Anda di halaman 1dari 22

GERD (Gastroesophageal

reflux disease)
Adelia Khaerunisa 1604015350
DEFINISI (Dipiro, 2008. hlm.257)

• Gastroesophageal reflux disease (GERD) mengacu pada gejala atau


kerusakan mukosa yang dihasilkan dari refluks abnormal isi lambung ke
kerongkongan.
GERD dapat dibagi menjadi tiga kategori berbeda:
1. Esofagitis erosive
Esofagitis erosif terjadi ketika esofagus berulang kali terpapar pada bahan refluks untuk
periode yang lama (Gbr. 14-1). Peradangan yang terjadi berkembang menjadi erosi epitel
skuamosa.

2. Penyakit refluks non-erosive


Penyakit refluks non-erosif, juga disebut sebagai GERD “simtomatik” atau penyakit refluks
endoskopi-negatif, dikaitkan dengan gejala refluks berat dengan temuan endoskopi normal.

3. Barrett's esophagus
Esophagus Barrett adalah komplikasi dari GERD yang ditandai dengan penggantian
lapisan epitel skuamosa normal esofagus dengan epitel tipe kolumnar khusus. Esofagus
Barrett lebih mungkin terjadi pada pasien dengan riwayat refluks simptomatis yang panjang
dan mungkin menjadi faktor risiko untuk mengembangkan adenokarsinoma esofagus
(Dipiro, 2008. hlm. 257-258)
EPIDEMIOLOGI (Dipiro 2008, hlm.258)
GERD lazim pada pasien dari segala usia. Meskipun mortalitas yang terkait dengan
GERD jarang terjadi, gejalanya dapat secara signifikan menurunkan kualitas hidup.
Prevalensi dan kejadian GERD yang sebenarnya tidak diketahui karena:
1. Banyak pasien tidak mencari perawatan medis;
2. Gejala tidak selalu berkorelasi baik dengan keparahan penyakit; dan
3. Tidak ada standar emas untuk mendiagnosis penyakit.
Prevalensi esofagitis erosif meningkat pada orang dewasa yang berusia lebih dari 40
tahun. Namun, penyakit refluks nonerosive dapat mulai sekitar satu dekade lebih
cepat. Tampaknya tidak ada perbedaan besar dalam kejadian antara pria dan wanita
kecuali untuk hubungannya dengan kehamilan dan mungkin penyakit refluks non-
erosif terlihat pada wanita. Meskipun gender tidak memainkan peran utama dalam
pengembangan GERD, ini adalah faktor penting dalam pengembangan kerongkongan
Barrett, yang lebih sering terjadi pada pria.
PATOFISIOLOGI (Dipiro 7th edition, Hal.263)
• Faktor kunci dalam pengembangan GERD adalah refluks abnormal isi lambung dari
lambung ke kerongkongan.
• Dalam beberapa kasus, refluks gastroesofageal berhubungan dengan tekanan atau fungsi
esofagus sphincter (LES) yang lebih rendah. Pasien mungkin mengalami penurunan
tekanan LES yang berkaitan dengan relaksasi LES transient spontan, peningkatan
sementara tekanan intraabdominal, atau LES atonic. Berbagai makanan dan obat-obatan
dapat menurunkan tekanan LES.
• Masalah dengan mekanisme pertahanan mukosa normal lainnya juga dapat berkontribusi
pada pengembangan GERD, termasuk waktu pembersihan asam yang berkepanjangan dari
kerongkongan, keterlambatan pengosongan lambung, dan penurunan resistensi mukosa.
• Faktor-faktor agresif yang dapat menyebabkan kerusakan esofagus setelah refluks ke
dalam esofagus termasuk asam lambung, pepsin, asam empedu, dan enzim pankreas.
Komposisi dan volume refluks dan durasi paparan adalah faktor agresif yang paling penting
dalam menentukan konsekuensi refluks gastroesofagus.
TANDA & GEJALA (Dipiro 2008, hal. 260)

1. Gejala tipikal (Typical Symptoms)


2. Gejala atipikal (Atypical Symptoms)
adalah gejala yang terjadi diluar esophagus dan cenderung mirip
dengan gejala penyakit lain.
3. Gejala yang rumit (Complicated Symptoms)
adalah gejala yang menunjukan GERD yang berkepanjangan dan
kemungkinan sudah mengalami komplikasi. Pasien yang tidak ditangani
dengan baik dapat mengalami komplikasi.
• Mulas adalah gejala khas GERD dan umumnya digambarkan sebagai sensasi hangat atau pembakaran yang meningkat dari
perut yang dapat menjalar ke leher.
• Regurgitasi yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring. Kemudian mulut terasa asam dan pahit.
Gejala • Gejala mungkin lebih buruk setelah makan berlemak, ketika membungkuk, atau ketika berbaring dalam posisi berbaring
• Gejala lain termasuk kurang ajar air (hipersalivasi) dan sendawa.
tipikal

• Gejala atipikal meliputi asma non-alergi, batuk kronis, suara serak, faringitis, nyeri dada, dan erosi gigi.
• Dalam beberapa kasus, gejala-gejala ekstra-esofagus ini mungkin satu-satunya yang hadir, membuatnya lebih sulit untuk
mengenali GERD sebagai penyebabnya, terutama ketika studi endoskopi normal.
Gejala • Penting untuk membedakan gejala-gejala GERD dari penyakit-penyakit lain, terutama ketika nyeri dada atau gejala-gejala
paru muncul.
atipikal

• Ini termasuk nyeri terus-menerus, disfagia (kesulitan menelan), odinofagia (nyeri menelan), perdarahan, penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan, dan tersedak.
• Gejala-gejala ini dapat menjadi indikasi adanya komplikasi GERD seperti kerongkongan Barrett, striktur esofagus, atau
kanker kerongkongan.
Gejala rumit
DIAGNOSA (Dipiro 2015, hal.206)

• Riwayat klinis cukup untuk mendiagnosis GERD pada pasien dengan gejala
khas.
• Melakukan tes diagnostik pada pasien yang tidak menanggapi terapi atau yang
datang dengan gejala alarm. Endoskopi lebih disukai untuk menilai cedera
mukosa dan mengidentifikasi Barrett esophagus dan komplikasi lainnya.
• Pemantauan pH ambulatori, manometri esofagus, pemantauan impedansi-pH
kombinasi, topografi tekanan esofagus resolusi tinggi (HREPT), dan uji
empiris inhibitor pompa proton mungkin berguna dalam beberapa situasi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG (Dipiro 10th edition 2017, hal.1454-1455)
• Uji Inhibitor Pompa Proton / Proton Pump Inhibitor (PPI) Trial
Uji PPI merupakan salah satu metode diagnostik yang paling mudah dilakukan dan tidak invasif. Uji
PPI umumnya dilakukan pada pasien-pasien GERD tanpa tanda bahaya atau risiko esofagus Barret. Uji
PPI ini dilakukan dengan pemberian PPI selama 2 minggu tanpa dilakukan endoskopi terlebih dahulu.
Bila didapatkan perbaikan klinis dengan pemberian PPI dan gejala kembali setelah terapi dihentikan,
maka diagnosis GERD dapat ditegakkan. Uji PPI ini merupakan salah satu metode diagnostik yang
dianjurkan pada konsensus nasional di Indonesia tahun 2014, akan tetapi studi terbaru di Inggris
menunjukkan bahwa uji PPI memiliki sensitifitas 71% dan spesifisitas hanya 44%. Hal ini membuat
penegakan diagnosis GERD berdasarkan uji PPI saja harus dipertanyakan karena berisiko untuk
penyalahgunaan/overuse PPI dan overdiagnosis GERD.
• Pemantauan pH (pH-Metri)
Pemantauan/monitoring pH adalah salah satu metode diagnostik GERD yang paling baik dan cukup
sederhana. Pemeriksaan ini merupakan salah satu pemeriksaan yang disarankan dalam konsensus
nasional di Indonesia, terutama pada pasien dengan memiliki gejala ekstraesofageal sebelum terapi PPI
atau pasien yang gagal terapi PPI. Pengukuran pH dapat dilakukan dalam 24 jam atau 48 jam (bila
tersedia) dengan atau tanpa terapi supresi asam lambung. Konsensus Lyon tahun 2018
merekomendasikan untuk melakukan pH metri tanpa terapi PPI terutama pada pasien-pasien yang
belum pernah didiagnosis GERD sebelumnya. Apabila pasien sudah pernah terbukti GERD atau memiliki
komplikasi dari GERD, pH-metri dilakukan dengan dosis PPI 2x lebih banyak. Pasien-pasien dengan
GERD akan menunjukkan perbaikan pH bila diberikan terapi PPI.
• Endoskopi dan Histopatologi
Pemeriksaan dengan endoskopi merupakan prosedur yang invasif, sehingga pemeriksaan
ini sebaiknya tidak dilakukan bila tidak terdapat indikasi. Pemeriksaan ini sebaiknya hanya
dilakukan pada pasien-pasien yang memiliki gejala bahaya/alarm symptoms.
• Tes Barium
Pemeriksaan dengan barium saat ini sudah tidak rutin dilakukan karena tidak sensitif
untuk diagnosis GERD. Namun demikian, pemeriksaan ini lebih unggul bila dicurigai adanya
stenosis esofagus, hernia hiatus, striktur, dan disfagia. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan
untuk evaluasi disfagia pasca operasi antirefluks bersamaan dengan endoskopi.
• Pemeriksaan Lain
Banyak modalitas diagnostik lain yang dapat dilakukan, di antaranya manometri esofagus
dan tes bilitec. Pemeriksaan ini lebih ditujukan untuk evaluasi komplikasi GERD, bukan untuk
diagnosis GERD secara rutin. Jika terdapat kecurigaan infeksi Helicobacter pylori, dapat
dilakukan urea breath test atau biopsi menggunakan endoskopi.
ALGORITMA (Konsensus GERD 2013, hal.14, 16, 18)
KASUS
• ibu KR (48 tahun) datang ke Rumah Sakit dengan keluhan utama nyeri
ulu hati yang disertai rasa terbakar hingga ke leher dan punggung. Nyeri
tersebut dirasakan sejak 2 bulan yang lalu dan semakin memburuk sejak
14 hari terakhir, terutama saat malam hari saat pasien berbaring.
Sedikitnya pasien merasakan gejala tersebut 4 kali seminggu. Gejala ini
membuat pasien sulit tidur sehingga pada siang hari pasien merasa
kelelahan. Pasien juga melaporkan terkadang mengalami regurgitasi
setelah pasien makan yang disertai rasa pahit di mulut dan terkadang
pasien merasa sesak nafas. Pasien sudah mencoba mengkonsumsi
antasida 3x sehari sebelum makan selama 2 minggu terakhir, namun
gejalanya hanya membaik sementara.
Berikut adalah data pasien:
a. Pasien mengaku tidak memiliki riwayat gangguan saluran cerna
b. Pekerjaan pasien : karyawan swasta
c. Riwayat penyakit pasien : Diabetes melitus tipe 2 selama 2 tahun terakhir
d. Riwayat pengobatan sebelumnya :
1)Antasida saat nyeri ulu hati 3x/hari sejak 2 minggu yang lalu
2)Metformin 500 mg 3x1 dan glibenklamid 5 mg 1x1 selama 1 tahun
e. Pasien mengaku tidak mengkonsumsi NSAID
f. Berat badan pasien 70 kg, tinggi badan 150 cm
g. Pasien mengaku tidak terdapat darah dalam feses
h. Dokter mendiagnosa pasien mengalami GERD dengan gejala moderate
i. Obat yang diresepkan dokter saat ini :
R/ Antasida tablet No.XXX
S 3 dd 1
R/ Ranitidin 150 mg No.XX
S 2 dd 1
R/ Metoklopramid 10 mg No.X
S 1 dd 1
• Nyeri ulu hati hingga ke punggung
• Heartburn, Sesak nafas
• DM tipe 2

Subjek • tidak memiliki riwayat gangguan saluran cerna


• tidak terdapat darah dalam feses
• tidak mengkonsumsi NSAID
• Pasien mengalami regurgitasi
• Pengobatan sebelumnya : antasida dan metformin + glibenklamid

Objek • Dokter mendiagnosis GERD dengan gejala moderate

• Penggunaan Ranitidin kurang efektif karena gejala yang dialami pasien

Assessment merupakan gejala moderate sehingga perlu diganti dengan PPI


• Penggunaan metoklopramid di hilangkan, karena hanya dapat digunakan
jika pasien sudah memeriksa tes endoskopi (dipiro 2015, hal 211)

• Menggati Ranitidin dengan terapi golongan PPI karena untuk pasien GERD

Plan dengan gelala moderate. Diganti dengan Lansoprazole, penggunaannya


30-60 menit sebelum makan (dipiro 2015, hal 209)
• Konseling terapi non farmakologi kepada pasien
SOAL
1. Apa tujuan terapi pada pasien?

Jawab:
• Untuk meringankan/mengurangi gejala
• Mengurangi frekuensi dan durasi refluks gastroesofagus
• Meningkatkan penyembuhan mukosa yang terluka
• Mencegah berkembangnya komplikasi
(ISO Farmakoterapi, hal.408)
2. Apakah pasien memerlukan terapi pemeliharaan?
Jika iya, sebutkan (obat, dosis serta durasinya)!

Jawab:
Perlu, PPI low dose (4-16 minggu)
Obat Dosis Durasi
Lansoprazole 30 mg 2x sehari
Omeprazole 20 mg 2x sehari
Rabeprazole 20 mg 2x sehari
Pantoprazole 40 mg 2x sehari
Esomeprazole 20-40 mg 2x sehari

(Dipiro 9th edition, hal.209)


3. Bagaimana rencana monitoring terapi pada
pasien?

Jawab :
• Pantau frekuensi dan tingkat keparahan gejala GERD, dan edukasi pasien
tentang gejala yang menunjukan adanya komplikasi yang memerlukan
perhatian medis, seperti disfagia atau odynophagia. Mengevaluasi pasien
dengan gejala persisten adanya penyempitan atau komplikasi lainnya.
• Pantau pasien untuk efek obat yang merugikan dan adanya gejala atipikal
seperti radang tenggorokan, asma, atau nyeri dada. Gejala-gejala ini
memerlukan evaluasi diagnostik lebih lanjut
(Dipiro 2015, hal.212)
4. Sebutkan tatalaksana non farmakologi untuk
kasus tersebut!

• Hindari makanan yang meningkatkan asam lambung


• Hindari makanan berlemak
• Hindari minuman bersoda dan mengandung alkohol
• Jangan merokok
• Hindari berbaring setelah makan
• Tinggikan bagian kepala tempat tidur
(Dipiro 9th edition, hal. 209-210)
5. Jelaskan perbedaan Gerd dan Ulkus Peptik!
Keterangan GERD Ulkus Peptik
Definisi Kondisi dimana adanya refluks (keluarnya) cairan Akibat dari kerusakan lambung yang terus
lambung ke dalam esofagus (kerongkongan) menerus berlanjut dan menyebabkan luka
atau tukak, yaitu luka terbuka dilambung
Tanda dan Nyeri didaerah dada bagian bawah (rasa terbakar), sulit Dipepsia, kembung, mual, muntah, cepat
gejala menelan, mual atau pahit di lidah, sendawa kenyang, atau perut terasa penuh
Etiologi • Penyakit GERD dapat terjadi pada orang dewasa Sering :
maupun anak-anak • Infeksi helicobacter pylori
• Meskipun mortalitas pada penyakit ini tidak begitu • NSAID
besar tetapi dapat memberikan dampak yang buruk • Stress : trauma, pembedahan, emosi
pada kondisi kesehatan orang yang menderita Jarang :
• Sekitar 44% penduduk di Amerika dilaporkan • Hipersekresi asam lambung (zollinger-
menderita gejala seperti GERD Ellison’s syndrome)
• Kemoterapi
• Infeksi virus (CMV)
Patogenesis/ Makanan (coklat, makanan berlemak), buah atau jus Infeksi H.pylori
patofisiologi asam, kopi, alkohol, minuman bersoda
Pengobatan Antasida, H2-reseptor bloker, PPI Antibiotik, PPI, bismuth
6. Apakah alarm symptom yang mengindikasikan
adanya komplikasi?

• Dysphagia atau odynophagia


• Berat badan menurun
• Pendarahan gastrointestinal
(Dipiro 2008, hal 260)

Anda mungkin juga menyukai