Anda di halaman 1dari 4

Evaluasi sensori atau uji inderawi/organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada

proses penginderaan, ilmu pengetahuan yang menggunakan indera manusia untuk mengukur
tekstur, penampakan, aroma dan flavor produk pangan. Penginderaan adalah suatu proses
fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indera akan sifat-sifat benda karena
adanya rangsangan yang diterima alat indera yang berasal dari benda tersebut.
Penginderaan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indera mendapat
rangsangan (stimulus). Pengujian sensori (uji panel) berperan penting dalam pengembangan
produk dengan meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan. Panelis dapat
mengidentifikasi sifat sifat sensori yang akan membantu untuk mendeskripsikan produk.
Penerimaan dan kesukaan atau preferensi konsumen terhadap suatu produk diawali dengan
penilaiannya terhadap penampakan, flavor dan tekstur. Pendekatan dengan penilaian
organoleptik dianggap paling praktis lebih murah biayanya.
Pada penelitian uji sensori terhadap warna roti yang dibuat dari berbagai jenis gula,
permukaan roti yang paling berwarna coklat adalah roti perlakuan gula T1 dan yang paling
berwarna pucat adalah perlakuan gula T3. Warna yang timbul pada produk pangan biasanya
dihasilkan dari reaksi Maillard. Reaksi Maillard merupakan reaksi-reaksi yang terjadi antara
karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer (Winarno, 2004). Hasil
reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat.
Tekstur merupakan salah satu komponen penting yang menentukan kualitas akhir roti
Roti manis dengan perlakuan penambahan gula fruktosa. fruktosa berfungsi untuk
membentuk tekstur dan menurunkan kekerasan. Tekstur yang dihasilkan pada perlakuan
dengan gula fruktosa adalah yang paling lembut (tidak bantat). dalam pengolahan bahan
pangan merupakan bahan pangan bernilai gizi tinggi yang berfungsi sebagai penguat cita
rasa, mencegah pembentukan kristal gula, dan mampu menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dengan tekanan osmosa yang tinggi. Hal tersebut diperkuat oleh Hanover
dan White (1993) bahwa fruktosa dapat meningkatkan kualitas tekstur yang lebih baik.

Pengaruh Berbagai Jenis Gula Terhadap Sifat Sensori dan Nilai Gizi Roti Manis Effects of
Different Types of Sugar on the Sensory Properties and Nutritional Value of Sweet Bread
Visi Andragogi, Valentinus Priyo Bintoro*, Siti Susanti Program Studi Teknologi Pangan,
Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang *Korespondensi
dengan penulis (vepebe@yahoo.com) Artikel ini dikirim pada tanggal 9 Oktober 2018 dan
dinyatakan diterima tanggal 7 Nopemberi 2018. Artikel ini juga dipublikasi secara online
melalui www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tekpangan. eISSN 2597-9892. Hak cipta
dilindungi undang-undang. Dilarang diperbanyak untuk tujuan komersial.

Aroma Roti Aroma merupakan senyawa yang mudah terbang (volatile) dan sampai ke
dalam alat sensor peciuman manusia (sel olvactory) dalam bentuk gas. Hasil sensoris organ
manusia tersebut akhirnya dapat diduga (diketahui) bahan atau senyawa apa yang terkandung
di dalamnya atau sumber asal aroma tersebut. Aroma merupakan faktor penting kedua setelah
warna. Pada umumnya setelah panelis atau konsumen tertarik pada warna, langkah
selanjutnya dalam mempertimbangkan penerimaan suatu bahan (pangan) adalah berdasarkan
penilaian aroma. Hasil uji sensoris (Tabel 2) menunjukkan bahwa para panelis tidak dapat
membedakan aroma atau masih menyukai aroma roti yang dibuat dari bahan tepung komposit
sam pai 10% (k1). Sedangkan roti yang mempergunakan tepung komposit lebih dari 10%,
para panelis sudah tidak menyukai aroma roti. Pada umumnya para panelis tidak menyukai
aroma roti yang mempergunakan tepung komposit karena aroma ubi jalar yang cenderung
‘bau mentah atau langu
. Citarasa Citarasa (flavor) merupakan perpaduan antara aroma dan cicip, yakni
makanan yang diuji dicicip/dimakan, sementara makanan ditelan sedangkan aromanya
dirasakan di lubang tenggorokan bagian atas. Cicip merupakan salah satu penentu dari
keputusan panelis apakah suatu produk pangan tersebut disenangi atau kurang disenangi.
Hasil uji sensoris (Tabel 2)
KESIMPULAN Hasil penilaian sensoris para panelis disimpulkan sebagai berikut : (a)
Penambahan 10% tepung komposit pada adonan menghasilkan warna remah, aroma, citarasa
yang masih disukai oleh panelis, (b) tingkat keempukan roti, maka para panelis masih
menyukai roti yang dibuat dari bahan utama tepung terigu, (c) Fortifikasi rumput laut 5% dan
10% pada adonan roti sedikit berpengaruh terhadap tingkat kesukaan para panelis pada roti
yang dihasilkan. Roti manis yang berbasis tepung komposit dan fortifikasi rumput laut yang
mempunyai karakteristik roti yang cukup baik dan masih disukai oleh para panelis adalah roti
yang dibuat dari 10% tepung komposit dan fortifikasi 10% rumput laut.
KARAKTERISTIK SENSORIS ROTI MANIS BERBASIS TEPUNG KOMPOSIT
YANG DIFORTIFIKASI RUMPUT LAUT Kartiwan dan Bachtaruddin Badewi Program
Studi Teknologi Pangan Politeknik Pertanian Negeri Kupang Jl. Adisucipto Penfui, P. O.
Box. 1152, Kupang 85011
Roti merupakan makanan yang terbuat dari fermentasi terigu dengan ragi atau dengan
bahan pengembang lainnya, kemudian dipanggang (Lilik Noer Yulianti:2004). Roti termasuk
dalam salah satu produk bioteknologi konvensional karena adanya proses fermentasi yang
memanfaatkan mikroorganisme (Mudjajanto dan Yulianti, 2007). Zat gizi yang terdapat
didalam roti yaitu β-karoten, tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), niasin, serta
sejumlah mineral berupa zat besi, iodium, kalsium dan sebagainya.
Protein dalam tepung terigu bermanfaat dalam pembuatan roti karena dapat
memberikan sifat mudah dicampur, difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan
mudah digiling. Dalam pembuatan roti sebaiknya menggunakan tepung gandum guna
menghasilkan pengembangan roti yang lebih baik karena terdapat jenis protein dalam
gandum akan menghasilkan gluten jika dicampur dengan air. Senyawa ini berguna dalam
proses pengembangan roti. Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas yang
dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali.
Menurut Wahyudi (2003) gula sukrosa (gula pasir) yang biasa digunakan dalam
pembuatan roti dapat berbentuk kristal maupun berbentuk tepung, b. Memperbaiki tekstur
produk. c. Membantu memepertahankan air sehingga memperpanjang kesegaran. d.
Menghasilkan kulit (crust) yang baik. f. Memberi rasa manis serta memperbaiki warna dan
aroma karena proses karamelisasi dan reaksi Maillard (khususnya gula reduksi) selama
pemanggangan.
Penggunaan susu untuk produk roti berfungsi membentuk rasa, mengikat air, sebagai
bahan pengisi, membentuk struktur yang kuat karena adanya protein berupa kasein,
membentuk warna, karena terjadi reaksi pencoklatan dan menambah keempukan karena
adanya laktosa (Koswara, 2009).
Ragi merupakan mikroorganisme atau suatu mahkluk hidup berukuran kecil, pada
umumnya yaitu jenis Saccharomyces cerevisiae yang biasa dimanfaatkan dalam pembuatan
roti. Ragi berfungsi sebagai pengembang adonan dengan produksi gas CO2 dan pemberi rasa
dan aroma.
Telur dalam pembuatan roti berfungsi membentuk suatu kerangka yang bertugas
sebagai pembentuk struktur. Telur dapat memberikan pengaruh pada warna, rasa, dan
melembutkan tekstur roti dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat pada kuning telur.
PROSES PENGOLAHAN ROTI SOBEK DI UPT. MAKANAN DAN MINUMAN TEFA BAKERY &
COFFEE. Elvina Nurul Amelia B32182014 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN JURUSAN
TEKNOLOGI PERTANIAN POLITEKNIK NEGERI JEMBER 2022

KERIPIK PISANG

Kadar air keripik pisang dengan konsentrasi dan lama perendaman larutan kapur sirih
memiliki perbedaan yang nyata. lama dan kalsium masuk ke dalam jaringan buah, berikatan
dengan gugus karboksil pada pektin, sehingga perendaman menghasilkan produk dengan
kadar air rendah(Astuti, Yuliani dan Rahmadi, 2019). Kadar air maksimal yang ditetapkan
dalam SNI untuk produk keripik pisang yaitu maksimal 6%. Kadar air yang memenuhi SNI
terdapat pada perlakuan KP6 sampai KP9. Dengan kadar air yang rendah maka diharapkan
produk dapat awet, di samping itu juga produk memiliki sifat kerenyahan yang baik.
Semakin tinggi konsentrasi dan waktu perendaman maka nilai organoleptik rasa pada
keripik pisang semakin menurun. Rasa keripik akan semakin menurun dengan semakin
meningkatnya konsentrasi dan lama perendaman kapur sirih. Kapur sirih dapat
mempengaruhi rasa asli dari produk tersebut. Proses perendaman dengan waktu yang lama
juga dapat membuat kapur sirih terserap lebih banyak ke dalam bahan sehingga
mempengaruhi penilaian panelis (Siregar, Setyohadi dan Nurminah, 2015).
Semakin tinggi kapur sirih dan waktu perendamannya maka nilai organoleptik warna
keripik pisang yang dihasilkan akan semakin menurun. Hal ini karena kapur sirih
menyebabkan warna keripik yang dihasilkan menjadi kuning kecoklatan dan coklat
kehitaman. Kapur sirih akan mempengaruhi kerusakan pada pigmen bahan yang membuat
warna bahan menjadi berubah.
PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DALAM LARUTAN
KAPUR SIRIH TERHADAP MUTU KERIPIK PISANG KEPOK (Musa paradisiaca
formatypica) Afe Dwiani1*, Suburi Rahman1 1Program Studi Teknologi Hasi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Nahdlatul Wathan Mataram, Indonesia *Co-author:
dwiania@rocketmail.com

Anda mungkin juga menyukai