Bab 4. Hasil Dan Pembahasan
Bab 4. Hasil Dan Pembahasan
34
39
Tabel 4.1 Hasil Uji One Way Anova Kandungan Zat Besi
Perlakuan Rata-rata (%) ± SD P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 1,26 ± 0,01
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 2,20 ± 0,04
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 2,87 ± 0,03
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,57 ± 0,02
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 4,26 ± 0,02
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 4,86 ± 0,03
Keterangan: Hasil Anova (sig < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)
Hasil anova pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata
terhadap rata-rata kadar zat besi bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor
pada setiap perlakuan (signifikan) yang ditandai dengan nilai P (0,000) lebih kecil
dari derajat tingkat kepercayaan (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa enam
perlakuan yang diuji memiliki perbedaan yang nyata (Lampiran 13a).
Kadar zat besi pada bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor
setelah diketahui berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan menggunakan uji
Duncan yaitu untuk mengetahui tingkat perbedaan terkecil. Hasil uji Duncan
untuk kadar zat besi bolu kukus dapat dilihat pada Tabel 4.2.
yang berbeda dapat mempengaruhi jumlah kadar zat besi yang terkandung dalam
bolu kukus. Kandungan zat besi pada tepung daun kelor yaitu 60,5 mg/100 gram,
energi yang terdapat pada tepung daun kelor sebesar 358 kal/100 gram, protein
pada tepung daun kelor yaitu 26,3%, kandungan karbohidrat sebesar 48,4%, dan
kandungan lemak yang terdapat pada tepung daun kelor sebesar 6,57% (Krisnadi,
2015).
Tidak hanya kandungan kadar zat besi saja yang dibutuhkan untuk
mencegah Anemia Defisiensi Besi (ADB), melainkan juga mengkonsumsi aneka
ragam makanan yang mengandung zat gizi dan saling melengkapi sehingga dapat
meningkatkan penyerapan zat besi serta mengurangi konsumsi makanan yang bisa
menghambat penyerapan zat besi (Masrizal, 2007). Mengkonsumsi besi-heme dan
non-heme secara bersama dapat meningkatkan penyerapan besi non-heme.
Penyerapan zat besi nonheme dapat ditingkatkan dengan adanya vitamin C.
Vitamin C berpengaruh dalam pembentukan kadar hemoglobin yang dapat
membantu dalam penyerapan zat besi (Budiyanto 2002 dalam Novitasari, 2014).
Kandungan vitamin C yang terdapat pada tepung daun kelor cukup tinggi yaitu
sebesar 17,3 mg/100 gram, hal ini dapat membantu proses penyerapan zat besi
dalam tubuh sehingga dengan substitusi tepung daun kelor pada bolu kukus dapat
mencukupi asupan zat besi yang dibutuhkan oleh tubuh.
spesifik yaitu empuk atau keras untuk nasi. Mutu hedonik merupakan kesan baik
atau buruk yang lebih spesifik dari pada sekedar suka atau tidak suka (Winarno,
2004).
a. Warna
Warna merupakan atribut fisik yang dinilai atau dilihat terlebih dahulu
dalam menentukan mutu makanan atau mutu suatu produk makanan dan
terkadang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan cita rasa, tekstur, nilai gizi,
dan sifat mikrobiologis (Nofalina, 2013).
Uji mutu hedonik warna pada bolu kukus dengan substitusi tepung daun
kelor pada perlakuan A1 sampai dengan A6 berdasarkan hasil uji organoleptik
yang telah dilakukan, maka hasil dari nilai terendah hingga tertinggi mempunyai
nilai rata-rata berkisar antara 2,50 hingga 5,00 (Lampiran 14a). Hal ini berarti
warna bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor berkisar antara warna putih
kekuningan sampai hijau. Nilai mutu hedonik warna terendah terdapat pada
perlakuan A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor), sedangkan nilai
tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun
kelor). Hal ini menunjukkan bahwa setiap perlakuan pada bolu kukus dengan
substitusi tepung daun kelor memiliki warna yang berbeda-beda dari putih
kekuningan hingga hijau tua.
Hasil uji mutu hedonik warna pada bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistik Kruskall Wallis
pada tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil yang diperoleh pada perhitungan
Kruskall Wallis uji mutu hedonik wana dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Uji Kruskall Wallis Mutu Hedonik Warna Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 5,00
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 4,01
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,23
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 2,85
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 2,99
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 2,50
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)
42
Tabel 4.4 Hasil uji Mann Whitney Mutu Hedonik Warna Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 5,00 d
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 4,01 c
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,23 b
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 2,85 a
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 2,99 a
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 2,50 a
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)
nyata dengan semua perlakuan. Perlakuan A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung
daun kelor), A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) dan perlakuan
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) tidak berbeda nyata tetapi
berbeda nyata dengan perlakuan A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun
kelor), A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor), dan A3 (90% tepung
terigu dan 10% tepung daun kelor) (lampiran 16).
Substitusi tepung daun kelor pada pembuatan bolu kukus menyebabkan
perbedaan warna pada setiap perlakuan. Tepung daun kelor merupakan produk
olahan dari daun kelor, dimana daun kelor dapat menghasilkan warna yang hijau
dikarenakan pada daun kelor terdapat klorofil atau pigmen hijau (Kurniasih,
2013).
Klorofil sering diumpamakan atau sering pula disebut dengan “darah bagi
tanaman”, karena klorofil tersebut berkaitan erat dengan hemoglobin, dimana
pigmen darah merah yang akan bertanggung jawab dalam transportasi oksigen
pada banyak hewan. Kemiripan atau perumpamaan tersebut dipercaya oleh
beberapa orang karena klorofil dapat membantu penyerapan yang lebih baik yang
digunakan untuk membangun darah dan melawan anemia (Krisnadi, 2015)
b. Rasa
Rasa merupakan faktor yang menentukan tingkat kesukaan konsumen
terhadap satu produk pangan olahan. Kategori sifat rasa yang terbentuk antara lain
yaitu manis, asam, asin dan pahit. Rasa suatu bahan pangan adalah hasil
kerjasama beberapa indera yaitu antara indera penglihatan, pembauan,
pendengaran dan perabaan (Kartika 1988).
Analisa organoleptik mutu hedonik bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor pada perlakuan A1 sampai dengan A6 berdasarkan hasil uji
organoleptik menghasilkan nilai rata-rata antara 3,02 sampai dengan 3,88
(Lampiran 14b), yang berarti rasa bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor
berkisar antara sangat manis hingga manis. Nilai mutu hedonik rasa terendah
terdapat pada perlakuan A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor),
44
sedangkan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (100% tepung terigu dan 0%
tepung daun kelor).
Hasil uji mutu hedonik rasa pada bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistic Kruskall Wallis
pada tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil uji Kruskall Wallis mutu hedonik rasa
bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Uji Kruskall Wallis Mutu Hedonik Rasa Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,88
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,71
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,49
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,56
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,09
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,02
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)
Hasil uji Kruskall Wallis mutu hedonik rasa Tabel 4.5 menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata terhadap rata-rata mutu hedonik untuk rasa bolu
kukus dengan substitusi tepung daun kelor pada setiap perlakuan (signifikan)
dengan nilai p =0,000, maka pada keenam perlakuan yang diuji memiliki
perbedaan yang nyata (Lampiran 15). Hal ini menunjukkan bahwa prosentase
substitusi tepung daun kelor berpengaruh terhadap rasa bolu kukus yang
dihasilkan.
Hasil analisis organoleptik mutu hedonik untuk rasa bolu kukus dengan
substitusi tepung daun kelor tiap perlakuan berbeda nyata, maka dilanjutkan
dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui tingkat perbedaan terkecil. Hasil uji
Mann Whitney untuk rasa (mutu hedonik) bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.6.
45
Tabel 4.6 Hasil Uji Mann Whitney Mutu Hedonik Rasa Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,88 b
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,71 ab
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,49 ab
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,56 ab
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,09 a
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,02 a
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)
saat dikonsumsi akan terbentuk ikatan silang antara tanin dengan protein atau
glikoprotein di rongga mulut sehingga menimbulkan perasaan kering dan berkerut
(Jamriati, 2008 dalam Yulianti 2008). Foild et al. 2007 dalam Yulianti 2008
menambahkan bahwa kandungan tanin yang terdapat pada daun kelor sebanyak
1,4%.
c. Aroma
Aroma merupakan sifat sensoris yang paling sulit untuk diklasifikasikan
dan dijelaskan dalam uji organoleptik yang ragamnya sangat besar karena terdapat
banyak jenis bebauan yang dapat dikenali oleh panca indera penciuman (Nofalina,
2013).
Uji mutu hedonik untuk aroma bolu kukus dengan substitusi tepung daun
kelor menghasilkan nilai rata-rata berkisar antara 2,57 sampai dengan 4,25
(Lampiran 14c). Hal ini berarti aroma yang dihasilkan oleh bolu kukus substitusi
dengan tepung daun kelor berkisar antara aroma tidak bau khas kelor hingga
aroma agak bau khas kelor. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (100%
tepung terigu dan 0% tepung daun kelor), sedangkan nilai terendah terdapat pada
perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor).
Hasil uji mutu hedonik aroma pada bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistik Kruskall Wallis
pada tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil perhitungan Kruskall Wallis pada aroma
bolu kukus dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Hasil Uji Kruskall Wallis Mutu Hedonik Aroma Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 4,25
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,46
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,08
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 2,57
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 2,37
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,05
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)
47
Tabel 4.8 Hasil Uji Mann Whitney Mutu Hedonik Aroma Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 4,25 d
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,46 c
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,08 b
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 2,57 a
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 2,37 a
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 2,53 a
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)
(75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) tidak berbeda nyata, akan tetapi
berbeda nyata dengan perlakuan A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun
kelor), A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) dan A3 (90% tepung
terigu dan 10% tepung daun kelor) (Lampiran 16).
Berdasarkan hasil Tabel 4.8 menunjukkan bahwa berbeda nyata setiap
perlakuan disebabkan oleh komposisi dari tepung daun kelor pada setiap
perlakuan. Semakin banyak tepung daun kelor yang digunakan maka aroma yang
dihasilkan juga terdapat perbedaan. Aroma bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor akan berbeda dengan bolu kukus pada umumnya, karena bolu kukus
dengan substitusi tepung daun kelor hasil aroma yang didapatkan yaitu bau khas
kelor kurang tajam.
Aroma suatu sistem pangan ditentukan oleh perbandingan jumlah dari
komponen bahan yang digunakan (Susanti, 1993 dalam Yulianti, 2008).
Komposisi tepung daun kelor yang disubstitusikan tersebut berpengaruh terhadap
aroma bolu kukus. Semakin banyak tepung daun kelor yang digunakan pada
produk bolu kukus maka aroma yang dihasilkan semakin berbau daun kelor
(langu). Aroma langu daun kelor akan menguap ketika panas dikarenakan daun
kelor mengandung senyawa volatil yang dapat menguap karena pemanasan.
d. Tekstur
Tekstur makanan merupakan suatu hal yang berkaitan erat dengan struktur
makanan yaitu dengan merasakan makanan didalam mulut. Kategori sifat dari
tekstur makanan antara lain yaitu empuk, keras, renyah, lembut, kasar, halus,
berserat, dan kenyal (Pucket, 2004).
Uji mutu hedonik tekstur bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor
pada perlakuan A1 sampai dengan A6 berdasarkan hasil uji organoleptik yang
dilakukan berurutan dari nilai terendah hingga nilai tertinggi menghasilkan nilai
rata-rata berkisar antara 3,29 sampai dengan 4,20 (Lampiran 14d). Hal ini berarti
tekstur yang dihasilkan oleh bolu kukus substitusi tepung daun kelor berkisar
antara agak empuk hingga empuk. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A1
49
(100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) dan nilai terendah terdapat pada
perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor).
Hasil uji mutu hedonik aroma pada bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistik Kruskall Wallis
pada tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil perhitungan Kruskall Wallis pada tekstur
bolu kukus dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Hasil Uji Kruskall Wallis Mutu Hedonik Tekstur Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 4,20
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 4,03
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,54
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,45
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,29
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,42
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)
Hasil Kruskall Wallis pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang nyata terhadap rata-rata mutu hedonik pada tekstur bolu kukus dengan
substitusi tepung daun kelor pada setiap perlakuan (signifikan) yang ditandai
dengan nilai P (0,000) lebih kecil dari nilai derajat kepercayaan (0,05). Keenam
perlakuan yang telah diuji dapat disimpulkan memiliki perbedaan yang nyata
(Lampian 15). Hal ini menunjukkan bahwa substitusi tepung daun kelor pada
setiap perlakuan mempengaruhi tekstur yang dihasilkan pada bolu kukus.
Semakin banyak tepung daun kelor yang digunakan maka tekstur yang dihasilkan
akan semakin kurang empuk, karena tepung terigu yang digunakan semakin
sedikit sehingga hal tersebut membuat hasil bolu kukus tidak empuk.
Uji mutu hedonik tekstur bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor
diketahui berbeda nyata, maka dapat dilanjutkan dengan menggunakan uji Mann
Whitney untuk mengetahui tingkat kepercayaan terkecil. Hasil uji Mann Whitney
mutu hedonik pada tekstur bolu kukus dapat dilihat pada Tabel 4.10.
50
Tabel 4.10 Hasil Uji Mann Whitney Mutu Hedonik Tekstur Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 4,20 c
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 4,03 bc
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,54 b
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,45 a
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,29 a
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,42 a
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)
4.2.2 Hedonik
a. Warna
Uji hedonik warna dari bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor
perlakuan A1 sampai dengan A6 berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah
dilakukan berurutan dari nilai terendah hingga tertinggi mempunyai rata-rata
berkisar antara 3,35 sampai 3,73 (Lampiran 17a). Hal ini berarti penilaian panelis
terhadap warna bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor berkisar antara
agak suka hingga suka. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (100% tepung
terigu dan 0% tepung daun kelor) dan nilai terendah terdapat pada perlakuan A5
(80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor).
Hasil uji hedonik warna pada bolu kukus dengan substitusi tepung daun
kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistik Kruskall Wallis pada
tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil perhitungan Kruskall Wallis pada warna bolu
kukus dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Hasil Uji Kruskall Wallis Hedonik Warna Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,76
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,68
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,66
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,73
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,35
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,38
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign< 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)
Hasil Kruskall Wallis pada Tabel 4.11 menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang nyata terhadap rata-rata uji hedonik pada warna bolu kukus dengan
substitusi tepung daun kelor setiap perlakuan (signifikan) yang ditandai dengan
nilai P= (0,000) lebih kecil dari nilai derajat kepercayaan (0,05). Keenam
perlakuan yang telah diuji dapat disimpulkan memiliki perbedaan yang nyata
52
(Lampiran 18). Hal ini menunjukkan bahwa substitusi tepung daun kelor pada
setiap perlakuan mempengaruhi warna yang dihasilkan oleh bolu kukus. Semakin
banyak tepung daun kelor yang digunakan, maka warna yang dihasilkan pada
bolu kukus akan semakin hijau. Apabila warna yang dihasilkan semakin hijau
maka semakin tidak disukai oleh panelis.
Uji hedonik warna bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor telah
diketahui berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk
mengetahui tingkat perbedaan terkecil. Hasil uji Mann Whitney hedonik warna
bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Hasil Uji Mann Whitney Hedonik Warna Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,76 b
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,73 b
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,68 b
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,66 ab
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,35 a
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,38 a
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)
b. Rasa
Uji hedonik rasa dari bolu kukus substitusi tepung daun kelor perlakuan
A1 sampai dengan A6 berdasarkan uji organoleptik yang telah dilakukan
berurutan dari nilai terendah hingga tertinggi mempunyai rata-rata berkisar antara
3,35 sampai 3,87 (Lampiran 17b). Hal ini berarti penilaian panelis terhadap rasa
bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor berkisar antara agak suka hingga
suka. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A4 (85% tepung terigu dan 15%
tepung daun kelor) dan nilai terendah terdapat pada perlakuan A6 (75% tepung
terigu dan 25% tepung daun kelor).
Hasil uji hedonik rasa pada bolu kukus dengan substitusi tepung daun
kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistik Kruskall Wallis pada
tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil perhitungan Kruskall Wallis pada rasa bolu
kukus dapat dilihat pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Hasil Uji Kruskall Wallis Hedonik Rasa Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,82
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,79
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,62
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,87
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,57
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,35
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)
54
Hasil Kruskall Wallis pada Tabel 4.13 menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang nyata terhadap rata-rata uji hedonik pada rasa bolu kukus dengan substitusi
tepung daun kelor setiap perlakuan (signifikan) yang ditandai dengan nilai P
(0,000) lebih kecil dari nilai derajat kepercayaan (0,05). Keenam perlakuan yang
telah diuji dapat disimpulkan memiliki perbedaan yang nyata (Lampiran 18). Hal
ini menunjukkan bahwa substitusi tepung daun kelor pada setiap perlakuan
mempengaruhi rasa yang dihasilkan oleh bolu kukus. Semakin banyak tepung
daun kelor yang digunakan, maka rasa yang dihasilkan pada bolu kukus akan
semakin terasa daun kelor yaitu sangat pahit.
Uji hedonik rasa bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor telah
diketahui berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk
mengetahui tingkat perbedaan terkecil. Hasil uji Mann Whitney hedonik rasa bolu
kukus dengan substitusi tepung daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14 Hasil Uji Mann Whitney Hedonik Rasa Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,87 c
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,79 bc
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,62 b
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,82 b
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,57 a
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,35 a
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)
perlakuan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan A6 (75% tepung terigu dan
25% tepung daun kelor). Sebaliknya, perlakuan A6 (75% tepung terigu dan 25%
tepung daun kelor) berbeda nyata dengan semua perlakuan tetapi tidak berbeda
nyata dengan perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor).
Indera perasa (lidah) merupakan rangsangan kimiawi yang dapat dinilai
dalam uji organoleptik untuk rasa. Indera perasa meliputi satu kesatuan dengan
interaksi antara sifat aroma dan tekstur serta dapat mempengaruhi penilaian
konsumen terhadap suatu produk (Martini, 2002). Rasa dipengaruhi oleh bahan
yang ditambahkan, semakin banyak tepung daun kelor yang digunakan maka rasa
yang ditimbulkan akan semakin khas daun kelor. Akan tetapi, dengan perpaduan
antara tepung daun kelor dengan bahan lainnya seperti susu skim, gula, telur dan
mentega, tidak menimbulkan rasa khas daun kelornya terasa sehingga penilaian
panelis pada produk bolu kukus tersebut semakin tinggi.
Rasa dipengaruhi oleh konsentrasi gula yang ditimbulkan terhadap bolu
kukus, semakin banyak konsentrasi gula maka dapat menutupi rasa pahit yang
ditimbulkan dari tepung daun kelor. Menurut Matz (1978) dalam Soliha (2008)
dan Millah (2014), gula digunakan sebagai bahan pemanis yang dapat
membangkitkan rasa pada produk, sehingga gula dapat meningkatkan kelezatan
dari bolu kukus. Menurut Fellows (2000), rasa pada makanan sangat dipengaruhi
oleh formula suatu produk, sehingga penggunaan formula yang berbeda
berpengaruh terhadap rasa bolu kukus yang dihasilkan. Penambahan gula yang
dilakukan tersebut dapat menutupi rasa pahit dan aroma langu khas daun kelor
sehingga dapat meningkatkan penilaian after taste bolu kukus yang dihasilkan.
Rata-rata panelis lebih menyukai rasa yang terdapat pada perlakuan A4 (85%
tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) karena rasa yang dihasilkan pada
perlakuan tersebut manis. Hal tersebut yang mempengaruhi tingkat kesukaan
panelis terhadap rasa.
56
c. Aroma
Uji hedonik aroma bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor pada
perlakuan A1 sampai dengan A6 berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah
dilakukan baerurutan dari nilai terendah hingga tertinggi mempunyai nilai rata-
rata berkisar antara 3,28 sampai 3,73 (Lampiran 17c). Hal ini berarti penilaian
panelis terhadap aroma bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor berkisar
antara agak suka hingga suka. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A4 (85%
tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) dan nilai terendah terdapat pada
perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor).
Hasil uji hedonik aroma pada bolu kukus dengan substitusi tepung daun
kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistik Kruskall Wallis pada
tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil perhitungan Kruskall Wallis pada aroma bolu
kukus dapat dilihat pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Hasil Uji Kruskall Wallis Hedonik Aroma Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,72
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,66
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,54
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,73
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,28
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,28
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)
Hasil Kruskall Wallis pada Tabel 4.15 menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang nyata terhadap rata-rata uji hedonik pada aroma bolu kukus dengan
substitusi tepung daun kelor setiap perlakuan (signifikan) yang ditandai dengan
nilai P (0,000) lebih kecil dari nilai derajat kepercayaan (0,05). Keenam perlakuan
yang telah diuji dapat disimpulkan memiliki perbedaan yang nyata (Lampiran
18). Hal ini menunjukkan bahwa substitusi tepung daun kelor pada setiap
perlakuan mempengaruhi aroma yang dihasilkan oleh bolu kukus.
57
Uji hedonik aroma bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor telah
diketahui berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk
mengetahui tingkat perbedaan terkecil. Hasil uji Mann Whitney hedonik aroma
bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor dapat dilihat pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16 Hasil Uji Mann Whitney Hedonik Aroma Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,72 a
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,66 a
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,54 b
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,73 bc
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,28 cd
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,28 d
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)
penambahan maka aroma bolu kukus semakin langu (Dewi, 2011). Hal ini
mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap bolu kukus dengan substitusi
tepung daun kelor sehingga rata-rata panelis menyukai aroma bolu kukus pada
perlakuan A4 (85% tepung terig dan 15% tepung daun kelor) karena bau khas
kelor kurang tajam. Aroma bolu kukus yang tidak disukai oleh panelis terdapat
pada perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor).
c. Tekstur
Uji hedonik tekstur bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor pada
perlakuan A1 sampai dengan A6 berdasarkan uji organoleptik yang telah
dilakukan berurutan dari nilai terendah hingga nilai tertinggi mempunyai rata-rata
berkisarr antara 3,36 sampai 3,74 (Lampiran 17d). Hal ini berarti penilaian panelis
terhadap tekstur bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor berkisar antara
agak suka hingga suka. Nilai tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (100% tepung
terigu dan 0% tepung daun kelor) dan nilai terendah terdapat pada perlakuan A6
(75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor).
Hasil uji hedonik tekstur pada bolu kukus dengan substitusi tepung daun
kelor dapat dilakukan menggunakan data analisis statistik Kruskall Wallis pada
tingkat kepercayaan α = 0,05. Hasil perhitungan Kruskall Wallis pada tekstur bolu
kukus dapat dilihat pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Hasil Uji Kruskall Wallis Hedonik Tekstur Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) P
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,74
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,68
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,67
0,000
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,72
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,44
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,36
Keterangan: Hasil Kruskall Wallis (sign < 0,05) menunjukkan ada perbedaan
Sumber: Data Primer (2018)
59
Tabel 4.18 Hasil Uji Mann Whitney Hedonik Tekstur Bolu Kukus
Perlakuan Rata-rata (%) Notasi
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 3,74 b
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 3,68 b
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 3,67 b
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 3,72 b
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 3,44 a
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 3,36 a
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji Mann
Whitney
Sumber: Data Primer (2018)
(75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor). Sedangkan perlakuan A5 (80%
tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) berbeda nyata dengan semua perlakuan
tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan A6 (75% tepung terigu dan 25%
tepung daun kelor). Begitu juga sebaliknya, A6 (75% tepung terigu dan 25%
tepung daun kelor)berbeda nyata dengan semua perlakuan tetapi tidak berbeda
nyata dengan perlakuan A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor)
(Lampiran 18).
Syahnimar, 2004 mengatakan bahwa tekstur atau konsistensi makanan
juga merupakan komponen yang larut menentukan cita rasa makanan karena
sensitivitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang
berkonsistensi padat/keras dan kental akan memberikan rangsang yang lebih
lambat terhadap indera kita. Konsistensi makanan juga mempengaruhi penampilan
makanan yang dihidangkan. Tekstur yang agak empuk atau agak keras tidak sukai
panelis karena rata-rata panelis tidak menyukai tekstur bolu kukus pada perlakuan
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor). Tekstur yang disukai oleh
panelis yaitu dengan tekstur yang empuk karena rata-rata panelis menyukai
tekstur bolu kukus pada perlakuan A1 (tanpa tepung daun kelor).
Berdasarkan hasil ranking dan rata-rata pada tabel 4.19 dapat diketahui
bahwa terdapat hasil yang berbeda pada masing-masing variabel. Hasil
perhitungan indeks efektifitas menunjukkan bahwa bolu kukus dengan substitusi
tepung daun kelor sebagai perlakuan terbaik adalah perlakuan A4 dengan
persentase substitusi tepung daun kelor sebanyak 15%.
Penilaian perlakuan terbaik bolu kukus dengan substitusi tepung daun
kelor dapat dilihat pada tabel 4.20.
Tabel 4.20 Penilaian Perlakuan Terbaik Bolu Kukus Substitusi Tepung Daun Kelor
Perlakuan Total Nilai Hasil (Nh)
A1 (100% tepung terigu dan 0% tepung daun kelor) 0,71
A2 (95% tepung terigu dan 5% tepung daun kelor) 0,70
A3 (90% tepung terigu dan 10% tepung daun kelor) 0,59
A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor) 0,90*
A5 (80% tepung terigu dan 20% tepung daun kelor) 0,46
A6 (75% tepung terigu dan 25% tepung daun kelor) 0,29
Keterangan: * : Perlakuan Terbaik
Sumber: Data Primer (2018)
Bolu kukus dengan perlakuan terbaik A4 (85% tepung terigu dan 15%
tepung daun kelor) memiliki kandungan zat besi 3,58 mg/100 gram. Karakteristik
bolu kukus perlakuan terbaik A4 adalah berwarna hijau, rasa manis, aroma tidak
bau khas kelor dan tekstur empuk. Kesukaan panelis terhadap bolu kukus
perlakuan terbaik A4 (85% tepung terigu dan 15% tepung daun kelor)adalah suka
terhadap warna bolu kukus, suka terhadap rasa bolu kukus, suka terhadap aroma
bolu kukus, dan suka terhadap tekstur bolu kukus.
62
Tabel 4.21 Komposisi Bolu Kukus dengan Substitusi Tepung Daun Kelor
Per 100 Gram
No. Kandungan Satuan Hasil Uji Proksimat SNI Cake
1. Air % 49,02 Maksimal 40
2. Abu % 1,06 Maksimal 3
3. Protein % 8,06 Tidak ada
4. Lemak % 12,52 Maksimal 3.0
5. Karbohidrat % 29,34 Tidak ada
Keterangan: Hasil diperoleh melalui uji proximat di Laboratorium Analisis Pangan
Sumber: Data Primer (2018)
Tujuan dari penelitian yang telah dilakukan yaitu untuk membuat makanan
selingan tinggi zat besi yang menghasilkan kandungan zat besi pada bolu kukus
yaitu sebesar 3,58 mg/100 gram. Kandungan zat besi pada bolu kukus setiap 100
gramnya sebagai makanan selingan dapat memenuhi 13,76% kebutuhan zat besi
bagi remaja putri pada kelompok umur 13 sampai 19 tahun yaitu 26 mg.
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan
yang dinyatakan dalam bentuk persen. Kadar air merupakan salah satu
karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air
dalam bahan pangan juga merupakan hal yang menentukan kesegaran dan daya
awet bahan pangan (Winarno, 1997). Kadar air yang tinggi mengakibatkan
63
mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan
terjadi perubahan pada bahan pangan. Kadar air yang dihasilkan dari bolu kukus
dengan substitusi tepung daun kelor pada perlakuan terbaik A4 (15% tepung daun
kelor) adalah 49,02%, sedangkan kandungan air pada Cake menurut SNI 01-3840-
1995 sebanyak maks 40%. Nilai kadar air pada bolu kukus daun kelor melebihi
batas maksimal yang ditentukan oleh standart Nasional Indonesia.
Kadar abu merupakan unsur mineral sebagai sisa yang tertinggal setelah
bahan bakar sampai bebas unsur karbon. Kadar abu juga dapat diartikan sebagai
komponen yang tidak mudah menguap, tetapi tinggal dalam pembakaran dan
pemijaran senyawa organik (Saputra, 2008). Nilai kadar abu suatu bahan pangan
menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan.
Kadar abu dipengaruhi oleh komposisi kimia seperti kadar air, lemak, protein,
serat kasar, karbohidrat dan bahan lainnya (Nurcahyati, 2009 dalam Afrisanti,
2010). Hasil kadar abu yang diperoleh dari bolu kukus dengan substitusi tepung
daun kelor pada perlakuan terbaik A4 (15% tepung daun kelor) adalah 1,06%,
sedangkan kandungan abu pada cake menurut SNI 01-3840-1995 sebanyak maks
3%. Nilai abu pada bolu kukus daun kelor dalam batas normal dan tidak melebihi
batas maksimal yang ditentukan oleh Standart Nasional Indonesia.
Protein adalah bagian terbesar tubuh sesudah air dan juga merupakan
bagian dari semua sel hidup. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separuhnya
ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh ada
di dalam kulit, dan selebihnya terdapat dalam jaringan lain dan cairan tubuh.
Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks
intraseluler dan sebagainya adalah protein. Di samping itu asam amino yang
membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagai koenzim, hormon, asam
nukleat, dan molekul-molekul yang esensial untuk kehidupan. Protein mempunyai
fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta
memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2010). Kadar protein yang
dihasilkan dari penelitian bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor pada
perlakuan terbaik A4 (15% tepung daun kelor) adalah 8,06%.
64
Lemak merupakan sumber energi yang efektif bagi tubuh dan berperan
penting dalam menjaga kesehatan tubuh (Winarno, 2008). Analisa kimia
mengenai kadar lemak bertujuan untuk mengetahui persentase kadar lemak yang
terkandung pada bolu kukus. Hasil kadar lemak bolu kukus dengan substitusi
tepung daun kelor pada perlakuan A4 (15% tepung daun kelor) adalah 12,59%,
sedangkan kandungan lemak pada cake menurut SNI 01-3840-1995 sebanyak
maks 3.0%. Nilai lemak pada bolu kukus daun kelor melebihi batas maksimal
yang ditentukan oleh Standart Nasional Indonesia. Menurut Matz 1978,
menyatakan bahwa lemak yang terkandung dapat memperbaiki struktur fisik
seperti pengembangan, kelembutan, tekstur dan aroma. Tingginya kadar lemak
disebabkan karena bahan yang digunakan dalam pembuatan bolu kukus yang
cukup tinggi seperti margarin dengan kandungan lemak sebesar 59,17 gr per 100
gram.
Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan
sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relatif murah.
Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan, yang prosesnya melalui
fotosintesis, klorofil tanaman dengan bantuan sinar matahari mampu membentuk
karbohidrat dari karbondioksida berasal dari udara dan air dari tanah. Karbohidrat
yang dihasilkan berupa sederhana glukosa dan dihasilkan oksigen yang lepas di
udara (Almatsier, 2010).
Bahan yang menjadi sumber karbohidrat pada pembuatan bolu kukus
adalah tepung terigu, gula, dan susu. Kadar karbohidrat pada bolu kukus tersebut
dihitung dengan penentuan kadar karbohidrat secara kasar yaitu dengan
menggunakan metode by difference. Hasil penelitian karbohidrat menunjukkan
bahwa bolu kukus dengan substitusi tepung daun kelor pada perlakuan terbaik A4
(15% tepung daun kelor) mengandung karbohidrat sebesar 29,34%.
65
4.5 Analisis Hasil Perlakuan Terbaik Bolu Kukus dengan Substitusi Tepung
Daun Kelor sebagai Alternatif Makanan Selingan Bagi Remaja Putri
Penderita Anemia Defisiensi Besi
Anemia Defisiensi Besi (ADB) merupakan masalah gizi yang paling
sering ditemukan di dunia dan menyerang semua kelompok umur terutama remaja
putri. ADB adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,
artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya
pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah
(Mas rizal, 2007). Angka kecukupan besi sehari yang dianjurkan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2013) pada remaja putri
kelompok umur 13 sampai 19 tahun adalah sebesar 26 mg. Berikut adalah
kandungan zat gizi dan energi per takaran penyajian dapat dilihat pada tabel 4.22.
Tabel 4.22 Kandungan Zat Gizi dan Energi per Takaran Penyajian
URT Energi Protein Lemak Zat Besi
Bahan Kh (gr)
(gr) (kkal) (gr) (gr) (mg)
Bolu Kukus 100 262,28 8,06 12,52 29,34 3,58
Total 262,28 8,06 12,52 29,34 3,58