Anda di halaman 1dari 10

4.1.1 Mutu sensori Uji sensori adalah uji dengan menggunakan indra yang terdapat pada manusia.

Disebut uji sensori karena penilaiannya didasarkan pada rangsangan sensorik pada organ indra tahap (Soekarto I ini 1990). uji Uji sensori yang yang dilakukan meliputi pada warna,

penelitian

adalah

kesukaan,

penampakan, tekstur, aroma, dan rasa. Uji dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tanggapan panelis terhadap semua produk yang dihasilkan dan tingkat kesukaannya. 1) Warna Uji sensori warna ditujukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap warna sosis yang dihasilkan. Warna penting bagi banyak makanan, baik makanan yang tidak diproses maupun makanan yang diproses. Bersama-sama dengan bau, rasa, dan tekstur, warna memegang peran penting dalam

penerimaan makanan. Selain itu, warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan (deMan 1997). Secara visual, faktor warna tampil lebih dulu dan kadang-kadang sangat menentukan sebelum mempertimbangkan faktor lain (Winarno 1997). Dalam proses pembuatannya, sosis ini tidak ditambahkan dengan pewarna, baik alami maupun sintetik, sehingga warna yang dihasilkan adalah putih. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap parameter warna dari sosis yang

dihasilkan berkisar antara 5,44-6,08 (agak suka sampai suka). Nilai ratarata tertinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai sebesar 1% dan karagenan 0% sebesar 6,08 (suka).

Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) pada parameter warna sosis ikan menunjukkan perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan pengaruh yang berbeda (=0,05). Hal ini terjadi karena sosis yang umumnya ditemui adalah sosis yang berwarna, misalnya merah, sedangkan sosis yang dihasilkan dari penelitian ini adalah sosis yang berwarna putih karena tidak menggunakan bahan pewarna, baik sintetik maupun alami. Bagi panelis semua sosis yang diujikan memiliki nilai warna

yang cenderung sama dan cenderung agak disukai. Tepung karagenan dan isolat protein kedelai tidak memberikan pengaruh terhadap warna dari sosis yang dihasilkan. Karagenan memiliki warna yang putih kecoklatan. 2) Penampakan Penampakan merupakan karakteristik pertama yang dinilai konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Bila kesan penampakan baik atau disukai, maka konsumen melihat karakteristik lainnya (aroma, rasa, dst). Meskipun penampakan tidak menentukan tingkat kesukaan konsumen secara mutlak, tetapi penampakan juga mempengaruhi penerimaan konsumen (Soekarto 1985). Nilai rata-rata uji sensori pada parameter penampakan dari sembilan perlakuan yang dihasilkan berkisar antara 6-6,32 (suka). Nilai rata-rata paling tinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 0% sebesar 6,32 (suka) dan terendah pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 0% sebesar 6 (suka). Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) didapatkan pengaruh penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata ( = 0,05). Dengan kata lain perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak mempengaruhi penilaian panelis terhadap penampakan dari sosis, hal ini diduga karena sosis yang dihasilkan memiliki penampakan yang seragam, sehingga penilaian panelis tidak jauh berbeda. 3) Tekstur Tekstur adalah halus atau tidaknya suatu irisan pada saat disentuh dengan jari atau indra pengecap oleh panelis. Aspek yang dinilai pada kriteria tekstur adalah kasar serta halusnya, dan empuk tidaknya sosis yang dihasilkan. Tekstur makanan dapat dievaluasi dengan uji mekanika (metode

instrumen) atau dengan analisis secara penginderaan menggunakan alat indera manusia sebagai alat analisis. Dalam banyak kasus, terdapat kesulitan untuk mengaitkan hasil yang diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan instrumen dan alat indera. Kemampuan protein untuk menyerap dan menahan air mempunyai peranan penting dalam pembentukan tekstur dari suatu makanan (Rompis 1998). Nilai rataan uji sensori parameter tekstur dari sosis yang dihasilkan berkisar antara 5,64-6,68 (agak suka sampai suka). Nilai rataan tertinggi terdapat pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 1% dan karagenan 1% sebesar 6,68 (suka). Hal ini diduga karena penggunaan karagenan dan isolat protein kedelai dapat meningkatkan tekstur dari sosis yang dihasilkan. Karagenan dapat meningkatkan daya mengikat air sehingga dapat memperbaiki tekstur produk (Keeton 2001). Nilai rata-rata terendah pada perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 1% sebesar 5,64 (agak suka). Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) untuk parameter tekstur pada sosis ikan kurisi menunjukkan bahwa perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan memberikan pengaruh yang berbeda nyata ( = 0,05) terhadap sosis yang dihasilkan. Uji lanjut Tukey (Lampiran 12) diketahui bahwa sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 1% berbeda nyata ( = 0,05) dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 1% dan karagenan 1%, sedangkan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata ( = 0,05).

Matulis et. al. (1995) melaporkan bahwa penggunaan isolat protein kedelai dapat membuat tekstur menjadi rapuh. Tekstur sosis yang rapuh terjadi akibat tidak cukup kuatnya lemak atau minyak terikat oleh protein. Protein dari isolat protein seharusnya mengikat lemak, tetapi dengan adanya karagenan, maka protein akan lebih kuat mengikat karagenan, karena karagenan dapat berikatan dengan protein. Isolat protein kedelai bersifat higroskopis. Jika adonan ditambahkan dengan isolat protein kedelai, maka isolat protein tersebut akan menyerap air dalam adonan. Air dalam adonan menyebabkan proses gelatinisasi menjadi kurang sempurna, sehingga sosis yang dihasilkan menjadi cenderung keras. 4) Aroma Pada umumnya kelezatan makanan ditentukan oleh aroma. Industri pangan menganggap sangat penting dilakukan uji aroma karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian produksinya disukai atau tidak disukai (Soekarto 1985). Nilai rataan uji sensori parameter aroma dari sosis yang dihasilkan berkisar antara 4,72-5,16 (biasa sampai agak suka). Nilai rataan tertinggi pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 1% dan karagenan 0% serta perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 0,5% yang memiliki nilai sama yaitu 5,16 (agak suka), nilai terendah pada sosis dengan

perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 0% sebesar 4,72 (biasa). Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) didapatkan bahwa perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan pengaruh yang berbeda ( = 0,05) terhadap aroma dari sosis yang dihasilkan. Aroma pada bahan makanan lebih banyak ditimbulkan oleh senyawa-senyawa volatil kompleks yang berasal dari bumbu yang ditambahkan. 5) Rasa Rasa memegang peranan penting dari keberadaan suatu produk, dalam hal ini terkait dengan selera konsumen. Konsumen bersedia membayar mahal pada makanan yang enak atau yang mereka sukai, tanpa mempertimbangkan komposisi gizi dan sifat-sifat objektif lainnya (Rompis 1998). Maghfiroh (2000) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan suatu produk diterima atau tidak oleh konsumen adalah dari segi rasa. Walaupun parameter penilaian yang lain baik, tetapi jika rasanya tidak disukai, maka produk akan ditolak. Nilai rataan uji sensori parameter rasa dari sosis yang dihasilkan berkisar antara 5,2 hingga 5,72 (agak suka). Nilai rataan tertinggi pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0,5% dan karagenan 1% sebesar 5,72 (agak suka) sedangkan terendah pada sosis dengan perlakuan penambahan isolat protein kedelai 0% dan karagenan 0% sebesar 5,2 (agak suka). Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 11) perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan tidak memberikan pengaruh

yang berbeda nyata ( = 0,05) terhadap rasa dari sosis yang dihasilkan. Rasa pada bahan makanan lebih banyak ditimbulkan oleh senyawa-senyawa volatil kompleks. UJI GIGIT Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 13) diperoleh bahwa pengaruh perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata ( = 0,05) terhadap uji gigit, dengan kata lain, perlakuan penambahan isolat protein kedelai dan karagenan memberikan pengaruh yang sama. KEKUATAN GEL Semakin tinggi konsentrasi tepung karagenan dan isolat protein kedelai, maka kekuatan gel yang dihasilkan akan semakin besar. Karagenan juga memiliki fungsi sebagai stabilizer, sehingga dengan adanya penambahan karagenan akan dapat meningkatkan kekuatan gel dari sosis. Kekuatan gel yang dihasilkan dimungkinkan karena adanya interaksi antara karagenan dan isolat protein kedelai, dimana kedua bahan tersebut berikatan kuat, sehingga akan terbentuk gel yang kuat. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa karagenan lebih bersifat water binding, dan isolat memiliki tingkat kepolaran yang tinggi yang dapat membentuk matriks yang kuat apabila berikatan dengan air, sehingga secara tidak langsung karagenan akan mengikat

protein dari isolat protein yang kemudian akan membuat gel menjadi lebih kuat. Semakin banyak gugus polar dari unit-unit asam amino protein, maka semakin hidrofilik protein tersebut dan berarti semakin rendah kemampuannya dalam menyerap lemak, sebaliknya semakin banyak gugus non polar yang dimiliki protein berarti semakin rendah sifat hidrofiliknya atau semakin lipofilik dan semakin besar kemampuannya dalam mengikat minyak atau lemak (Yulianti 2003). Lin et. al. (1974) menyatakan bahwa daya serap lemak akan semakin meningkat dengan semakin tingginya kandungan sisi non polar dari protein, selain itu dinyatakan juga bahwa persentase penyerapan lemak menurun dengan meningkatnya kelarutan protein dalam air. Pada sosis dengan perlakuan isolat protein kedelai 1% dan karagenan 1%, kekuatan gel yang dihasilkan menurun, hal ini dimungkinkan terjadi karena protein seharusnya mengikat lemak dalam jumlah besar, tetapi dengan adanya karagenan membuat ikatan antara lemak dan protein menjadi lebih sedikit yang kemudian akan menyebabkan lemak menjadi banyak yang hilang ketika proses pemasakan. Salah satu komponen dalam pembentukan gel adalah lemak, sehingga apabila lemak yang terikat tidak optimal, maka akan dihasilkan sosis dengan gel yang lemah, dengan kata lain sosis memiliki sifat yang rapuh. KEKERASAN Isolat protein kedelai mempunyai sifat higroskopis. Semakin tinggi kadar isolat

protein kedelai yang ditambahkan, maka akan semakin banyak air dalam adonan yang akan terserap. Sosis yang ditambah dengan isolat protein kedelai dan karagenan memiliki tekstur yang lebih keras jika dibandingkan dengan sosis yang tidak ditambah dengan isolat protein kedelai dan karagenan, hal ini disebabkan penambahan isolat protein kedelai akan meningkatkan jumlah ikatan silang antar protein yang menyebabkan tekstur menjadi lebih kompak. Lin et al. (1974) menyatakan bahwa produk yang ditambahkan dengan isolat protein kedelai akan memiliki tekstur yang lebih keras dibanding produk yang tidak ditambah dengan isolat protein kedelai. ELASTISITAS Elastisitas sosis tidak hanya dipengaruhi oleh kandungan protein tetapi ada faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi. Selain itu, elastisitas erat kaitannya dengan kandungan air, tekstur akan berubah dengan berubahnya kandungan air. Selain kandungan air, ada faktor lain yang juga berperan terhadap elastisitas, diantaranya adalah kandungan lemak, protein, dan gula (Potter 1973). STABILITAS EMULSI Selama pembuatan adonan sosis maupun emulsi, protein mempunyai dua fungsi, yaitu menyelubungi lemak dan mengikat air. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka sosis yang dihasilkan tidak akan stabil dan emulsi yang dihasilkan akan pecah selama pemasakan (Rust 1987). Semakin tinggi konsentrasi karagenan,

maka akan semakin banyak lemak yang terlepas, sehingga stabilitas emulsi juga akan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ariyani (2005), bahwa semakin tinggi konsentrasi karagenan yang ditambahkan maka semakin banyak lemak yang terlepas sehingga stabilitas emulsinya semakin rendah. Hal ini dapat disebabkan karagenan lebih berfungsi sebagai water binding (pengikat) air daripada sebagai pengikat lemak (fat binding). Hal ini dapat ditunjukkan dengan tidak larutnya karagenan dalam lemak, tetapi karagenan dapat berikatan dengan protein, baik protein yang berasal dari daging, susu skim, maupun protein yang berasal dari penambahan isolat protein. Semakin tinggi aktivitas emulsi yang dimiliki suatu isolat protein, menunjukkan semakin baik kemampuannya dalam membentuk emulsi, dengan demikian isolat tersebut dapat berfungsi sebagai emulsifier yang baik. Isolat protein kedelai memiliki tingkat kepolaran tinggi yang akan menyebabkan fase protein-air membentuk matriks yang lebih kuat, sehingga butiran-butiran lemak yang dapat diselubungi akan semakin banyak, akibatnya emulsi akan lebih stabil. Pada produk yang kaya lemak, lemak akan diikat oleh kutub positif protein. Penambahan karagenan menyebabkan protein akan lebih mengikat karagenan dan air sehingga ikatan lemak

oleh protein menjadi berkurang. Hal ini mengakibatkan pada saat pengovenan selama pengujian stabilitas emulsi banyak lemak yang lepas. Semakin banyak lemak yang terlepas pada saat pemasakan maka stabilitas emulsi akan menurun dan akhirnya akan pecah.

Anda mungkin juga menyukai