Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAGING DAN IKAN

BAKSO SAPI
(Bovine sp.)

Oleh :

Nama : Nur Rahayu Setiawati


NRP : 113020117
Kelompok :E
Meja : 1 (Satu)
Tanggal Praktikum : 22 Mei 2014
Asisten : Faizal Saeful Heri

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2014
I PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan

(2) Tujuan Percobaan, dan (3) Prinsip Percobaan.

1.1 Latar Belakang Percobaan


Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang sesuai untuk

dimakan dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya.

Daging dikenal sebagai bahan pangan yang bernilai gizi tinggi namun mempunyai

sifat mudah rusak. Oleh karena itu usaha pengolahan penanganan merupakan cara

untuk mengurangi kerusakan daging pasca panen sekaligus memperoleh nilai

tambah dari produk yang dihasilkan (Syahrianasabil, 2013).

Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan

tepung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau lebih

besar dan dimasukkan ke dalam air panas jika ingin dikonsumsi, sedangkan sosis

yang umum adalah produk daging giling yang dimasukan kedalam selongsong

(casing) sehingga mempunyai bentuk yang spesifik (bulat panjang) dengan

berbagai ukuran. Hal inilah yang melatarbelakangi dllakukannya praktikum

Pembuatan Bakso dan Sosis (Syahrianasabil, 2013).

Ditinjau diri aspek gizi, bakso merupakan makanan yang mempunyai

kandungan protein hewani, mineral dan vitamin yang tinggi. Dengan mengolah

daging tersebut menjadi bakso konsumen mau menerimanya karena penampakan


dan rasanya yang telah mengalami modifikasi yaitu lebih menarik dengan citarasa

yang lebih disukai (Siti, 2013).

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan percobaan pembuatan bakso adalah untuk penganekaragaman poduk

dari daging, pengawetan bahan daging untuk mengetahui proses pembuatan bakso

dan menambah nilai ekonomis.


1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan pembuatan bakso adah berdasarkan proses pengikatan

bahan dengan pati dan proses gelatinisasi sehingga produk bersifat kenyal dan

elastis.
II BAHAN, ALAT, DAN METODE PERCOBAAN

Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Bahan Percobaan yang Digunakan,

(2) Alat Percobaan yang Digunakan dan (3) Metode Percobaan.

2.1. Bahan Percobaan yang Digunakan


Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain daging sapi,

putih telur, tepung tapioka, merica, garam, bawang putih dan minyak goreng.

2.2. Alat Percobaan yang Digunakan


Alat-alat yang digunkan dalam percobaan ini antara lain pisau stainless

steel, panci, talenan, copper, timbangan mekanik, sendok.


2.3. Metode Percobaan

Daging sapi Penggilingan Pencampuran

Baso Perebusan Pembentukkan


Gambar 1. Alur Proses Pengolahan Bakso

Daging sapi
Pencucian

Dressing

Fillet

Penimbangan

Pembentukkan

Air dan minyak Perebusan Uap air


sayur T = 100⁰C, t = 15-30’

Penirisan Air

Minyak nabati Glazzing

Penimbangan

Bakso daging sapi

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Bakso

III HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Bab ini akan menguraikan mengenai (1) Hasil Percobaan dan

(2) Pembahasan.

3.1. Hasil Pengamatan


Berdasarkan pengamatan terhadap pembuatan bakso yang telah dilakukan

maka didapat hasil pengamatan yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Bakso
No Analisa Hasil
.
1. Nama Produk Bakso sapi
2. Basis 200 gram
3. Bahan Utama Daging sapi
4. Bahan Tambahan Es batu, tepung tapioka, STPP, merica, garam
5. Berat Produk 189,7 gram
6. % Produk 94,85 %
7. Organoleptik
Warna Abu
Aroma Khas bakso
Tekstur Kenyal berserat
Rasa Khas bakso sedikit pedas
Kenampakkan Bulat berserat
8. Gambar Produk

(Sumber: Kelompok E, Meja 1, 2014)


3.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan bakso disimpulkan bahwa dengan

basis seberat 200 gram dan hasil produk yang di dapat seberat 189,7 gram serta %

produk 94,85 %. Sedangkan sifat organoleptik berupa warna abu, rasa bakso

sedikit pedas, aroma khas bakso, tekstur kenyal berserat dan kenampakan bulat

berserat.

Bakso adalah produk daging yang banyak dikonsumsi dan sangat populer di

kalangan masyarakat (SNI 1995).

Bakso daging adalah produk makanan yang berbentuk bulat atau lainnya

yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%)

dan pati (serealia) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain, serta

bahan makanan yang diijinkan. Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas

bahan mentahnya terutama jenis dan mutu daging, macam tepung yang digunakan

serta perbandingannya di dalam adonan (Astiti, 2008).

Proses pengolahan yang dilakukan untuk mendapatkan bakso adalah

penghancuran dengan es batu, pencampuran, perebusan dan penirisan.

Pada tahap pertama pembuatan bakso sapi, dilakukan proses “dressing”

pada daging, sehingga didapat daging yang bersih. Proses dressing daging

diartikan sebagai proses penghilangan bagin-bagian yang tidak diperlukan pada

ayam, seperti tulang, bulu, darah, serta jeroan. Selain itu, proses pencucian harus

dilakukan sebersih mungkin.

Pada tahap kedua, setelah didapat daging dilakukan proses penggilingan dan

dilakukan pencampuran oleh tepung tapioka, putih telur, garam dan merica.
Prosentase atau jumlah komposisi bahan-bahan tersebut harus diperhatikan.

Karena akan sangat mempengaruhi kualitas dari produk akhir yang dihasilkan,

seperti tekstur dan rasa.

Es batu dicampurkan pada saat proses penggilingan. Hal ini dimaksudkan

agar selama penggilingan, daya elastisitas daging tetap terjaga sehingga bakso

yang dihasilkan akan lebih kenyal (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

Proses pencampuran dilakukan pada mesin, dalam hal ni food processor,

dengan menambahkan tapioka, dan bumbu yang telah dihaluskan. Setelah siap

adonan dicetak menjadi bola-bola bakso dengan menggunakan tangan dibantu

dengan sendok. Pada saat pencetakan, ukuran bakso diusahakan seragam, tidak

terlalu besar dan tidak juga terlalu kecil. Jika tidak seragam, matangnya bakso

ketika direbus tidak bersamaan dan menyulitkan pengendalian proses. Selain itu

keseragaman ukuran mempengaruhi mutu bakso.

Pada tahap ketiga, dilakukan proses pembentukan kemudian diikuti proses

perebusan. Pada proses pembentukan sebaiknya ukuran dan bentuk bakso

seragam. Mudah atau tidaknya proses pembentukan ini sangat dipengaruhi oleh

proses pencampuran sebelumnya. Sebaiknya proses pembentukan ini sekaligus

dilakukan proses perebusan, maksudnya bakso yang telah dibentuk langsung

dimasukkan kedalam air perebusan yang telah mendidih dan telah ditambah

minyak goreng sedikit. Pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan

keempukan daging, tergantung pada suhu dan waktu pemasakan. Sedangkan

menurut (Soekarto, 1990), kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk


pecah akibat gaya tekan. Kekenyalan/keempukan terbentuk sewaktu pemasakan,

dimana protein akan mengalami denaturasi dan molekul-molekulnya

mengembang. Kondisi tersebut mengakibatkan gugus reaktif pada rantai

polipeptida terbuka dan selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus

reaktif yang sama atau berdekatan (Winarno, 2004). Rais (2011) juga menyatakan

bahwa kemampuan mengikat pada tepung yang baik akan menghasikan

kekenyalan pada adonan setelah pemasakan.

Apabila bakso telah mengapung dipermukann maka bakso tersebut telah

matang. Bila bakso yang telah dibentuk dibiarkan pada suhu kamar atau tidak

langsung direbus, maka lama-kelaman bakso akan mengeras dan kemungkinan

lain akan terkontaminasi oleh mikroba patogen, dan kondisi lingkungan percobaan

yang kurang higienis.

Tepung tapioka yang digunakan berfungsi sebagai bahan pengisi sekaligus

sebagai bahan yang membantu membuat tekstur bakso menjadi lebih kenyal.

Tepung tapioka memiliki kandungan pati yang lebih tinggi. Pati memegang

peranan penting dalam menentukan tekstur makanan, dimana campuran granula

pati dan air bila dipanaskan akan membentuk gel. Pati yang telah berubah menjadi

gel bersifat irreversible, dimana molekul-molekul pati saling melekat membentuk

suatu gumpalan sehingga viskositasnya semakin meningkat. Tepung Tapioka

berfungsi senagai bahan pengisi serta berfungsi memperbaiki atau menstabilkan

emulsi, meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah

berat produk, dan dapat menekan biaya produksi (Syahriani, 2014).


Fungsi daripada tapioka sebenarnya adalah “filler” sekaligus “binder”untuk

membantu terbentuknya tekstur bakso (Wibowo, 1999), apabila tidak ada tapioka

sama sekali maka saat dipanaskan bakso akan pecah sedangkan apabila tapioka

terlalu banyak maka terjadi penyerapan air yang berlebih oleh tapioka saat

pemanasan sehingga bakso jadi lembek. Secara kimiawi, dengan adanya

pencampuran daging ikan dengan tapioka pada proporsi yang tepat maka akan

terbentuk matriks kompleks protein – pati selama proses pemanasan, dimana pada

saat itu terjadi peristiwa gelatinisasi pati dan denaturasi protein yang selanjutnya

kedua komponen saling membentuk ikatan silang (Hardoko, 1994).

Bumbu merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan

pembuatan bakso dan berfungsi memperbaiki atau memodifikasi rasa serta daya

simpan produk olahan daging. Penambahan bumbu ini berfungsi untuk

meningkatkan nilai cita rasa dan aroma pada bakso. Bumbu-bumbu seperti

merica, bawang putih dan garam digunakan untuk memberikan cita rasa pada

produk bakso. Selain memberikan rasa, bau dan aroma pada masakan, bumbu itu

sendiri mempunyai pengaruh sebagai bahan pengawet terhadap makanan.

Penggunaan bumbu yang tepat dan benar pada suatu masakan akan menghasilkan

makanan yang baik, enak dan menggugah selera. Tidak lupa, ditambahkan juga

STPP (Sodium Tri Poly Phosphate).

Fungsi utama bawang adalah sebagai pelengkap agar masakan terasa lebih

sedap. Diantara beberapa komponen bioaktif yang terdapat pada bawang putih

adalah senyawa sulfida atau dalam bentuk teroksidasi disebut dengan alisin. Sama
seperti senyawa fenolik lainnya alisin mempunyai fungsi fisiologis yang sangat

luas, termasuk diantaranya adalah antioksidan, antikanker, antitrombotik,

antiradang, penurunan tekanan darah dan dapat menurunkan kolesterol darah

(Wibowo, 1995).

Es batu digunakan sebagai bahan yang membantu daging untuk

mempertahankan protein yang terdapat dalam daging sapi. Es yang ditambahkan

berfungsi untuk menjaga suhu food processor agar tidak naik. Suhu alat perlu

dijaga agar proses emulsi dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Faktor yang sangat penting pada pembuatan emulsi daging adalah suhu.

Suhu menentukan efektivitas ekstraksi yang bersifat larut dalam larutan garam

serta menentukan stabilitas emulsi yang dihasilkan. Penambahan es batu pada

proses pegiilingan daging dapat membantu dalam menstabilkan suhu. Peningkatan

suhu selama proses pelumatan daging akan mencairkan es, sehingga suhu daging

atau adonan dapat dipertahankan. Selain itu, penambahan es atau air juga penting

untuk menjaga kelembaban produk akhir agar tidak kering, meningkatkan sari

minyak (juiceness) dan keempukan daging (Forrest et al., 1975). Jumlah es yang

ditambahkan ke dalam adonan akan mempengaruhi kadar air, daya mengikat air,

kekenyalan dan kekompakan bakso (Indarmono, 1987). Oleh sebab itu,

penggunaan es atau air es harus dibatasi.

Salah satu tujuan penambahan air dan es pada produk emulsi daging adalah

menurunkan panas produk yang dihasilkan akibat gesekan selama penggilingan,

melarutkan dan mendistribusikan garam ke seluruh bagian massa daging secara


merata, mempermudah ekstraksi proterin otot, membantu proses pembentukan

emulsi, dan mempertahankan suhu adonan agar tetap rendah. Jika panas ini

berlebih maka emulsi akan pecah, karena panas yang terlalu tinggi mengakibatkan

terjadinya denaturasi protein. Akibatnya produk tidak akan bersatu selama

pemasakan (Aberle et al., 2001)

Selama proses pengolahan bakso, terjadi perubahan fisik, kimia dan

mikrobiologi pada produk bakso. Perubahan fisik ini umumnya selalu diikuti

dengan adanya perubahan kimia. Perubahan fisik yang terjadi adalah yang secara

jelas terlihat oleh mata kita yaitu adanya perubahan bentuk adonan dari bentuk

semi padat menjadi bentuk padat dan teksturnya menjadi kenyal. Adanya

perubahan ini akibat terjadinya perubahan kimia pada bakso, yaitu terjadinya

proses gelatinisasi yang diakibatkan adanya penambahan tepung tapioka dalam

adonan. Perubahan mikrobiologi juga terjadi seiring dengan perubahan fisik dan

kimia yang terjadi pada produk bakso. Secara mikrobiologi, adanya garam, proses

perebusan dan pengemasan pada produk bakso dapat membantu meningkatkan

daya simpan produk akibat kerusakan oleh mikroorganisme.

Struktur pati ditambah dengan air yang jika dipanaskan akan membentuk

gel inilah yang menjadi prinsip dalam pembuatan bakso. Kekenyalan yang

dihasilkan juga merupakan akibat dari proses gelatinisasi pati. Struktur pati yang

terdiri dari amilosa dan amilopektin inilah yang membuat tekstur bakso menjadi

kenyal.
Selain itu, kekenyalan produk bakso ini merupakan efek sinergis dari

penambahan STPP atau Sodium Tri Poly Phosphate. Sodium tri poly phosphate

merupakan senyawa polifosfat dari natrium dengan rumus Na5P3O10. STPP

berbentuk bubuk atau granula berwarna putih dan tidak berbau.

STPP dapat pula bereaksi dengan pati. Ikatan antara pati dengan fosfat

diester atau ikatan silang antar gugus hidroksil (OH), akan menyebabkan ikatan

pati menjadi kuat, tahan terhadap pemanasan, dan asam sehingga dapat

menurunkan derajat pembengkakan granula, dan meningkatkan stabilitas adonan.

STPP mampu menambah citarasa, memperbaiki tekstur, mencegah

terjadinya rancidity (ketengikan), dan meningkatkan kualitas produk akhir dengan

mengikat zat nutrisi yang terlarut dalam larutan garam seperti protein, vitamin dan

mineral Hal ini sesuai dengan pernyataan Thomas (1997) bahwa STPP dapat

menyerap, mengikat dan menahan air, meningkatkan water holding capacity

(WHC), dan keempukan (Mubandrio, 2009).

Menurut Ockermann (1983), STPP memiliki fungsi untuk meningkatkan

pH daging, kestabilan emulsi dan kemampuan emulsi. Jika nilai pH semakin

mendekati titik isoelektrik protein, maka daya mengikat air akan semakin rendah.

Penambahan STPP dapat meningkatkan pH sehingga diperoleh daya mengikat air

yang semakin tinggi. Penambahan STPP dapat mencegah terjadinya rekahan serta

terbentuknya permukaan kasar pada daging layu, dapat meningkatkan rendemen,

kekerasa, kekenyalan dan kekompakan bakso (Elveira, 1988).


Daging menurut SNI-01-3947-1995 adalah urat daging yang melekat pada

kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal

dari hewan sehat pada saat dipotong. Daging didefinisikan sebagai daging mentah

atau flesh dari hewan yang digunakan sebagai makanan. Buckle et al. (1987)

menyatakan bahwa daging merupakan bagan pangan yang mudah rusak oleh

mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang sangat mendukung

untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak.

Menurut Elveira (1988), daging sapi yang biasa digunakan untuk membuat

bakso adalah daging penutup (top side), gandik (silver side), dan lemusir (cube

roll). Penggunaan daging gandik menyebabkan bakso mempunyai kadar protein,

daya iris (shear WB), kecerahan dan kemerahan tertinggi, serta kadar lemak

terendah (Indarmono, 1987).

Dalam pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangatlah

mempengaruhi mutu dari bakso tersebut. Oleh karena itu, digunakan jenis daging

yang baik dan bermutu tinggi. Sebaikknya dipilih jenis daging yang masih segar,

berdaging tebal, dan tidak banyak lemak sehingga rendemennya tinggi. Selain itu,

cara pengolahan bakso juga sangat mempengaruhi mutu bakso yang dihasilkan,

misalnya jika lemak atau kulit terambil, warna bakso yang dihasilkan kotor atau

agak abu-abu (Astiti, 2008).

Kualitas daging sangat menentukan mutu produk daging olahan. Daging

yang ada di pasaran terbagi dalam 3 kelas. Kelas 1 adalah daging yang tebal

dengan sedikit jaringan ikat dan lemak. Kelas 2 adalah daging tipis, banyak
mengandung lemak dan dengan jaringan ikat yang agak banyak, dan kelas 3

adalah daging tetelan, daging yang mengandung banyak jaringan ikat dan atau

lemak. Klasifikasi daging ini secara tidak langsung berhubungan dengan

kandungan zat gizi dan karakteristik organoleptik daging. Daging sapi yang

berkualitas atau kategori kelas 1 biasanya mempunyai kandungan protein

miofibrilar yang tinggi (protein miosin dan aktin). Protein lersebut mudah dicerna

dan mempunyai sam amino yang lengkap. Protein daging biasanya sekitar 20%,

sedangkan lemaknya sangat bervariasi antara lain tergantung umur, pakan, spesies

dan lokasi otot dan berkisar 3-13%. Daging yang berkualitas dan masih baru

mempunyai bau dan aroma yang khas sesuai dengan spesies ternaknya, keset

(tidak nampak kering dan juga tidak berair), sedikit susut masaknya dan tinggi

daya ikat airnya.

Warna produk baso menjadi bewarna abu pada saat perebusan. Hal ini

terjadi dikarenakan penggunaan jenis daging yang baik dan jenis tepung yang

digunakan, sesuai pendapat Rahmat (2011) yang menyatakan bahwa tingkat

kecerahan warna pada daging, ditentukan oleh bagian jenis daging dan tebal-

tipisnya lapisan oksimioglobin pada permukaan daging. Selain itu berubahnya

warna daging pada saat perebusan yairu karena cara pengolahan baso, misalnya

jika lemak atau kulit terambil, warna bakso yang dihasilkan kotor atau agak abu-

abu.

Kriteria mutu untuk tekstur bakso adalah tekstur kompak, elastis, tidak ada

serat daging, tidak ada duri dan tulang, tidak basah berair dan rapuh. Proses
pengikatan ini merupakan suatu reaksi yang dipengaruhi oleh pemanasan, karena

daging dalam keadaan segar (Wibowo, 1999).

Berdasarkan hasil percobaan didapatkan hasil yang sesuai dengan SNI dari

segi bau, rasa, aroma, teekstur.

Standar Nasional Indonesia yang disajikan pada tabel 2 :

Tabel 2. Syarat Mutu Bakso Daging Sapi


No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1. Bau - Normal, khas daging
1.2. Rasa - Gurih
1.3. Warna - Normal
1.4. Tekstur - Kenyal
2. Air %b/b Maks. 70,0
3. Abu %b/b Maks. 3,0
4. Protein %b/b Min. 9,0
5. Lemak %b/b Min. 2,0
6. Boraks - Tidak boleh ada
7. Bahan Tambahan Sesuai dengan SNI
Makanan 01-0222-1987 dan
revisinya
8. Cemaran Logam
8.1. Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 2,0
8.2. Tembaga (Cu) Mg/kg Maks. 20,0
8.3. Seng (Zn) Mg/kg Maks. 40,0
8.4. Timah (Sn) Mg/kg Maks. 40,0
8.5. Raksa (Hg) Mg/kg Maks. 0,03
9. Cemaran Arsen (As) Mg/kg Maks. 1,0
10. Cemaran Mikroba
10.1. Angka lempeng total Koloni/g Maks. 1 x 105
10.2. Bakteri bentuk coli APM/g Maks. 10
10.3. Escherichia coli APM/g <3
10.4. Enterococci Koloni/g Maks. 1 x 103
10.5. Clostridium Koloni/g Maks. 1 x 102
perfingens - Negatif
10.6. Salmonella Koloni/g Maks. 1 x 102
10.7. Staphylococcus
aureus
(Sumber : SNI 01-3818-1995)

Critical Control Point atau CCP dalam proses pengolahan produk bakso ini

adalah pada saat penggilingan dimana pada proses penggilingan ini sangat

menentukan tekstur dari baso yang dihasilkan, apabila formula yang digunakan

tidak sesuai dan proses penggilinganya tidak optimal maka akan dihasilkan tekstur

baso yang mudah hancur. Kemudian pada saat melakukan proses perebusan,

waktu yang digunakan untuk merebus bakso minimal adalah 15 menit, sehingga

tidak memberikan kesempatan pada mikroorganisme yang mungkin ikut serta

selama proses untuk hidup dan memperbanyak diri sehingga daya simpannya

dapat diperpanjang.

IV KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan bakso disimpulkan bahwa dengan

basis seberat 200 gram dan hasil produk yang di dapat seberat 189,7 gram serta %

produk 94,85 %. Sedangkan sifat organoleptik berupa warna abu, rasa bakso

sedikit pedas, aroma khas bakso, tekstur kenyal berserat dan kenampakan bulat

berserat.

4.2. Saran
Berdasarkan percobaan pembuatan bakso sebaiknya melakukan

penimbangan bahan baku harus sesuai dengan takarannya dan sebaiknya curring

dilakukan dengan benar dalam waktu 24 jam.

DAFTAR PUSTAKA
Astiti. 2008. Pembuatan Daging Bakso. http:// Fatimah_Astiti. blogspot.com.
Diakses: 26 Mei 2014.

Buckle,K.A. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta

Elveira, G. 1988. Pengaruh pelayuan daging sapi terhadap mutu bakso sapi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hardoko. 1994. Pembuatan Fish Cake (Kamaboko) dari Daging Ikan Tengiri
dengan Tepung Gandum dan Tepung Sagu. Buletin Ilmiah Perikanan.
Faperik Unibraw Malang, III : p.63-72.

Harni. 2009. Memilih Daging Berkualitas. http://harninutrisi.blogspot.com.


Diakses: 26 Mei 2014.

Indarmono, T. P. (1987). Pengaruh lama pelayuan dan jenis daging karkas


serta jumlah es yang ditambahkan ke dalam adonan fisikokimia bakso
sapi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan, Penerbit


Universitas Indonesia, Jakarta.

Mubandrio, Tri Dewanti W. 2009. STPP Pengganti Boraks (Bleng) Pada


Kerupuk Puli dan Bakso. http://terminalcurhat.blogspot.com. Diakses: 26
Mei 2014.

Rais, H. 2011. Makanan Olahan Daging. http:// harfinad24090112.wordpress.


com. Diakses: Diakses: 26 Mei 2014.

Syahrianasabil. 2013. Pembuatan Bakso dan Sosis.


http://syahrianasabil.blogspot.com. Diakses: 26 Mei 2014.

Standar Nasional Indonesia. 1995. Bakso Daging.


sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/bakso.html. Diakses : 26
Mei 2014.

Siti. 2013. Pembuatan baso. http://sittiassambo.blogspot.com/2013/10/laporan-


praktikum-pembuatan-bakso.html. Diakses: 26 Mei 2014.

Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Wibowo, S. 1995. Budi Daya Bawang Putih, Merah, dan Bombay. Penerbit
Penebar Swadaya : Jakarta

Widyaningsih. T. D. dan E. S. Murtini. 2006. Pengolahan Pangan Masa Kini.


http://www.e-dukasi.net/trubus Agrisarana. Diakses : 26 Mei 2014.

LAMPIRAN PERHITUNGAN

Perhitungan Formulasi Bakso


Basis awal = 200 gram

67,97
Bahan utama : Daging sapi = 100 x 200 = 135,94 gram

Bahan tambahan :

17,42
a. Es batu = 100 x 200 = 34,84 gram

8,84
b. Tepung tapioka = 100 x 200 = 16,68 gram

0,21
c. STPP = 100 x 200 = 0,42 gram

1
d. Merica = 100 x 200 = 2 gram

2,09
e. Garam = 100 x 200 = 4,18 gram

W Produk
% Produk = W basis x 100 %

189,7
= 200 x 100 %

= 94,85 %
LAMPIRAN DISKUSI MODUL

1. Jelaskan karakteristik daging sapi yang baik digunakan untuk pembuatan


bakso!
Jawab :

Daging sapi yang baik digunakan untuk proses pembuatan bakso adalah daging
sapi dengan daya ikat air kuat atau disebut dengan high binding meat. High
binding meat adalah jenis daging sapi yang memiliki kapasitas pengikatan air
atau water holding capasity yang tinggi sehingga pembentukan emulsi pada
produk bakso akan sangat baik.

2. Gambarkan bagian-bagian dari karkas sapi beserta penggunaannya di dalam


produk pangan !
Jawab :
a. Chuck/Paha depan
Terletak pada bagian paha depan sapi. Ciri potongan daging ini berbentuk segi
empat dengan ketebalan 2-3 cm. Bagian tulang pundak masih menempel ke
bagian paha sampai bagian terluar dari punuk. Penggunaan: baso, sop,kari,
abon dan rendang.
b. Blade/ Punuk
Daging sapi bagian atas yang menyambung dari bagian daging paha depan
sampai ke bagian punuk sapi. Pada bagian tengahnya terdapat serat-serat kasar
yang mengarah ke bagian bawah, cocok digunakan untuk hidangan kukus.
Penggunaan: empal, semur, sop, abon dan rendang.
c. Cub roll/ Lemusir
Bagian daging sapi yang berasal dari bagian belakang sapi di sekitar has dalam,
has luar dan tanjung. Lamosir termasuk daging yang lunak karena di dalamnya
terdapat serat lemak. Penggunaan: sate, rendang, empal dan sukiyaki.
d. Sirloin/ Has luar
Daging sapi yang berasal dari bagian bawah daging iga, terus sampai ke bagian
sisi luar has dalam. Daging ini adalah daging pulang murah dari semua daging
has karena otot sapi pada bagian ini masih lumayan keras. Penggunaan: Steak,
bistik, rollade.
e. Tenderloin/ Has dalam
Potongan ini terletak pada bagian tengah badan sapi. Sesuai dengan
karakteristik daging has, daging ini terdiri dari bagian otot utama di sekitar
bagian tulang belakang. Daerah ini adalah bagian yang paling lunak karena
otot-otot di bagian ini jarang dipakai untuk beraktivitas. Penggunaan: steak,
sate dan sukiyaki.
f. Topside/ Penutup
Bagian daging sapi ini terletak di bagian paha belakang sapi dan sudah
mendekati area belakang sapi. Potongan daging sapi ini sangat tipis dan
lembut. Di bagian ini sangat jarang lemak. Penggunaan: abon, bistik, empal,
bistik dan baso.
g. Rump/ Tanjung
Potongan ini diambil dari daging sapi bagian punggung belakang. Biasanya
digunakan untuk bakar-bakaran. Penggunaan: Bistik, rendang, dendeng, baso
dan abon.
h. Silver side/ Gandik
Bagian paha belakang sapi terluar dan paling dasar. Banyak yang sering
tertukar dengan menyamakannya dengan daging paha depan. Penggunaan:
balado, rendang, empal dan dendeng.
i. Shank/ Sengkel
Sengkel berasal dari bahasa Belanda, schenkel yang berati bagian depan atas
kaki sapi. Penggunaan: baso urat, semur, sop dan rawon.
j. Flank/ Samcan
Bagian ini berasal dari otot perut sapi. Bentuknya panjang dan datar, tapi
kurang lunak. Untuk melunakkannya, biasanya potongan daging dipukul-pukul
terlebih dahulu. Penggunaan: kornet, sate, daging giling. sop dan rawon.
k. Brisket/Sandung lamur
Bagian ini berasal dari dada bawah sapi bagian ketiak. Biasanya bagian ini
agak berlemak dan sering digunakan untuk makanan khas Padang seperti Asem
Padeh. Penggunaan: kornet, rollade, rawon,dan sop.
3. Apa yang menyebabkan warna abu-abu pada bakso ?
Jawab :
Warna abu-abu pada produk bakso disebabkan oleh adanya penambahan
tepung tapioka pada adonan bakso. Pati tergelatinisasi sehingga menyebabkan
warna abu-abu akibat proses reaksi browning non enzimatis yaitu terjadinya
reaksi Maillard. Reaksi Maillard adalah reaksi antara karbohidrat khususnya
gula pereduksi dengan gugus amina primer. hasilnya berupa produk berwarna
cokelat yang sering dikehendaki. Namun kadang-kadang malah menjadi
pertanda penurunan mutu. Reaksi maillard yang dikehendaki misalnya pada
pemanggangan daging dan roti.

Anda mungkin juga menyukai