Anda di halaman 1dari 124

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kurva Kalibrasi Arsen

Kurva kalibrasi arsen diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari

larutan baku pada panjang gelombang 193,7 nm. Dalam praktik disarankan untuk

membuat minimal empat konsentrasi baku yang berbeda dan satu blanko untuk

membuat kurva kalibrasi yang linear yang menyebabkan hubungan antara

absorbansi (A) dengan konsentrasi analit untuk melakukan analisis (Gandjar dan

Rohman, 2007). Dari pengukuran kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis

regresi yaitu Y = 0,007655X – 0,001288. Kurva kalibrasi larutan baku arsen dapat

dilihat pada Gambar 4.1.


Absorbansi

0.2
0.15
0.1
Y = 0,007655X - 0,001288
0.05
r = 0,9998
0
-0.05 0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi ( µg/L)

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Arsen

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara

konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) arsen sebesar 0,9998.

Nilai ini r ≥ 0,9995 menunjukkan adanya korelasi linear yang menyatakan adanya

hubungan antara X (Konsentrasi) dan Y (Absorbansi) (Harmita, 2014).


4.2 Kadar Arsen dalam Beras dan Hasil Tanakannya

Konsentrasi arsen dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis

regresi kurva kalibrasi larutan baku arsen.

Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik, perhitungannya dapat

dilihat pada Lampiran 10, halaman 61. Berdasarkan hasil perhitungan statistik

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar arsen antara beras dan

hasil tanakannya, perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 92.

Kadar arsen dalam beras dan hasil tanakannya dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Kadar Arsen dalam Beras dan Hasil tanakannya


Kadar Arsen (mg/kg)
0.4
0.3
0.2
0.1 Sebelum Ditanak
0 Setelah Ditanak Air Keran
Beras Putih Beras Beras Ketan Setelah Ditanak Air RO
Cokelat merah hitam
Jenis Beras

Gambar 4.2 Diagram pengaruh proses penanakan menggunakan air RO dan


air keran terhadap kadar arsen dalam berbagai jenis beras

Berdasarkan Tablel 4.1 dan Gambar 4.2 menunjukkan terdapat perbedaan

kadar arsen pada beras dan hasil tanakannya. Ada 4 jenis beras yang diuji yaitu

beras putih, beras cokelat, beras merah dan ketan hitam. Kadar arsen tertinggi

0,3061 mg/kg terdapat pada beras merah, dimana kadar ini sudah melebihi standar

WHO (2014) yaitu 0,3 mg/kg. Sedangkan kadar arsen terendah 0,0693 mg/kg

yang terdapat pada beras putih. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Ginting

(2018) bahwa hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia diperoleh kadar arsen

tertinggi pada beras merah mencapai 3,71 mg/kg. Hal yang sama juga dilaporkan

oleh Xue-Liang, dkk., (2007) bahwa penelitian yang dilakukan di Prancis, Italia,

dan Amerika menunjukkan kadar arsen pada beras merah (0,58 mg/kg) lebih

tinggi dibandingkan pada beras putih (0,14-0,25 mg/kg), cokelat (0,28-0,3 mg/kg)

dan hitam (0,16-0,18 mg/kg) yang terdapat pada negara tersebut. Selain itu juga

penelitian yang dilakukan Food Drug Administration pada tahun 2012 hingga

2013 dari 200 sampel dari seluruh wilayah Amerika terdiri dari beras dan produk

makanan olahan dari beras, menemukan bahwa tingginya kandungan arsen dalam

beras merah dibandingkan beras putih.

Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kadar arsen pada beras. Jika

kadar arsen pada air irigasi dan lingkungan beras tinggi maka kadar arsen pada
beras juga tinggi, begitu sebaliknya. Hal ini juga berhubungan erat dengan

perbedaan genetik dari beras serta tempat lingkungan beras tumbuh telah

terkontaminasi oleh arsen juga menyebabkan perbedaan kadar arsen (Williams,

dkk., 2006; Duxbury, dkk., 2003).

Pada penelitian ini, proses penanakan beras dengan 2 jenis air yaitu air

RO dan air keran. Air yang digunakan dapat mengurangi kadar arsen pada

hasil tanakannya. Pada beras putih setelah ditanak menggunakan air RO

mengalami penurunan kadar arsen sebesar 21,93% sedangkan setelah ditanak

menggunakan air keran mengalami penurunan kadar sebesar 11,40 %. Pada beras

cokelat setelah ditanak menggunakan air RO kadar arsen mengalami penurunan

kadar sebesar 20,24% sedangkan setelah ditanak menggunakan air keran

mengalami penurunan kadar sebesar 10,48 %. Pada beras merah setelah ditanak

menggunakan air RO kadar arsen mengalami penurunan kadar sebesar 19,96%

sedangkan setelah ditanak menggunakan air keran mengalami penurunan kadar

sebesar 8,95%. Pada ketan hitam kadar arsen setelah ditanak menggunakan air RO

kadar arsen mengalami penurunan kadar sebesar 20,75% sedangkan setelah

ditanak dengan air keran mengalami penurunan kadar sebesar 9,81%.

Penelitian sebelumnya juga telah dilakukan, berdasarkan penelitian Pal,

dkk., (2009) menunjukkan bahwa proses penanakan dapat menurunkan kadar

arsen hingga 8%-58% dan pada penelitian ini menggunakan air dengan kadar

arsen yang rendah. Selain itu, penelitian Sengupta, dkk., (2006) juga

menunjukkan bahwa proses penanakan dapat mengurangi kadar arsen hingga 28%

dan pada penelitian ini menggunakan sumber air (air keran, air sumur dan air

hujan). Demikian pula penelitian Halder, dkk., (2014) menunjukkan bahwa proses
penanakan yang menggunakan air keran dapat menurunkan kadar arsen dari 7,5%

- 66,3%. Berdasarkan penelitian Paravenhvar (2015) menunjukkan bahwa pada

beras yang telah ditanak dapat mengurangi kadar arsen sebesar 2,8% - 13,8%.

Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa penurunan kadar arsen terbesar

yaitu setelah ditanak dengan menggunakan air RO yaitu 21,93%. Air RO adalah

air yang tidak mengandung mineral dan juga tidak mengandung zat-zat berbahaya

baik zat beracun ataupun bakteri. Hal ini disebabkan karena air RO tidak

mengandung mineral dan pencemaran yang berbahaya bagi kesehatan. Selain itu,

air RO juga memiliki kemampuan untuk menyerap logam-logam toksis karena

kandungan mineral kalsium dan magnesium sangat rendah dalam air RO (Silalahi,

2014). Maka dalam hal ini, arsen yang ada dalam beras akan lebih mudah diserap

oleh air RO dibandingkan air keran dikarenakan kandungan mineral pada air RO

lebih rendah. SNI (2015) juga menetapkan persyaratan arsen maksimal pada air

mineral alami 0,05 mg/L sedangkan pada air demineral adalah 0,01 mg/L. Hal ini

menunjukkan bahwa kadar arsen pada air RO jauh lebih rendah dibandingkan air

keran.

3.3 Indeks Keamanan Arsen dalam Beras

Perhitungan indeks keamanan arsen dalam beras berdasarkan WHO (2014)

diperoleh melalui perhitungan asupan harian (Daily Intake) kemudian dilanjutkan

perhitungan Excess Cancer Risk (ECR). Perhitungan indeks keamanan arsen

dalam beras dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 109. Indeks keamanan arsen

dalam beras dapat dilihat pada Tabel 4.2.


Tabel 4.2 Indeks Keamanan Arsen dalam Beras
No. Sampel Kadar Daily Intake ECR Syarat
Arsen (mg/kg/hari) (Resiko Aman ECR
-5
(mg/kg) kanker) (< 1x10 )
(mg/kg/hari)
-4 -4
1. Beras Putih 0,0693 1,1 × 10 1,6 × 10 Tidak
Aman
-4 -4
2. Beras 0,0830 1,3 × 10 1,9 × 10 Tidak
Cokelat Aman
-4 -4
3. Beras Merah 0,3061 4,7 × 10 7,1× 10 Tidak
Aman
-4 -4
4. Ketan Hitam 0,1091 1,7 × 10 2,5× 10 Tidak
Aman
Catatan: Indeks keamanan arsen dalam beras dihitung berdasarkan konsumsi
beras di Indonesia yaitu 224 g/hari/orang.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Arsen adalah suatu metaloid dengan simbol As yang memiliki nomor atom

33 dan merupakan bahan kimia yang sangat beracun. Di alam, arsen biasa ditemui
- 2- -
sebagai anion, seperti H2AsO4 , HAsO4 , dan H2AsO3 . Arsen dapat

mengakibatkan arsenikosis dan bersifat karsinogenik. International Agency of

Research on Cancer (IARC) menyatakan bahwa arsen sebagai kelompok pertama

golongan karsinogen (Ismunandar, 2007; Sembel, 2015).

Beras merupakan makanan pokok yang banyak dikonsumsi oleh warga di

dunia, terutama di Asia. Indonesia merupakan negara dengan konsumsi beras

kedua terbesar di dunia setelah Bangladesh, selain itu beras juga menjadi sumber

protein di masyarakat pedesaan (Anonim, 2011). Umumnya beras yang

dikonsumsi bewarna putih, tetapi terdapat juga varietas beras yang memiliki

pigmen warna seperti beras merah, beras cokelat dan beras hitam (Yonathan dan

Suhendra, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Anonim (2011) melaporkan bahwa beras

adalah sumber utama paparan arsen bagi manusia. Beras merupakan tanaman

yang tumbuh secara anaerobik. Dalam kondisi anaerobik, arsen di tanah

dikonversi menjadi arsenit, menyebabkan arsen pada beras menjadi sekitar 10

lipat lebih tinggi daripada tanaman lainnya. Kadar arsen pada bulir padi

meningkat lebih tinggi saat ditanam di tanah yang telah terkontaminasi oleh arsen,
seperti: penggunaan pestisida, tanah bekas pertambangan dan air irigasi yang

mengandung arsen yang tinggi (Meharg, dkk., 2007).

Berdasarkan penelitian Duxbury, dkk., (2003) menunjukan bahwa kadar

arsenpada beras mulai dari 0,001 mg/kg sampai 0,42 mg/kg. Kemudian kadar

arsen yang ditemukan pada penelitian Das, dkk., (2004) yaitu rata-rata 0,14 µg/kg.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh (Anonim, 2013) pada tahun 2012

hingga tahun 2013 dari 200 sampel beras dan produk beras, menemukan bahwa

tingginya kandungan arsen dalam beras merah dibandingkan beras putih. Pada

penelitian ini dilakukan penetapan kadar dari seluruh beras yang beredar di

Amerika, hasilnya seluruh beras mengandung arsen dengan berbagai kadar mulai

dari 0,0171 µg/kg pada beras putih dan kadar tertinggi pada beras merah 0,963

µg/kg (Anonim, 2013).

Penelitian dengan penetapan kadar arsen dalam beras dan makanan telah

banyak dilakukan dihampir seluruh dunia, hasil yang diperoleh memperlihatkan

kadar arsen mengkhawatirkan kesehatan masyarakat karena melebihi batas kadar

yang distandarkan oleh World Health Organization untuk beras yaitu 0,3 mg/kg

(Anonim, 2016). Di Indonesia belum ada dilakukan penelitian dan pengujian

mengenai kandungan arsen dalam beras, terlebih belum adanya regulasi dan

standar yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar arsen berbeda antara beras

dengan hasil tanakannya. Berdasarkan penelitian Pal, dkk., (2009) menunjukkan

bahwa proses penanakan dapat menurunkan kadar arsen hingga 8%-58% dan pada

penelitian ini menggunakan air dengan kadar arsen yang rendah. Selain itu,

penelitian Sengupta, dkk., (2006) juga menunjukkan bahwa proses penanakan

2
Universitas Sumatera
Utara
dapat mengurangi kadar arsen hingga 28% dan pada penelitian ini menggunakan

sumber air (air keran, air sumur, dan air hujan). Demikian pula penelitian Halder,

dkk., (2014) menunjukkan bahwa proses penanakan menggunakan air keran dapat

menurunkan kadar arsen dari 7,5% sampai 66,3%. Akan tetapi, proses penanakan

menggunakan air sumur dapat meningkatkan kadar arsen dari 4,1% hingga 2 kali

lipat, hal ini dikarenakan kadar arsen pada air yang digunakan untuk menanak

tinggi.

Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui

kadar arsen pada beras dan hasil tanakannya yang menggunakan air RO (reverse

osmosis) dan air keran pada proses penanakan. Pada penelitian ini proses destruksi

beras menggunakan mikrowave sebagai alat destruksi. Penggunaan metode

mikrowave ini tidak membutuhkan waktu yang lama, mudah penggunaannya, dan

efektif (Smith, dkk., 2008). Kemudian, metode analisis menggunakan

spektrofotometri serapan atom karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas

deteksi kurang dari 0,01 ppm) dan pelaksanaanya relatif cepat dan sederhana, dan

interfensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah penurunan kadar arsen lebih tinggi pada hasil tanakan yang ditanak

menggunakan air RO ?

b. Apakah asupan harian yang diperoleh dari kadar arsen dalam beras masih

dalam batas aman ?

Universitas Sumatera
Utara
1.3 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Penurunan kadar arsen lebih tinggi pada hasil tanakan yang ditanak

menggunakan air RO.

b. Asupan harian yang diperoleh dari kadar arsen dalam beras tidak dalam

batas aman.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitan ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui penurunan kadar arsen lebih tinggi pada hasil tanakan

yang ditanak menggunakan air RO

b. Untuk mengetahui asupan harian yang diperoleh dari kadar arsen dalam

beras.

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi kepada Departemen Kesehatan RI kandungan arsen

pada beras dan hasil tanakannya.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini meliputi penetapan kadar arsen yang terdapat pada beras

putih, beras cokelat, beras merah dan ketan hitam lalu membandingkannya dengan

kadar arsen pada hasil tanakannya dengan menggunakan spektrofotometer serapan

4
Universitas Sumatera
Utara
atom disertai validasi metode akurasi, presisi, batas deteksi dan kuantitasi. Secara

ringkasnya kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1

- Hasil tanakan beras putih


1. Beras Putih
dengan air RO
2. Beras Cokelat
- Hasil tanakan beras cokelat
3. Beras Merah
dengan air RO
4. Ketan Hitam
- Hasil tanakan beras merah
dengan air RO
Analisis As dengan SSA
- Hasil tanakan ketan hitam
dengan air RO
1. Air RO
2. Air Keran Penanakan
- Hasil tanakan beras putih
dengan air keran
Variabel Bebas - Hasil tanakan beras cokelat
dengan air keran
- Hasil tanakan beras merah
dengan air keran
- Hasil tanakan ketan hitam
dengan air keran

Analisis As dengan SSA

Kadar Arsen pada seluruh


Hasil Tanakan Beras

Variabel Terikat

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Arsen

Arsen adalah metaloid yang ditemukan di alam dalam bentuk organik dan

anorganik. Arsen diklasifikasikan sebagai kelompok pertama sebagai bahan

karsinogen oleh WHO yang terdapat di air, makanan, tanah, dan udara. Arsen

ditemukan dalam jumlah yang relatif sedikit namun tingkat toksisitas yang tinggi

(Tyler dan Allan, 2014).

Arsen (As) merupakan unsur yang melimpah secara alami dengan nomor
3 0
atom 33, berat atom 74,92 g/mol, berat jenis 5,72 g/cm , titik leleh 817 C, titik
0
didih 813 C, memiliki 2 bentuk padatan, yaitu semi-logam dan mudah patah.

Arsen jarang ditemukan dalam bentuk unsur karena biasanya membentuk berbagai
3+ 5+
macam senyawa kompleks, bisa berupa trivalen (As ) atau pentavalen (As ),
3+
yang terdapat secara luas di alam. Pada umunya, As berupa As-anorganik, yaitu
5+
senyawa As-trioksida, sodium arsenit, dan As-triklorida. Sementara itu, As

anorganik antara lain senyawa As-pentaoksida, asam arsenat, Pb-arsenat, dan Ca-
3+ 5+
arsenat. As-organik bisa berupa As maupun As , antara lain asam arsanilat atau

bentuk metilasi (Widowati, dkk., 2008).

Arsen berasal dari kerak bumi yang bisa dilepaskan ke udara sebagai hasil

sampingan dari aktivitas peleburan bijih batuan. Arsen dalam tanah berupa bijih,

yaitu arsenopirit (FeAsS) atau orpiment (As2S3), yang pada akhirnya bisa

mencemari air. Arsen merupakan unsur kerak bumi yang berjumlah besar, yaitu

menempati urutan keduapuluh dari unsur kerak bumi, sehingga sangat besar

6
Universitas Sumatera
Utara
kemungkinannya mencemari air tanah dan air minum. Jutaan manusia bisa

terpapar arsen seperti pernah terjadi di Bangladesh, India, dan Cina. Semua batuan

mengandung Arsen 1-5 ppm. Konsentrasi yang lebih tinggi ditemukan pada

batuan beku sedimen. Tanah hasil pelapukan batuan biasanya mengandung arsen

sebesar 0,1-40 ppm dengan rata-rata 5-6 ppm (Widowati, dkk., 2008)

Menurut Darmono (2001) arsen sudah dikenal sejak lama sebagai bahan

obat dan sangat beracun sehingga banyak digunakan sebagai racun pembunuh.

Bermacam-macam bentuk senyawa kimia dari arsen ini yaitu sebagai berikut.

1. Arsen trioksida (As2O3), ialah bentuk garam inorganik dan bentuk

trivalen dari asam arsenat (H4AsO4) bewarna putih dan padat seperti

gula.

2. Arsen pentaoksida (As2O5)

3. Arsenat (misalnya: PbHAsO4), ialah bentuk garam dari asam arsenat,

merupakan senyawa arsen yang banyak dijumpai di alam dan bersifat

kurang toksik.

4. Arsen organik, arsen berikatan kovalen dengan rantai karbon alifatik

atau struktur cincin, dimana arsen terikat dalam bentuk trivalen

maupun pentvalen. Bentuk senyawa arsen ini kurang toksik

dibandingkan dengan bentuk senyawa arsen anorganik trivalen.

Menurut Darmono (2001) arsen hampir selalu ditemukan secara alamiah di

daerah pertambangan walaupun jumlahnya sangat sedikit. Logam ini biasanya

selalu berbentuk senyawa kimia baik dengan logam lain, oksida maupun sulfur.

Karena sangat beracun, logam ini tidak begitu banyak kegunaanya seperti halnya
logam-logam lain, juga karena sifatnya yang kurang menguntungkan. Kegunaan

arsen adalah:

- Sebagai campuran dalam insektisida;

- Dipakai dalam konduktor listrik, tetapi tidak sebagus logam lain;

- Sebagai pembasmi gulma dan bahan pengawet kayu;

- Dipakai untuk mewarnai kertas yang dibuat untuk dinding, karena

harganya relatif murah.

2.1.1 Toksisitas Arsen

Standar yang ditetapkan WHO pada beras 0,3 mg/kg masih sangat tinggi

dan jauh dari tingkat aman serta menunjukkan adanya resiko terhadap kesehatan

seperti kanker kulit, paru-paru dan darah, hal ini menyebabkan banyak negara

yang tidak mengikuti standar WHO dan menetapkan standar yang lebih rendah

lagi. Menurut para peneliti dan ilmuwan yang melakukan penelitian terhadap

arsen menyarankan, seharusnya standar kadar arsen mendekati nol (Sauve, 2012).

Arsen adalah racun yang bekerja dalam protoplasma sel secara umum. Hal

tersebut terjadi bila arsen terikat dengan gugus sulfhidril (-SH), terutama sulfhidril

yang berada dalam enzim. Salah satu sistem enzim tersebut ialah kompleks

piruvat dehidrogenase yang berfungsi untuk okdisasi dekarboksilasi piruvat

menjadi Co-A dan CO2 sebelum masuk dalam siklus TOA (tricarbocyclic acid).

Dimana enzim tersebut terdiri dari beberapa enzim dan kofaktor. Reaksi tersebut

melibatkan tranasetilasi yang mengikat koenzim A (CoA-SH) untuk membentuk

asetil Co-A dan dihidrolipoil-enzim, yang mengandung dua gugus sulfhidril.

Kelompok sulfhidril sangat berperan mengikat arsen trivalen yang membentuk

kelat. Kelat dari dihidrofil-arsenat dapat menghambat reoksidasi dari kelompok

8
Universitas Sumatera
Utara
dihidrofilik yang biasanya selalu mengaktifkan sistem enzim. Sebagai akibatnya

bila arsen terikat dengan sistem enzim, akan terjadi akumulasi asam piruvat dalam

darah (Darmono, 2001).

Menurut Widowati, dkk., (2008) bahwa toksisitas As dipengaruhi oleh:

1. Susunan/bentuk senyawa As

2. Jumlah/dosis/konsentrasi As

3. Bentuk fisik/kimia dari As

4. As anorganik lebih toksik dibandingkan As organik

5. As larut air lebih toksik

6. Manusia lebih sensitif dibandingkan hewan

7. Terdapat variasi toksisitas di antara manusia, yaitu kelompok yang

mengkonsumsi (terpapar) 150 mg/kg/hari untuk anak-anak atau 1.000-

1500 mg/kg/hari untuk orang dewasa tanpa menunjukkan gejala. Pada

kelompok yang sensitif, dosis 20 mg/kg/hari untuk anak-anak atau 1000-

1500 mg/kg/hari untuk orang dewasa sudah menunjukkan gejala. Anak-

anak lebih sensitif terhadap As anorganik dibandingkan orang dewasa

8. Paparan As dalam waktu lama pada anak-anak bisa menyebabkan

penurunan IQ

9. Intake As secara oral lebih toksik dibandingkan lewat kulit atau inhalasi.

Absorpsi As oleh paru-paru tergantung pada ukuran partikel dan bentuk

senyawa dari As

Gejala toksisitas As bisa muncul setelah 8-14 tahun sejak minum air yang

terkontaminasi As. Waktu munculnya gejala dipengaruhi oleh jumlah/konsentrasi

As di dalam air minum, status nutrisi, serta imunitas seseorang (Widowati, 2008).

9
Universitas Sumatera
Utara
Apabila arsen termakan dalam jumlah yang sedikit, tanda dan gejalanya

mungkin tidak akan terlihat, akibatnya diagnosis pasti tidak dapat diketahui.

Tetapi bila termakan dalam jumlah besar, kematian dapat terjadi dengan

mendadak dan biasanya tanpa memperlihatkan gejala klinis. Bau napas yang khas

seperti bawang putih tercium pada napas korban keracunan dan hal ini dapat

dipakai sebagai petunjuk yang kuat dari keracunan arsen akut. Tanda-tanda

toksisitas As yang akut juga terlihat jelas ialah dengan ditemukannya gejala

rambut rontok kebotakan (alopesia), tidak berfungsinya saraf tepi yang ditandai

dengan kelumpuhan anggota gerak bagian bawah, kaki lemas, persendian tangan

lumpuh, dan daya refleks menurun (Darmono, 2001).

Keracunan kronis terjadi dari dalam tubuh (per oral dosis rendah) yang

terlihat dari gejala kelemahan, kelelahan, kurang nafsu makan, berat badan

menurun, dan iritabilitas. Gejala tersebut merupakan gejala umum yang tidak

menunjukkan gejala khas keracunan arsen. Gejala yang khas dari keracunan arsen

ini ialah warna gelap pada kulit, kuku menebal, terciri dengan garis putih diatas

persambungan kuku (Darmono, 2001).

2.1.2 Jalur Paparan Arsen

Menurut Widowati (2008) bahwa paparan arsen pada manusia bisa terjadi

melalui beberapa jalur:

1. Paparan per oral berasal dari makanan serta minuman yang terkontaminasi

As;

2. Paparan lewat alat pernafasan berasal dari debu udara atau asap

pembakaran kayu yang diawetkan menggunakan As, seperti pembakaran

arang;

10
Universitas Sumatera
Utara
3. Tinggal di lingkungan yang tercemar As;

4. Bekerja di lingkungan yang menggunakan bahan baku As dan

memproduksi As, antara lain industri peleburan Co, peleburan Pb, industri

pengawetan kayu, serta industri pestisida.

Menurut Widowati, dkk., (2008) kegiatan manusia yang mampu

melepaskan As menuju tanah, air, dan udara, antara lain:

1. Pelepasan As ke tanah; 95% As yang dibebaskan ke tanah berasal dari

kegiatan industri. Misalnya, penggunaan pestisida, limbah disposal, dan

limbah lumpur industri.

2. Pelepasan As ke udara; setengah As yang ada di udara (atau 8.500 ton

As/tahun) berasal dari abu hasil letusan gunung berapi, asap kebakaran

hutan, serta dari berbagai kegiatan industri, antara lain pertanian,

khususnya pestisida, serta industri produksi peralatan listrik.

3. Pelepasan As ke air; sebagian besar As dibebaskan ke air melalui proses

alami saat perubahan cuaca serta kegiatan industri, pencucian tanah, dan

aktivitas penduduk.

2.1.3 Paparan Arsen pada Manusia

Arsen dalam makanan telah banyak menjadi perhatian dan diskusi para

ilmuwan di dunia, terlebih pada beberapa tahun belakangan ini terfokus pada

kadar arsen dalam beras. Telah banyak dilakukan penelitian-penellitian yang

berhubungan dengan asupan arsen dalam makanan. Berdasarkan Anonim (2013)

konstribusi arsen pada manusia 66% bersumber dari makanan, 33% dari air, 1%

dari air dan tanah. Paparan arsen pada makanan terbagi menjadi 32% bersumber

dari beras, 15% dari sayur, 10% dari buah dan jus buah, 7% dari bir, jagung dan

11
Universitas Sumatera
Utara
gandum, 2% dari daging dan telur. Di Amerika perkiraan paparan arsen pada

manusia sebesar 0,08-0,2 µg/kg/BB/hari.

Paparan secara multiple smaller dose, misalnya selama berbulan-bulan

korban sengaja diberi As dosis lebih rendah sehingga selama periode tersebut

korban hanya menderita, seperti sakit maag atau muntaber. As dalam air minum

bisa menimbulkan penyakit arsenikosis yang biasanya disebabkan oleh arsenat

dan arsenit (Widowati, dkk., 2008).

Enviromental Protection Agency menetapkan kadar maksimum As dalam

air minum, yaitu dari 50 µg/L menjadi 10 µg/L. Pengurangan didasarkan pada

bukti secara epidemilogis akan adanya kaitan antara paparan As dan kanker paru

serta kanker empedu. Paparan As anorganik bisa mengakibatkan kanker kulit,

empedu, ginjal, hati, kerusakan pembuluh darah, penyakit kardiovaskuler, dan

mati rasa pada tangan dan kaki serta diabetes melitus (Widowati, dkk., 2008).

Berdasarkan Environmental Protection Agency Amerika melaporkan

bahwa dengan hanya mengkonsumsi 0,56 cup atau 32 g beras/hari konsumsi

masyarakat di Amerika maka kadar arsen dalam urin sama dengan mengkonsumsi

1 L air minum/hari dimana standar maksimum paparan arsen pada air minum

sebesar 10 µg/L. Dapat disimpulkan dengan mengkonsumsi 32 g beras/hari sama

dengan telah terpapar arsen 10 µg/L, dimana nilai ini adalah standar maksimum

arsen dalam air minum yang ditetapkan WHO. Bagaimana kadar arsen dalam

tubuh masyarakat di Amerika Latin yang mengkonsumsi beras hingga 25 g/hari

dan di Asia yang menjadi pengkonsumsi beras terbesar di dunia hingga 450 g

beras/hari (Batres-Marquez, dkk., 2009).

12
Universitas Sumatera
Utara
Penelitian yang dilakukan tahun 2009 di Korea dengan rata-rata konsumsi

beras 180 g/hari dan diperoleh kadar arsen dalam urin 26,6 µg/L (Cleland, dkk.,

2009). Paparan arsen selama masa kehamilan adalah bagian dari permasalahan

dan fokus pemerintah di bidang kesehatan ditambah lagi resiko yang mungkin

terjadi terhadap kesehatan bayi bagi wanita hamil. Penelitian pada bidang

epedimiologi, kadar arsen pada urin ibu hamil berhubungan dengan kematian bayi

dan berat badan yang rendah ketika lahir. Hal ini dikaitkan dengan paparan arsen

dapat menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh dan meningkatnya

kematian karena kanker paru-paru (Smith, dkk., 2006).

Beras secara khusus berhubungan dengan cara yang paling utama dari

paparan arsen pada manusia. Jika dilihat dari ilmu biogeokimia dan fisiologi

tumbuhnya padi, maka kedua hal ini dapat meningkatkan kadar arsen dalam beras.

Namun, dengan adanya variasi dari beras yang sangat luas, hal ini juga

menyebabkan perbedaan kadar arsen dan jenis arsen dalam beras (meharg, dkk.,

2008). Konsumsi beras di Amerika Serikat jauh lebih rendah daripada di negara-

negara Asia, namun meningkat dengan cepat. Saat ini konsumsi beras di Amerika

meningkat 3 kali lebih besar dengan rata-rata perhari 30 hingga 50 g/hari.

Sedangkan konsumsi beras di Asia dari 200 hingga 450 g/hari. Di Amerika

paparan utama arsen pada manusia terdapat pada beras dan air minum yang

mengalir dan digunakan di rumah tangga (Batres-Marquez, dkk., 2009).

2.2 Arsen Dalam Beras

Penelitian yang dilakukan di Bangladesh oleh Ahmed, dkk (2012)

terhadap bahan makanan yang paling banyak dikonsumis oleh masyarakat

13
Universitas Sumatera
Utara
perkotaan dan desa yang bersumber dari 30 daerah bercocok tanam yang berbeda.

Bangladesh merupakan negara yang paling terkena dampak arsen di seluruh

dunia. Beras, air, sereal, sayuran, susu, dan ikan menjadi konstribusi arsen hingga

90% dari asupan harian arsen. Kadar arsen dalam beras di beberapa negara dapat

dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kadar Arsen Dalam Beras di Beberapa Negara

No. Negara Kadar Metode Referensi


Arsen
(mg/kg)
1. Amerika 0,13-0,66 ICP-MS Meharg, dkk., (2008).
2. Argentina 0,87-3,16 AAS Sigrist, dkk., (2016)
3. Bangladesh 0,03-0,40 AAS Ahmed, dkk., (2012)
4. China 0,21-0,30 AAS Chen, dkk. (2014)
5. India 0,03-0,50 ICP-MS Bhattacharya,
dkk., (2010)
6. Indonesia 0,07-3,71 AAS Ginting (2018)
7. Italia 0,02-0,31 ICP-MS Cubadda, dkk., (2016)
8. Jepang 0,04-0,22 HPLC-ICP-MS Oguri, dkk., (2014)
9. Spanyol 0,03-0,12 HPLC-ICP-MS Raber, dkk., (2012)
10. Thailand 0,07-0,47 ICP-MS Phan, dkk., (2013)
11. Vietnam 0,03-0,47 AAS Cerveira, dkk., (2015)
Berdasarkan beberapa penelitian diatas masih banyak kadar arsen yang

melebihi standar yang ditetapkan oleh WHO arsen pada beras yaitu 0,3 mg/kg.

Berasarkan penelitian yang dilakukan Ginting (2018) di Indonesia, melaporkan

bahwa kadar arsen tertinggi 3,71 mg/kg terdapat pada beras merah; 3,40 mg/kg

kadar arsen pada beras coklat; 0,33 mg/kg pada beras putih dan 0,13 mg/kg kadar

arsen pada beras hitam. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Food Drug Administration pada tahun 2012 hingga 2013 dari 200 sampel yang

berasal dari seluruh wilyah Amerika, terdiri dari beras dan produk makanan yang

dibuat dari beras. Pada penelitian ini diperoleh bahwa sampel yang menghasilkan

kadar arsen tertinggi terdapat pada beras merah 7,2 mg/kg (Carey, dkk., 2015).

14
Universitas Sumatera
Utara
2.2.1 Perbedaan Spesies Beras

Berdasarkan SNI (2008), beras adalah hasil utama yang diperoleh dari

proses penggilingan gabah hasil tanaman padi yang seluruh lapisan sekamnya

terkelupas atau sebagian lembaga dan lapisan bekatulnya telah dipisahkan.

Tanaman beras termasuk jenis tanaman rumput-rumputan.

Beras merupakan komoditi penting karena merupakan makanan pokok

hampir setengah penduduk dunia termasuk Indonesia. Untuk mengantisipasi

ketersediaan dan menjaga pangan beras maka banyak dikembangkan varietas dan

spesies tanaman beras yang mempunyai hasil yang baik, kualitas biji dan

kandungan nutrisi yang baik serta tahan terhadap serangan hama penyakit (AAK,

1990). Pada penelitian ini digunakan sampel beras dengan empat spesies yang

berbeda, berdasarkan AAK (1990) klasifikasi beras adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monoctyledoneae

Ordo : Graminales

Famili : Graminaceae

Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa L (beras putih)

Spesies : Oryza rupifogon (beras cokelat)

Spesies : Oryza punctata (beras merah)

Spesies : Oryza var glutinosa (ketan hitam)

15
Universitas Sumatera
Utara
Pada umumnya beras yang dikonsumsi bewarna putih, terdapat juga

spesies beras yang memiliki pingmen warna seperti beras cokelat, beras merah

dan ketan hitam. Beras yang memiliki warna selain putih memperoleh warna yang

berasal dari pigmen antosianin yang terdapat pada bagian lapisan luar beras

(Yonathan dan Suhendra, 2014).

Beras putih adalah beras bewarna putih karena hanya memiliki sedikit

aleuron, karena pada tahap pemprosesan beras putih, bagian terluar yaitu sekam

dan kulit ari yaitu aleuron dibuang sehingga beras putih hanya memiliki sedikit

aleuron. Karena kulit ari dari beras putih hanya memiliki sedikit aleuron. Karena

kulit ari dari beras putih telah hilang selama proses penggilingan akan

menyebabkan kandungan gizi pada beras putih banyak yang hilang. Hal ini yang

merupakan perbedaan sekaligus kekurangan beras putih dibandingkan beras

merah. Selain itu, konsumsi beras putih yang besar di Indonesia dapat

menyebabkan risiko mengalami Diabetes Melitus Tipe 2. Sedangkan beras coklat

merupakan beras bewarna yang memiliki aleuron lebih banyak dari beras putih

tapi tidak melebihi kandungan antioksidan yang dimiliki beras merah dan hitam

(Yonathan dan Suhendra, 2014).

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Arsen Dalam Beras

Berdasarkan Food Drug Administration (2013) ada beberapa hal yang

mempengaruhi kadar arsen dalam beras yaitu sebagai berikut:

a. Air Irigasi

Air yang digunakan untuk irigasi ketika proses pertumbuhan memberikan

kontribusi yang besar terhadap kadar arsen pada beras. Pada proses pertumbuhan

16
Universitas Sumatera
Utara
beras, penggunaan dan penyerpan air yang tinggi selain itu tanah tempat beras

tumbuh tergenang air irigasi.

b. Proses Pengolahan Beras

Menanak beras mengunakan lebih banyak air dengan perbandingan beras

dan air (1:6) dapat mengurangi kadar arsen hingga 50% dari total kadar arsen

yang terdapat pada beras, akan tetapi cara ini dapat mengurangi kandungan nutrisi

dalam beras.

Pada beberapa kebiasaan, lebih dulu beras direndam, dicuci dan dikukus,

yang memerlukan waktu keseluruhannya sekitar 1 jam. Waktu penyiapan dan

penyajian yang lama menyebabkan konsumsi beras di negara-negara maju. Rice

cooker, yaitu alat penanak nasi dengan tenaga listrik yang bekerja secara

automatik, telah dikembangkan sehingga waktu untuk menanak nasi di rumah

tangga lebih cepat. Penanakan nasi dengan rice cooker ternyata memberi rasa dan

tekstur nasi yang lebih disenangi daripada cara tradisional (Haryadi, 2006).

c. Air yang Digunakan untuk Menanak

Air yang digunakan untuk mencuci dan menanak beras, dapat menjadi

konstribusi arsen pada beras. Jika air yang digunakan memiliki kadar arsen yang

rendah maka kadar arsen pada beras turun, sedangkan kadar arsen yang tinggi

pada air dapat meningkatkan kadar arsen pada beras.

Sebagian besar penelitian melaporkan terjadi perubahan kandungan arsen

pada proses memasak bergantung pada jumlah air, kadar arsen dalam air dan

waktu memasak (Bae, dkk., 2002). Persiapan dan metode memasak dapat

meningkatkan dan menurunkan kadar arsen dalam makanan. Untuk makanan yang

dimasak dengan merebus, penting untuk menggunakan air yang memiliki kadar

17
Universitas Sumatera
Utara
arsen rendah. Kadar arsen dalam makanan dapat menurunkan arsen sebanyak 60%

ketika kadar arsen dalam air rendah dan kelebihan air dibuang (Diaz dkk., 2004:

Devesa, dkk., 2008). Namun, jika air rebusan mengandung arsen, adsorpsi oleh

makanan dapat terjadi, yang menyebabkan peningkatan kadar arsen. Makanan

yang menyerap banyak air, seperti kacang kering dan beras, sangat rentan

terhadap peningkatan konsentrasi arsen.

Air keran termasuk air mineral alami. Air mineral merupakan air yang

mengandung mineral tanpa penambahan dan dengan penambahan; air demineral

dibuat dengan proses pemurnian melalui destilasi, deionisasi dan reverse osmosis

(RO). Air RO bersifat agresif untuk melarutkan logam toksik dan penyerapan

logam toksis akan meningkat jika mineral kalsium dan magnesium sangat rendah

dalam air (Silalahi, 2014). SNI (2015) juga menetapkan persyaratan arsen

maksimal pada air mineral alami 0,05 mg/L sedangkan pada air demineral adalah

0,01 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa kadar arsen pada air RO jauh lebih rendah

dibandingkan air keran.

2.3 Analisis Arsen Dalam Beras

Analisis arsen dalam beras didahului dengan destruksi lalu metode

penetapan kadar dapat dilakukan dengan menggunakan metode Spektrofotometri

Serapan Atom (SSA), Iductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP-MS),

Electrospray Ionization Mass Spectrometry (ESI-MS), dan Atomic Fluorescence

Spectroscopy (AFS) (Xu, dkk., 2008).

18
Universitas Sumatera
Utara
2.3.1 Metode Destruksi

Destruksi merupakan suatu perlakuan pemecahan senyawa menjadi unsur-

unsurnya sehingga dapat dianalisis. Istilah destruksi ini disebut juga perombakan,

yaitu perombakan dari bentuk garam menjadi bentuk logam-logam anorganik.

Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal dalam ilmu kimia, yaitu

destruksi basah (oksida basah) destruksi kering (oksida kering). Kedua destruksi

ini memiliki teknik pengerjaan dan lama pemanasan atau pendestruksian yang

berbeda (Kristianingrum, 2012).

Asam yang banyak digunakan sebagai pelarut dalam destruksi analisis

arsen pada beras adalah penggunaan asam nitrat (HNO3). Selama rentang

beberapa tahun ini banyak penelitian meggunakan mikrowave sebagau alat

destruksi pada analisis arsen pada beras. Penggunaan metode mikrowave ini tidak

membutuhkan waktu yang lama seperti pada penggunaan tanur yang

membutuhkan waktu lebih dari 24 jam. Penelitian yang dilakukan Chatterejee

(1999), kelebihan pengguanaan alat mikrowave yang tertutup dengan vessel juga

mencegah terjadinya penggelembungan dan pembuangan sampel beras yang

diakibatkan suhu dan tekanan yang tinggi, hal ini sering terjadi pada metode

destruksi yang menggunakan tanur.

Kelebihan lain penggunaan mikrowave ini sangat cocok untuk analisis

arsen pada makanan khususnya beras karena selain dapat secara sempurna untuk

mendestruksi sampel beras tanpa mengganggu dan mempengaruhi ikatan karbon

pada logam yang akan dianalisis. Untuk menghindari kemungkinan perubahan As

pada suhu dan tekanan yang tinggi maka digunakan suhu dan tekanan yang lebih

rendah, dan hal ini sangat efektif agar semua jenis arsen dalam beras dapat stabil

19
Universitas Sumatera
Utara
dan dianalisis, akan tetapi membutuhkan waktu yang lebih lama (Bohari, dkk.,

2002; Pearson, dkk., 2007).

2.3.2 Spektrofotometri Serapan Atom

Penggunaan spektrofotometri serapan atom dalam analisis arsen dalam

beras telah banyak dilakukan. Kelebihan dari metode ini tidak adanya gangguan

dari atom lain seperti yang terjadi pada penggunaan ICP-MS selain itu batas

deteksi dari SSA hingga ppb. SSA biasanya digunakan untuk analisis total arsen

dalam makanan seperti beras dan untuk deteksi arsen yang dalam bentuk hidrat.

Berbeda dengan jenis arsen pada metode ICP-MS, pada beberapa penelitian

menyarankan semua bentuk arsen seharusnya dipisahkan terlebih dahulu menjadi

beberapa jenis arsen sebelum dianalisis (Narukawa, dkk., 2005).

Batas Deteksi SSA untuk beberapa logam misalnya As dan Se hanya

sekitar 1 µg/mL dan tidak mampu menentukan untuk tingkay yang lebih rendah.

Ada beberapa zat pereduksi dan sumber atom hidrogen telah diteliti untuk

mereduksi logam menjadi hidridanya. Di dalam merode ini terdapat dua reaksi.

Teknik yang pertama digunakan adalah sistem loham-asam. Dimana dengan

merekasikan Zn dan HCl (p) (Narukawa, dkk., 2005 ).


m+
M
+
Zn(S) + 2HCl ZnCl2(aq) + 2H EHn(g) + H2

M adalah analit dan m bisa sama dengan n atau tidak. (sebagai contoh As3 dan As5

keduanya direduksi menjadi AsH3).

Reaksi logam-asam ini memiliki kekurangan diantaranya waktu yang

diperlukan relatif lama dan reaksi yang terjadi sulit dioptimasikan. Untuk itu

digunakan suatu pereaksi baru dan lebih efektif untuk membentuk hidrida yaitu

natrium boronhidrat (NaBH4) dan HCl(p) untuk menggantikan logam Zn.

20
Universitas Sumatera
Utara
NaBH4 + H2O + HCl H3BO3 + NaCl + 8H Ehn + H2
Em+
Unsur As, Bi, Ge, Pb, Sb, Se, Te, dan Sn dapat direduksi membentuk hidrida

menggunakan natruim borohidrida sebagai bahan pereduksi. Dengan

menggunakan pereaksi ini, waktu yang perlukan ukup singkat untuk membentuk

hidrida dan mudah diatomisasikan juga dan dapat digunakan dalam analisis multi

elemen (Narukawa, dkk., 2005).

Teknik ini dapat dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama, Larutan

sampel direaksikan dengan zat pereduksi setelah ditambahkan asam untuk

menghasilkan uap hidrida dari analit. Kedua, hidrida dikeluarkan dari bejana

generasi menggunakan arus atau gas inert (biasanya argon atau nitrogen) ke dalam

tabung atomisasi atau sumber eksitasi. Ketiga, hidrida diubah menjadi gas atom

logam kemudian dianalisa dengan SSA. Reaksi yang terjadi selama analisa arsen

dengan metode hidrida:


- +
AsO3+ + 2 I + 6 H As3+ + I2 + 3 H2O
- +
2 BH4 + 2 H B2H6 + 2 H2
3+ +
As + 3H2 AsH3 + 3 H
0 2
2 AsH3 2 AS + 3 H

Adapun keuntungan menggunakan teknik generasi hidrida adalah analit

dapatg dipisahkan dari matrik sampel, dimana akan mengurangi potensial

interferensi. Batas deteksi yang dihasilkan dapat mencapai ng/mL atau

dibawahnya karena semua analit dalam 1 hingga 50 mL sampel akan dialirkan ke

dalam atomizer dalam beberapa detik (Narukawa, dkk., 2005).

Sistem peralatan spektrofotometri serapan atom dapat dilihat pada gambar

berikut ini:

21
Universitas Sumatera
Utara
Gambar 2.1. Komponen spektrofotometer serapan atom (Harris, 2009)

Menurut Gandjar dan Rohman (2008), bagian-bagian dari spektrofotometri

serapan atom adalah sebagai berikut:

1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow

cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung

suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat

dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu.

2. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan

dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan

asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu

sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame) dan dengan tanpa

nyala (flameless).

3. Monokromator

Pada spektofomoteri serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk

memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Di

dalam monokromator, terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan

panjang gelombang yang disebut dengan chopper.

22
Universitas Sumatera
Utara
4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui

tempat pengatoman.

5. Amplifier

Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima

dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (readout).

6. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

pencatat hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah

terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi.

Menurut Gandjar dan Rohman (2008), Gangguan-gangguan yang dapat

terjadi pada SSA adalah sebagai berikut:

1. Gangguan oleh penyerapan non atomik (non-atomic absorption)

Penyerapan non-atomik dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh

partikel pengggangu yang berasal di dalam nyala.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi banyaknya atom dalam nyala

Pembentukan atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas di dalam

nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia, yaitu disosiasi senyawa-senyawa

yang tidak sempurna dan ionisasi atom-atom di dalam nyala

3. Gangguan spektrum

Gangguan spektum dalam sprektrofotometri serapan atom timbul akibat

terjadinya tumpang tindih antara frekuensi-frekuensi garis resonansi unsur yang

dianalisis dengan garis-garis yang dipancarkan oleh unsur lain.

23
Universitas Sumatera
Utara
4. Gangguan yang berasal dari matriks

Gangguan ini dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai

nyala. Sifat-sifat matriks sampel yang dapat mengganggu analisis adalah yang

mempengaruhi laju aliran bahan bakar/gas pengoksidasi .

2.8 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaanya (Harmita,

2004). Menurut Harmita (2004), beberapa parameter analisis yang harus

dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

a. Kecermatan (akurasi)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagi

persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan

ditentukan dengan dua cara, yaitu metode simulasi dan metode penambahan baku.

Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan

dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan

pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan

hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang

sebenarnya).

Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode

yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi

tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan

24
Universitas Sumatera
Utara
divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa

penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan

menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat

ditemukan kembali.

b. Keseksamaan

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau

koefisien variasi yang merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian

antara hasill uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk

sampel yang homogen. Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan

(repeatability) atau ketertiruan (reproducibility).

c. Sekektivitas

Selektivias atau spesitisitas suatu metode adalah kemampuannya yang

hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya

komponen lain yang ada di dalam sampel.

d. Lineraitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon

baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika,

menghasilkan suatu hubungan yang proposional terhadap konsentrasi analit dalam

sampel.

e. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi

merupakan kuantitas analit terkecil dalam sampel yang masih dapat memenuhi

kriteria cermat dan seksama.

25
Universitas Sumatera
Utara
BAB III METODE

PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan

maksud untuk mengetahui pengaruh/hubungan antara variabel bebas dengan

variabel terikat. Dalam penelitian ini, perlakuan pada beras merupakan variabel

bebas sedangkan kadar arsen merupakan variabel terikat. Penelitian dilakukan di

Laboratorium Balai Besar Industri Agro di Bogor, Jawa Barat.

3.1 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas laboratorium, blender, rice

cooker, kertas Whatmann No.41, neraca analitik (Mettler Toledo), microwave

(SCP Science), seperangkat alat spektrofotometer serapan atom (GBC 906AA)

dengan nyala udara-argon lengkap dengan lampu katoda arsen. Gambar alat dapat

dilihat pada Lampiran 2, halaman 50.

3.2 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akua

demineralisata, air keran, air RO dan bahan berkualitas pro analisis keluaran E.

merck yaitu asam nitrat 65%, larutan baku arsen 1000 µg/ml, asam klorida 37%,

Natrium borohidrat.

26
Universitas Sumatera
Utara
3.3 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras yang diperoleh

dari beberapa pasar tradisional di Medan. Jumlah beras yang diuji berjumlah 4

beras yang terdiri dari beras putih (Oryza sativa L) dari pasar simpang limun,

beras cokelat (Oryza rufipogon) dari pasar sore padang bulan, beras merah (Oryza

punctata) dari pasar sei kambing dan ketan hitam (Oryza sativa var glutinosa)

dari pasar sore padang bulan. Gambar sampel dapat dilihat pada Lampiran 1,

halaman 49.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposif yang dikenal juga

sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas dasar

pertimbangan bahwa semua jenis beras yang dijual di pasar tradisional Medan

adalah homogen.

3.4.2 Penyiapan Sampel

3.4.2.1 Beras

Beras sebanyak 100 g dicuci bersih dengan air mengalir dan ditiriskan

hingga kering. Kemudian diblender hingga halus. Bagan alir penyiapan sampel

beras dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 51.

3.4.2.2 Hasil Tanakan

Beras sebanyak 150 g dicuci sebanyak 3 kali pengulangan masing-masing

dengan air keran dan air RO. Kemudian, beras dimasukkan kedalam rice cooker

dengan mengunakan masing-masing air keran dan air RO, dimana perbandingan

27
Universitas Sumatera
Utara
beras dengan air keran/air RO adalah 1 : 2. Setelah tanak, didinginkan lalu

ditimbang 100 g. Kemudian diblender hingga halus. Bagan alir penyiapan sampel

hasil tanakan dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 51.

3.4.3 Pembuatan Pereaksi

3.4.3.1 Larutan HNO3 65%

Larutan HNO3 341,25 ml sebanyak 500 mL diencerkan dengan 500 mL

akuades (Kementrian Kesehatan RI, 2014).

3.4.4 Destruksi Sampel

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g lalu dimasukkan ke dalam vessel,

ditambahkan 5 mL HNO3 65% dan 3 mL HCl 37%. Lalu didiamkan selama 10

menit agar sampel larut. Vessel dimasukkan ke dalam microwave dengan suhu
0
180 C selama 30 menit hingga destruksi terjadi sempurna yang ditandai dengan

diperolehnya cairan jernih. Kemudian hasil destruksi didinginkan dan dimasukkan

ke dalam labu ukur 50 mL dan dicukupkan dengan akua demineralisata sampai 50

mL dan disaring dengan kertas Whatmann no 41. (SNI, 1998). Bagan alir

destruksi sampel dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 53.

3.4.5 Analisis Kuantitatif

3.4.5.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Larutan baku induk arsen ( 1000 µg/mL) dipipet 10 mL lalu dimasukkan

ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua

demineralisata (konsentrasi 100µg/mL). Kemudian dipipet 5 mL lalu dimasukkan

ke dalam labu tentukur 500 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua

demineralisata (Konsentrasi 1 µg/mL). Dipipet kembali ( 0, 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5) mL

dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL dan dicukupkan hingga garis tanda

28
Universitas Sumatera
Utara
dengan akua demineralisata hingga diperoleh konsentrasi (0; 0,005; 0,01; 0,015;

0,02; 0,025) µg/mL) dan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan

atom pada panjang gelombang 193,7 nm. Nilai absorbansi dan konsentrasi akan

diplotkan untuk memperoleh kurva kalibrasi kemudian dihitung persamaan regresi

yaitu y = ax+b. Bagan alir pembuatan larutan standar dan pengukuran kurva

kalibrasi arsen dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 54.

3.4.5.2 Penentuan Kadar Arsen

Larutan hasil destruksi sampel, HCl, NaBH4, dialirkan oleh pompa ke

manifolid agar bercampur dan diteruskan ke coli (lingkaran) untuk membentuk

hidrida. Kemudi diukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom

pada panjang gelombang 193,7 nm yang dilengkapi dengan Vapour Hydride

Generation Acessories). Menurut Gandjar dan Rohman (2008), Konsentrasi kadar

arsen dalam sampel dapat dihitung dengan persamaan regresi dari kurva kalibrasi

yaitu:

y = ax+b

Keterangan:

y = Absorbansi

x = Konsentrasi

a = Koefisien regresi (slope = kemiringan)

b = Tetapan regresi (Intrsep)

Kadar arsen dalam sampel dapat dihitung dengan cara:

X (µg/mL)xV(mL)xFp

Kadar (µg/g) =
W (g)

29
Universitas Sumatera
Utara
Keterangan:

X = Konsentrasi analit dalam larutan sampel

V = Volume total larutan sampel yang diperiksa

Fp = Faktor pengenceran

W = Berat sampel

3.4.6 Analisis Data Secara Statistik

3.4.6.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Kadar arsen yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan

sampel dianalisis secara statistik. Menurut Sudjana (2002), standar deviasi dapat

dihitung dengan rumus:

(Xi −X )²
SD = −1

Keterangan:

Xi = Kadar arsen

X = Kadar rata-rata arsen

n = Jumlah pengulangan

Untuk mencari t hitung digunakan rumus:


thitung =
𝑆𝐷 /

Data diterima jika t hitung <t tabel dengan nilai t tabel didapat dari daftar distribusi t

dengan dk = n-1. Tabel distribusi t dapat dilihat pada Lampiran 18, halaman 114.

Untuk menentukan kadar arsen di dalam sampel dengan interval kepercayaan

95%, α = 0.025, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

Kadar Arsen : μ = X ± (t(α/2, dk) x SD / √n )

Keterangan : X = Kadar rata-rata arsen

30
Universitas Sumatera
Utara
SD = Standar Deviasi

dk = Derajat kebebasan (dk = n-1)

α = Interval kepercayaan

n = Jumlah pengulangan

3.4.6.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel

Menurut (Sudjana, 2002) sampel yang dibandingkan adalah independen

dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan variansi (σ) tidak

diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variansi kedua

populasi sama (σ1 = σ2) atau berbeda (σ1 ≠ σ2) dengan menggunakan rumus di

bawah ini:

S12
Fo = 2
S2

Keterangan : Fo = Beda nilai yang dihitung

S1 = Standar deviasi terbesar

S2 = Standar deviasi terkecil

Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan

uji dengan distribusi t dengan rumus :

t0 = (X1 – X2)

Sp √1/n1 + 1/n2

Keterangan : X1 = Kadar rata-rata sampel 1 n 1 = Jumlah perlakuan sampel 1

X2 = Kadar rata-rata sampel 2 n 2 = Jumlah perlakuan sampel 2

Sp = Simpangan baku

jika Fo melewati nilai kritis F, dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus :

t0 = (X1 – X2)

√S1 2/n1 + S22 /n2

31
Universitas Sumatera
Utara
Keterangan : X1 = Kadar rata-rata sampel 1 S1 = Standar deviasi sampel 1

X2 = Kadar rata-rata sampel 2 S2 = Standar deviasi sampel 2

n 1 = Jumlah perlakuan sampel 1 n 2 = Jumlah perlakuan sampel 2

Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila to yang diperoleh melewati nilai

kritis t, dan sebaliknya. Tabe distribusi F dapat dilihat pada Lampiran 19,

halaman 115.

3.4.7 Penilaian Indeks Keamanan Kadar Arsen dalam Beras

Berdasarkan Anonim (2016) WHO menggunakan Daily Intake sebagai

dasar untuk menentukan dan mengetahui toksikologi zat kimia dalam makanan,

air dan lain-lain. Daily Intake (DI) dinyatakan dalam miligram zat kimia

perkilogram berat badan (mg/kg) atau disebut dalam ppm (part per million).

Jumlah asupan beras yang digunakan pada perhitungan DI ini sebanyak 224 g,

berdasarkan pada data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik tahun 2017

bahwa jumlah konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 224 g/hari. Berat

badan orang dewasa rata-rata 60 kg.

I = C x R x fE x D t

Wb x tAvg

Keterangan : I = Asupan (Intake) (mg/kg/hari)

C = Konsentrasi arsen dalam beras (mg/kg)

R = Jumlah asupan per hari (kg/hari)

Fe = Frekuensi pajanan tahunan (350 hari/tahun)

Dt = Durasi pajanan, 30 tahun proyeksi

Wb = Berat badan (kg)

tAvg = Periode waktu rata-rata, 70 tahun x 365 hari

32
Universitas Sumatera
Utara
Setelah diperoleh nilai Daily Intake maka dihitung Excess Cancer Risk

untuk mengetahui apakah nilai tersebut masih aman untuk dikonsumsi dalam

jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan rumus:

ECR = I x CSF

Keterangan: ECR = Excess Cancer Risk

CSF = Cancer Sloped Factor (1,5)

ECR (Excess Cancer Risk) adalah perhitungan risiko kasus kanker yang

akan terjadi dalam setiap 100.000 penduduk jika nilai asupan sebesar I. ECR ≥ 1 x
-5
10 artinya dalam 100.000 penduduk terdapat tambahan kasus kanker, maka

kadar arsen yang terkandung dalam setiap 1 kg beras tidak aman bila dikonsumsi

-5
dengan jumlah tertentu dan sampai waktu tertentu. ECR < 1 x 10 artinya dalam

100.000 penduduk tidak terdapat tambahan kasus, maka kadar arsen yang

terkandung dalam setiap 1 kg beras masih aman bila dikonsumsi dengan jumlah

tertentu dan sampai waktu tertentu (Anonim, 2016).

3.4.8 Validasi Metode

3.4.8.1 Uji Perolehan Kembali

Menurut Harmita (2004), uji perolehan kembali atau recovery dapat

dilakukan dengan metode penambahan larutan standar (standard addition

method). Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan kedalam vessel lalu

ditambahkan larutan baku 0,5 mL dengan konsentrasi 1 µg/mL. Kemudian

ditambahkan 5 mL HNO3 dan 3 mL HCl. Lalu didiamkan selama 10 menit dan


0
didestruksi pada suhu 180 C selama 30. Hasil destruksi didinginkan dan

dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan dicukupkan dengan akua

demineralisata sampai 50 mL dan disaring dengan kertas Whatmann no 41.

33
Universitas Sumatera
Utara
Kemudian larutan diukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom

pada panjang gelombang 193,7 nm. Menurut Harmita (2004), persen perolehan

kembali dapat dihitung dengan rumus :

% Perolehan Kembali = (CF-CA)/C*A x 100%

Keterangan : CA = Kadar logam dalam sampel sebelum penambatan baku

CF = Kadar logam dalam sampel setelah penambatan baku

C*A = Kadar larutan yang ditambahkan

3.4.8.2 Simpangan Baku Relatif

Menurut Harmita (2004), keseksamaan atau presisi diukur sebagai

simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi. Adapun rumus untuk untuk

menghitung simpangan baku relatif adalah :


𝑆𝐷
RSD = x 100%

Keterangan : X = Kadar rata-rata sampel

SD = Standar Devisiasi

RSD = Relative Standard Deviatio

3.4.8.3 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Menurut Harmita (2004) batas deteksi (LOD) dan batas kuantitas (LOQ)

ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

𝛶− 𝛶𝑖 2
Simpangan Baku ( 𝑆 ) =
−2

3𝑥
Batas Deteksi (LOD) = 𝑆
𝑙𝑒
10 𝑥
Batas kuantitasi (LOQ) = 𝑆

𝑙𝑒

34
Universitas Sumatera
Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kurva Kalibrasi Arsen

Kurva kalibrasi arsen diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari

larutan baku pada panjang gelombang 193,7 nm. Dalam praktik disarankan untuk

membuat minimal empat konsentrasi baku yang berbeda dan satu blanko untuk

membuat kurva kalibrasi yang linear yang menyebabkan hubungan antara

absorbansi (A) dengan konsentrasi analit untuk melakukan analisis (Gandjar dan

Rohman, 2007). Dari pengukuran kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis

regresi yaitu Y = 0,007655X – 0,001288. Kurva kalibrasi larutan baku arsen dapat

dilihat pada Gambar 4.1.


Absorbansi

0.2
0.15
0.1
Y = 0,007655X - 0,001288
0.05
r = 0,9998
0
-0.05 0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi ( µg/L)

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Arsen

Berdasarkan kurva di atas diperoleh hubungan yang linear antara

konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) arsen sebesar 0,9998.

Nilai ini r ≥ 0,9995 menunjukkan adanya korelasi linear yang menyatakan adanya

hubungan antara X (Konsentrasi) dan Y (Absorbansi) (Harmita, 2014). Data hasil

pengukuran absorbansi larutan baku dan perhitungan persamaan garis regresi dan

koefisien korelasi dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 54.

35
Universitas Sumatera
Utara
4.2 Kadar Arsen dalam Beras dan Hasil Tanakannya

Konsentrasi arsen dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis

regresi kurva kalibrasi larutan baku arsen. Data hasil analisis kadar sampel dapat

dilihat pada Lampiran 8, halaman 56. Contoh perhitungan kadar arsen dapat

dilihat pada Lampiran 9, halaman 60. Contoh perhitungan persentase penurunan

kadar arsen pada sampel dapat dilihat pada Lampiran 12, halaman 108.

Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik, perhitungannya dapat

dilihat pada Lampiran 10, halaman 61. Berdasarkan hasil perhitungan statistik

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar arsen antara beras dan

hasil tanakannya, perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 92.

Kadar arsen dalam beras dan hasil tanakannya dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Kadar Arsen dalam Beras dan Hasil tanakannya

No. Sampel Kadar Arsen (mg/kg) Penurunan Kadar


(%)
Sebelum Setelah Setelah Setelah Setelah
Ditanak Ditanak Ditanak Ditanak Ditanak
dengan Air dengan Air dengan dengan
RO Keran Air RO Air
Keran
1. Beras 0,0693± 0,0541± 0,0614± 21,93 11,40
Putih 0,0032 0,0039 0,0034
2. Beras 0,0830± 0,0662± 0,0743± 20,24 10,48
Cokelat 0,0040 0,0139 0,0072
3. Beras 0,3061± 0,2450± 0,2787± 19,96 8,95
Merah 0,0096 0,0043 0,0131
4. Ketan 0,1091± 0,0865± 0,0984± 20,72 9,81
Hitam 0,0043 0,0032 0,0049
Catatan : Kadar arsen dalam tabel merupakan hasil kadar arsen rata-rata 6 kali
pengulangan dari masing-masing sampel, kemudian dilanjutkan dengan
perhitungan statsitik.

36
Universitas Sumatera
Utara
Kadar Arsen (mg/kg)
0.4
0.3
0.2
0.1 Sebelum Ditanak
0 Setelah Ditanak Air Keran
Beras Putih Beras Beras Ketan Setelah Ditanak Air RO
Cokelat merah hitam
Jenis Beras

Gambar 4.2 Diagram pengaruh proses penanakan menggunakan air RO dan


air keran terhadap kadar arsen dalam berbagai jenis beras

Berdasarkan Tablel 4.1 dan Gambar 4.2 menunjukkan terdapat perbedaan

kadar arsen pada beras dan hasil tanakannya. Ada 4 jenis beras yang diuji yaitu

beras putih, beras cokelat, beras merah dan ketan hitam. Kadar arsen tertinggi

0,3061 mg/kg terdapat pada beras merah, dimana kadar ini sudah melebihi standar

WHO (2014) yaitu 0,3 mg/kg. Sedangkan kadar arsen terendah 0,0693 mg/kg

yang terdapat pada beras putih. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Ginting

(2018) bahwa hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia diperoleh kadar arsen

tertinggi pada beras merah mencapai 3,71 mg/kg. Hal yang sama juga dilaporkan

oleh Xue-Liang, dkk., (2007) bahwa penelitian yang dilakukan di Prancis, Italia,

dan Amerika menunjukkan kadar arsen pada beras merah (0,58 mg/kg) lebih

tinggi dibandingkan pada beras putih (0,14-0,25 mg/kg), cokelat (0,28-0,3 mg/kg)

dan hitam (0,16-0,18 mg/kg) yang terdapat pada negara tersebut. Selain itu juga

penelitian yang dilakukan Food Drug Administration pada tahun 2012 hingga

2013 dari 200 sampel dari seluruh wilayah Amerika terdiri dari beras dan produk

makanan olahan dari beras, menemukan bahwa tingginya kandungan arsen dalam

beras merah dibandingkan beras putih.

Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya kadar arsen pada beras. Jika

kadar arsen pada air irigasi dan lingkungan beras tinggi maka kadar arsen pada

37
Universitas Sumatera
Utara
beras juga tinggi, begitu sebaliknya. Hal ini juga berhubungan erat dengan

perbedaan genetik dari beras serta tempat lingkungan beras tumbuh telah

terkontaminasi oleh arsen juga menyebabkan perbedaan kadar arsen (Williams,

dkk., 2006; Duxbury, dkk., 2003).

Pada penelitian ini, proses penanakan beras menggunakan 2 jenis air yaitu

air RO dan air keran. Air yang digunakan dapat mengurangi kadar arsen pada

hasil tanakannya. Pada beras putih setelah ditanak menggunakan air RO

mengalami penurunan kadar arsen sebesar 21,93% sedangkan setelah ditanak

menggunakan air keran mengalami penurunan kadar sebesar 11,40 %. Pada beras

cokelat setelah ditanak menggunakan air RO kadar arsen mengalami penurunan

kadar sebesar 20,24% sedangkan setelah ditanak menggunakan air keran

mengalami penurunan kadar sebesar 10,48 %. Pada beras merah setelah ditanak

menggunakan air RO kadar arsen mengalami penurunan kadar sebesar 19,96%

sedangkan setelah ditanak menggunakan air keran mengalami penurunan kadar

sebesar 8,95%. Pada ketan hitam kadar arsen setelah ditanak menggunakan air RO

kadar arsen mengalami penurunan kadar sebesar 20,75% sedangkan setelah

ditanak dengan air keran mengalami penurunan kadar sebesar 9,81%.

Penelitian sebelumnya juga telah dilakukan, berdasarkan penelitian Pal,

dkk., (2009) menunjukkan bahwa proses penanakan dapat menurunkan kadar

arsen hingga 8%-58% dan pada penelitian ini menggunakan air dengan kadar

arsen yang rendah. Selain itu, penelitian Sengupta, dkk., (2006) juga

menunjukkan bahwa proses penanakan dapat mengurangi kadar arsen hingga 28%

dan pada penelitian ini menggunakan sumber air (air keran, air sumur dan air

hujan). Demikian pula penelitian Halder, dkk., (2014) menunjukkan bahwa proses

38
Universitas Sumatera
Utara
penanakan yang menggunakan air keran dapat menurunkan kadar arsen dari 7,5%

- 66,3%. Berdasarkan penelitian Paravenhvar (2015) menunjukkan bahwa pada

beras yang telah ditanak dapat mengurangi kadar arsen sebesar 2,8% - 13,8%.

Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa penurunan kadar arsen terbesar

yaitu setelah ditanak dengan menggunakan air RO yaitu 21,93%. Air RO adalah

air yang tidak mengandung mineral dan juga tidak mengandung zat-zat berbahaya

baik zat beracun ataupun bakteri. Hal ini disebabkan karena air RO tidak

mengandung mineral dan pencemaran yang berbahaya bagi kesehatan. Selain itu,

air RO juga memiliki kemampuan untuk menyerap logam-logam toksis karena

kandungan mineral kalsium dan magnesium sangat rendah dalam air RO (Silalahi,

2014). Maka dalam hal ini, arsen yang ada dalam beras akan lebih mudah diserap

oleh air RO dibandingkan air keran dikarenakan kandungan mineral pada air RO

lebih rendah. SNI (2015) juga menetapkan persyaratan arsen maksimal pada air

mineral alami 0,05 mg/L sedangkan pada air demineral adalah 0,01 mg/L. Hal ini

menunjukkan bahwa kadar arsen pada air RO jauh lebih rendah dibandingkan air

keran.

3.3 Indeks Keamanan Arsen dalam Beras

Perhitungan indeks keamanan arsen dalam beras berdasarkan WHO (2014)

diperoleh melalui perhitungan asupan harian (Daily Intake) kemudian dilanjutkan

perhitungan Excess Cancer Risk (ECR). Perhitungan indeks keamanan arsen

dalam beras dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 109. Indeks keamanan arsen

dalam beras dapat dilihat pada Tabel 4.2.

39
Universitas Sumatera
Utara
Tabel 4.2 Indeks Keamanan Arsen dalam Beras
No. Sampel Kadar Daily Intake ECR Syarat
Arsen (mg/kg/hari) (Resiko Aman ECR
-5
(mg/kg) kanker) (< 1x10 )
(mg/kg/hari)
-4 -4
1. Beras Putih 0,0693 1,1 × 10 1,6 × 10 Tidak
Aman
-4 -4
2. Beras 0,0830 1,3 × 10 1,9 × 10 Tidak
Cokelat Aman
-4 -4
3. Beras Merah 0,3061 4,7 × 10 7,1× 10 Tidak
Aman
-4 -4
4. Ketan Hitam 0,1091 1,7 × 10 2,5× 10 Tidak
Aman
Catatan: Indeks keamanan arsen dalam beras dihitung berdasarkan konsumsi
beras di Indonesia yaitu 224 g/hari/orang.

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai ECR pada beras putih,

-5
beras cokelat, beras merah, dan ketan hitam lebih besar dari 1 x 10 , artinya

dalam 100.000 penduduk terdapat tambahan kasus kanker, maka beras tidak aman

bila dikonsumsi 224 g selama 350 hari/tahun dalam jangka waktu 30 tahun oleh

berat badan 60 kg atau kurang. Paparan arsen kronik dapat menyebabkan

gangguan pada sistem biologis seperti pencernaan, pernapasan, kardiovaskular,

hematopiek, endokrin, ginjal, saraf, dan reproduksi, yang akhirnya menyebabkan

kanker. Asupan harian pada 1 mg arsen dapat menyebabkan efek pada kulit dalam

beberapa tahun (Smith, dkk., 2009).

Tingginya kadar ECR sangat dipengaruhi oleh tingginya konsumsi beras

di Indonesia yaitu 224 g/hari/orang menurut Badan Pusat Statistik Indonesia tahun

2017. Semakin tinggi tingkat konsumsi beras maka akan tinggi juga nilai ECR.

Standar kadar arsen dalam beras yang ditetapkan oleh WHO yaitu 0,3 mg/kg

masih sangat tinggi jiika digunakan sebagai standar di Indonesia, jika

dibandingkan konsumsi beras di Amerika dan Eropa yaitu 9 – 50 g/hari/orang. Di

beberapa negara Asia seperti Cina dan Jepang yang juga mayoritas masyarakatnya

40
Universitas Sumatera
Utara
masih banyak mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok, standar WHO

tersebut tidak digunakan, mengingat nilai 0,3 mg/kg masih menimbulkan risiko

kanker. Badan Pengawas Obat dan Makanan Jepang menetapkan 0,01 mg/kg

untuk kadar arsen dalam beras, sedangkan di Cina 0,15 mg/kg. Di beberapa

negara Asia merupakan pengkonsumsi beras yang sangat tinggi dari 200 – 400

g/hari/orang. Hal ini menyebabkan khususnya Indonesia dan negara-negara di

Asia lebih banyak berisiko terpapar arsen dari beras (Fu, dkk., 2011; Narukawa,

dkk., 2012).

3.4 Validasi Metode

3.4.1 Uji Perolehan Kembali

Hasil Uji perolehan kembali (recovery) kadar arsen setelah penambahan

masing-masing larutan baku arsen dalam sampel dapat dilihat pada lampiran 14,

halaman 110. Nilai uji perolehan kembali arsen dapat dilihat pada Tabel 4.3,

sedangkan perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 15, halaman 111.

Tabel 4.3 Nilai Uji Perolehan Kembali

Rata-rata Recovery (%) Syarat Rentang Recovery (%)


96,79 80-120
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahawa persen uji perolehan kembali

kadar arsen dalam sampel beras dan hasil tanakannya diperoleh 96,79 %. Persen

uji perolehan kembali tersebut menunjukkan kecermatan kerja yang baik pada saat

pemeriksaan kadar arsen dalam sampel beras dan hasil tanakannya. Hasil uji

perolehan kembali ini memenuhi syarat akurasi yang telah ditetapkan, rata-rata

hasil perolehan kembali berada pada rentang 80 - 120% (Erner, 2005).

41
Universitas Sumatera
Utara
3.4.2 Simpangan Baku Relatif

Nilai simpangan baku (SD) dan simpangan baku relatif (RSD) untuk arsen

pada sampel dapat dilihat pada Tabel 4.4, sedangkan perhitungannya dapat dilihat

pada Lampiran 16, halaman 112.

Tabel 4.4 Nilai Simpangan Baku dan Simpangan Baku Relatif

Simpangan Baku Simpangan Baku Relatif (%)


8,70 8,99

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat nilai simpangan baku diperoleh 8,70;

sedangkan nilai simpangan baku relatif diperoleh 8,99%, Menurut Harmita

(2004), nilai simpangan baku untuk analit dengan kadar part per million adalah

tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) nilai

simpangan baku relatif tidak lebih dari 32%. Dari hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki presisi yang baik (Harmita,

2004).

3.4.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Nilai batas deteksi (LOD) dan kuantitasi (LOQ) untuk arsen pada sampel

dapat dilihat pada Tabel 4.5, sedangkan perhitungannya dapat dilihat pada

Lampiran 17, halaman 113.

Tabel 4.5 Nilai Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi


Batas Deteksi ( µg/mL) Batas Kuantitasi (µg/mL)
0,0007 0,0022

Berdasarkan Tabel 3.5 dapat dilihat batas deteksi yaitu 0,0007 µg/mL dan

batas kuantitasi yaitu 0,0022 µg/mL. Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa

semua hasil yang diperoleh pada pengukuran sampel berada di atas batas deteksi

dan batas kuantitasi.

42
Universitas Sumatera
Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti

menyimpulkan sebagai berikut:

a. Kadar arsen antara beras dan hasil tanakannya (ditanak menggunakan air

RO dan air keran) berbeda. Dimana, proses penanakan dapat menurunkan

kadar arsen pada hasil tanakannya. Penurunan kadar arsen tertinggi

menggunakan air RO yaitu 21,93% dan penurunan kadar aren tertinggi

menggunakan air keran yaitu 11,40%.

b. Asupan harian yang diperoleh dari kadar arsen dalam beras tidak dalam

batas aman, yang ditetapkan oleh WHO.

5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti

menyarankan sebagai berikut:

a. Disarankan kepada Departemen Kesehatan RI untuk melakukan regulasi

persyaratan kadar arsen pada beras dan hasil tanakannya, diharapkan

kadar yang ditetapkan jauh lebih rendah dari yang ditetapkan WHO yaitu

0,3 mg/kg.

b. Disarankan kapada peneliti selanjutnya, untuk membandingkan kadar

arsen pada beras yang ditanak secara tradisional dan modern.

43
Universitas Sumatera
Utara
DAFTAR PUSTAKA

AAK. (1990). Budidaya Tanaman Padi. Jakarta: Kanisius. Hal. 15-32.


Ahmed, A. T. A., Mandal, S., Chowdury, A. D., Tareq, M. R. A., Rahman, M. M.
(2015). Bioaccumulation of Same Heavy Metals in Ayre Fish (Sperata Aor
Hamilton, 1882), Sediment and Water of Dhaleshwari River in Dry Season.
Journal of Toxicology and Environmental Health Science. 40 (1): 148-150.
Anonim. (2011). Evaluation of Certain Contaminants in Food: Eighty-Third
Report of the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives. Food
and Agriculture Organization of the United Nations/ World Health
Organization. Hal. 38-39.
Anonim. (2013). Analytical Results from Inoganic Arsenic in Rice and Products
Sampling September 2013. U. S. Food Drug Administration. Hal. 19-20.
Anonim. (2016) FDA Center for Food Safety and Applied Nutrion: Arsenic in
Rice and Rice Products Risk Assessment Report. Food and Drug
Administration. Version Released for Public Comment. Hal. 1-11.
Bae, M., Watanabe., C., Inaoka, T., Sekiyama, M., Sudo, N., Bokul, M. H., dan
Ohtsuka, R. (2002). Arsenic in Cooked Rice in Bangladesh. Lancet. 360
(9348): 1839-1840.
Batres-Marquez, S. P., Jensen, H. H., dan Upton, J. (2009). Rice Consumption in
The United State: Recent Evidence from Food Consumption Surveys.
Journal of the American Dieteti Association. 109 (59): 1719-1721.
Bhattacharya, P., Samal, A. C., Majumdar, J., dan Santra, S. C. (2010). Arsenic in
Contamination in Rice, Wheat, Pulse, and Vegetablesc: a Study in an
Arsenic Affected Area in India. Water Air Soil Pollut. 213 (11): 3-13.
Bohari, Y., Lobos, G., Pinochet, H., Pannier, F., Astruc, A., dan Potin-Gautier, M.
(2002). Specification of Arsenic in Plants by HPLC-HG-AFS, Extraction
Optimisation on CRM Materials and Application to Cultivated Samples. J.
Environ. Monit. 4: 559.
Carey, M., Jiujin, X., Farias, J. G., dan Meharg, A. A. (2015). Research Artilcle:
Rethinking Rice Preparation for Highly Efficient Removal of Inorganic
Arsenic Using Percolating Cooking Water. Plos one. 10 (7): 3-12.
Cerveira, C., Pozebon, D., Moraes, P. D., Moraes, D. P. D., dan Fraga, J. C. D.
(2015). Speciation of Inorganic Arsenic in Rice Using Hydride Generation
Atomic Absorption Spectrometry (HG-AAS). Anal. Methods. 7 (11): 4528-
4534.
Chatterjee, A. (1999). Behaviour of Anionic Arsenic Compounds in Microwave
System with Nitric Acid and Hydrogen Peroxide-Preliminary Laboratory
Study. The Science of the Total Environment. 228 (9): 28.

44
Universitas Sumatera
Utara
Chen, B., Corns, W., Stockwell, P. B., dan Hunag, J. H. (2014). Accurate Fast
Screening for Total and Inorganic Arsenic in Rice Grains Using Hydride
Generation Atomic Flourescence Spectrofotometry (HG-AFS). Anal.
Methods. 18 (3): 222-229.
Cleland, B., Tsuchiya, A., Kalman, D., Dills, R., Burbacher, T. M., White, J. W.,
Faustman, E. M., dan Marien, K. (2009). Arsenic Exposure Within The
Korea Community (United State) Based on Dietary Behaviour and Arsenic
Levels in Hair, Urine, Air, and Water. Environmental Health Perspective.
117 (4): 632-634.
Cubadda, F., D’amto, M., Aureli, F., Raggi, A., dan Mantovani, A. (2016).
Dietary Exposure of the Italian Population to Inorganic Arsenic: The 2012-
2014 Total Diet Study. Food and Chemical Toxicology. 3 (3): 7-15.
Darmono. (2001). Lingkunagn Hidup dan Pencemaran, Hubungannya dengan
Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: UI-Press. Hal. 132-133.
Das, H. K., Mitra A. K., Sengupta P. K., Hossain A., Islam F., dan Rabbani G. H.
(2004). Arsenic Concentrations in Rice, Vegetables, and Fish in Bangladesh
a Preliminary Study: Enviromental International. 30: 383-387.
Devesa, V., Velez, D., dan Montoro, R. (2008). Effect of Thermal Treatments on
Arsenic Species Contents in Food. Food and Chemical Toxicology. 46: 1-8.
Diaz, P. O., Leyton, I., Munoz, O., Nunez, N., Devesa, V., Suner, M. A., Velez,
D., dan Montoro, R. (2004). Conribution of Water, bread, and Vegetables
(Raw dan Cooked) to Dietary Intake of Inorganic Arsenic in a Rural Village
of Northern Chile. J. Agric. Food Chem. 52 (6): 1773-1779.
Duxbury J. M., Mayer A. B., Lauren J. G., dan Hassan N. (2003). Food Chain
Aspects of Arsenic Contamination in Bangladesh: Effects on Quality and
Productivity of Rice: Journal of Enviromental Science and Health. 38 (1):
61-69.
Fu, Y., Chen., M., Bi, X., He, Y., Ren, L., Xiang, W., Qiao, S., Yan, S., Li, Z,.,
dan Ma, Z. (2011). Occurance of Arsenic in Brown Rice and Its
Relationship to Soil Properties from Hainan Island, China. Environmental
Pollution . 159 (11): 1757-1762.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2008). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan III.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 298, 305-312,319.
Ginting, E. E. (2018). Analisis Arsen pada Berbagai Jenis Beras yang Beredar di
Kota Medan Dengan Spektrofotometer Serapan Atom. Tesis. Medan:
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Hal. 8-60.
Halder, D., Biswas, A., Slejkovec. Z., Chatterjee, D., Jerome, N. Jacks, G., dan
Bhattacharya, P. (2014). Arsenic Species in Raw in Cooked Rice:
Implications for Human Health in Rural Bengal. Science of the Total
Environment. 497 (10): 203.

45
Universitas Sumatera
Utara
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitunganya.
Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1 (3): 117-122, 127-130.
Harris, D. C. (2009). Exploring Chemical Abalysis. Fourth Edition. USA: W. H.
Freeman and Compant. Hal. 441.
Haryadi. (2006). Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Hal. 97-99.
Ismunandar. (2007). Kimia Populer: Dari Kasus Merkuri Sampai energi
Matahari. Bandung: ITB. Hal. 1.
Kementerian Kesehatan, RI. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta:
Departemen Kesehatan. Hal. 1690.
Kristianingrum, S. (2012). Kajian Berbagai Proses Destruksi Sampel dan
Efeknya. Prosiding Seminar Nasional Penelitian. Pendidikan dan Penerapan
MIPA, Fakultas MIPA. Universitas Negeri Yogyakarta. Hal. 197.
Meharg, A. A., Adomaco, E., Lawgali, Y., Deacon, C. dan Williams, P. (2007).
Contract C101045: Levels Arsenic in Rice. Literature Review. Hal. 9-10.
Meharg, A. A., Lombi, E., Williams, N. P., Scheckel, G. K., Feldmann, J., Raab,
A., Zhu, Y., dan Islam, R. (2008). Speciation and Localization of Arsenic in
White and Brown Rice Grains. JEnvironmental Science & Technology. 42
(8): 1054.
Narukawa, T., Kurolwa, T., Inagaki, K., Takatsu, A., dan Chiba, K. (2005).
Decomposition of Organoarsenic Compounds for Total Arsenis
Determination in Marine Organism by the Hydride Generation Technique.
Journal Applied Organo Chemistry. 19 (2): 239-241.
Narukawa, T., Hioki, A., dan Chiba, K., (2012). Speciation and Monitoring Test
for Inorganic Arsenic in White Rice. Journal Agriculture Food Chemistry.
58 (14): 813-818.
Oguri, T., Yoshinaga, J., Tao, H., dan Nakazato, T. (2014). Inorganic Arsenic in
The Japanese Diet: Daily Intake and Source. Journal Environt Contam
Toxic. 66: 102-106.
Pal, A., Chowdhury, U. K., Mondal, D., Das, B., Nayak, B., Ghosh, A., Maity, S.,
dan Chakraborti, D. (2009). Arsenic Burden from Cooked Rice in the
Populations of Arsenic Affected and Non-Affected Areas and Kolkata City
in West-Bengal, India. Enviromental Science & Technology. 43 (9): 3351.
Parvanehvar, A. The Fate of Total Arsenic Content in Rice for Several Processing
Variables: Rinsing and High Volume Cook Water. (2015). Chicago:
Proquest. Hal. 36.
Pearson, G. F., Greenway, G. M., Brima, E. I., dan Harris, P. I. (2007). Rapid
Arsenic Speciation Using Ion Pair LC-ICPMS with a Monolitic Silica
Column Reveals Increased Urinary Dma Excretion After Ingestion in Rice.
J. Anal. At. Spectrom. 22 (3): 364.

46
Universitas Sumatera
Utara
Phan, K., Sthiannopkao, S., Heng, S., Phan, S., Huoy, L., Wong, M. H., Huoy, L.,
Wong, M. H., dan Kim, K. W. (2013). Arsenic Contamination in the Food
Chain and Its risk Assement of Population Residing in Thailand. Journal of
Hazardous Materials. 262 (9): 1064-1071.
Raber, G., Stock, N., Hanel, P., Murko, M., Navratilova, J., dan Francesco, K. A.
(2012). An Improved HPLC-ICPMS Method for Determing Arsenic in
Food: Application to Rice, Wheat, and Tuna Fish. Food Chemistry. 134 (9):
524-529.
Sauve, S. (2014). Time to Revisit Arsenic Regulations: Comparing Drinking
Water and Rice. Rivew Article. Sauve BM Public Health. 14 (17): 2-5.
Htttp://www.biomedicentral.om/1471-2458/14/465. Diakses pada tanggal
08 Mei 2018.
Sengupta, M. K., Hossain, M.A., Mukherjee, A., Ahamed, S., Das, B., Nayak, B.,
Pal, A., dan Chakraborti, D. (2006). Arsenic Burden of Cooked Rice:
Traditional an Modern Methods. Food and Chemical Toxicology. 44: 1823-
1829.
Sembel, D. T. (2015). Toksikologi Lingkungan: Dampak Pencemaran dari
Berbagai Bahan Kimia dalam Kehidupan Sehari-hari. Yogyakarta: CV
Andi Offset. Hal. 113-115.
Sigrist, M., Hibe, N., Brusa, L., Campagnoli, D., dan Beldomenico, H. (2016).
Total Arsenic in Selected Food Samples Argentina: Estimation of Their
Contribution to Inorganic Dietary Intake. Journal Food Chemistry. 210
(20): 96-101.
Silalahi, J. (2014). Dampak Negatif Air Minum Reverse Osmosis (RO) terhadap
Kesehatan. Journal of the Indonesian Medical Association. 64 (5) : 215-217.
Smith, H. A., Marshall, G., Yuan, Y., Ferreccio, B., Liaw, J., Ehrenstein, O.
(2006). Increased Mortality from Lung Cancer and Bronchiectasis in Young
Adults After Sxposure to Arsenic in Utero and in Early Childhood. Journal
Environmental health Prespectives. 114 (8): 1293-1295.
Smith, E., Kempson, I., Juhasz, A. L., Weber, J., Skinner, W. M., dan Grafe, M.
(2009). Localization an Speciation of Arsenic and Trace Element in Rice
Tissues. Chemosphere. 76 (11): 536.
SNI. (1998). Cara Uji Arsen dalam Makanan. SNI.01-4866-1988. Badan
Standardisasi Nasional. Hal. 1-2.
SNI. (2008). Beras. SNI 6128:2008. Badan Standardisasi Nasional. Hal. 1.
SNI. (2015). Air Demineral. SNI 6241:2015. Badan Standardisasi Nasional. Hal.
2.
SNI. (2015). Air Mineral Alami. SNI 6242:2015. Badan Standardisasi Nasional.
Hal. 2.
Sudjana. (2002). Metode Statistika. Edisi Keenam. Bandung: Tarsito. Hal. 168-
254.

47
Universitas Sumatera
Utara
Tyler, C., dan Allan, A. M. (2014). The Effets of Arsenic Exposure on
Neurological an Cognitive Dysfunction in Human and Rodent Studies: A
Review. Curr Enivir Health Rpt. 1: 132-147.\
Widowati, W., Sastiono, A., dan Jusuf, R. (2008). Efek Toksik Logam,
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Edisi I. Yogyakarta: C.V
Andi Offset. Hal. 15-35.
Williams, P. N., Islam, M. R., Adomako, E, E., Raab, A., Hossain, S. A., Zhu, Y.
G., Feldmann, J., dam Meharg, A. A., (2006). Increase in Rice Grain
Arsenic for Regions of Bangladesh Irrigating Paddies with Elevated Arsenic
in GroundWaters. Environmenalt Science & Technology. 40 (16): 4903..
Xu, X. Y., Megrath, S. P., Meharg, A. A., dan Zhao, F. J. (2008). Growing Rice
Accrobically Markedly Decreases Accumulation. Environmental Science &
Tehnology. 42 (15): 5575-5577.
Xue-Liang, R., Qing-Long, L., Dian-Xing, W., dan Qing-Yao, S. (2006).
Varieations in Concentration an Distribution of Helath Related Elements
Affected by Environmental and Genotypic Differences in Rice Grains. Rice
Science. 13 (3): 170-178.
Yonathan, C., dan Suhendra, A. (2014). Perbandingan Pengaruh Nasi Putih
dengan Nasi Merah terhadap Kadar Glukosa Darah. Jurnal Kedokteran. 6
(2): 1-4.

48
Universitas Sumatera
Utara
Lampiran 1. Gambar Sampel

Gambar 1. Beras

Gambar 2. Hasil Tanakan


Lampiran 2. Gambar Alat

Gambar 3. Microwave

Gambar 4. Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom (AAS)


Lampiran 3. Bagan Alir Proses Penyiapan Sampel Beras

100 gram beras

Dicuci bersih dengan air mengalir


Ditiriskan sampai air cuciannya kering
Digiling menggunakan blender

Sampel

Lampiran 4. Bagan Alir Proses Penyiapan Sampel Hasil Tanakan

150 gram beras

Dicuci sebanyak 3 kali pengulangan masing-


masing beras dengan ai RO dan air keran

Ditanak dengan rice cooker menggunakan


masing-masing dengan air RO dan air keran
dengan perbandingan beras dengan air RO/air
keran (1:2)

Dibiarkan dingin setelah ditanak, kemudian


ditimbang 100 gram

Sampel
Lampiran 5. Bagan Alir Destruksi Sampel dan Pengukuran Kadar Arsen

Sampel

Ditimbang 0,5 gram sampel


Dimasukkan ke dalam tabung vessel

Ditambahkan 5 ml HNO3 dan 3 ml HCl


Didiamkan selama 10 menit, lalu vessel dimasukkan ke
0
dalam microwave dengan suhu 180 C selama 30 menit

Dimasukkan larutan destruksi ke dalam labu ukur 50 ml

Dicukupkan dengan akua demineralisata sampai 50 ml

Disaring dengan kertas whatmann no. 41

Larutan Destruksi

Diukur dengan menggunakan spekrofotometer


serapan atom pada panjang gelombang 193,7 nm

Hasil
Lampiran 6. Bagan Alir Pembuatan Larutan Standar dan Pengukuran Kurva

Kalibrasi Arsen

Larutan Baku Induk Arsen 1000 µg/mL

Dipipet sebanyak 10 mL lartuan baku induk arsen


Dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL
Diencerkan hingga garis tanda dengan aqua
demineralisata

Larutan Baku Antara I


100 µg/mL

Dipipet sebanyak 5 mL

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 500 mL

Diencerkan hingga garis tanda dengan aqua


demineralisata

Larutan Induk Antara II


1 µg/mL

Dipipet masing-masing sebanyak 0; 0,5 mL; 1


mL; 1,5 mL; 2 mL; 2,5 mL
Dimasukkan ke dalam 5 buah labu tentukur 100 mL

Diencerkan hingga garis tanda dengan akua


demineralisata dan dihomogenkan
Diukur absorbansi pada ʎ = 193,7 nm

Hasil
Lampiran 7. Data Kalibrasi Arsen dengan Spektrofotometer Serapan Atom,
Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi

Konsentrasi (µg/L) Absorbansi


No.
(X) (Y)
1. 0,0000 -0,0032
2. 5,0000 0,0381
3. 10,0000 0,0774
4. 15,0000 0,1136
5. 20,0000 0,1504
6. 25,0000 0,1901

2 2
No X Y XY X Y
1. 0,0000 -0,0032 0,0000 0,0000 0,00001024
2. 5,0000 0,0381 0,1905 25,0000 0,00145161
3. 10,0000 0,0774 0,7740 100,0000 0,00599076
4. 15,0000 0,1136 1,7040 225,0000 0,01290496
5. 20,0000 0,1504 3,0080 400,0000 0,02262016
6. 25,0000 0,1901 4,7525 625,0000 0,03613801
75,0000 0,5664 10,4290 1375,0000 0,07911574

X= 12,5000 Y= 0,0944

a = ΣXY – ((ΣX x ΣY) / n)

2 2
ΣX – (ΣX) / n

a = 10,4290 – (75,0000 x 0,5664) / 6

2
(1375,000) – (75,0000) / 6

a = 3,349

437,5

a = 0,007655

b = y – ax
y = ax + b
Lampiran 7. Data Kalibrasi Arsen dengan Spektrofotometer Serapan Atom,
Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi
(Lanjutan)

= 0,0944 – (0,007655)(12,5000)

= - 0,001288

Maka, persamaan garis regresinya adalah: y = 0,007655x - 0,001288

2
XY − X. Y/n
=
X Y
X2 − 2 Y2 − 2
n n

10,4290 − 75,0000 (0,5664)/6


=
75 ,0000 0,5664
1375,0000 − 2 0,079115 − 2
6 6

= 0,9998
Lampiran 8. Data Hasil Analisis Kadar Arsen dalam Sampel

Sampel Perlakuan No Berat Sampel Absorbansi Konsentrasi Kadar


(g) (µg/L) (mg/kg)
Beras Sebelum 1. 0,5078 0,0041 0,7093 0,0693
Putih Ditanak 2. 0,5027 0,0039 0,6777 0,0674
3. 0,5057 0,0043 0,7300 0,0723
4. 0,5013 0,0051 0,8345 0,0832
5. 0,5021 0,0042 0,7169 0,0714
6. 0,5011 0,0038 0,6647 0,0663
Rata-rata 0,0717
Ditanak 1. 0,5001 0,0026 0,5079 0,0508
dengan air 2. 0,5052 0,0028 0,5340 0,0529
RO 3. 0,5011 0,0027 0,5210 0,0520
4. 0,5003 0,0031 0,5732 0,0573
5. 0,5092 0,0032 0,5863 0,0576
6. 0,5009 0.0043 0,7300 0,0729
Rata-rata 0,0573
Ditanak 1. 0,5002 0,0032 0,5863 0,0586
dengan air 2. 0,5021 0.0030 0,5602 0,0558
Keran 3. 0,5011 0,0034 0,6124 0,0611
4. 0,5024 0,0035 0,6255 0,0623
5. 0,5004 0,0042 0,7169 0,0716
6. 0,5009 0,0036 0,6385 0,0637
Rata-rata 0,0622
Lampiran 8. Data Hasil Analisis Kadar Arsen dalam Sampel (Lanjutan)

Sampel Perlakuan No Berat Absorbansi Konsentrasi Kadar


Sampel (µg/L) (mg/kg)
(g)
Beras Sebelum 1. 0,5025 0,0054 0,8737 0,0869
Cokelat Ditanak 2. 0,5036 0,0049 0,8084 0,0803
3. 0,5013 0,0092 1,3701 0,1367
4. 0,5022 0,0051 0,8345 0,0831
5. 0,5015 0,0048 0,7953 0.0793
6. 0,5032 0,0053 0,8606 0,0855
Rata-rata 0,0920
Ditanak 1. 0,5011 0,0045 0,7561 0,0754
dengan air 2. 0,5025 0,0029 0,5471 0,0544
RO 3. 0,5027 0,0048 0,7953 0,0791
4. 0,5014 0,0038 0,6647 0,0663
5. 0,5009 0,0067 1,0435 0,1042
6. 0,5023 0.0030 0,5602 0,0558
Rata-rata 0,0725
Ditanak 1. 0,5025 0,0040 0,6908 0,0687
dengan air 2. 0,5005 0.0046 0,7692 0,0768
Keran 3. 0,5003 0,0047 0,7822 0,0781
4. 0,5014 0,0039 0,6777 0,0676
5. 0,5009 0,0068 1,0566 0,1055
6. 0,5009 0,0049 0,8084 0,0805
Rata-rata 0,0795
Sampel Perlakuan No Berat Sampel Absorbansi Konsentrasi Kadar
(g) (µg/L) (mg/kg)
Beras Sebelum 1. 0,5007 0,0228 3,1467 0,3142
Merah Ditanak 2. 0,5008 0,0219 3,1206 0,3116
3. 0,5025 0,0312 4,2440 0,4223
4. 0,5001 0,0215 2,9769 0,2976
5. 0,5006 0,0224 3,0944 0,3091
6. 0,5014 0,0216 2,9900 0,2981
Rata-rata 0,3255
Ditanak 1. 0,5013 0,0177 2,4805 0,2474
dengan air 2. 0,5017 0,0176 2,4674 0,2459
RO 3. 0,5002 0,0292 3,9828 0,3981
4. 0,5024 0,0173 2,4282 0,2417
5. 0,5011 0,0172 2,4152 0,2410
6. 0,5009 0.0178 2,4935 0,2489
Rata-rata 0,2705
Ditanak 1. 0,5017 0,02097 2,8985 0,2889
dengan air 2. 0,5024 0,0195 2,7156 0,2703
Keran 3. 0,5004 0,0313 4,2571 0,4254
4. 0,5014 0,0194 2,7025 0,2695
5. 0,5013 0,0197 2,7417 0,2735
6. 0,5019 0,0211 2,9246 0,2914
Rata-rata 0,3032
Sampel Perlakuan No Berat Sampel Absorbansi Konsentrasi Kadar
(g) (µg/mL) (mg/kg)
Ketan Sebelum 1. 0,5010 0,0074 1,1349 0,1133
Hitam Ditanak 2. 0,5001 0,0073 1,1219 0,1122
3. 0,5009 0,0091 1,3570 0,1355
4. 0,5017 0,0069 1,0696 0,1066
5. 0,5005 0,0070 1,0827 0,1082
6. 0,5011 0,0067 1,0566 0,1054
Rata-rata 0,1135
Ditanak 1. 0,5000 0,0051 0,8345 0,0835
dengan air 2. 0,5009 0,0055 0,8867 0,0885
RO 3. 0,5001 0,0066 1,0340 0,1030
4. 0,5011 0,0053 0,8606 0,0859
5. 0,5004 0,0052 0,8476 0,0847
6. 0,5016 0.0056 0,8998 0,0897
Rata-rata 0,0892
Ditanak 1. 0,5006 0,0066 1,0304 0,1029
dengan air 2. 0,5011 0,0063 0,9912 0,0989
Keran 3. 0,5003 0,0079 1,2003 0,1200
4. 0,5013 0,0060 0,9521 0,0950
5. 0,5005 0,0059 0.9390 0,0938
6. 0,5017 0,0065 1,0174 0,1014
Rata-rata 0,1020
Lampiran 9. Contoh Perhitungan Kadar Arsen dalam Sampel

Dengan menggunakan Persamaan Garis Regresi

Contoh Perhitungan konsentrasi arsen dalam sampel dengan absorbansi = 0,0041

X = Konsentrasi sampel

Y = Absorbansi sampel

Persamaan garis regresi diperoleh dari kurva kalibrasi adalah

Y = 0,007655x - 0,001288

0,0041+ 0,001288
X=
0,007655

= 0,7039 µg/L

= 0,0007039 µg/mL

Maka konsentrasi sampel tersebut adalah 0,0007039 µg/mL

C x V x Fp
Kadar µg/mL =
W

Keterangan : C= Konsentrasi larutan sampel (µg/mL)

V = Volume larutan sampel (mL)

Fp= Faktor pengenceran

W = Berat sampel (g)

0,007039 µg/mL x 50 mL x 1
Kadar µg/mL =
0,5078 g

= 0,0693 µg/g ≈ 0,0693 mg/kg

Maka kadar arsen yang terkandung dalam sampel adalah 0,0693 mg/kg

60
Universitas Sumatera
Utara
Lampiran 10. Perhitungan Statistik Kadar Arsen dalam Sampel

a. Perhitungan statistik kadar arsen dalam beras putih sebelum ditanak

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,0693 -0,0024 0,00000576
2. 0.0674 -0,0043 0,00001849
3. 0,0723 0,0006 0,00000036
4. 0,0832 0,0115 0,00013225
5. 0,0714 -0,0003 0,00000009
6. 0,0663 -0,0054 0,00002916
∑ 0,4299
0,00018611
X = 0,0717

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00018611
=
6−1

=0,00610098

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0,025, n = 6, dk = 5 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,5706


= 0,9636
t hitung 1 = 0,0024
0,00610098/ 6

 0,0043
t hitung 2 = = 1,7264
0,00610098/ 6

 0,0006
t hitung 3 = = 0,2409
0,00610098/ 6

0,0115
t hitung 4 = = 4,6171
0,00610098/ 6

 0,0003
t hitung 5 = = 0,1204
0,00610098/ 6

61
Universitas Sumatera
Utara
Lampiran 10. Perhitungan Statistik Kadar Arsen dalam Sampel (Lanjutan)

 0,0054
t hitung 6 = = 2,1681
0,00610098/ 6

Dari hasil analisis statistik di atas, diperoleh satu data ditolak yaitu data

ke-4 (> 2,5706), maka perhitungan diulang kembali dengan tidak menggunakan

data yang ditolak.

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,0693 0 0
2. 0,0674 -0,0019 0,00000361
3. 0,0723 0,0030 0,000009
5. 0,0714 0,0021 0,00000441
6. 0,0663 -0,0030 0,000009
0,3467 0,00002602
Σ
X = 0,0693

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00002602
=
5−1

= 0,00255049

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0,025, n = 5, dk = 4 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,7765

0
t hitung 1 = =0
0,00255049/ 5

 0,0019
t hitung 2 = = 1,6658
0,00255049/ 5
Lampiran 10. Perhitungan Statistik Kadar Arsen dalam Sampel (Lanjutan)

0,003
t hitung 3 = = 2,6302
0,00255049/ 5

0,0021
t hitung 4 = = 1,8411
0,00255049/ 5

0,003
t hitung 5 = = 2,6302
0,00255049/ 5

Dari hasil perhitungan di atas, didapat semua t hitung < t tabel , maka semua

data diterima pada taraf kepercayaan 95% sehingga rata-rata kadar arsen dalam

beras putih sebelum ditanak :

μ = X ± (t (α/2, dk) x SD / √n )

= 0,0693 ± (2,7765 x 0,00255049/ 5)


= 0,0693 ± 0,0032 mg/kg

b. Perhitungan statistik kadar arsen dalam beras putih setelah ditanak dengan air

RO

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,0508 -0,0065 0,00004225
2. 0,0529 -0,0044 0,00001936
3. 0,0520 -0,0053 0,00002809
4. 0,0573 0 0
5. 0,0576 0,0003 0,00000009
6. 0,0729 0,0156 0,00024336
∑ 0,3435
0,00033315
X = 0,0573
(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00033315
=
6−1

= 0,00816272

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0.025, n = 6, dk = 5 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,5706


= 1,9505
t hitung 1 = 0,0065
0,00816272/ 6

 0,0044
t hitung 2 = = 1,3204
0,00816272/ 6

 0,0053
t hitung 3 = = 1,5904
0,00816272/ 6

0
t hitung 4 = =0
0,00816272/ 6

0,0003
t hitung 5 = = 0,0900
0,00816272/ 6

0,0156
t hitung 6 = = 4,6813
0,00816272/ 6

Dari hasil analisis statistik di atas, diperoleh satu data ditolak yaitu data

ke-6 (> 2,5706), maka perhitungan diulang kembali dengan tidak menggunakan

data yang ditolak.


Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,0508 -0,0033 0,00001089
2. 0,0529 -0,0012 0,00000144
3. 0,0520 -0,0021 0,00000441
4. 0,0573 0,0032 0,00001024
5. 0,0576 0,0035 0,00001225
0,2706 0,00003923
Σ
X = 0,0541

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00003923
=
5−1

= 0,00313169

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0,025, n = 5, dk = 4 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,7765


= 2,3562
t hitung 1 = 0,0033
0,00313169/ 5

 0,0012
t hitung 2 = = 0,8568
0,00313169/ 5

 0,0021
t hitung 3 = = 1,4994
0,00313169/ 5

0,0032
t hitung 4 = = 2,2848
0,00313169/ 5

0,0035
t hitung 5 = = 2,4990
0,00313169/ 5
Dari hasil perhitungan di atas, didapat semua t hitung < t tabel , maka semua

data diterima pada taraf kepercayaan 95% sehingga rata-rata kadar arsen dalam

beras putih setelah ditanak dengan air RO:

μ = X ± (t (α/2, dk) x SD / √n )

= 0,0541 ± (2,7765 x 0,00313169/ 5)


= 0,0541 ± 0,0039 mg/kg

c. Perhitungan statistik kadar arsen dalam beras putih setelah ditanak dengan

air keran

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,0586 -0,0036 0,00001296
2. 0,0558 -0,0064 0,00004096
3. 0,0611 -0,0011 0,00000121
4. 0,0623 0,0001 0,00000001
5. 0,0716 0,0094 0,00008836
6. 0,0637 0,0015 0,00000225
∑ 0,3731
0,00014575
X = 0,0622

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00014575
=
6−1

= 0,00539907

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0.025, n = 6, dk = 5 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,5706


= 1,6333
t hitung 1 = 0,0036
0,00539907/ 6
0,0064
t hitung 2 = = 2,9036
0,00539907/ 6

 0,0011
t hitung 3 = = 0,4991
0,00539907/ 6

0,0001
t hitung 4 = = 0,0454
0,00539907/ 6

0,0094
t hitung 5 = = 4,2647
0,00539907/ 6

0,0015
t hitung 6 = = 0,6805
0,00539907/ 6

Dari hasil analisis statistik di atas, diperoleh satu data ditolak yaitu data

ke-2 dan ke-5 (> 2,5706), maka perhitungan diulang kembali dengan tidak

menggunakan data yang ditolak.

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,0586 -0,0028 0,00000784
3. 0,0611 0,0003 0,00000009
4. 0,0623 -0,0009 0,00000081
6. 0,0637 0,0023 0,00000529
0,2457 0,00001403
Σ
X = 0,0614

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00001403
=
5−1

= 0,00216256
Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0,025, n = 4, dk = 3 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 3,1824

 0,0028
t hitung 1 = = 2,5895
0,00216256/ 4

 0,0003
t hitung 3 = = 0,2774
0,00216256/ 4

0,0009
t hitung 4 = = 0,8323
0,00216256/ 4

0,0023
t hitung 6 = = 2,1271
0,00216256/ 4

Dari hasil perhitungan di atas, didapat semua t hitung < t tabel , maka semua

data diterima pada taraf kepercayaan 95% sehingga rata-rata kadar arsen dalam

beras putih setelah ditanak dengan air keran :

μ = X ± (t (α/2, dk) x SD / √n )

= 0,0601± (3,1824 x 0,00216256/ 4)


= 0,0614 ± 0,0034 mg/kg

d. Perhitungan statistik kadar arsen dalam beras coklat sebelum ditanak

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,0869 -0,0051 0,00002601
2. 0,0803 -0,0117 0,00013689
3. 0,1367 0,0447 0,00199809
4. 0,0831 -0,0089 0,00007921
5. 0,0793 -0,0127 0,00016129
6. 0,0855 -0,0065 0,00004225
∑ 0,5518
0,00244374
X = 0,0920
(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00244374
=
6−1

= 0,02210765

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0.025, n = 6, dk = 5 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,5706

 0,0051
t hitung 1 = = 0,5651
0,02210765/ 6

 0,0117
t hitung 2 = = 1,2963
0,02210765/ 6

0,0447
t hitung 3 = = 4,9527
0,02210765/ 6

 0,0089
t hitung 4 = = 0,9861
0,02210765/ 6

 0,0127
t hitung 5 = = 1,4071
0,02210765/ 6

 0,0065
t hitung 6 = = 0,7202
0,02210765/ 6

Dari hasil analisis statistik di atas, diperoleh satu data ditolak yaitu data

ke-3 (> 2,5706), maka perhitungan diulang kembali dengan tidak menggunakan

data yang ditolak.


Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,0869 -0,0039 0,00001521
2. 0,0803 -0,0027 0,00000729
4. 0,0831 0,0001 0,00000001
5. 0,0793 -0,0037 0,00001369
6. 0,0855 0,0025 0,00000625
0,4151 0,00004245
Σ
X = 0,0830

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00004245
=
5−1

= 0,00325768

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0,025, n = 5, dk = 4 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,7765

0,0039
t hitung 1 = = 2,6770
0,00325768/ 5

 0,0027
t hitung 2 = = 1,8533
0,00325768/ 5

0,0001
t hitung 3 = = 0,0686
0,00325768/ 5

 0,0037
t hitung 4 = = 2,5397
0,00325768/ 5

0,0025
t hitung 5 = = 1,7160
0,00325768/ 5
Dari hasil perhitungan di atas, didapat semua t hitung < t tabel , maka semua

data diterima pada taraf kepercayaan 95% sehingga rata-rata kadar arsen dalam

beras cokelat sebelum ditanak :

μ = X ± (t (α/2, dk) x SD / √n )

= 0,0830 ± (2,7765 x 0,00325768/ 5)


= 0,0830 ± 0,0040 mg/kg

e. Perhitungan statistik kadar arsen dalam beras cokelat setelah ditanak dengan

air RO

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,0754 0,0029 0,00000841
2. 0,0544 -0,0181 0,00032761
3. 0,0791 0,0066 0,00004356
4. 0,0663 -0,0062 0,00003844
5. 0,1042 0,0317 0,00100489
6. 0,0558 -0,0167 0,00027889
∑ 0,4352
0,0017018
X = 0,0725

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,0017018
=
6−1

= 0,01844885

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0.025, n = 6, dk = 5 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,5706

0,0029
t hitung 1 = = 0,3850
0,01844885/ 6
 0.0181
t hitung 2 = = 2,4032
0,01844885/ 6

0,0066
t hitung 3 = = 0,8762
0,01844885/ 6

 0,0062
t hitung 4 = = 0,8232
0,01844885/ 6

0,0317
t hitung 5 = = 4,2089
0,01844885/ 6

 0,0167
t hitung 6 = = 2,2173
0,01844885/ 6

Dari hasil analisis statistik di atas, diperoleh satu data ditolak yaitu data

ke-5 (> 2,5706), maka perhitungan diulang kembali dengan tidak menggunakan

data yang ditolak.

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,0754 0,0092 0,00008464
2. 0,0544 -0,0118 0,00013924
3. 0,0791 0,0129 0,00016641
4. 0,0663 0,0001 0,00000001
6. 0,0558 -0,0104 0,00010816
0,3310 0,00049846
Σ
X = 0,0662

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00049846
=
5−1

= 0,01116311
Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0,025, n = 5, dk = 4 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,7765

0,0092
t hitung 1 = = 1,8428
0,01116311/ 5

 0,0118
t hitung 2 = = 2,3636
0,01116311/ 5

0,0129
t hitung 3 = = 2,5840
0,01116311/ 5

0,0002
t hitung 4 = = 0,0200
0,01116311/ 5

 0,0104
t hitung 6 = = 2,0832
0,01116311/ 5

Dari hasil perhitungan di atas, didapat semua t hitung < t tabel , maka semua

data diterima pada taraf kepercayaan 95% sehingga rata-rata kadar arsen dalam

beras cokelat setelah ditanak dengan air RO :

μ = X ± (t (α/2, dk) x SD / √n )

= 0,0662 ± (2,7765 x 0,01116311/ 5)


= 0,0662 ± 0,0139 mg/kg
f. Perhitungan statistik kadar arsen dalam beras cokelat setelah ditanak dengan

air keran

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,0687 -0,0108 0,00011664
2. 0,0786 -0,0027 0,00000729
3. 0,0781 -0,0014 0,00000196
4. 0,0676 -0,0119 0,00014161
5. 0,1055 0,026 0,000676
6. 0,0805 0,001 0,000001
∑ 0,4772
0,0009445
X = 0,0795

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,0009445
=
6−1

= 0,01374409

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0.025, n = 6, dk = 5 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,5706

 0,0108
t hitung 1 = = 1,9248
0,01374409/ 6

 0,0027
t hitung 2 = = 0,4812
0,01374409/ 6

 0,0014
t hitung 3 = = 0,2495
0,01374409/ 6

 0,0119
t hitung 4 = = 2,1208
0,01374409/ 6
Lampiran 10. Perhitungan Statistik Kadar Arsen dalam Sampel (Lanjutan)

0,026
t hitung 5 = = 4,6338
0,01374409/ 6

 0,001
t hitung 6 = = 0,1782
0,01374409/ 6

Dari hasil analisis statistik di atas, diperoleh satu data ditolak yaitu data

ke-5 (> 2,5706), maka perhitungan diulang kembali dengan tidak menggunakan

data yang ditolak.

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,0687 -0,0056 0,00003136
2. 0,0768 0,0025 0,00000625
3. 0,0781 0,0038 0,00001444
4. 0,0676 -0,0067 0,00004489
6. 0,0805 0,0062 0,00003844
0,3717 0,00013538
Σ
X = 0,0743

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00013538
=
5−1

= 0,00581765

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0,025, n = 5, dk = 4 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,7765

 0,0056
t hitung 1 = = 2,1524
0,00581765/ 5

0,0025
t hitung 2 = = 0,9609
0,00581765/ 5
Lampiran 10. Perhitungan Statistik Kadar Arsen dalam Sampel (Lanjutan)

0,0038
t hitung 3 = = 1,4606
0,00581765/ 5

 0,0067
t hitung 4 = = 2,5752
0,00581765/ 5

0,0062
t hitung 6 = = 2,3830
0,00581765/ 5

Dari hasil perhitungan di atas, didapat semua t hitung < t tabel , maka semua

data diterima pada taraf kepercayaan 95% sehingga rata-rata kadar arsen dalam

beras cokelat setelah ditanak dengan air keran :

μ = X ± (t (α/2, dk) x SD / √n )

= 0,0743 ± (2,7765 x 0,00581765/ 5)


= 0,0743 ± 0,0072 mg/kg

g. Perhitungan statistik kadar arsen dalam beras merah sebelum ditanak


Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,3142 -0,0113 0,00012769
2. 0,3116 -0,0139 0,00019321
3. 0,4223 0,0968 0,00937024
4. 0,2976 -0,0279 0,00077841
5. 0,3091 -0,0164 0,00026896
6. 0,2981 -0,0274 0,00075076
∑ 1,9529
0,01148927
X = 0,3255

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,01148927
=
6−1

= 0,04793694
Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0.025, n = 6, dk = 5 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,5706

 0,0113
t hitung 1 = = 0,5774
0,04793694/ 6

 0,0139
t hitung 2 = = 0,7103
0,04793694/ 6

0,0968
t hitung 3 = = 4,9463
0,04793694/ 6

 0,0279
t hitung 4 = = 1,4257
0,04793694/ 6

 0,0164
t hitung 5 = = 0,8380
0,04793694/ 6

 0,0274
t hitung 6 = = 1,4001
0,04793694/ 6

Dari hasil analisis statistik di atas, diperoleh satu data ditolak yaitu data

ke-3 (> 2,5706), maka perhitungan diulang kembali dengan tidak menggunakan

data yang ditolak.

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,3142 0,0081 0,00006561
2. 0,3116 0,0055 0,00003025
4. 0,2976 -0,0085 0,00007225
5. 0,3091 0,003 0,000009
6. 0,2981 -0,008 0,000064
1,5306 0,00024111
Σ
X = 0,3061
(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00024111
=
5−1

= 0,00776386

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0,025, n = 5, dk = 4 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,7765

0,0081
t hitung 1 = = 2,3329
0,00776386/ 5

0,0055
t hitung 2 = = 1,5841
0,00776386/ 5

 0,0085
t hitung 3 = = 2,4481
0,00776386/ 5

0,003
t hitung 5 = = 0,8604
0,00776386/ 5

0,008
t hitung 6 = = 2,3041
0,00776386/ 5

Dari hasil perhitungan di atas, didapat semua t hitung < t tabel , maka semua

data diterima pada taraf kepercayaan 95% sehingga rata-rata kadar arsen dalam

beras merah sebelum ditanak :

μ = X ± (t (α/2, dk) x SD / √n )

= 0,3061 ± (2,7765 x 0,00776386/ 5)


= 0,3061 ± 0,0096 mg/kg
h. Perhitungan statistik kadar arsen dalam beras merah setelah ditanak

dengan air RO

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,2479 -0,0231 0,00053361
2. 0,2459 -0,0246 0,00060516
3. 0,3981 0,1276 0,01628176
4. 0,2417 -0,0288 0,00082944
5. 0,2410 -0,0295 0,00087025
6. 0,2489 -0,0216 0,00046656
∑ 1,6230
0,01958678
X = 0,2705

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,01958678
=
6−1

= 0,06258878

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0.025, n = 6, dk = 5 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,5706

 0,0231
t hitung 1 = = 0,0904
0,06258878/ 6

 0,0246
t hitung 2 = = 0,9628
0,06258878/ 6

0,1276
t hitung 3 = = 4,9938
0,06258878/ 6

 0,0288
t hitung 4 = = 1,1271
0,06258878/ 6
 0,0295
t hitung 5 = = 1,1571
0,06258878/ 6

 0,0216
t hitung 6 = = 0,8435
0,06258878/ 6

Dari hasil analisis statistik di atas, diperoleh satu data ditolak yaitu data

ke-3 (> 2,5706), maka perhitungan diulang kembali dengan tidak menggunakan

data yang ditolak.

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,2474 0,0024 0,00000576
2. 0,2459 0,0009 0,00000081
4. 0,2417 -0,0033 0,00001089
5. 0,2410 -0,0040 0,00001600
6. 0,2489 0,0039 0,00001521
1,2249 0,00004867
Σ
X = 0,2450

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00004867
=
5−1

= 0,00348819

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0,025, n = 5, dk = 4 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,7765

0,0024
t hitung 1 = = 1,5385
0,00348819/ 5

0,0009
t hitung 2 = = 0,5769
0,00348819/ 5
 0,0033
t hitung 4= = 2,1154
0,00348819/ 5

 0,0040
t hitung 5= = 2,5642
0,00348819/ 5

0,0039
t hitung 6= = 2,5000
0,00348819/ 5

Dari hasil perhitungan di atas, didapat semua t hitung < t tabel , maka semua

data diterima pada taraf kepercayaan 95% sehingga rata-rata kadar arsen dalam

beras merah setelah ditanak dengan air RO :

μ = X ± (t (α/2, dk) x SD / √n )

= 0,2450 ± (2,7765 x 0,00348819/ 5)


= 0,2450 ± 0,0043 mg/kg

i. Perhitungan statistik kadar arsen dalam beras merah setelah ditanak dengan

air keran

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,2889 -0,0143 0,00020449
2. 0,2703 -0,0329 0,00108241
3. 0,4254 0,1222 0,01493284
4. 0,2695 -0,0337 0,00113569
5. 0,2735 -0,0297 0,00088209
6. 0,2914 -0,0118 0,00013924
∑ 1,8190
0,018376767
X = 0,3032

(𝑖 − X)
2
𝑆𝐷 =
−1
0,01837676
=
6−1

= 0,06062468

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0.025, n = 6, dk = 5 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,5706

 0,0143
t hitung 1 = = 0,5778
0,06062468/ 6

 0,0329
t hitung 2 = = 1,3293
0,06062468/ 6

0,1222
t hitung 3 = = 4,9374
0,06062468/ 6

 0,0337
t hitung 4 = = 1,3616
0,06062468/ 6

 0,0297
t hitung 5 = = 1,2000
0,06062468/ 6

 0,0118
t hitung 6 = = 0,4768
0,06062468/ 6

Dari hasil analisis statistik di atas, diperoleh satu data ditolak yaitu data

ke-3 (> 2,5706), maka perhitungan diulang kembali dengan tidak menggunakan

data yang ditolak.


Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,2889 0,0102 0,00010404
2. 0,2703 -0,0084 0,00007056
4. 0,2695 -0,0092 0,00008464
5. 0,2735 -0,0052 0,00002704
6. 0,2914 0,0127 0,00016129
1,3936 0,00044757
Σ
X = 0,2787

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00044757
=
5−1

= 0,01057793

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0,025, n = 5, dk = 4 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,7765

0,0102
t hitung 1 = = 2,1562
0,01057793/ 5

 0,0084
t hitung 2 = = 1,7757
0,01057793/ 5

 0,0092
t hitung 4 = = 1,9448
0,01057793/ 5

 0,0052
t hitung 5 = = 1,0992
0,01057793/ 5

0,0127
t hitung 6 = = 2,6847
0,01057793/ 5
Dari hasil perhitungan di atas, didapat semua t hitung < t tabel , maka semua

data diterima pada taraf kepercayaan 95% sehingga rata-rata kadar arsen dalam

beras merah setelah ditanak dengan air keran :

μ = X ± (t (α/2, dk) x SD / √n )

= 0,2787 ± (2,7765 x 0,01057793/ 5)


= 0,2787 ± 0,0131 mg/kg

j. Perhitungan statistik kadar arsen dalam ketan hitam sebelum ditanak


Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,1133 -0,0002 0,00000004
2. 0,1122 -0,0013 0,00000169
3. 0,1355 0,0220 0,000484
4. 0,1066 -0,0069 0,00004761
5. 0,1082 -0,0053 0,00002809
6. 0,1054 -0,0081 0,00006561
∑ 0,6812
0,00062704
X = 0,1135

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00062704
=
6−1

= 0,01119857

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0.025, n = 6, dk = 5 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,5706

 0,0002
t hitung 1 = = 0,0437
0,01119857/ 6
 0,0013
t hitung 2 = = 0,2844
0,01119857/ 6

0,0220
t hitung 3 = = 4,8121
0,01119857/ 6

 0,0069
t hitung 4 = = 1,5093
0,01119857/ 6

 0,0053
t hitung 5 = = 1,1593
0,01119857/ 6

 0,0081
t hitung 6 = = 1,7713
0,01119857/ 6

Dari hasil analisis statistik di atas, diperoleh satu data ditolak yaitu data

ke-3 (> 2,5706), maka perhitungan diulang kembali dengan tidak menggunakan

data yang ditolak.

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,1133 0,0042 0,00001764
2. 0,1122 0,0031 0,00000961
4. 0,1066 -0,0025 0,00000625
5. 0,1082 -0,009 0,00000081
6. 0,1054 -0,0037 0,00001369
0,5457 0,000048
Σ
X = 0,1091

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,000048
=
5−1

= 0,00346410
Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0,025, n = 5, dk = 4 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,7765

0,0042
t hitung 1 = = 2,7111
0,00346410/ 5

0,0031
t hitung 2 = = 2,0010
0,00346410/ 5

 0,0025
t hitung 4 = = 1,6137
0,00346410/ 5

 0,0009
t hitung 4 = = 0,5809
0,00346410/ 5

 0,0037
t hitung 5 = = 2,3883
0,00346410/ 5

Dari hasil perhitungan di atas, didapat semua t hitung < t tabel , maka semua

data diterima pada taraf kepercayaan 95% sehingga rata-rata kadar arsen dalam

pulut hitam sebelum ditanak:

μ = X ± (t (α/2, dk) x SD / √n )

= 0,1091 ± (2,7765 x 0,00346410/ 5)


= 0,1091 ± 0,0043 mg/kg
k. Perhitungan statistik kadar arsen dalam ketan hitam setelah ditanak dengan
air RO
Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,0835 -0,0057 0,00003249
2. 0,0885 0,0007 0,00000049
3. 0,1030 0,0138 0,00019044
4. 0,0859 -0,0033 0,00001089
5. 0,0847 -0,0045 0,00002025
6. 0,0897 0,0005 0,00000025
∑ 0,5353
0,00025481
X = 0,0892

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00025481
=
6−1

= 0,00713877

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0.025, n = 6, dk = 5 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,5706

 0,0057
t hitung 1 = = 1,9558
0,00713877/ 6

 0,0007
t hitung 2 = = 0,2402
0,00713877/ 6

0,0138
t hitung 3 = = 4,7531
0,00713877/ 6

 0,0033
t hitung 4 = = 1,1323
0,00713877/ 6

 0,0045
t hitung 5 = = 1,5441
0,00048646/ 6
Lampiran 10. Perhitungan Statistik Kadar Arsen dalam Sampel (Lanjutan)

 0,0005
t hitung 6 = = 0,1716
0,00048646/ 6

Dari hasil analisis statistik di atas, diperoleh satu data ditolak yaitu data

ke-3 (> 2,5706), maka perhitungan diulang kembali dengan tidak menggunakan

data yang ditolak.

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,0835 -0,003 0,000009
2. 0,0885 0,002 0,000004
3. 0,0859 -0,0006 0,00000036
4. 0,0847 -0,0018 0,00000324
5. 0,0897 0,0032 0,00001024
0,4323 0,00002664
Σ
X = 0,0865

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00002684
=
5−1

= 0,00259037

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0,025, n = 5, dk = 4 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,7765

 0,003
t hitung 1 = = 2,5897
0,00259037/ 5

0,002
t hitung 2 = = 1,7264
0,00259037/ 5

 0,0006
t hitung 4 = = 0,5179
0,00259037/ 5

88
Universitas Sumatera
Utara
Lampiran 10. Perhitungan Statistik Kadar Arsen dalam Sampel (Lanjutan)

 0,0018
t hitung 5 = = 1,5538
0,00259037/ 5

0,0032
t hitung 6 = = 2,7623
0,00259037/ 5

Dari hasil perhitungan di atas, didapat semua t hitung < t tabel , maka semua

data diterima pada taraf kepercayaan 95% sehingga rata-rata kadar arsen dalam

ketan hitam setelah ditanak dengan air RO :

μ = X ± (t (α/2, dk) x SD / √n )

= 0,0865 ± (2,7765 x 0,0259307 5)


= 0,0865 ± 0,0032 mg/kg

l. Perhitungan statistik kadar arsen dalam ketan hitam setelah ditanak dengan
air keran
Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,1029 0,0009 0,00000081
2. 0,0989 -0,0031 0,00000961
3. 0,1200 0,0180 0,000324
4. 0,0950 -0,007 0,000049
5. 0,0938 -0,0082 0,00006742
6. 0,1014 -0,0006 0,00000036
∑ 0,612
0,0004512
X = 0,1020

(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00045102
=
6−1

= 0,00949758
Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0.025, n = 6, dk = 5 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,5706

0,0009
t hitung 1 = = 0,2321
0,00949758/ 6

 0,0031
t hitung 2 = = 0,7995
0,00949758/ 6

0,0180
t hitung 3 = = 4,6423
0,00949758/ 6

 0,007
t hitung 4 = = 1,8053
0,00949758/ 6

 0,0082
t hitung 5 = = 2,1148
0,00949758/ 6

 0,0006
t hitung 6 = = 0,1547
0,00949758/ 6

Dari hasil analisis statistik di atas, diperoleh satu data ditolak yaitu data

ke-3 (> 2,5706), maka perhitungan diulang kembali dengan tidak menggunakan

data yang ditolak.

Xi 2
No. (Xi - X) (Xi-X)
Kadar (mg/kg)
1. 0,1029 0,0045 0,00002025
2. 0,0989 0,0005 0,00000025
4. 0,0950 -0,0034 0,00001156
5. 0,0938 0,0046 0,00002116
6. 0,1014 0,0030 0,000009
0,4920 0,00006222
Σ
X = 0,0984
(𝑖 − X)
𝑆𝐷 = 2
−1

0,00006222
=
5−1

= 0,00394398

Pada taraf kepercayaan 95 % dengan nilai α = 0,025, n = 5, dk = 4 dari tabel

distribusi t diperoleh nilat t tabel = 2,7765

0,0045
t hitung 1 = = 2,5513
0,00394398/ 5

0,0005
t hitung 2 = = 0,2835
0,00394398/ 5

 0,0034
t hitung 4 = = 1,9277
0,00394398/ 5

0,0046
t hitung 5 = = 2,6080
0,00394398/ 5

0,003
t hitung 5 = = 1,7009
0,00394398/ 5

Dari hasil perhitungan di atas, didapat semua t hitung < t tabel , maka semua

data diterima pada taraf kepercayaan 95% sehingga rata-rata kadar arsen dalam

ketan hitam sesudah ditanak dengan air keran :

μ = X ± (t (α/2, dk) x SD / √n )

= 0,0984 ± (2,7765 x 0,00394398/ 5)


= 0,6149 ± 0,0049 mg/kg
Lampiran 11. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Arsen pada Sampel

a. Pengujian beda nilai rata-rata kadar arsen pada beras putih sebelum ditanak

dan setelah ditanak dengan air RO

No. Beras Putih Sebelum Ditanak Beras Putih Setelah Ditanak


1. X1 = 0,0693 X2 = 0,0541
2. S1 = 0,0026 S2 = 0,0031
Dilakukan uji F dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah variasi

kedua populasi sama (σ1 = σ2 ) atau bebeda (σ1 ≠ σ2 ).

 Ho : σ1 = σ2

H1 : σ1 ≠ σ2

 Nilai kritis F yang diperoleh dari tabel (F0,05/2 (4,4)) adalah = 9,60

Daerah kritis penerimaan : hanya jika Fo ≤ 9,60

Daerah kritis penolakan : hanya jika Fo ≥ 9,60


S2
Fo = 1

S 2
2

2
0,0026
Fo = 2
0,0031

Fo = 0,7034

 Dari hasil ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak sehingga

disimpulkan bahwa σ1 = σ2 .simpangan bakunya adalah :

2
(n1)S
(n1)
2
1 1S 2 2
Sp =
nn2
1 2

2
( 5  1)0,0026 + ( 5 
1)0,00312
=
5+5
2

= 0,0029
Lampiran 11. Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Arsen pada Sampel
(Lanjutan)

 Ho : µ1 = µ2 (Ho = tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata

kadar arsen dalam beras putih sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan

air RO )

 H1 : µ1 ≠ µ2 (Ho = terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar

arsen dalam beras putih sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan air

RO )

 Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan nilai α = 5% →

t0,05/2 = ± 2,3060 untuk df = 5+5-2 = 8

 Daerah kritis penerimaan : -2,3060 ≤ to ≤ 2,3060

Daerah kritis penolakan : to < -2,3060 dan to > 2,3060

=
x1 - x2 
s 1/ n1  1/ n 2

=
0,0693 - 0,0541 
1 1
0,0029 
5 5

= 8,2873

Karena to = 8,2873> 2,3060 maka hipotesis ditolak. Berarti terdapat

perbedaan yang signifikan rata-rata kadar arsen dalam beras putih sebelum

ditanak dan setelah ditanak dengan air RO


b. Pengujian beda nilai rata-rata kadar arsen pada beras putih sebelum ditanak

dan setelah ditanak dengan air keran

No. Beras Putih Sebelum Ditanak Beras Putih Setelah Ditanak


1. X1 = 0,0693 X2 = 0,0601
2. S1 = 0,0026 S2 = 0,0036
Dilakukan uji F dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah variasi

kedua populasi sama (σ1 = σ2 ) atau bebeda (σ1 ≠ σ2 ).

 Ho : σ1 = σ2

H1 : σ1 ≠ σ2

 Nilai kritis F yang diperoleh dari tabel (F0,05/2 (4,3)) adalah = 15,10

Daerah kritis penerimaan : hanya jika Fo ≤ 15,10

Daerah kritis penolakan : hanya jika Fo ≥ 15,10


S2
Fo = 1

S 2
2

2
0,0026
Fo = 2
0,0036

Fo = 0,5848

 Dari hasil ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak sehingga

disimpulkan bahwa σ1 = σ2 .simpangan bakunya adalah :

2
(n1)S
(n1)
2
1 1S 2 2
Sp =
nn2
1 2

(51) 2
+ ( 4  1 )0,0034
2
=
0,0026
5+42
= 0,0030
 Ho : µ1 = µ2 (Ho = tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata

kadar arsen dalam beras putih sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan

air keran )

 H1 : µ1 ≠ µ2 (Ho = terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar

arsen dalam beras putih sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan air

keran )

 Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan nilai α = 5% →

t0,05/2 = ± 2,3646 untuk df = 5+4-2 = 7

 Daerah kritis penerimaan : -2,3646 ≤ to ≤ 2,3646

Daerah kritis penolakan : to < -2,3646 dan to > 2,3646

=
x1 - x2 
s 1/ n1  1/ n 2

=
0,0693 - 0,0631 
1 1
0,0030 
5 4

= 3,0808

Karena to = 3,0808 > 2,3646 maka hipotesis ditolak. Berarti terdapat

perbedaan yang signifikan rata-rata kadar arsen dalam beras putih sebelum

ditanak dan setelah ditanak dengan air keran


c. Pengujian beda nilai rata-rata kadar arsen pada beras cokelat sebelum ditanak

dan setelah ditanak dengan air RO

No. Beras Cokelat Sebelum Ditanak Beras Cokelat Setelah Ditanak


1. X1 = 0,0830 X2 = 0,0662
2. S1 = 0,0033 S2 = 0,0112
Dilakukan uji F dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah variasi

kedua populasi sama (σ1 = σ2 ) atau bebeda (σ1 ≠ σ2 ).

 Ho : σ1 = σ2

H1 : σ1 ≠ σ2

 Nilai kritis F yang diperoleh dari tabel (F0,05/2 (4,4)) adalah = 9,60

Daerah kritis penerimaan : hanya jika Fo ≤ 9,60

Daerah kritis penolakan : hanya jika Fo ≥ 9,60


S2
Fo = 1

S 2
2

2
0,0033
Fo = 2
0,0112

Fo = 0,0868

 Dari hasil ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak sehingga

disimpulkan bahwa σ1 = σ2 .simpangan bakunya adalah :

2
(n1)S
(n1)
2
1 1S 2 2
Sp =
nn2
1 2

( 5  1)0,00332 + ( 5  1)0,01122
=
5+5
2

= 0,0083
 Ho : µ1 = µ2 (Ho = tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata

kadar arsen dalam beras cokelat sebelum ditanak dan setelah ditanak

dengan air RO )

 H1 : µ1 ≠ µ2 (Ho = terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar

arsen dalam beras cokelat sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan air

RO )

 Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan nilai α = 5% →

t0,05/2 = ± 2,3060 untuk df = 5+5-2 = 8

 Daerah kritis penerimaan : -2,3060 ≤ to ≤ 2,3060

Daerah kritis penolakan : to < -2,3060 dan to > 2,3060

=
x1 - x2 
s 1/ n1  1/ n 2

=
0,0830 - 0,0662 
1 1
0,0083 
5 5

= 3,2004

Karena to = 3,2004 > 2,3060 maka hipotesis ditolak. Berarti terdapat

perbedaan yang signifikan rata-rata kadar arsen dalam beras cokelat

sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan air RO


d. Pengujian beda nilai rata-rata kadar arsen pada beras cokelat sebelum ditanak

dan setelah ditanak dengan air keran

No. Beras Cokelat Sebelum Ditanak Beras Cokelat Setelah Ditanak


1. X1 = 0,0830 X2 = 0,0743
2. S1 = 0,0033 S2 = 0,0058
Dilakukan uji F dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah variasi

kedua populasi sama (σ1 = σ2 ) atau bebeda (σ1 ≠ σ2 ).

 Ho : σ1 = σ2

H1 : σ1 ≠ σ2

 Nilai kritis F yang diperoleh dari tabel (F0,05/2 (4,4)) adalah = 9,60

Daerah kritis penerimaan : hanya jika Fo ≤ 9,60

Daerah kritis penolakan : hanya jika Fo ≥ 9,60


S2
Fo = 1

S 2
2

2
0,0033
Fo = 2
0,0058

Fo = 0,3237

 Dari hasil ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak sehingga

disimpulkan bahwa σ1 = σ2 .simpangan bakunya adalah :

2
(n1)S
(n1)
2
1 1S 2 2
Sp =
nn2
1 2

( 5  1)0,00332 + ( 5  1)0,00582
=
5+5
2

= 0,0047
 Ho : µ1 = µ2 (Ho = tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata

kadar arsen dalam beras cokelat sebelum ditanak dan setelah ditanak

dengan air keran )

 H1 : µ1 ≠ µ2 (Ho = terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar

arsen dalam beras cokelat sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan air

keran )

 Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan nilai α = 5% →

t0,05/2 = ± 2,3060 untuk df = 5+5-2 = 8

 Daerah kritis penerimaan : -2,3060 ≤ to ≤ 2,3060

Daerah kritis penolakan : to < -2,3060 dan to > 2,3060

=
x1 - x2 
s 1/ n1  1/ n 2

=
0,0830 - 0,0743 
1 1
0,0047 
5 5

= 2,9268

Karena to = 2,9268 > 2,3060 maka hipotesis ditolak. Berarti terdapat

perbedaan yang signifikan rata-rata kadar arsen dalam beras cokelat

sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan air keran.


e. Pengujian beda nilai rata-rata kadar arsen pada beras merah sebelum ditanak

dan setelah ditanak dengan air RO

No. Beras Merah Sebelum Ditanak Beras Merah Setelah Ditanak


1. X1 = 0,3061 X2 = 0,2438
2. S1 = 0,0078 S2 = 0,0036
Dilakukan uji F dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah variasi

kedua populasi sama (σ1 = σ2 ) atau bebeda (σ1 ≠ σ2 ).

 Ho : σ1 = σ2

H1 : σ1 ≠ σ2

 Nilai kritis F yang diperoleh dari tabel (F0,05/2 (4,4)) adalah = 9,60

Daerah kritis penerimaan : hanya jika Fo ≤ 9,60

Daerah kritis penolakan : hanya jika Fo ≥ 9,60


S2
Fo = 1

S 2
2

2
0,0078
Fo = 2
0,0036

Fo = 4,6944

 Dari hasil ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak sehingga

disimpulkan bahwa σ1 = σ2 .simpangan bakunya adalah :

2
(n1)S
(n1)
2
1 1S 2 2
Sp =
nn2
1 2

( 5  1)0,00782 + ( 5  1)0,00362
=
5+5
2

= 0,0061
 Ho : µ1 = µ2 (Ho = tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata

kadar arsen dalam beras merah sebelum ditanak dan setelah ditanak

dengan air RO )

 H1 : µ1 ≠ µ2 (Ho = terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar

arsen dalam beras merah sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan air

RO )

 Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan nilai α = 5% →

t0,05/2 = ± 2,3060 untuk df = 5+5-2 = 8

 Daerah kritis penerimaan : -2,3060 ≤ to ≤ 2,3060

Daerah kritis penolakan : to < -2,3060 dan to > 2,3060

=
x1 - x2 
s 1/ n1  1/ n 2

=
0,3061 - 0,2438 
1 1
0,0061 
5 5

= 16,1484

Karena to = 16,1484 > 2,3060 maka hipotesis ditolak. Berarti terdapat

perbedaan yang signifikan rata-rata kadar arsen dalam beras merah

sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan air RO.


f. Pengujian beda nilai rata-rata kadar arsen pada beras merah sebelum ditanak

dan setelah ditanak dengan air keran

No. Beras Merah Sebelum Ditanak Beras Merah Setelah Ditanak


1. X1 = 0,3061 X2 = 0,2727
2. S1 = 0,0078 S2 = 0,0094
Dilakukan uji F dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah variasi

kedua populasi sama (σ1 = σ2 ) atau bebeda (σ1 ≠ σ2 ).

 Ho : σ1 = σ2

H1 : σ1 ≠ σ2

 Nilai kritis F yang diperoleh dari tabel (F0,05/2 (4,4)) adalah = 9,60

Daerah kritis penerimaan : hanya jika Fo ≤ 9,60

Daerah kritis penolakan : hanya jika Fo ≥ 9,60


S2
Fo = 1

S 2
2

2
0,0078
Fo = 2
0,0094

Fo = 0,6885

 Dari hasil ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak sehingga

disimpulkan bahwa σ1 = σ2 .simpangan bakunya adalah :

2
(n1)S
(n1)
2
1 1S 2 2
Sp =
nn2
1 2

( 5  1)0,00782 + ( 5  1)0,00942
=
5+5
2

= 0,0086
 Ho : µ1 = µ2 (Ho = tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata

kadar arsen dalam beras merah sebelum ditanak dan setelah ditanak

dengan air keran )

 H1 : µ1 ≠ µ2 (Ho = terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar

arsen dalam beras merah sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan air

keran )

 Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan nilai α = 5% →

t0,05/2 = ± 2,3060 untuk df = 5+5-2 = 8

 Daerah kritis penerimaan : -2,3060 ≤ to ≤ 2,3060

Daerah kritis penolakan : to < -2,3060 dan to > 2,3060

=
x1 - x2 
s 1/ n1  1/ n 2

=
0,3061 - 0,2727 
1 1
0,0086 
5 5

= 6,1407

Karena to = 6,1407 > 2,3060 maka hipotesis ditolak. Berarti terdapat

perbedaan yang signifikan rata-rata kadar arsen dalam beras merah

sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan air keran


g. Pengujian beda nilai rata-rata kadar arsen pada ketan hitam sebelum ditanak

dan setelah ditanak dengan air RO

No. Ketan hitam Sebelum Ditanak Ketan hitam Setelah Ditanak


1. X1 = 0,1091 X2 = 0,0865
2. S1 = 0,0035 S2 = 0,0026
Dilakukan uji F dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah variasi

kedua populasi sama (σ1 = σ2 ) atau bebeda (σ1 ≠ σ2 ).

 Ho : σ1 = σ2

H1 : σ1 ≠ σ2

 Nilai kritis F yang diperoleh dari tabel (F0,05/2 (4,4)) adalah = 9,60

Daerah kritis penerimaan : hanya jika Fo ≤ 9,60

Daerah kritis penolakan : hanya jika Fo ≥ 9,60


S2
Fo = 1

S 2
2

2
0,0035
Fo = 2
0,0026

Fo = 1,8121

 Dari hasil ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak sehingga

disimpulkan bahwa σ1 = σ2 .simpangan bakunya adalah :

2
(n1)S
(n1)
2
1 1S 2 2
Sp =
nn2
1 2

( 5  1)0,00352 + ( 5  1)0,00262
=
5+5
2

= 0,0031
 Ho : µ1 = µ2 (Ho = tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata

kadar arsen dalam ketan hitam sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan

air RO )

 H1 : µ1 ≠ µ2 (Ho = terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar

arsen dalam ketan hitam sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan air

RO )

 Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan nilai α = 5% →

t0,05/2 = ± 2,3060 untuk df = 5+5-2 = 8

 Daerah kritis penerimaan : -2,3060 ≤ to ≤ 2,3060

Daerah kritis penolakan : to < -2,3060 dan to > 2,3060

=
x1 - x2 
s 1/ n1  1/ n 2

=
0,1091 - 0,0865 
1 1
0,0031 
5 5

= 11,5270

Karena to = 11,5270 > 2,3060 maka hipotesis ditolak. Berarti terdapat

perbedaan yang signifikan rata-rata kadar arsen dalam ketan hitam

sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan air RO.


h. Pengujian beda nilai rata-rata kadar arsen pada ketan hitam sebelum ditanak

dan setelah ditanak dengan air keran

No. Ketan Hitam Sebelum Ditanak Ketan Hitam Setelah Ditanak


1. X1 = 0,1091 X2 = 0,0984
2. S1 = 0,0035 S2 = 0,0039
Dilakukan uji F dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah variasi

kedua populasi sama (σ1 = σ2 ) atau bebeda (σ1 ≠ σ2 ).

 Ho : σ1 = σ2

H1 : σ1 ≠ σ2

 Nilai kritis F yang diperoleh dari tabel (F0,05/2 (4,4)) adalah = 9,60

Daerah kritis penerimaan : hanya jika Fo ≤ 9,60

Daerah kritis penolakan : hanya jika Fo ≥ 9,60


S2
Fo = 1

S 2
2

2
0,0035
Fo = 2
0,0039

Fo = 0,8054

 Dari hasil ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak sehingga

disimpulkan bahwa σ1 = σ2 .simpangan bakunya adalah :

2
(n1)S
(n1)
2
1 1S 2 2
Sp =
nn2
1 2

( 5  1)0,00352 + ( 5  1)0,00392
=
5+5
2

= 0,0037
 Ho : µ1 = µ2 (Ho = tidak terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata

kadar arsen dalam ketan hitam sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan

air keran )

 H1 : µ1 ≠ µ2 (Ho = terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kadar

arsen dalam ketan hitam sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan air

keran )

 Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95% dengan nilai α = 5% →

t0,05/2 = ± 2,3060 untuk df = 5+5-2 = 8

 Daerah kritis penerimaan : -2,3060 ≤ to ≤ 2,3060

Daerah kritis penolakan : to < -2,3060 dan to > 2,3060

=
x1 - x2 
s 1/ n1  1/ n 2

=
0,1091 - 0,0984 
1 1
0,0037 
5 5

= 4,5725

Karena to = 4,5275 > 2,3060 maka hipotesis ditolak. Berarti terdapat

perbedaan yang signifikan rata-rata kadar arsen dalam ketan hitam

sebelum ditanak dan setelah ditanak dengan air keran


Lampiran 12. Contoh Perhitungan Persentase Penurunan Kadar Arsen Pada
Sampel

Persentase penurunan kadar arsen pada beras putih sebelum ditanak dan setelah

ditanak dengan air RO

Kadar arsen pada beras putih sebelum ditanak adalah 0,0693 mg/kg

Kadar arsen pada beras putih setelah ditanak adalah 0,0541 mg/kg

Persentase penurunan kadar:

Kadar rata −ra ta arsen sebelum ditanak − (Kadar rata −rata arsen setelah ditanak )
= Kadar rata −rata arsen sebelum ditanak
x

100%

0,0693 −0,0541 mg /kg


= x 100% = 21,93%
0,0693 mg /kg
Lampiran 13. Contoh Perhitungan Indeks Keamanan Arsen dalam Beras

I = C x R x fE x Dt

Wb x tAvg

Keterangan :

I = Intake (asupan) (mg/kg/hari)

C = Konsentrasi risk agent (mg/kg)

R = Laju (rate) asupan (kg/hari) yaitu 224 g/hari/orang

fE = Frekuensi pajanan tahunan (350 hari/tahun)

Dt = Durasi pajanan, 30 tahun proyeksi

Wb = Berat badan (kg) yaitu 60 kg

tAvg = Periode waktu rata-rata, 70 tahun x 365 hari

ECR = I x CSF

Keterangan:

ECR = Excess Cancer Risk

CSF = Cancer Sloped Factor (1,5)

0,0693 mg / kg  0,224 g  350 hari / tahun 


30tahun
I=
60 kg  70tahun  365
hari

-4
I = 1,1 x 10 mg/kg/hari

-4
ECR = 1,1 x 10 mg/kg/hari x 1,5
-4
ECR = 1,6 x 10 mg/kg/hari
Lampiran 14. Hasil % Recovery dan Analisis Kadar Arsen Sesudah Penambahan

Larutan Baku pada Sampel

1. Hasil Analisis Kadar Arsen (As) Sebelum Ditambahkan Larutan Baku

Berat Sampel Absorbansi Konsentrasi Kadar


Sampel
(g) (Y) (µg/L) (mg/kg)
1. 0,5007 0,0228 3,1467 0,3142
2. 0,5008 0,0226 3,1206 0,3116
3. 0,5025 0,0312 4,2440 0,4223
4. 0,5001 0,0215 2,9769 0,2976
5. 0,5006 0,0224 3,0944 0,3091
6. 0,5014 0,0216 2,9900 0,2981
∑ 1,9529
Rata-rata 0,3255

2. Hasil Analisis Kadar Arsen (As) Setelah Ditambahkan Larutan Baku

Berat Sampel Absorbansi Konsentrasi Kadar % Recovery


Sampel
(g) (Y) (µg/L) (mg/kg) (%)
1. 0,5003 0,1012 13,3884 1,3380 101,47
2. 0,5007 0,0925 12,2519 1,2235 90,00
3. 0,5012 0,1095 14,4726 1,4438 112,08
4. 0,5019 0,0945 12,5131 1,2466 92,31
5. 0,5002 0,0966 12,7875 1,2782 95,48
6. 0,5022 0,0923 12,2257 1,2172 89,37
∑ 7,7473 580,71
Rata-rata 1,2912 96,79

110
Universitas Sumatera
Utara
Lampiran 15. Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Kadar Arsen

Absorbansi = 0,1012

Persamaan regresi: y = 0,007655x – 0,001288

0,1012  0,001288
X= = 13,3884 µg/L
0,007655

Konsentrasi setelah ditambahkan larutan baku = 13,3884 µg/L

Konsentrasi x (ml) x Faktor Pengenceran


CF =
(µg/ml) Volume
Berat sampel (g)

0,0133884 µg/mL x 50 mL x 1
=
0,5003 g

= 1,3380 µg/g = 1,3380 mg/kg

Kadar sampel setelah ditambah larutan baku (CF) = 1,3380 mg/kg

Kadar rata-rata sampel sebelum ditambahkan larutan baku (CA) = 0,3255

mg/Kg

Kadar larutan baku dalam sampel (C*A) adalah :

Konsentrasi baku yang ditambahka


* n x volume baku yang ditambahka n
CA =
Berat rata - rata sampel

1 µg/mL
= x 0,5 mL
0,5011 g

= 0,9978 µg/g = 0,9978 mg/kg

Maka % perolehan kembali arsen:

CF - CA
= x 100 %
C*A

(1,338 - mg/kg
0 0,3255) x 100 % = 101,47 %
=
0,9978 mg/kg
Lampiran 16. Perhitungan Simpangan Baku Relatif dalam Sampel

% Perolehan Kembali 2
No. (Xi- X ) (Xi- X )
(Xi)
1. 101,47 4,68 21,90
2. 90,00 -6,79 46,10
3. 112,08 15,29 233,78
4. 92,31 -4,48 20,07
5. 95,48 -1,31 1,72
6. 89,37 -7,42 55,06
∑ 580,71 378,63
X 96,79 63,11

SD =
 Xi - X
2
n-1

378,63
=
6 -1

= 8,70

SD
RSD = x 100 %
X

8,70
= x 100 %
96,79

= 8,99 %
Lampiran 17. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

y = 0,007655x + 0,001288

Slope = 0,007655

Konsentrasi
Absorbansi 2
No. (µg/L) Yi Y-Yi (Y-Yi)
Y
X
1. 0,0000 -0,0032 -0,0013 -0,0019 0,00000361
2. 50,0000 0,0381 0,0370 0,0011 0,00000121
3. 10,0000 0,0774 0,0753 0,0021 0,00000441
4. 15,0000 0,1136 0,1135 0,0001 0,00000001
5. 20,0000 0,1504 0,1518 -0,0014 0,00000196
6. 25,0000 0,1901 0,1901 0 0
2
∑(Y-Yi) = 0,0000112

Sy/x   Yi
-Y 2
n-2
=
0,0000112
6-2

= 0,00167332

3 x (S y/x)
LOD =
Slope

3 x 0,0016732
=
0,007655

= 0,6558 µg/L = 0,0007 µg/ml

10 x Sy/x
LOQ =
Slope

10 x 0,0016732
=
0,007655

= 2,1859 µg/L = 0,0022 µg/mL


Lampiran 18. Tabel Nilai Kritis Distribusi t
Tingginya kadar ECR sangat dipengaruhi oleh tingginya konsumsi beras
di Indonesia yaitu 224 g/hari/orang menurut Badan Pusat Statistik Indonesia tahun

2017. Semakin tinggi tingkat konsumsi beras maka akan tinggi juga nilai ECR.

Standar kadar arsen dalam beras yang ditetapkan oleh WHO yaitu 0,3 mg/kg

masih sangat tinggi jiika digunakan sebagai standar di Indonesia, jika

dibandingkan konsumsi beras di Amerika dan Eropa yaitu 9 – 50 g/hari/orang. Di

beberapa negara Asia seperti Cina dan Jepang yang juga mayoritas masyarakatnya
masih banyak mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok, standar WHO

tersebut tidak digunakan, mengingat nilai 0,3 mg/kg masih menimbulkan risiko kanker.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Jepang menetapkan 0,01 mg/kg untuk kadar

arsen dalam beras, sedangkan di Cina 0,15 mg/kg. Di beberapa negara Asia

merupakan pengkonsumsi beras yang sangat tinggi dari 200 – 400 g/hari/orang. Hal

ini menyebabkan khususnya Indonesia dan negara-negara di Asia lebih banyak

berisiko terpapar arsen dari beras (Fu, dkk., 2011; Narukawa, dkk., 2012).

Anda mungkin juga menyukai