Kue tradisional ku’u Gorontalo merupakan salah satu produk berbahan dasar
tepung beras ketan yang banyak digemari masyarakat karena ukurannya yang
kecil. Kue ku’u dalam penelitian ini disubstitusi dengan tepung umbi talas sesuai
konsentrasi pada setiap perlakuan, dibawah ini merupakan gambar setiap
perlakuan substitusi:
P0 P1 P2 P3
Gambar 7. Hasil olahan produk kue tradisional ku’u dari tepung umbi talas
Sumber : Dokumentasi Penelitian
Rasa
7
6.1
6 5.2
5 4.5
4 3.7
3
2
1
0
P0 P1 P2 P3
Kode Sampel
Berdasarkan pengamatan grafik diatas, hasil uji organoleptik pada rasa kue
tradisional ku’u dari tepung umbi talas menunjukan bahwa semakin banyak
jumlah tepung umbi talas yang digunakan maka semakin rendah tingkat kesukaan
panelis terhadap rasa, dengan nilai rata-rata terendah pada perlakuan P3 (kobinasi
tepung umbi talas 30% dan tepung beras ketan 70%) dengan skor 3,7 (agak tidak
suka) dan nilai rata-rata tertinggi yaitu pada perlakuaan P0 (kombinasi tepung
umbi talas 0% dan tepung beras ketan 100%) dengan skor 6,1 (suka).
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) pada grafik diatas
menunjukan bahwa setiap perlakuan berpengaruh nyata (p>0,05) pada indikator
kue tradisional ku’u dari tepung umbi talas. Kombinasi tepung umbi talas dan
tepung beras ketan memberikan pengaruh nyata pada rasa kue tradisional ku’u
sehingga dilakukan uji lanjut duncan. Hasil diagram diatas menunjukkan bahwa
rasa pada kue ku’u berbeda nyata, pada P0 yang merupakan kontrol memiliki nilai
rasa tertinggi dengan nilai 6,1 atau berbeda nyata dengan P1, untuk tiga perlakuan
yang ditambahkan tepung umbi talas juga memiliki nilai rasa yang berbeda nyata,
dimana P1 dengan konsentrasi tepung umbi talas 10% dan tepung beras ketan
90% memiliki nilai rasa 5,2 atau pada skala hedonik panelis rata-rata agak suka
dengan rasa kue ku’u dengan tambahan tepung umbi talas. Perlakuan P2 dengan
konsentrasi 20% tepung umbi talas dan 80% tepung beras ketan memiliki nilai
rasa rata-rata 4,5 dengan keterangan skala hedonik netral, dan untuk perlakuan P3
dengan konsentrasi tepung umbi talas 30% dan tepung beras ketan 70% memiliki
nilai rata-rata tingkat kesukaan yaitu 3,7 dengan keterangan skala hedonik agak
tidak suka.
Penurunan tingkat kesukaan pada rasa dipengaruhi langsung oleh
penambahan tepung umbi talas, semakin banyak konsentrasi tepung umbi talas
pada kue ku’u maka rasa dari kue ku’u akan terasa sedikit pahit. Rasa pahit ini
diduga karena banyaknya kandungan getah pada umbi talas sehinga
mempengaruhi rasa kue ku’u, menurut Nita dkk (2015) Umbi talas mengandung
kalsium oksalat yang apabila dikonsusmsi berlebihan dapat menimbulkan rasa
pahit, untuk menghilangkan dan mengurangi kadar oksalat didalam umbi talas
dapat dilakukan dengan perebusan, perendaman dalam air hangat dan perendaman
dalam larutan garam. Umbi talas mentah mempunyai kadar kalsium oksalat
sebesar 1096,2 mg dalam 100 gr bahan (Septoningsih, 2013). Dalam pembuatan
produk kue ku’u ini kami melakukan perendaman dengan air garam sebelum
direbus untuk menghilangkan getah yang berlebihan pada umbi talas.
4.1.2 Warna
Warna adalah unsur hedonik pertama yang bisa dilihat langsung oleh
panelis untuk memberikan tanggapan terhadap suatu produk. Penentuan kualitas
mutu bahan makanan umumnya dilakukan dan bergantung pada warna yang
dimiliki oleh makanan itu sendiri. Warna yang sesuai dengan warna yang
seharusnya dan tidak menyimpang akan memberikan kesan penilaian tersendiri
oleh panelis selain rasa, aroma dan tekstur, warna juga menjadi salah satu
indikator yang dapat menarik perhatian konsumen untuk mencicipi dan mengenali
suatu produk (Asmaraningtyas, 2014). Hasil uji organoleptik pada indikator warna
pada kue ku’u dari tepung umbi talas dapat dilihat pada gambar 9 berikut.
Warna
7 6.5
6 5.5
5 4.5
4 3.5
3
2
1
0
P0 P1 P2 P3
Kode Sampel
4.1.3 Tekstur
Tekstur merupakan aspek penting dalam penilaian mutu produk pangan.
Tekstur juga termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan
konsumen terhadap produk pangan (Firmansya, 2019). Tekstu berkaitan dengan
kekerasan, kelunakan, dan kerenyahan suatu produk. Hasil uji organoleptik pada
indikator tekstur pada kue ku’u dari tepung umbi talas dapat dilihat pada gambar
10 berikut.
Tekstur
7 6.4
5.9
6
4.9
5
3.9
4
3
2
1
0
P0 P1 P2 P3
Kode Sampel
Aroma
7 6.2
6 5.6
5 4.8
4.4
4
3
2
1
0
P0 P1 P2 P3
Kode Sampel
Berdasarkan pengamatan grafik diatas, hasil uji organoleptik pada aroma kue
tradisional ku’u dari tepung umbi talas menunjukan bahwa semakin banyak
jumlah tepung umbi talas yang digunakan maka semakin rendah tingkat kesukaan
panelis terhadap indikator aroma, dengan nilai rata-rata terendah pada perlakuan
P3 (kobinasi tepung umbi talas 30% dan tepung beras ketan 70%) dengan skor
4,4% dan nilai rata-rata tertinggi yaitu pada perlakuaan P0 (kombinasi tepung
umbi talas 0% dan tepung beras ketan 100%) dengan skor 6,2%.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) pada grafik diatas
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan terhadap aroma kue ku’u
dengan substitusi tepung umbi talas. Sesuia analisis Duncan antara P0 dan P1
tidak berbeda nyata begitu pun dengan P2 dan P3, namun sangat berbeda nyata
antar P0, P2 dan P3. Perbedaaan ini juga terjadi antara perlakuan 1 dan perlakuan
2 dan 3. Berdasarkan gambar diagram diatas menunjukkan bahwa subtitusi tepung
umbi talas berpengaruh nyata pada aroma kue ku’u disetiap perlakuan tepung
umbi talas yang diberikan, pada perlakuan P0 memiliki nilai rata-rata 6,2 dengan
keterangan skala hedonik suka, untuk perlakuan P1 dengan konsentrasi susbtitusi
tepung umbi talas sebanyak 10% memiliki nilai rata-rata 5,6 dengan keterangan
skala hedonik agak suka, selanjutnya pada perlakuan P2 dengan konsentrasi
substitusi 20% memperoleh nilai rata-rata sebanyak 4,8 atau netral, dan pada
perlakuan terakhir P3 dengan konsentrasi substitusi penambahan tepung umbi
talas sebanyak 30% memiliki nilai tingkat kesukaan aroma sebanyak 4,4 dengan
keterangan skala hedonik netral.
Penurunan nilai tingkat kesukaan aroma dipengaruhi langsung oleh
penambahan tepung umbi talas dan penambahan bahan lain seperti isian kue ku’u
yaitu kelapa yang dimasak dengan gula merah, pada produk kue ku’u ini aroma
dari tepung umbi talas tidak begitu tajam karena pada dasarnya talas bukanlah
bahan makanan yang berbau menyengat atau tajam. Menurut (Nita Arlan Sari,
2015) tepung umbi talas memiliki aroma sedikit langu, sehingga apabila
disubstitusikan dengan tepung lainnya akan mempengaruhi aroma produk yang
dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian ini kue ku’u memiliki aroma yang sedikit
langu sehingga mengurangi aroma harum kue ku’u.
4.2 Serat Kasar
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan kimia atau asam kuat dan basa kuat yang digunakan untuk menentukan
kadar serat yaitu asam sulfat dan natrium hidroksida. Komponen dari serat kasar
ini tidak mempunyai nilai gizi akan tetapi serat ini sangat penting untuk proses
memudahkan dalam pencernaan didalam tubuh agar proses pencernaan tersebut
lancer (Tuapattinaya, 2017). Hasil analisis serat kasar kue ku’u dari tepung umbi
talas disajikan pada Gambar 12.
Serat Kasar
10.0% 9.0%
9.0%
8.0%
serat kasar (%)
Berdasarkan grafik pada gambar diatas menunjukan bahwa kadar serat kue
ku’u dengan formulasi tepung umbi talas dan tepung beras ketan mengalami
kenaikan berkisar antara (5,2% - 9,0%). Kadar serat kue ku’u tertinggi diperoleh
pada konsentrasi 30% tepung umbi talas dan 70% tepung beras ketan dengan nilai
(9,0%), sedangkan kadar serat terendah diperoleh pada konsentrasi 100% tepung.
beras ketan dengan nilai (5,2), semakin banyak tepung umbi talas yang
ditambahkan maka kadar serat kue ku’u semakin tinggi. Berdasarkan analisis sidik
ragam (ANOVA) diketahui bahwa pengaruh konsentrasi tepung umbi talas pada
pembuatan kue ku’u tidak memberikan berpengaruh terhadap kadar serat kasar
produk maka tidak perlu dilakukan uji lanjut duncan.
Peningkatan kadar serat ini tentunya bersamaan dengan tingginya
susbtitusi tepung umbi talas disetiap perlakuan. Hasil analisis dapat dilihat
kecenderungan bahwa semakin besar variasi pencampuran tepung umbi talas dan
tepung ketan maka kadar serat kasar kue ku’u semakin tinggi. Peningkatan kadar
serat kasar pada kue ku’u disebabkan karena kandungan mineral pada bahan
berikatan dengan serat tepung umbi talas sehingga serat tidak larut dan tidak
mudah terhidrolisis oleh asam kuat (H2SO4). Talas memiliki keunggulan berupa
kandugan serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan tepung terigu. Tepung talas
menyumbang 2,96 g dalam 100 g tepung umbi talas, sehingga kadar serat yang
dihasilkan lebih (Bella indri kaltari, 2016). Menurut sumber dari Direktorat Gizi
Depkes RI, 1981, tepung beras ketan memiliki kandungan serat 0,4 gram.
Tingginya kandungan serat pada setiap perlakuan dikarenakan makin banyak
konsentrasi tepung umbi talas yang disubtitusikan.
Penambahan buah naga pada setiap perlakuan diduga berpengaruh pada
peningkatan kadar serat kasar yang terkandung dalam setiap kandungan kue ku’u.
Hal ini disebabkan karena daging buah naga merah memiliki kandungan serat
kasar. Hal ini didukung hasil penelitian Jalukhu (2021) yang menyatakan tinggi
rendahnya kandungan serat pada velva dipengaruhi oleh bahan baku yang
digunakan yaitu buah naga. Hal ini juga didukung oleh data Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia (2018) yang menjerangkan bahwa dalm 100 gram
buah naga merah mengandung kadar serat kasar sebesar 3,2 gram.
20.000
14.433
15.000
10.000
5.000
0.000
P0 P1 P2 P3
Kode sampel
Dilihat pada diagram batang diatas nilai IC50 kue ku’u pada penelitian ini
berkisar antara 14,433 - 35,917 ppm. Kue ku’u yang memiliki nilai IC50 terendah
ada pada perlakuan P3 dengan subtitusi 30% tepung umbi talas. Kue ku’u dengan
subtitusi 20% tepung umbi talas memiliki nilai IC50 sebesar 27,332 ppm. Kue
ku’u dengan subtitusi 10% tepung umbi talas memiliki nilai IC50 sebesar 33,141
ppm. Sedangkan, kue ku’u dengan nilai IC50 tertinggi ada pada perlakuan P0
tanpa subtitusi tepung umbi talas yaitu 35,917 ppm. Nilai IC50 merupakan
konsentrasi efektif dari suatu ekstrak yang dibutuhkan untuk meredam 50% dari
total DPPH (Tristantini, 2016). Semakin rendah nilai IC50 dari kue Ku’u maka
akan semakin kuat aktivitas antioksidan dari kue Ku’u. Nilai aktivitas antioksidan
berdasarkan nilai IC50 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel … Sifat antioksidan berdasarkan IC50(Molyneux, 2004)
4.4 Vitamin C
Vitamin C merupakan salah satu vitamin yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Fungsi vitamin C antara lain sangat penting dalam
pembentukan kolagen dan membantu penyerapan zat gizi lainnya (Winarno,
2018). Selain itu vitamin C merupakan antioksidan sekunder yang memiliki sifat
volatile dan polar, sehingga vitamin C sangat bermafaat bagi kesehatan tubuh
(Widianingsih, 2016). Berdasarkan hasil pengujian vitamin C pada beberapa kue
ku’u ekstrak buah naga dengan penambahan beberapa konsentrasi umbi talas
didapatkan hasil yang dapat dilihat pada grafik batang berikut ini:
Vitamin C
0.210
0.203a
0.200
Vitamin C (mg/100g)
0.190
0.183a
0.180 0.176a
0.172a
0.170
0.160
0.150
P0 P1 P2 P3
Kode Sampel
Hasil pegujian vitamin C (Gambar 14.) didapatkan nilai vitamin C kue ku’u
dari tepung umbi talas berkisar antara 0,172 - 0,203 mg/100g. Hasil pengujian
juga menunjukan terjadi kenaikan nilai vitamin C seiring dengan semakin banyak
tepung umbi talas yang ditambahkan. Vitamin C tertinggi ada pada perlakuan P3
yaitu 0,203 mg/100g. Sedangkan, nilai vitamin C terendah ada pada perlakuan P0
sebesar 0,172 mg/100g. Berdasarkan hasil analisis statistik sidik ragam pada taraf
signifikan 0,05 menunjukan bahwa kue ku’u dengan penambahan tepung umbi
talas tidak berpengaruh terhadap nilai vitamin. Perbedaan perlakuan memberikan
nilai pengaruh yang tidak nyata, sehingga tidak dilanjutkan pengujian duncan.
Dilihat dari grafik terjadi kenaikan vitamin C namun tidak signifikan.
Penambahan tepung umbi talas tidak mempengaruhi peningkatan nilai vitamin C
kue ku’u dengan penambahan tepung umbi talas diduga disebabkan oleh
kandungan vitamin C dalam umbi talas dalam jumlah sedikit, sehingga nilai
vitamin C pada setiap perlakun tidak berpengaruh. Hal ini didukung olehb
penyataan Titin (2018), umbi talas memiliki kandungan gizi seperti lemak,
vitamin B1, vitamin A, dan sedikit vitamin C.
Kenaikan vitamin C diduga karena penambahan buah naga merah sebagai
pengawet alami hal ini diduga karena buah naga merah mengandung vitamin C
yang tinggi. Menurut Risnayanti (2015) menyatakan bahwa Kadar vitamin C uah
naga merah sebesar 5,28 mg/100 gram atau 0,528%. Buah naga memiliki nilai
ekonomi tinggi dan bermanfaat untuk mengobati berbagai jenis penyakit yaitu
dapat menurunkan kadar kolesterol, penyeimbang gula darah, mencegah kanker
usus, menguatkan fungsi ginjal dan tulang, menguatkan daya kerja otak,
meningkatkan ketajaman mata serta bahan kosmetik.
Penetapan kadar vitamin C pada setiap perlakuan dilakukan dengan
menggunakan metode titrasi idiometri (titrasi langsung). Hal ini dibuat
berdasarkan sifat vitamin C dapat bereaksi dengan larutan iodium 0,01 N, yang
memiliki fungsi sebagai pereaksi untuk memperlihatkan jumlah vitamin C yang
ada didalam sampel, sehingga sampel akan menunjukan perubahan warna menjadi
unggu. Vitamin C adalah salah satu vitamin yang digunakan oleh tubuh dan
memiliki fungsi untuk meningkatkan 69 sistem imunitas dan antioksidan. Vitamin
ini mudah larut dalam air sehingga apabila dikonsumsi melebihi batas maksimal
maka kelebihan tersebut akan dikeluarkan melalui urin. Batas maksimal yang
diizinkan untuk mengkonsumsi vitamin C adalah 1000 mg/hari (Arsin, 2012).
4.5 Warna
Warna merupakan visualisasi suatu produk yang langsung terlihat lebih
dahulu dibandingkan dengan variabel lainnya. Noviyanti, dkk (2016) menegaskan
bahwa secara visual faktor warna akan tampil lebih dahulu dan sering kali
menentukan nilai suatu produk. Hasil warna pada kue tradisional ku’u diukur
menggunakan alat Colour Reader, dengan mengukur nilai L yaitu tingkat
kecerahan sampel, sampel yang diukur semakin cerah ketika nilai L mendekati
100, sampel yang diukur semakin gelap ketika nilai L mendekati 0. Nilai A pada
pengukuran warna yaitu parameter campuran merah-hijau, pada sampel nilai A
positif maka sampel menunjukan warna lebih merah, nilai A negatif menunjukan
warna sampel lebih hijau dan nilai B menunjukan warna merah. Hasil pengukuran
niali warna pada kue tradisional ku’u dapat dilihat pada gambar 15.
35.00 32.50 13.00
29.14 12.50
30.00 26.90 12.50
25.27 12.00
25.00 12.00 11.67
20.00 11.50
Nilai A
Nilai L
15.00 11.00
10.57
10.00 10.50
5.00 10.00
0.00 9.50
P0 P1 P2 P3 P0 P1 P2 P3
Kode Sampel Kode Sampel
10.00
8.90
9.00
8.00 7.17 7.30
7.00
6.00
Nilai B
5.00
4.00 3.13
3.00
2.00
1.00
0.00
P0 P1 P2 P3
Kode Sampel
Gambar 15. Grafik Uji Warna menggunakan Colour Reader terhadap Kue Tradisional Ku’u
dengan Penambahan Tepung Umbi Talas
4.6 Kekenyalan
Kekenyalan merupakan satu sifat rheologi (tekstur) bahan pangan yang
berhubungan dengan sifat keras (hardness) dan sifat kohesif (cohesiveness) yaitu
kepaduan suatu tekstur bahan pangan yang berkaitan dengan sifat “dapat kembali”
ketika bahan/produk pangan tersebut disentuh. Kekenyalan pada produk
merupakan factor utama yang dapat mempengaruhi kualitas suatu produk (Sinaga,
dkk 2020). Hasil uji kekenyalan pada kue tradisional ku’u dengan substitusi
tepung umbi talas dengan menggunakan instrument texture analyzer dapat dilihat
pada gambar 16.
Tekstur Kue ku'u
1000.0
892.8
900.0
800.0
700.0
Tekstu (g/force)
600.0
500.0
400.0 320.7
300.0
208.1
200.0 120.7
100.0
0.0
P0 P1 P2 P3
Kode Sampel