdapat pada perlakuan A6 (25% tepung daun kelor) yaitu
sebesar 4,90 mg, sedangkan kadar zat besi terendah terdapat pada perlakuan A1
(0% daun kelor) yaitu sebesar 1,24 mg. Semakin banyak jumlah tepung daun
kelor yang disubstitusikan pada produk makanan, maka zat besi yang terkandung
dalam produk tersebut juga akan semakin tinggi.
Pada uji normalitas menunjukkan bahwa p = 0,961 (sign > 0,05) yang
berarti nilai kadar zat besi bolu kukus substitusi tepung daun kelor berdistribusi
normal (Lampiran 12). Data yang berdistribusi normal tersebut selanjutnya diuji
dengan menggunakan analisis statistik One Way Anova pada tingkat kepercayaan
α = 0,05. Hasil perhitungan uji One Way Anova kadar zat besi bolu kukus dengan
substitusi tepung daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.1.

34
39

Tabel 4.1 Hasil Uji One Way Anova Kandungan Zat Besi
Perlakuan Rata-rata (%) ± SD P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 1,26 ± 0,01
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 2,20 ± 0,04
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 2,87 ± 0,03
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,57 ± 0,02
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 4,26 ± 0,02
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 4,86 ± 0,03
Keterangan: Hasil Anova (sig < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)

Hasil anova pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata
terhadap rata-rata kadar zat besi bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor
pada setiap perlakuan (signifikan) yang ditandai dengan nilai P (0,000) lebih kecil
dari derajat tingkat kepercayaan (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa enam
perlakuan yang diuji memiliki perbedaan yang nyata (Lampiran 13a).
Kadar zat besi pada bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor
setelah diketahui berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan menggunakan uji
Duncan yaitu untuk mengetahui tingkat perbedaan terkecil. Hasil uji Duncan
untuk kadar zat besi bolu kukus dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil uji Duncan Kandungan Zat Besi


Rata-rata
Perlakuan Kandungan Zat Notasi
Besi per 100 gram
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 1,26 a
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 2,20 b
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 2,87 c
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,57 d
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 4,26 e
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 4,86 f
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan
Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa semua perlakuan memiliki


data yang berbeda nyata (Lampiran 13b). Hal ini dikarenakan jumlah komposisi
tepung daun kelor yang digunakan mempengaruhi kadar zat besi yang terkandung
dalam bolu kukus, yang berarti dalam penggunaan komposisi tepung daun kelor
40

yang berbeda dapat mempengaruhi jumlah kadar zat besi yang terkandung dalam
bolu kukus. Kandungan zat besi pada tepung daun kelor yaitu 60,5 mg/100 gram,
energi yang terdapat pada tepung daun kelor sebesar 358 kal/100 gram, protein
pada tepung daun kelor yaitu 26,3%, kandungan karbohidrat sebesar 48,4%, dan
kandungan lemak yang terdapat pada tepung daun kelor sebesar 6,57% (Krisnadi,
2015).
Tidak hanya kandungan kadar zat besi saja yang dibutuhkan untuk
mencegah Anemia Defisiensi Besi (ADB), melainkan juga mengkonsumsi aneka
ragam makanan yang mengandung zat gizi dan saling melengkapi sehingga dapat
meningkatkan penyerapan zat besi serta mengurangi konsumsi makanan yang bisa
menghambat penyerapan zat besi (Masrizal, 2007). Mengkonsumsi besi-heme dan
non-heme secara bersama dapat meningkatkan penyerapan besi non-heme.
Penyerapan zat besi nonheme dapat ditingkatkan dengan adanya vitamin C.
Vitamin C berpengaruh dalam pembentukan kadar hemoglobin yang dapat
membantu dalam penyerapan zat besi (Budiyanto 2002 dalam Novitasari, 2014).
Kandungan vitamin C yang terdapat pada tepung daun kelor cukup tinggi yaitu
sebesar 17,3 mg/100 gram, hal ini dapat membantu proses penyerapan zat besi
dalam tubuh sehingga dengan substitusi tepung daun kelor pada bolu kukus dapat
mencukupi asupan zat besi yang dibutuhkan oleh tubuh.

4.2 Uji Organoleptik


Uji organoleptik merupakan alat utama pengukuran daya terima terhadap
produk dengan menggunakan cara pengujian indera manusia. Pengujian
organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu produk, dimana
dapat memberikan kemunduran mutu, kerusakan lain pada produk, bahkan
indikasi kebusukan pada produk (Susiwi, 2009).

4.2.1 Uji Mutu Hedonik


Uji mutu hedonik merupakan suatu hal yang tidak menyatakan suka atau
tidak suka melainkan menyatakan kesan baik atau buruk pada produk. Mutu
hedonik dapat bersifat umum yaitu baik atau buruk dan contohnya seperti bersifat
41

spesifik yaitu empuk atau keras untuk nasi. Mutu hedonik merupakan kesan baik
atau buruk yang lebih spesifik dari pada sekedar suka atau tidak suka (Winarno,
2004).
a. Warna
Warna merupakan atribut fisik yang dinilai atau dilihat terlebih dahulu
dalam menentukan mutu makanan atau mutu suatu produk makanan dan
terkadang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan cita rasa, tekstur, nilai gizi,
dan sifat mikrobiologis (Nofalina, 2013).
Uji mutu hedonik warna pada bolu kukus dengan substitusi tepung daun
kelor pada perlakuan A1 sampai dengan A6 berdasarkan hasil uji organoleptik
yang telah dilakukan, maka hasil dari nilai terendah hingga tertinggi mempunyai
nilai rata-rata berkisar antara 2,50 hingga 5,00 (Lampiran 14a). Hal ini berarti
warna bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor berkisar antara warna putih
kekuningan sampai hijau. Nilai mutu hedonik warna terendah terdapat pada
perlakuan A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor), sedangkan nilai
tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun
kelor). Hal ini menunjukkan bahwa setiap perlakuan pada bolu kukus dengan
substitusi tepung daun kelor memiliki warna yang berbeda-beda dari putih
kekuningan hingga hijau tua.
Hasil uji mutu hedonik warna pada bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistik Kruskall Wallis
pada tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil yang diperoleh pada perhitungan
Kruskall Wallis uji mutu hedonik wana dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Uji Kruskall Wallis Mutu Hedonik Warna Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 5,00
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 4,01
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,23
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 2,85
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 2,99
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 2,50
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)
42

Hasil Kruskall Wallis pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa terdapat


perbedaan yang nyata terhadap mutu hedonik pada warna bolu kukus dengan
substitusi tepung daun kelor pada setiap perlakuan (signifikan) yang ditandai
dengan nilai P (0,000) lebih kecil dari derajat tingkat kepercayaan (0,05), sehingga
dapat disimpulkan bahwa enam perlakuan yang diuji memiliki perbedaan yang
nyata (Lampiran 15). Hal ini menunjukkan bahwa substitusi tepung daun kelor
pada setiap perlakuan bolu kukus mempengaruhi warna yang dihasilkan oleh bolu
kukus yang disebabkan oleh warna hijau karena terdapat zat besi yang terkandung
didalamnya sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyak tepung daun
kelor yang disubstitusikan ke dalam bolu kukus, maka warna yang dihasilkan
pada bolu kukus akan semakin hijau sangat tua.
Dari Tabel 4.3 telah diketahui mutu hedonik warna bolu kukus dengan
substitusi tepung daun kelor terdapat perbedaan yang nyata, maka data dilanjutkan
dengan uji Mann Whitney atau beda nyata terkecil. Hasil uji Mann Whitney untuk
parameter warna (mutu hedonik) bolu kukus dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hasil uji Mann Whitney Mutu Hedonik Warna Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 5,00 d
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 4,01 c
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,23 b
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 2,85 a
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 2,99 a
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 2,50 a
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang


berbeda nyata antar beberapa perlakuan yaitu perlakuan. Perbedaan yang terjadi
pada hasil uji Mann Whitney pada pembuatan bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor menunjukkan adanya notasi yang berbeda nyata. Perlakuan A1 (100%
tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) berbeda nyata dengan semua perlakuan.
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) berbeda nyata dengan semua
perlakuan, perlakuan A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) berbeda
43

nyata dengan semua perlakuan. Perlakuan A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung
daun kelor), A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) dan perlakuan
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) tidak berbeda nyata tetapi
berbeda nyata dengan perlakuan A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun
kelor), A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor), dan A3 (90% tepung
terigu dan 10% tepung daun kelor) (lampiran 16).
Substitusi tepung daun kelor pada pembuatan bolu kukus menyebabkan
perbedaan warna pada setiap perlakuan. Tepung daun kelor merupakan produk
olahan dari daun kelor, dimana daun kelor dapat menghasilkan warna yang hijau
dikarenakan pada daun kelor terdapat klorofil atau pigmen hijau (Kurniasih,
2013).
Klorofil sering diumpamakan atau sering pula disebut dengan “darah bagi
tanaman”, karena klorofil tersebut berkaitan erat dengan hemoglobin, dimana
pigmen darah merah yang akan bertanggung jawab dalam transportasi oksigen
pada banyak hewan. Kemiripan atau perumpamaan tersebut dipercaya oleh
beberapa orang karena klorofil dapat membantu penyerapan yang lebih baik yang
digunakan untuk membangun darah dan melawan anemia (Krisnadi, 2015)

b. Rasa
Rasa merupakan faktor yang menentukan tingkat kesukaan konsumen
terhadap satu produk pangan olahan. Kategori sifat rasa yang terbentuk antara lain
yaitu manis, asam, asin dan pahit. Rasa suatu bahan pangan adalah hasil
kerjasama beberapa indera yaitu antara indera penglihatan, pembauan,
pendengaran dan perabaan (Kartika 1988).
Analisa organoleptik mutu hedonik bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor pada perlakuan A1 sampai dengan A6 berdasarkan hasil uji
organoleptik menghasilkan nilai rata-rata antara 3,02 sampai dengan 3,88
(Lampiran 14b), yang berarti rasa bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor
berkisar antara sangat manis hingga manis. Nilai mutu hedonik rasa terendah
terdapat pada perlakuan A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor),
44

sedangkan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (100% tepung terigu dan 0%
tepung daun kelor).
Hasil uji mutu hedonik rasa pada bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistic Kruskall Wallis
pada tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil uji Kruskall Wallis mutu hedonik rasa
bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Uji Kruskall Wallis Mutu Hedonik Rasa Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,88
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,71
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,49
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,56
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,09
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,02
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)

Hasil uji Kruskall Wallis mutu hedonik rasa Tabel 4.5 menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata terhadap rata-rata mutu hedonik untuk rasa bolu
kukus dengan substitusi tepung daun kelor pada setiap perlakuan (signifikan)
dengan nilai p =0,000, maka pada keenam perlakuan yang diuji memiliki
perbedaan yang nyata (Lampiran 15). Hal ini menunjukkan bahwa prosentase
substitusi tepung daun kelor berpengaruh terhadap rasa bolu kukus yang
dihasilkan.
Hasil analisis organoleptik mutu hedonik untuk rasa bolu kukus dengan
substitusi tepung daun kelor tiap perlakuan berbeda nyata, maka dilanjutkan
dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui tingkat perbedaan terkecil. Hasil uji
Mann Whitney untuk rasa (mutu hedonik) bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.6.
45

Tabel 4.6 Hasil Uji Mann Whitney Mutu Hedonik Rasa Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,88 b
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,71 ab
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,49 ab
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,56 ab
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,09 a
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,02 a
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata


antar perlakuan, beberapa perlakuan memiliki notasi yang sama namun berbeda
dengan beberapa perlakuan lainnya (Lampiran 16). Perlakuan A1 (100% tepung
terigu dan 0% tepung duan kelor) berbeda nyata dengan semua perlakuan.
Perlakuan A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) tidak berbeda nyata
dengan perlakuan A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) dan A4
(85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor). Perlakuan A3 (90% tepung
terigu dan 10% tepung daun kelor) berbeda nyata dengan semua perlakuan, tetapi
tidak berbeda nyata dengan perlakuan A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung
daun kelor). Perlakuan A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor)
berbeda nyata dengan semua pelakuan, tetapi tidak berbeda nyata dengan
pelakuan A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor). Perlakuan A5 (80%
tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) berbeda nyata dengan semua
perlakuan, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan A6 (75% tepung terigu
dan 25% tepung daun kelor). Perlakuan A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung
daun kelor) berbeda nyata dengan semua perlakuan, tetapi tidak berbeda nyata
dengan perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor). Semakin
banyak tepung daun kelor yang digunakan maka rasa yang dihasilkan semakin
berasa daun kelor (sangat pahit).
Rasa khas daun kelor tersebut dikarenakan terdapat kandungan tanin
didalamnya. Tanin banyak dijumpai di alam dan terdapat pada tiap-tiap tumbuhan
khususnya tanaman yang berada di daerah tropis yang biasanya terdapat pada kulit
kayu dan daun. Rasa pahit yang diakibatkan oleh adanya tanin dikarenakan pada
46

saat dikonsumsi akan terbentuk ikatan silang antara tanin dengan protein atau
glikoprotein di rongga mulut sehingga menimbulkan perasaan kering dan berkerut
(Jamriati, 2008 dalam Yulianti 2008). Foild et al. 2007 dalam Yulianti 2008
menambahkan bahwa kandungan tanin yang terdapat pada daun kelor sebanyak
1,4%.

c. Aroma
Aroma merupakan sifat sensoris yang paling sulit untuk diklasifikasikan
dan dijelaskan dalam uji organoleptik yang ragamnya sangat besar karena terdapat
banyak jenis bebauan yang dapat dikenali oleh panca indera penciuman (Nofalina,
2013).
Uji mutu hedonik untuk aroma bolu kukus dengan substitusi tepung daun
kelor menghasilkan nilai rata-rata berkisar antara 2,57 sampai dengan 4,25
(Lampiran 14c). Hal ini berarti aroma yang dihasilkan oleh bolu kukus substitusi
dengan tepung daun kelor berkisar antara aroma tidak bau khas kelor hingga
aroma agak bau khas kelor. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (100%
tepung terigu dan 0% tepung daun kelor), sedangkan nilai terendah terdapat pada
perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor).
Hasil uji mutu hedonik aroma pada bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistik Kruskall Wallis
pada tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil perhitungan Kruskall Wallis pada aroma
bolu kukus dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil Uji Kruskall Wallis Mutu Hedonik Aroma Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 4,25
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,46
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,08
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 2,57
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 2,37
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,05
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)
47

Hasil Kruskall Wallis pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa terdapat


perbedaan yang nyata terhadap rata-rata mutu hedonik pada aroma bolu kukus
dengan substitusi tepung daun kelor pada setiap perlakuan (signifikan) yang
ditandai dengan nilai P (0,000) lebih kecil dari nilai derajat tingkat kepercayaan
(0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa keenam perlakuan yang diuji memiliki
perbedaan yang nyata (Lampiran 16). Hal ini menunjukkan bahwa substitusi
tepung daun kelor pada setiap perlakuan mempengaruhi aroma yang dihasilkan
pada produk bolu kukus. Semakin banyak tepung daun kelor yang digunakan
maka aroma khas tepung daun kelor semakin tercium.
Uji mutu hedonik aroma bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor
diketahui berbeda nyata maka analisis data yang dilanjutkan adalah dengan
menggunakan uji Mann Whitney untuk mengetahui tingkat kepercayaan terkecil.
Hasil uji Mann Whitney mutu hedonik pada aroma bolu kukus dapat dilihat pada
Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hasil Uji Mann Whitney Mutu Hedonik Aroma Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 4,25 d
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,46 c
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,08 b
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 2,57 a
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 2,37 a
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 2,53 a
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan Tabel 4.8 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata


antar perlakuan A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) dengan
semua perlakuan. Begitu pula dengan perlakuan A2 (95% tepung terigu dan 5%
tepung daun kelor) terdapat perbedaan yang nyata terhadap semua perlakuan.
Perlakuan A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) ada beda nyata
dengan semua perlakuan. Sedangkan perlakuan A4 (85% tpung terigu dan 15%
tepung daun kelor), A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) dan A6
48

(75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) tidak berbeda nyata, akan tetapi
berbeda nyata dengan perlakuan A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun
kelor), A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) dan A3 (90% tepung
terigu dan 10% tepung daun kelor) (Lampiran 16).
Berdasarkan hasil Tabel 4.8 menunjukkan bahwa berbeda nyata setiap
perlakuan disebabkan oleh komposisi dari tepung daun kelor pada setiap
perlakuan. Semakin banyak tepung daun kelor yang digunakan maka aroma yang
dihasilkan juga terdapat perbedaan. Aroma bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor akan berbeda dengan bolu kukus pada umumnya, karena bolu kukus
dengan substitusi tepung daun kelor hasil aroma yang didapatkan yaitu bau khas
kelor kurang tajam.
Aroma suatu sistem pangan ditentukan oleh perbandingan jumlah dari
komponen bahan yang digunakan (Susanti, 1993 dalam Yulianti, 2008).
Komposisi tepung daun kelor yang disubstitusikan tersebut berpengaruh terhadap
aroma bolu kukus. Semakin banyak tepung daun kelor yang digunakan pada
produk bolu kukus maka aroma yang dihasilkan semakin berbau daun kelor
(langu). Aroma langu daun kelor akan menguap ketika panas dikarenakan daun
kelor mengandung senyawa volatil yang dapat menguap karena pemanasan.

d. Tekstur
Tekstur makanan merupakan suatu hal yang berkaitan erat dengan struktur
makanan yaitu dengan merasakan makanan didalam mulut. Kategori sifat dari
tekstur makanan antara lain yaitu empuk, keras, renyah, lembut, kasar, halus,
berserat, dan kenyal (Pucket, 2004).
Uji mutu hedonik tekstur bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor
pada perlakuan A1 sampai dengan A6 berdasarkan hasil uji organoleptik yang
dilakukan berurutan dari nilai terendah hingga nilai tertinggi menghasilkan nilai
rata-rata berkisar antara 3,29 sampai dengan 4,20 (Lampiran 14d). Hal ini berarti
tekstur yang dihasilkan oleh bolu kukus substitusi tepung daun kelor berkisar
antara agak empuk hingga empuk. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A1
49

(100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) dan nilai terendah terdapat pada
perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor).
Hasil uji mutu hedonik aroma pada bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistik Kruskall Wallis
pada tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil perhitungan Kruskall Wallis pada tekstur
bolu kukus dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hasil Uji Kruskall Wallis Mutu Hedonik Tekstur Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 4,20
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 4,03
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,54
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,45
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,29
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,42
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)

Hasil Kruskall Wallis pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang nyata terhadap rata-rata mutu hedonik pada tekstur bolu kukus dengan
substitusi tepung daun kelor pada setiap perlakuan (signifikan) yang ditandai
dengan nilai P (0,000) lebih kecil dari nilai derajat kepercayaan (0,05). Keenam
perlakuan yang telah diuji dapat disimpulkan memiliki perbedaan yang nyata
(Lampian 15). Hal ini menunjukkan bahwa substitusi tepung daun kelor pada
setiap perlakuan mempengaruhi tekstur yang dihasilkan pada bolu kukus.
Semakin banyak tepung daun kelor yang digunakan maka tekstur yang dihasilkan
akan semakin kurang empuk, karena tepung terigu yang digunakan semakin
sedikit sehingga hal tersebut membuat hasil bolu kukus tidak empuk.
Uji mutu hedonik tekstur bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor
diketahui berbeda nyata, maka dapat dilanjutkan dengan menggunakan uji Mann
Whitney untuk mengetahui tingkat kepercayaan terkecil. Hasil uji Mann Whitney
mutu hedonik pada tekstur bolu kukus dapat dilihat pada Tabel 4.10.
50

Tabel 4.10 Hasil Uji Mann Whitney Mutu Hedonik Tekstur Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 4,20 c
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 4,03 bc
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,54 b
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,45 a
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,29 a
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,42 a
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan hasil Tabel uji Mann Whitney 4.10 menunjukkan bahwa


terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan A1 (100% tepung terigu dan 0%
tepung daun kelor) dengan semua perlakuan. Perlakuan A2 (95% tepung terigu
dan 5% tepung daun kelor) berbeda nyata dengan semua perlakuan, begitu pula
dengan perlakuan A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) memiliki
perbedaan yang nyata dengan semua perlakuan. Sedangkan perlakuan A4, A5 dan
A6 tidak terdapat perbedaan yang nyata tetapi terdapat perbedaan yang nyata
dengan perlakuan A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor), A2 (95%
tepung terigu dan 5% tepung daun kelor), dan A3 (90% tepung terigu dan 10%
tepung daun kelor). (Lampiran 16).
Berdasarkan hasil uji Mann Whitney diatas, menunjukkan bahwa ada
beberapa data yang berbeda nyata setiap perlakuan dan ada pula beberapa data
yang tidak berbeda nyata setiap perlakuan. Hal tersebut disebabkan oleh
komposisi dari tepung daun kelor pada setiap perlakuan. Semakin banyak tepung
daun kelor yang digunakan maka tekstur yang dihasilkan juga terdapat
perbedaan. Tekstur bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor akan berbeda
dengan bolu kukus pada umumnya, karena bolu kukus substitusi tepung daun
kelor hasil tekstur yang didapatkan yaitu agak empuk. Penilaian kesukaan panelis
terhadap tekstur bolu kukus sebagian besar dinilai dari kelembutan dan tingkat
pengembangan bolu kukus yaitu dilihat dari keempukan dari tekstur yang
dihasilkan. Semakin tinggi penambahan tepung daun kelor yang digunakan, maka
tekstur yang dihasilkan pada produk akan semakin keras dan padat karena
51

penggunaan tepung terigu lebih sedikit sehingga mempengaruhi tekstur yang


dihasilkan (Satyaningtyas, 2014).

4.2.2 Hedonik
a. Warna
Uji hedonik warna dari bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor
perlakuan A1 sampai dengan A6 berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah
dilakukan berurutan dari nilai terendah hingga tertinggi mempunyai rata-rata
berkisar antara 3,35 sampai 3,73 (Lampiran 17a). Hal ini berarti penilaian panelis
terhadap warna bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor berkisar antara
agak suka hingga suka. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (100% tepung
terigu dan 0% tepung daun kelor) dan nilai terendah terdapat pada perlakuan A5
(80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor).
Hasil uji hedonik warna pada bolu kukus dengan substitusi tepung daun
kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistik Kruskall Wallis pada
tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil perhitungan Kruskall Wallis pada warna bolu
kukus dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Hasil Uji Kruskall Wallis Hedonik Warna Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,76
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,68
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,66
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,73
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,35
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,38
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign< 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)

Hasil Kruskall Wallis pada Tabel 4.11 menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang nyata terhadap rata-rata uji hedonik pada warna bolu kukus dengan
substitusi tepung daun kelor setiap perlakuan (signifikan) yang ditandai dengan
nilai P= (0,000) lebih kecil dari nilai derajat kepercayaan (0,05). Keenam
perlakuan yang telah diuji dapat disimpulkan memiliki perbedaan yang nyata
52

(Lampiran 18). Hal ini menunjukkan bahwa substitusi tepung daun kelor pada
setiap perlakuan mempengaruhi warna yang dihasilkan oleh bolu kukus. Semakin
banyak tepung daun kelor yang digunakan, maka warna yang dihasilkan pada
bolu kukus akan semakin hijau. Apabila warna yang dihasilkan semakin hijau
maka semakin tidak disukai oleh panelis.
Uji hedonik warna bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor telah
diketahui berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk
mengetahui tingkat perbedaan terkecil. Hasil uji Mann Whitney hedonik warna
bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Hasil Uji Mann Whitney Hedonik Warna Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,76 b
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,73 b
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,68 b
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,66 ab
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,35 a
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,38 a
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan Tabel 4.12 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata


antar perlakuan, beberapa perlakuan dengan notasi yang sama namun berbeda
notasi dengan beberapa perlakuan lainnya (Lampiran 18). Perlakuan A1 (100%
tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) tidak berbeda nyata dengan perlakuan
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) dan A3 (90% tepung terigu dan
10% tepung daun kelor). Perlakuan A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun
kelor) berbeda nyata dengan semua perlakuan. Sedangkan perlakuan A5 (80%
tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) berbeda nyata dengan semua
perlakuan, tetapi tidak beda nyata dengan perlakuan A6 (75% tepung terigu dan
25% tepung daun kelor). Perlakuan A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun
kelor) ada beda nyata dengan semua perlakuan, tetapi tidak ada beda nyata dengan
perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor).
53

Warna merupakan peranan penting dalam menentukan penilaian kesukaan


terhadap suatu produk (Kurniasih, 2013). Semakin banyak tepung daun kelor yang
digunakan maka warna yang dihasilkan pada bolu kukus akan semakin hijau.
Warna hijau yang timbul pada bolu kukus tersebut berasal dari tepung daun kelor
segar yang memiliki warna dasar hijau, apabila prosentasenya ditambahkan
semakin banyak maka warna hijau akan semakin mencolok. Warna yang hijau
tidak sukai oleh panelis karena rata-rata panelis menyukai warna putih
kekuningan pada perlakuan A1 (100% tepung terigu dan tanpa tepung daun kelor).

b. Rasa
Uji hedonik rasa dari bolu kukus substitusi tepung daun kelor perlakuan
A1 sampai dengan A6 berdasarkan uji organoleptik yang telah dilakukan
berurutan dari nilai terendah hingga tertinggi mempunyai rata-rata berkisar antara
3,35 sampai 3,87 (Lampiran 17b). Hal ini berarti penilaian panelis terhadap rasa
bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor berkisar antara agak suka hingga
suka. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A4 (85% tepung terigu dan 15%
tepung daun kelor) dan nilai terendah terdapat pada perlakuan A6 (75% tepung
terigu dan 25% tepung daun kelor).
Hasil uji hedonik rasa pada bolu kukus dengan substitusi tepung daun
kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistik Kruskall Wallis pada
tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil perhitungan Kruskall Wallis pada rasa bolu
kukus dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Hasil Uji Kruskall Wallis Hedonik Rasa Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,82
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,79
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,62
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,87
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,57
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,35
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)
54

Hasil Kruskall Wallis pada Tabel 4.13 menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang nyata terhadap rata-rata uji hedonik pada rasa bolu kukus dengan substitusi
tepung daun kelor setiap perlakuan (signifikan) yang ditandai dengan nilai P
(0,000) lebih kecil dari nilai derajat kepercayaan (0,05). Keenam perlakuan yang
telah diuji dapat disimpulkan memiliki perbedaan yang nyata (Lampiran 18). Hal
ini menunjukkan bahwa substitusi tepung daun kelor pada setiap perlakuan
mempengaruhi rasa yang dihasilkan oleh bolu kukus. Semakin banyak tepung
daun kelor yang digunakan, maka rasa yang dihasilkan pada bolu kukus akan
semakin terasa daun kelor yaitu sangat pahit.
Uji hedonik rasa bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor telah
diketahui berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk
mengetahui tingkat perbedaan terkecil. Hasil uji Mann Whitney hedonik rasa bolu
kukus dengan substitusi tepung daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Hasil Uji Mann Whitney Hedonik Rasa Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,87 c
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,79 bc
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,62 b
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,82 b
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,57 a
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,35 a
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan Tabel 4.14 menunjukkan bahwa ada beda nyata antar


perlakuan, terdapat beberapa perlakuan yang memiliki notasi yang sama namun
berbeda notasi dengan beberapa perlakuan lainnya (Lampiran 18). Perlakuan A1
(100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) berbeda nyata dengan semua
perlakuan. Begitu pula perlakuan A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun
kelor) berbeda nyata dengan semua perlakuan. Sedangka perlakuan A3 (90%
tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) dan A4 (85% tepung terigu dan 15%
tepung daun kelor) tidak berbeda nyata. Pada perlakuan A5 (80% tepung terigu
dan 20% tepung daun kelor) memiliki perbedaan yang nyata dengan semua
55

perlakuan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan A6 (75% tepung terigu dan
25% tepung daun kelor). Sebaliknya, perlakuan A6 (75% tepung terigu dan 25%
tepung daun kelor) berbeda nyata dengan semua perlakuan tetapi tidak berbeda
nyata dengan perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor).
Indera perasa (lidah) merupakan rangsangan kimiawi yang dapat dinilai
dalam uji organoleptik untuk rasa. Indera perasa meliputi satu kesatuan dengan
interaksi antara sifat aroma dan tekstur serta dapat mempengaruhi penilaian
konsumen terhadap suatu produk (Martini, 2002). Rasa dipengaruhi oleh bahan
yang ditambahkan, semakin banyak tepung daun kelor yang digunakan maka rasa
yang ditimbulkan akan semakin khas daun kelor. Akan tetapi, dengan perpaduan
antara tepung daun kelor dengan bahan lainnya seperti susu skim, gula, telur dan
mentega, tidak menimbulkan rasa khas daun kelornya terasa sehingga penilaian
panelis pada produk bolu kukus tersebut semakin tinggi.
Rasa dipengaruhi oleh konsentrasi gula yang ditimbulkan terhadap bolu
kukus, semakin banyak konsentrasi gula maka dapat menutupi rasa pahit yang
ditimbulkan dari tepung daun kelor. Menurut Matz (1978) dalam Soliha (2008)
dan Millah (2014), gula digunakan sebagai bahan pemanis yang dapat
membangkitkan rasa pada produk, sehingga gula dapat meningkatkan kelezatan
dari bolu kukus. Menurut Fellows (2000), rasa pada makanan sangat dipengaruhi
oleh formula suatu produk, sehingga penggunaan formula yang berbeda
berpengaruh terhadap rasa bolu kukus yang dihasilkan. Penambahan gula yang
dilakukan tersebut dapat menutupi rasa pahit dan aroma langu khas daun kelor
sehingga dapat meningkatkan penilaian after taste bolu kukus yang dihasilkan.
Rata-rata panelis lebih menyukai rasa yang terdapat pada perlakuan A4 (85%
tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) karena rasa yang dihasilkan pada
perlakuan tersebut manis. Hal tersebut yang mempengaruhi tingkat kesukaan
panelis terhadap rasa.
56

c. Aroma
Uji hedonik aroma bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor pada
perlakuan A1 sampai dengan A6 berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah
dilakukan baerurutan dari nilai terendah hingga tertinggi mempunyai nilai rata-
rata berkisar antara 3,28 sampai 3,73 (Lampiran 17c). Hal ini berarti penilaian
panelis terhadap aroma bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor berkisar
antara agak suka hingga suka. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A4 (85%
tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) dan nilai terendah terdapat pada
perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor).
Hasil uji hedonik aroma pada bolu kukus dengan substitusi tepung daun
kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistik Kruskall Wallis pada
tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil perhitungan Kruskall Wallis pada aroma bolu
kukus dapat dilihat pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Hasil Uji Kruskall Wallis Hedonik Aroma Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,72
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,66
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,54
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,73
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,28
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,28
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)

Hasil Kruskall Wallis pada Tabel 4.15 menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang nyata terhadap rata-rata uji hedonik pada aroma bolu kukus dengan
substitusi tepung daun kelor setiap perlakuan (signifikan) yang ditandai dengan
nilai P (0,000) lebih kecil dari nilai derajat kepercayaan (0,05). Keenam perlakuan
yang telah diuji dapat disimpulkan memiliki perbedaan yang nyata (Lampiran
18). Hal ini menunjukkan bahwa substitusi tepung daun kelor pada setiap
perlakuan mempengaruhi aroma yang dihasilkan oleh bolu kukus.
57

Uji hedonik aroma bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor telah
diketahui berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk
mengetahui tingkat perbedaan terkecil. Hasil uji Mann Whitney hedonik aroma
bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16 Hasil Uji Mann Whitney Hedonik Aroma Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,72 a
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,66 a
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,54 b
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,73 bc
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,28 cd
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,28 d
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan Tabel 4.16 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata


antar perlakuan, beberapa perlakuan dengan notasi yang sama namun berbeda
notasi dengan beberapa perlakuan lainnya (Lampiran 18). Perlakuan A1 (100%
tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) berbeda nyata dengan semua perlakuan
tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2 (95% tepung terigu dan 5%
tepung daun kelor). Sedangkan perlakuan A3 (90% tpung terigu dan 10% tepung
daun kelor) berbeda nyata dengan semua perlakuan. Pada perlakuan A4 (85%
tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) berbeda nyata dengan semua
perlakuan. Perlakuan A5 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) juga
memiliki perbedaan yang nyata dengan semua perlakuan. perlakuan A6 (75%
tepung terigu dan 25% tepung daun kelor), dan perlakuan A6 (75% tepung terigu
dan 25% tepung daun kelor) juga terdapat perbedaan yang nyata dengan semua
perlakuan.
Aroma makanan merupakan suatu hal yang banyak menentukan kelezatan
terhadap bahan makanan. Aroma yang diterima oleh hidung dan otak pada
umumnya merupakan campuran empat aroma utama yaitu harum, asam, tengik
dan hangus (Winarno, 2004). Penambahan tepung daun kelor pada bolu kukus
berpengaruh nyata terhadap aroma bolu kukus, dimana semakin tinggi tingkat
58

penambahan maka aroma bolu kukus semakin langu (Dewi, 2011). Hal ini
mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap bolu kukus dengan substitusi
tepung daun kelor sehingga rata-rata panelis menyukai aroma bolu kukus pada
perlakuan A4 (85% tepung terig dan 15% tepung daun kelor) karena bau khas
kelor kurang tajam. Aroma bolu kukus yang tidak disukai oleh panelis terdapat
pada perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor).

c. Tekstur
Uji hedonik tekstur bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor pada
perlakuan A1 sampai dengan A6 berdasarkan uji organoleptik yang telah
dilakukan berurutan dari nilai terendah hingga nilai tertinggi mempunyai rata-rata
berkisarr antara 3,36 sampai 3,74 (Lampiran 17d). Hal ini berarti penilaian panelis
terhadap tekstur bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor berkisar antara
agak suka hingga suka. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (100% tepung
terigu dan 0% tepung daun kelor) dan nilai terendah terdapat pada perlakuan A6
(75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor).
Hasil uji hedonik tekstur pada bolu kukus dengan substitusi tepung daun
kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistik Kruskall Wallis pada
tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil perhitungan Kruskall Wallis pada tekstur bolu
kukus dapat dilihat pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17 Hasil Uji Kruskall Wallis Hedonik Tekstur Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,74
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,68
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,67
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,72
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,44
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,36
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)
59

Hasil Kruskall Wallis pada Tabel 4.17 menunjukkan bahwa terdapat


perbedaan yang nyata terhadap rata-rata uji hedonik pada tekstur bolu kukus
dengan substitusi tepung daun kelor pada setiap perlakuan (signifikan) yang
ditandai dengan nilai P (0,000) lebih kecil dari nilai derajat tingkat kepercayaan
(0,05). Keenam perlakuan yang telah diuji dapat disimpulkan bahwa memiliki
perbedaan yang nyata (Lampiran 18). Hal ini menunjukkan bahwa substitusi
tepung daun kelor pada setiap perlakuan mempengaruhi tekstur yang dihasilkan
pada bolu kukus tersebut. Tekstur yang dihasilkan oleh bolu kukus substitusi
tepung daun kelor yaitu semakin banyak tepung daun kelor yang digunakan, maka
tekstur yang dihasilkan akan semakin keras sehingga mempengaruhi kesukaan
panelis terhadap uji hedonik untuk penilaian tekstur bolu kukus substitusi tepung
daun kelor.
Uji hedonik tekstur pada bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor
diketahui berbeda nyata sehingga dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk
mengetahui tingkat perbedaan terkecil. Hasil uji Mann Whitney hedonik tekstur
bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18 Hasil Uji Mann Whitney Hedonik Tekstur Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,74 b
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,68 b
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,67 b
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,72 b
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,44 a
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,36 a
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan hasil uji lanjut dengan menggunakan uji Mann Whitney


tersebut menunjukkan bahwa pada perlakuan A1 (100% tepung terigu dan 0%
tepung daun kelor) tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2 (95% tepung terigu
dan 5% tepung daun kelor), A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor),
dan A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor), namun berbeda nyata
dengan perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) dan A6
60

(75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor). Sedangkan perlakuan A5 (80%
tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) berbeda nyata dengan semua perlakuan
tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan A6 (75% tepung terigu dan 25%
tepung daun kelor). Begitu juga sebaliknya, A6 (75% tepung terigu dan 25%
tepung daun kelor)berbeda nyata dengan semua perlakuan tetapi tidak berbeda
nyata dengan perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor)
(Lampiran 18).
Syahnimar, 2004 mengatakan bahwa tekstur atau konsistensi makanan
juga merupakan komponen yang larut menentukan cita rasa makanan karena
sensitivitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang
berkonsistensi padat/keras dan kental akan memberikan rangsang yang lebih
lambat terhadap indera kita. Konsistensi makanan juga mempengaruhi penampilan
makanan yang dihidangkan. Tekstur yang agak empuk atau agak keras tidak sukai
panelis karena rata-rata panelis tidak menyukai tekstur bolu kukus pada perlakuan
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor). Tekstur yang disukai oleh
panelis yaitu dengan tekstur yang empuk karena rata-rata panelis menyukai
tekstur bolu kukus pada perlakuan A1 (tanpa tepung daun kelor).

4.3 Penentuan Perlakuan Terbaik dengan Indeks Efektifitas


Penentuan perlakuan terbaik dilakukan dengan menggunakan metode
indeks efektifitas. Metode ini dilakukan pada parameter kimiawi meliputi analisis
organoleptik (uji mutu hedonik) dan analisis kimiawi (kadar zat besi).
Berdasarkan uji indeks efektifitas, rata-rata tertinggi terdapat pada parameter rasa
yaitu dengan nilai 4,31 dan masing-masing diikuti zat besi dengan nilai 4,13;
aroma dengan nilai 2,51; warna dengan nilai 2,38, dan tekstur dengan nilai 1,67
(Lampiran 19). Rata-rata dan hasil ranking disajikan pada Tabel 4.19.
61

Tabel 4.19 Hasil Ranking dan Rata-rata


Variabel Rata-rata (%) Ranking
Zat Besi 4,13 II
Warna 2,38 IV
Rasa 4,31 I
Aroma 2,51 III
Tekstur 1,67 V
Keterangan: Angka yang ada merupakan pembulatan sampai dua tempat desimal
Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan hasil ranking dan rata-rata pada tabel 4.19 dapat diketahui
bahwa terdapat hasil yang berbeda pada masing-masing variabel. Hasil
perhitungan indeks efektifitas menunjukkan bahwa bolu kukus dengan substitusi
tepung daun kelor sebagai perlakuan terbaik adalah perlakuan A4 dengan
persentase substitusi tepung daun kelor sebanyak 15%.
Penilaian perlakuan terbaik bolu kukus dengan substitusi tepung daun
kelor dapat dilihat pada tabel 4.20.

Tabel 4.20 Penilaian Perlakuan Terbaik Bolu Kukus Substitusi Tepung Daun Kelor
Perlakuan Total Nilai Hasil (Nh)
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 0,71
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 0,70
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 0,59
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 0,90*
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 0,46
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 0,29
Keterangan: * : Perlakuan Terbaik
Sumber: Data Primer (2018)

Bolu kukus dengan perlakuan terbaik A4 (85% tepung terigu dan 15%
tepung daun kelor) memiliki kandungan zat besi 3,58 mg/100 gram. Karakteristik
bolu kukus perlakuan terbaik A4 adalah berwarna hijau, rasa manis, aroma tidak
bau khas kelor dan tekstur empuk. Kesukaan panelis terhadap bolu kukus
perlakuan terbaik A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor)adalah suka
terhadap warna bolu kukus, suka terhadap rasa bolu kukus, suka terhadap aroma
bolu kukus, dan suka terhadap tekstur bolu kukus.
62

4.4 Kandungan Gizi dari Perlakuan Terbaik


Bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor merupakan makanan yang
didefinisikan dengan bahan dasar untuk pembuatan bolu kukus dibagi dalam 2
jenis. Pertama jenis bahan yang membentuk susunan bolu kukus adalah tepung,
telur, dan susu. Kedua adalah jenis bahan yang menjadikan bolu kukus empuk
yaitu gula, lemak, dan cake emulsifier. Dengan bahan dasar tersebut tepung terigu
disubstitusikan dengan tepung daun kelor untuk meningkatkan kadar zat besi pada
bolu kukus. Tujuan dari pembuatan bolu kukus agar zat besi yang dibutuhkan oleh
tubuh dapat terpenuhi. Komposisi untuk bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) sebagai perlakuan
terbaik dapat dilihat pada (Lampiran 21) dan Tabel 4.21.

Tabel 4.21 Komposisi Bolu Kukus dengan Substitusi Tepung Daun Kelor
Per 100 Gram
No. Kandungan Satuan Hasil Uji Proksimat SNI Cake
1. Air % 49,02 Maksimal 40
2. Abu % 1,06 Maksimal 3
3. Protein % 8,06 Tidak ada
4. Lemak % 12,52 Maksimal 3.0
5. Karbohidrat % 29,34 Tidak ada
Keterangan: Hasil diperoleh melalui uji proximat di Laboratorium Analisis Pangan
Sumber: Data Primer (2018)

Tujuan dari penelitian yang telah dilakukan yaitu untuk membuat makanan
selingan tinggi zat besi yang menghasilkan kandungan zat besi pada bolu kukus
yaitu sebesar 3,58 mg/100 gram. Kandungan zat besi pada bolu kukus setiap 100
gramnya sebagai makanan selingan dapat memenuhi 13,76% kebutuhan zat besi
bagi remaja putri pada kelompok umur 13 sampai 19 tahun yaitu 26 mg.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan
yang dinyatakan dalam bentuk persen. Kadar air merupakan salah satu
karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air
dalam bahan pangan juga merupakan hal yang menentukan kesegaran dan daya
awet bahan pangan (Winarno, 1997). Kadar air yang tinggi mengakibatkan
63

mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan
terjadi perubahan pada bahan pangan. Kadar air yang dihasilkan dari bolu kukus
dengan substitusi tepung daun kelor pada perlakuan terbaik A4 (15% tepung daun
kelor) adalah 49,02%, sedangkan kandungan air pada Cake menurut SNI 01-3840-
1995 sebanyak maks 40%. Nilai kadar air pada bolu kukus daun kelor melebihi
batas maksimal yang ditentukan oleh standart Nasional Indonesia.
Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah
bahan bakar sampai bebas unsur karbon. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai
komponen yang tidak mudah menguap, tetapi tinggal dalam pembakaran dan
pemijaran senyawa organik (Saputra, 2008). Nilai kadar abu suatu bahan pangan
menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan.
Kadar abu dipengaruhi oleh komposisi kimia seperti kadar air, lemak, protein,
serat kasar, karbohidrat dan bahan lainnya (Nurcahyati, 2009 dalam Afrisanti,
2010). Hasil kadar abu yang diperoleh dari bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor pada perlakuan terbaik A4 (15% tepung daun kelor) adalah 1,06%,
sedangkan kandungan abu pada cake menurut SNI 01-3840-1995 sebanyak maks
3%. Nilai abu pada bolu kukus daun kelor dalam batas normal dan tidak melebihi
batas maksimal yang ditentukan oleh Standart Nasional Indonesia.
Protein adalah bagian terbesar tubuh sesudah air dan juga merupakan
bagian dari semua sel hidup. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separuhnya
ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh ada
di dalam kulit, dan selebihnya terdapat dalam jaringan lain dan cairan tubuh.
Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks
intraseluler dan sebagainya adalah protein. Di samping itu asam amino yang
membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagai koenzim, hormon, asam
nukleat, dan molekul-molekul yang esensial untuk kehidupan. Protein mempunyai
fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta
memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2010). Kadar protein yang
dihasilkan dari penelitian bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor pada
perlakuan terbaik A4 (15% tepung daun kelor) adalah 8,06%.
64

Lemak merupakan sumber energi yang efektif bagi tubuh dan berperan
penting dalam menjaga kesehatan tubuh (Winarno, 2008). Analisa kimia
mengenai kadar lemak bertujuan untuk mengetahui persentase kadar lemak yang
terkandung pada bolu kukus. Hasil kadar lemak bolu kukus dengan substitusi
tepung daun kelor pada perlakuan A4 (15% tepung daun kelor) adalah 12,59%,
sedangkan kandungan lemak pada cake menurut SNI 01-3840-1995 sebanyak
maks 3.0%. Nilai lemak pada bolu kukus daun kelor melebihi batas maksimal
yang ditentukan oleh Standart Nasional Indonesia. Menurut Matz 1978,
menyatakan bahwa lemak yang terkandung dapat memperbaiki struktur fisik
seperti pengembangan, kelembutan, tekstur dan aroma. Tingginya kadar lemak
disebabkan karena bahan yang digunakan dalam pembuatan bolu kukus yang
cukup tinggi seperti margarin dengan kandungan lemak sebesar 59,17 gr per 100
gram.
Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan
sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relatif murah.
Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan, yang prosesnya melalui
fotosintesis, klorofil tanaman dengan bantuan sinar matahari mampu membentuk
karbohidrat dari karbondioksida berasal dari udara dan air dari tanah. Karbohidrat
yang dihasilkan berupa sederhana glukosa dan dihasilkan oksigen yang lepas di
udara (Almatsier, 2010).
Bahan yang menjadi sumber karbohidrat pada pembuatan bolu kukus
adalah tepung terigu, gula, dan susu. Kadar karbohidrat pada bolu kukus tersebut
dihitung dengan penentuan kadar karbohidrat secara kasar yaitu dengan
menggunakan metode by difference. Hasil penelitian karbohidrat menunjukkan
bahwa bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor pada perlakuan terbaik A4
(15% tepung daun kelor) mengandung karbohidrat sebesar 29,34%.
65

4.5 Analisis Hasil Perlakuan Terbaik Bolu Kukus dengan Substitusi Tepung
Daun Kelor sebagai Alternatif Makanan Selingan Bagi Remaja Putri
Penderita Anemia Defisiensi Besi
Anemia Defisiensi Besi (ADB) merupakan masalah gizi yang paling
sering ditemukan di dunia dan menyerang semua kelompok umur terutama remaja
putri. ADB adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,
artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya
pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah
(Mas rizal, 2007). Angka kecukupan besi sehari yang dianjurkan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2013) pada remaja putri
kelompok umur 13 sampai 19 tahun adalah sebesar 26 mg. Berikut adalah
kandungan zat gizi dan energi per takaran penyajian dapat dilihat pada tabel 4.22.

Tabel 4.22 Kandungan Zat Gizi dan Energi per Takaran Penyajian
URT Energi Protein Lemak Zat Besi
Bahan Kh (gr)
(gr) (kkal) (gr) (gr) (mg)
Bolu Kukus 100 262,28 8,06 12,52 29,34 3,58
Total 262,28 8,06 12,52 29,34 3,58

Tabel 4.23 Informasi Nilai Gizi


INFORMASI NILAI GIZI
Takaran saji 100 gr (2 potong)
Jumlah Sajian Per Kemasan 3
JUMLAH PERSAJIAN
Energi Total 262,28 kkal
% AKG*
Lemak 12,52 gr 16,69 %
Protein 8,06 gr 14,39 %
Karbohidrat Total 29,34 gr 9,49 %
Zat Besi 3,58 mg 13,76 %
Keterangan: *Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2250 kkal
Sumber: Data Primer (2018)
66

Berdasarkan perhitungan perlakuan terbaik pada uji efektifitas, hasil yang


diperoleh adalah perlakuan A4 (15% tepung daun kelor) sehingga didapatkan
kandungan zat gizi dan energi per takaran penyajian, maka hasil yang diperoleh
adalah kandungan energi per 100 gram adalah sebesar 262,28 kkal; protein 8,06
gram; lemak 12,52 gram; karbohidrat 29,34 gram dan zat besi 3,58 mg.
Kebutuhan makanan selingan diberikan sebanyak 2-3 kali sehari dengan kalori
sebesar 10% dari total kalori. Asupan makanan selingan sebesar 20-30% dari total
kebutuhan energi. Berat 1 potong bolu kukus adalah 50 gram, sehingga setiap kali
makan selingan membutuhkan 2 potong bolu kukus. Komposisi zat besi 1 potong
bolu kukus adalah 1,79 mg sehingga dalam sekali makan (2 potong bolu kukus)
mengandung zat besi sebanyak 3,58 mg. Bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor sebagai alternatif makanan selingan dapat mencukupi kebutuhan zat
besi dalam tubuh yaitu sebesar 13,76% untuk sekali makan. Kandungan zat besi
yang ada didalam tepung daun kelor dapat dijadikan sebagai makanan alternatif
tinggi zat besi bagi remaja penderita anemia defisiensi besi.

Anda mungkin juga menyukai