Anda di halaman 1dari 5

Seri Teknologi Pengolahan Hasil Hewani

Fakultas Teknologi Pertanian


Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
C : 3 : 2019 (Pembuatan Bakso)

Pengaruh Penambahan Bahan Pengenyal STPP Dan Karagenan


Terhadap Sifat Fisikokimia Dan Organoleptik Bakso Sapi

Ghea Devi (6103016038) , Chelsea Angela (6103016074) , Carmenia (6103016083) , Massitah Saraswati
(6103016138).

Abstrak

Bakso adalah produk emulsi yang menggunakan bahan tambahan untuk memproduksinya. Bahan tambahan
ini untuk mempengaruhi kualitas dan juga memberi rasa serta mempengaruhi struktur dan karakteristik produk bakso.
Salah satu bahan tambahan umum adalah Sodium Tripolifosfat (STPP). STPP adalah bahan anorganik yang berfungsi untuk
meningkatkan pH dan mengikat air, penurunan level air selama proses memasak, dan memudahkan daya iris, menstabilkan
warna dan keseragaman dengan tanpa oksidasi. Percobaan ini bertujuan untuk mengkaji sifat fisikokimia dan organoleptik
dari bakso sapi dengan perbedaan penambahan bahan pengenyal (bahan tambahan) yang meliputi: tekstur, WHC (Water
Holding Capacity) dan organoleptiknya meliputi: rasa dan kekenyalan. Bakso sapi dibuat sebanyak 3 perlakuan dengan
menggunakan bahan tambahan yang berbeda yaitu dengan STPP, Karagenan, dan tanpa bahan pengenyal. Hasil percobaan
diperoleh, bakso yang dihasilkan memiliki WHC 0,8ml pada perlakuan kontrol dan penambahan karagenan, sedangkan
untuk penambahan STPP sebanyak 0,7ml. Sedangkan hasil pengujian subyektif rasa menunjukkan tidak ada beda nyata,
dan pengujian kekenyalan terdapat beda nyata dari 3 perlakuan tersebut.

Kata kunci: daging sapi, bakso, STPP, karagenan

Latar Belakang
Bakso adalah bahan pangan yang terbuat Selain fase terdispersi dan fase pendispersi
dari daging sebagai bahan utama, baik daging sapi, bagian penting dalam sistem emulsi adalah
ayam, ikan, udang maupun daging itik Bakso pengemulsi (emulsifier). Pengemulsi berfungsi
merupakan daging yang telah dihaluskan dan menjaga agar lase terdispersi tetap tersuspensi
dicampur dengan bahan tambahan lain serta dalam lase pendispersinya. Emulsifier yang lazim
bumbu-bumbu sehingga bakso menjadi lebih lezat. digunakan dalam produk olahan daging adalah
Umumnya bakso dibentuk menjadi bulatan- protein (Soeparno, 1994).
bulatan menyerupai bola. Cita rasa bakso yang Bahan pengisi dan pengenyal merupakan
lezat dan tekstur yang kenyal menjadikan bakso bahan bukan daging yang ditambahkan dalam
disukai anak-anak hingga orang dewasa. Bakso pembuatan bakso. Fungsi penambahan bahan
umumnya diolah menjadi beragam hidangan; pengisi dan pengenyal adalah memperbaiki
seperti bakso kuah, bakso panggang, sate bakso, stabilitas emulsi, mereduksi penyusutan selama
tumis bakso dan beragam hidangan bakso lainnya pemasakan, memperbaiki sifat irisan,
(Melia, dkk., 2010) meningkatkan citarasa, dan bahan ini dapat
Adonan bakso merupakan sistem emulsi mengabsorpsi air dua sampai tiga kali lipat dari
minyak dalam air. Emulsi adalah dispersi atau berat semula, sehingga adonan bakso menjadi
suspensi cairan dalam cairan lain dan molekul- lebih besar (Ockerman, 1978 dalam Aulawi, 2009).
molekul kedua cairan tersebut tidak saling Bahan pengenyal yang lazim ditemukan dan
berbaur, tetapi saling antagonistik. Bagian yang digunakan oleh pembuat bakso bukan tepung
berbentuk butiran, memiliki konsentrasi lebih berprotein, melainkan tepung berkarbohidrat
kecil dari bagian yang lain disebut fase terdispersi tinggi dan memiliki kadar protein yang rendah.
sedangkan media tempat fase terdispersi tersebut Menurut Melia, dkk (2010) tepung yang biasanya
memiliki konsentrasi lebih besar disebut fase digunakan dalam pembuatan bakso adalah tepung
pendispersi (Winarno, 1993). tapioka. Tepung tapioka memiliki tingkat

1
Seri Teknologi Pengolahan Hasil Hewani
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
C : 3 : 2019 (Pembuatan Bakso)

elastisitas dan kandungan karbohidrat (pati) yang


tinggi. Berdasarkan SNI 013818-1995 penggunaan
bahan pengisi maksimum 50% dari berat daging.
Fadlan (2001) menyatakan bahwa penggunaan
bahan pengisi yang optimum sebaiknya
ditambahkan sebanyak 25%.
Bahan pengisi dan pengenyal yang lazim
ditemukan dan digunakan oleh pembuat bakso
adalah STPP (Sodium Tripolifosfat) yang
merupakan produk sintesis yang memiliki
pembatas (self-limiting), karena STPP memiliki
rasa agak pahit pada konsentrasi tertentu,
sehingga penggunaan umumnya berkisar antara
0,3-0,5%, sedangkan bahan pengenyal yang
organik berupa karagenan (Ranken, 2000).
Karagenan memiliki nama latin
Kappaphycus alvarezii atau nama dagang
Eeucheuma cottonii yang mempunyai berat
molekul tinggi dan merupakan polisakarida linier
yang tersusun dari, unit-unit galaktosa.
Karagenan dapat menyerap air sehingga
menghasilkan tekstur yang kompak,
meningkatkan rendemen, meningkatkan daya
mengikat air, menambah kesan juiciness,
meningkatkan kemampuan potong produk dan
melindungi produk dari efek pembekuan dan
thawing (Keeton, 2001).

Metodologi
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan meliputi alat proses
dan alat analisa. Alat proses yang digunakan
meliputi alat penggiling daging, pisau stainless
steel, piring, kompor, talenan, dandang, cup plastik
dan sendok. Alat analisa yang digunakan adalah
timbangan analitis, gelas ukur, refrigerator, alat-
alat gelas dan aluminium foil.
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisa
antara lain adalah daging sapi pre-rigor sebanyak
1Kg. Bahan tambahan yang digunakan adalah
tepung tapioka 20%, 0,3% bahan pengenyal STPP
dan karagenan, 5% garam dapur, 20% es batu,
0,5% lada, satu siung bawang putih dari berat
daging.

Proses pembuatan bakso daging sapi


dapat dilihat pada gambar 1.

2
Daging Sapi Segar (Pre-rigor)
Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik dilakukan dengan
Pemotongan daging menjadi dadu
menggunakan metode Hedonic Scale Scoring
T. tapioka dimana panelis bebas untuk memberi nilai
20%, berdasarkan tingkat kesukaan. Kisaran garis nilai
0,3% yang diberikan dimulai dari 1-4, semakin tinggi
Penghalusan dengan
STPP dan nilai yang diberikan oleh panelis menunjukkan
karagena Food Processor
tingkat kesukaan panelis terhadap parameter
n,
produk yang diuji. Pengujian organoleptik
5%
garam dilakukan oleh 22 panelis yaitu mahasiswa UNIKA
dapur, Pendiaman adonan bakso 10 menit Widya Mandala Surabaya.
20% es
batu, Analisis Statistik
0,5% Pembentukan bakso bulat-bulat Data dianalisa secara statistik menggunakan
lada,
SPSS untuk uji ANOVA pada ∝= 5%. Lalu
satu
siung membandingkan nilai F hitung dengan F crit pada
bawang Perebusan 1000C,15 Menit tabel Anova. Jika F hitung lebih besar dari F crit
putih dari (pematangan Bakso) maka H1 diterima.
berat
daging. Bakso Daging Sapi Hasil dan Pembahasan
Tekstur
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan bakso Tabel 1. Hasil Pengujian Tekstur Bakso Daging Sapi
daging sapi.
Rata-rata
Perlakuan Tekstur (mm/s)
(mm/s)
Pengukuran Tekstur Kontrol 0.29
Pengukuran tekstur dilakukan dengan alat 0.17 0.27
penetrometer. Pengujian ini bertujuan untuk
0.35
mengetahui tingkat kekerasan/ tekstur manisan
kulit jeruk. Semakin besar nilai dalam pengujian, STPP 0.22
maka tekstur manisan kulit jeruk semakin lunak. 0.30 0,26
0.26
Uji Water Holding Capacity (WHC) Karagenan 0.29
Analisa WHC terhadap daging bakso sapi 0.33 0,29
dilaksanakan berdasarkan prosedur analisa WHC 0.26
(Muchtadi dan Sugiono, 1988), yaitu Penimbangan
1 g sampel yang telah dihaluskan, Pemasukan Pada pembuatan bakso sapi, kekenyalan
sampel ke dalam tabung sentrifus yang telah bakso merupakan salah satu faktor yang penting.
diketahui beratnya, Penambahan 9 mL akuades ke Untuk meningkatkan kekenyalan pada bakso sapi
ini maka digunakan bahan pengenyal. Pada
dalam tabung sentrifus yang telah berisi sampel
pembuatan bakso sapi ini digunakan 2 jenis
dan dikocok dengan vortex mixer. Penutupan pengenyal yang berbeda yaitu STPP dan
tabung sentrifus dengan aluminium foil, Inkubasi karagenan. Dengan digunakannya jenis pengenyal
pada suhu 0°C selama 15 menit, Tabung di yang berbeda maka akan menyebabkan
sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama kekenyalan dan nilai whc yang berbeda. Pada
20 menit, Pemisahan supernatan dan pengukuran perlakuan STPP dapat diketahui bahwa kekerasan
volumenya. Perhitungan nilai WHC dengan rumus: bakso dengan menggunakan penetrometer
memiliki nilai rata rata paling rendah diantara
Seri Teknologi Pengolahan Hasil Hewani, C : 3 : 2019 (Pembuatan Bakso)

kontrol dan karagenan yang artinya bakso dengan air selain itu juga bahan pengenyal yang
perlakuan tersebut memiliki tekstur paling keras ditambahkan memiliki kapasitas mengikat air yang
diantara yang lainnya. Hal ini disebabkan karena terbatas sehingga tidak dapat bekerja optimal pada
STPP yang ditambahkan dapat meningkatkan pengujian bakso sapi yang telah matang. Terlebih
kemampuan mengikat air sehingga menghasilkan lagi, daging sapi yang diolah menjadi bakso sudah
tingkat kekerasan yang lebih tinggi (Ulupi, 2005). mengalami berbagai perlakuan seperti
Pada STPP terdapat gugus fosfat yang memiliki pemotongan, penggilingan, dan perebusan. Pada
muatan negatif. Adanya muatan negatif pada STPP kontrol, WHC yang didapat berdasarkan jenis
maka akan mengakibatkan ruang antar filamen daging yang digunakan dimana daging yang pre
menjadi besar dan mengakibatkan daya ikat air rigor akan memiliki kemampuan mengikat air yang
yang besar dan menyebabkan struktur menjadi baik karena masih memiliki pH netral dimana pH
kompak (Aulawi, 2009). Pada karagenan nilai netral ini berada diatas titik isoelektris daging. PH
penetrometer secara rata rata merupakan yang yang lebih tinggi dibandingkan titik isoelektrisnya
paling tinggi yang artinya karagenan tersebut maka muatan negatif yang ada pada daging akan
memiliki tingkat kekerasan yang paling rendah. Hal lebih banyak. Muatan negatif yang lebih banyak
ini berbanding terbalik dengan pustaka yang akan menyebabkan adanya tolak menolak
didapatkan dimana dengan adanya penambahan sehingga air dapat terperangkap dalam daging
karagenan maka kekenyalan akan meningkat. Hal lebih banyak karena adanya ruang yang lebih
ini karena karagenan mampu membentuk jala tiga besar.
dimensi yang dapat memerangkap air (Ardianti,
2014). Pada kontrol tingkat kekerasannya berada Uji Organoleptik
diantara karagenan dan STPP. Hal ini dapat ANOVA RASA
menjadi indikasi bahwa jumlah karagenan yang Anova: Single Factor
ditambahkan belum memberikan pengaruh yang
SUMMARY
nyata terhadap kekerasan bakso sapi.
Groups Count Sum Average Variance
429 22 85 3.863636 0.504329
Water Holding Capacity (WHC) 685 22 77 3.5 1.119048
Tabel 2. Hasil Pengujian WHC Bakso Daging Sapi 271 22 70 3.181818 0.917749

Perlakuan V awal V akhir V terserap


(ml) (ml) (ml) ANOVA
Kontrol 9 8.2 0.8 Source of Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 5.121212 2 2.560606 3.022998 0.055765 3.142809
STPP 9 8.3 0.7
Within Groups 53.36364 63 0.847042
Karagenan 9 8.2 0.8
Total 58.48485 65
Pada nilai WHC bakso sapi dengan berbagai
F < F crit : tidak beda nyata
perlakuan didapatkan hasil yang tidak jauh
berbeda. Pada perlakuan karagenan, bakso sapi Gambar 2. Hasil uji ANOVA Rasa Bakso Daging Sapi
memiliki nilai WHC yang sama dengan kontrol
yang artinya kemungkinan persentase karagenan ANOVA KEKENYALAN
yang digunakan kurang sehingga tidak Anova: Single Factor

berpengaruh terhadap WHC. Dari studi pustaka SUMMARY


yang didapat, dengan adanya karagenan maka Groups Count Sum Average Variance
akan meningkatkan daya ikat air dengan cara 302 22 62 2.8181818 0.822511
membentuk gel karena karagenan merupakan 518 22 88 4 0.857143
620 22 73 3.3181818 1.37013
gugus polisakarida. Dengan adanya pembentukan
gel maka akan terjadi penggabungan rantai
polimer sehingga dapat membentuk suatu jala ANOVA
yang mengimobilisasi air (Aulawi, 2009). Pada nilai Source of Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 15.48485 2 7.7424242 7.61604 0.00109044 3.142809
WHC dengan perlakuan STPP didapatkan nilai Within Groups 64.04545 63 1.0165945
yang lebih rendah. Hal ini dapat terjadi karena
pengujian yang dilakukan dengan menggunakan Total 79.5303 65
bakso yang sudah mengalami perebusan dimana
setelah adanya perebusan maka protein akan F > F Crit : beda nyata

terdenaturasi sehingga tidak lagi dapat mengikat

4
Seri Teknologi Pengolahan Hasil Hewani, C : 3 : 2019 (Pembuatan Bakso)

Gambar 3. Hasil uji ANOVA Kekenyalan Bakso


Daging Sapi

Kesimpulan

Daftar Pustaka
Ardianti, Yuli, Sri Widyastuti, Rosmilawati, Saptono
W. dan Dody Handito. 2014. Pengaruh
Penambahan Karagenan Terhadap Sifat
Fisik dan Organoleptik Bakso Ikan Tongkol
(Euthynnus affinis). J. Agroteksos. 24 (3):159-
166.
Aulawi, Tahrir, dan Retty Ninsix. 2009. Sifat Fisik
Bakso Daging Sapi Dengan Bahan Pengenyal
dan Lama Penyimpanan yang Berbeda. J.
Peternakan. 6(2):44-52.
Fadlan, F. 2001. Mempelajari Pengaruh Bahan
Pengisi dan Bahan Makanan Tambahan
Terhadap Mutu Fisik dan Organoleptik
Bakso Sapi. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Keeton, J.T. 2001. Formed and Emulsion Product
Dalam: A. R. Shams (Ed). Poultry Meat
Processing. CRC Press. Boca Raton.
Melia, S., Juliyarsi, dan Rosya, A. 2010. Peningkatan
Kualitas Bakso Ayam Dengan Penambahan
Tepung Talas Sebagai Subtitusi Tepung
Tapioka. Jurnal Peternakan: 2(62-69).
Ranken. M.D. 2000. Water Holding Capacity of Meat
and Its Control Them. And inc 24: 1502.
Ulupi, N., Komariah, S. Utami. 2005. Evaluasi
Penggunaan Garam dan Sodium Tripolifosfat
Terhadap Sifat Fisik Bakso Sapi. J. Indon.
Trop. Anim. Agric. 30 (2):88-95.
Soepamo. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. UCM
Press. Yogyakarta.
Winamo, F. G., 1993. Pangan, Gizi Teknologi dan
Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai