Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL TERNAK


(PEMBUATAN YOGURT, BAKSO DAN TELUR ASIN)

DILAKSANAKAN PADA : 10, 17 DAN 24 DESEMBER 2023

DOSEN PENGAMPU :
Dr. INDRI JULIYARSI, SP., MP
RIZKI DWI SETIAWAN, S.T.P., M.Si

DISUSUN OLEH :
LYSA REGITHA SEPTIANI
2210612053

TEKNOLOGI HASIL TERNAK 07


KELOMPOK 3

LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
BAB I
TUJUAN PRAKTIKUM

Adapun tujuan dari praktikum mengolah hasil ternak (susu, daging dan telur) menjadi
yogurt, bakso dan telur asin adalah untuk mengetahui teknik pembuatan yogurt dengan
menggunakan starter murni dan starter komersil, dapat membedakan hasil dari kedua sampel
dengan melakukan uji organoleptik. Mengetahui teknik pembuatan bakso yang baik dengan tetap
memperhatikan aspek hygiene, mengetahui hal-hal yang diperhitungkan dalam pembuatan
bakso, dapat melakukan uji organoleptik terhadap hasil olahan tersebut dan mengetahui bahan
yang digunakan dalam pembuatan bakso. Mengetahui teknik pengawetan telur dengan
pengasinan dan mengetahui karakteristik telur yang diawetkan dengan teknik pengasinan.
BAB II
METODE

2.1 Yogurt
Adapun alat yang digunakan pada pembuatan yogurt antara lain autoclaf (untuk
mensterilkan alat-alat yang akan digunakan), inkubator, gelas kaca, thermometer, kompor, panci
dan plastik wrap. Bahan yang digunakan antara lain susu murni dan bakteri starter (kultur murni
dan kultur komersil).

Adapun langkah kerja dalam pembuatan yogurt diawali dengan mencuci semua alat yang
akan digunakan kemudian di autoclaf untuk memastikan seluruh alat yang akan digunakan dalam
keadaan steril, selagi menunggu alat disterilkan susu murni dipasteurisasi dengan suhu 80℃
selama 15 menit, setelah itu suhu diturunkan kurang lebih menjadi 30-45℃ supaya kultur bakteri
yang akan ditambahkan nantinya tidak mati, selanjutnya inokulasikan dengan starter yaitu
sampel 1 menggunakan kultur murni sebanyak 5% dari total susu dan sampel 2 menggunakan
kultur komersil sebanyak 5% juga dari total susu, setelah itu ditutup dan dilapisi dengan plastik
wrap supaya tidak ada udara yang masuk, karena bakteri asam laktat bersifat anaerob, kemudian
inkubasi selama 16-18 jam dan setelah itu baru bisa dilakukan uji organoleptik.

2.2 Bakso
Adapun alat yang digunakan pada pembuatan bakso antara lain baskom, sarung tangan,
panci, kompor, saringan dan timbangan. Bahan yang digunakan antara lain 300gr daging ayam
giling, tepung terigu 15%, tepung tapioka cap tani 15%, garam 2%, merica bubuk 0.3%, bawang
putih 2% dan air untuk merebus.

Adapun langkah kerja diawali dengan memastikan seluruh alat dan bahan sudah tersedia,
timbang bahan-bahan yang akan digunakan supaya komposisinya tepat, kemudian mulai
masukkan daging giling beserta bumbu kedalam baskom uleni menggunakan tangan supaya
lebih mudah tercampur, masukkan sedikit demi sedikit tepung supaya aroma khas dari bakso
tidak hilang, sembari menunggu adonan kalis panaskan air menggunakan panci untuk merebus
adonan bakso, setelah mendidih adonan bakso yang sudah homogen dan sudah dibentuk bulat-
bulat dimasukkan kedalam air mendidih, direbus selama ±20 menit atau sampai matang.
Biasanya bakso yang sudah matang akan terapung keatas, dan jika sudah matang segera angkat
dan tiriskan menggunakan saringan setelah itu bisa dilakukan uji organoleptik.

2.3 Telur Asin


Adapun alat yang digunakan dalam pembuatan telur asin antara lain baskom, kompor,
panci dan saringan. Bahan yang digunakan antara lain telur itik, batu bata, garam dapur dan air.

Adapun langkah kerja dalam pembuatan telur asin diawali dengan mencuci dan
membersihkan telur itik supaya bebas dari kotoran dan untuk membuka pori pori cangkang telur,
setelah itu batu bata yang telah dihaluskan dicampur dengan garam dapur dengan perbandingan
2:1 lalu ditambah air, aduk adonan pembungkus sampai berbentuk pasta jangan terlalu encer dan
jangan terlalu padat, setelah adonan pembungkus jadi lumuri telur dengan adonan sampai semua
permukaan kulit tertutupi dengan ketebalan ± ½-1 cm. Jika semua telur sudah dibungkus dengan
adonan tadi, langkah selanjutnya adalah simpan ditempat yang dingin dan kedap udara selama 7
hari. Setelah 7 hari telur sudah bisa direbus dengan dibersihkan terlebih dahulu dari adonan
pembungkusnya, rebus hingga matang dan kemudian dapat dilakukan uji organoleptik.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Yogurt

Berdasarkan uji organoleptik pada yogurt dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Uji organoleptik pada yogurt


No. Pemeriksaan Starter Murni Starter Komersial
1. Warna Putih kekuningan Putih
2. Aroma Tengik Asam
3. Rasa Asam, tengik Asam
4. Tekstur Kental Kental
5. pH 4 4

3.1.2 Bakso

Berdasarkan uji organoleptik pada bakso dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2. Uji organoleptik pada bakso


No. Pemeriksaan Keterangan
1. Warna Putih keabu-abuan
2. Aroma Aroma daging
3. Rasa Bumbunya terasa
4. Tekstur Kenyal
5. pH 6

3.1.3 Telur Asin

Berdasarkan uji organoleptik pada telur asin dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3. Uji organoleptik pada telur asin


No. Pemeriksaan Keterangan
1. Warna Gradasi orange-kuning
2. Aroma Amis (aroma telur rebus)
3. Rasa Asin, gurih
4. Tekstur Kenyal
5. pH 7

3.2 Pembahasan

3.2.1 Yogurt
Yoghurt merupakan salah satu produk pangan yang memanfaatkan mikroorganisme untuk
menghasilkan komponen tertentu sehingga diperoleh kekhasan tekstur, rasa, warna maupun
aromanya. Yoghurt sangat bermanfaat karena kandungan probiotiknya yang bermanfaat, yoghurt
sering dikaitkan dengan probiotik yang mempunyai efek positif pada kesehatan sistem imun,
kardiovaskuler atau kesehatan metabolik (Gijsbers et. al., 2016), mencegah kanker usus dan
berfungsi sebagai pengganti susu bagi penderita intoleransi laktoce.

Bukti klinis yang berkualitas tidak cukup untuk membuktikan bahwa mengonsumsi
yoghurt dapat mengurangi risiko penyakit atau meningkatkan kesehatan (Rickets, et al., 2011).
Fernandez, Fisberg & Marette (2017) menyatakan bahwa konsumsi yoghurt pada anak juga
dapat dikaitkan dengan pola hidup sehat dan pola makan, selain kaya nutrisi, yogurt merupakan
salah satu primadona pengganti makanan ringan dan dapat membantu anak-anak dan remaja
mengembangkan perilaku sehat yang meningkatkan keseimbangan energi (Stoddard, 2020).

Dari praktikum pembuatan yogurt dengan penambahan kultur murni (AP), didapatkan hasil
uji organoleptik yang disajikan dalam tabel 1. Setelah susu diinkubasi selama 16-18 jam
warnanya berubah menjadi putih kekuningan, aromanya tengik, rasanya asam sedikit hambar,
teksturnya kental dan memiliki pH 4. Rasa asam menurut Wieda & Komala & Wiedarti Kuntoro
(2017) didapatkan populasi kultur starter yoghurt (S. thermophiles dan L. bulgaricus) dan bakteri
probiotik L. acidophilus berada pada range populasi 109 CFU / mL, dengan nilai pH rata-rata 4
dan total asam yang dititrasi sebesar 1.743%. Semakin lama fermentasi kualitas yoghurt semakin
kental maka terjadi perubahan tekstur dan rasa yaitu tekstur menjadi kental (Ibrahim, et al.,
2019), perubahan tekstur ini terjadi karena penurunan pH sehingga yoghurt menjadi kental atau
semi padat dan rasa berubah menjadi asam.

Pada sampel kedua dengan menggunakan kultur komersial (biokul), didapatkan hasil uji
organoleptik yang disajikan dalam tabel 1 dengan warna yogurt putih, aroma khas yogurt, rasa
asam, tekstur kental dan memiiki pH 4. Kedua sampel memiliki perbedaan yang paling
menonjol, yaitu dari segi rasa. Rasa yogurt pada sampel pertama (kultur murni) asam dan sedikit
hambar hampir tengik, sedangkan pada sampel kedua (kultur komersial) memiliki rasa yang
cenderung asam dengan rasa khas yogurt. Untuk warna, tekstur dan pH memiliki kesamaan,
menurut Askar & Sugiarto (2005) nilai pH produk yogurt biasanya berkisar antara 3,7 – 4,2.
Sedangkan yogurt hasil fermentasi para praktikum ini memiliki pH 4.
3.2.2 Bakso
Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah dihaluskan
terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung dan kemudian dibentuk seperti
bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas. Produk olahan daging seperti bakso telah banyak
dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat. Secara teknis pengolahan bakso cukup mudah dan
dapat dilakukan oleh siapa saja. Bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat
dijadikan sebagai sarana yang tepat, karena produk ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua
lapisan masyarakat (Widyaningsih dan Murtini, 2006)
Bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan bakso adalah tapioka. Untuk menghasilkan
bakso daging yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung yang digunakan sebaiknya paling
banyak 15% dari berat daging. Idealnya, tepung tapioka yang ditambahkan sebanyak 10% dari
berat daging. Memang sering dijumpai, terutama yang dijajakan dijalanan, bakso yang tepungnya
mencapai 30-40% dari berat daging. Bakso seperti ini diduga rasa dan mutunya kurang bagus
(Wibowo,2006).
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil uji organoleptik bakso
seperti yang disajikan pada tabel 2 meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan pH. Pada uji
organoleptik terhadap warna menunjukkan bahwa bakso ayam yang dihasilkan berwarna putih
ke abu-abuan. Warna pada bakso dipengaruhi oleh kualitas daging, cara pembuatan bakso, dan
adanya proses pemasakan. Hal ini sesui dengan pendapat Firahmi (2015) bahwa warna bakso
ditentukan oleh bahan baku dan bahan pengikat yang digunakan. Warna produk bakso
diantaranya dipengaruhi oleh kandungan mioglobin daging, semakin tinggi mioglobin daging
maka warna daging semakin merah. Warna merah pada daging ayam akan mengalami perubahan
menjadi abu-abu selama pemasakan karena terjadinya proses oksidasi. Pada daging olahan,
warna yang dibentuk merupakan hasil dari berbagai proses dan reaksi yang sangat beragam.
Faktor yang turut mempengaruhi warna daging olahan antara lain adalah suhu, bahan tambahan
dan proses pembuatannya.
Pada uji organoleptik terhadap aroma didapatkan aroma khas bakso. Aroma pada bakso
dipengaruhi oleh kualitas daging segar yang dipakai dan bahan tambahan dalam membuat bakso
dan bumbu seperti bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta
untuk meningkatkan cita rasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan
ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta untuk meningkatkan daya awet
bahan makanan (bersifat fungistotik) dan (fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal
dariminyak volatil yang mengandung komponen sulfur (Ahmad, 2008).
Uji organoleptik pada rasa, didapatkan hasil rasanya enak dan bumbunya terasa. Ini
dikarenakan dalam pembuatan bakso menggunakan komposisi bahan yang tepat dan dengan
penambahan penyedap rasa seperti garam dan merica. Hal ini sesuai dengan pendapat Cahyono
(2013) yang menyatakan bahwa sebagian besar responden/konsumen menyukai bakso dengan
rasa daging yang kuat. Rasa bakso juga dipengaruhi oleh kadar air pada bakso. Menurut
Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dalam Widyalita (2014) penyedap rasa dan aroma
didefinisikan sebagai bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau
mempertegas rasa dan aroma. Bahan penyedap mempunyai beberapa fungsi sehingga dapat
memperbaiki, membuat lebih bernilai atau diterima, dan lebih menarik.
Tekstur yang dihasilkan pada praktikum ini adalah halus dan kenyal. Hal ini dipengaruhi
oleh penambahan tepung tapioka. Karena dari beberapa sampel yang dilakukan pengujian
dengan menggunakan takaran tepung tapioka yang berbeda-beda, dihasilkan tekstur bakso yang
berbeda pula.
Nilai pH adalah sebuah indikator penting kualitas daging dengan memperhatikan kualitas
teknologi dan pengaruh kualitas daging segar. Pengamatan terhadap pH penting dilakukan
karena perubahan pH berpengaruh terhadap kualitas bakso yang dihasilkan (Soeparno 1998
dalam Sudrajat 2007). Dari hasil pengukuran pH bakso yang tercantum pada Tabel 2,
menunjukkan bahwa nilai pH bakso ayam dengan tepung tapioka 15% adalah 6. Berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (1995), pH bakso yang baik berkisar antara 6 – 7. Hal ini
menunjukkan bahwa bakso dengan komposisi tepung tapioka 15% adalah komponen yang pas
dengan bahan tambahan lainnya.

3.2.3 Telur Asin


Telur asin adalah salah satu bentuk pengawetan telur yang dapat ditemukan di beberapa
negara, misalnya Indonesia, Cina dan Taiwan. Keuntungan dari proses pengasinan disamping
pengawetan adalah meningkatkan cita rasa, yaitu masir atau berpasir yang didapatkan dari
kuning telur. Telur yang biasa digunakan untuk pembuatan telur asin adalah telur itik. Hal ini
adalah karena telur itik mempunyai kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur
ayam. Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1979) kadar lemak kuning telur itik
adalah 35%, sedangkan kadar lemak kuning telur ayam adalah 31.9%.
Pengasinan adalah salah satu metode pengawetan telur agar telur dapat disimpan dalam
waktu yang lebih lama. karena bila tidak diawetkan telur tersebut akan rusak karena terjadinya
pertumbuhan pada mikroba pada telur tersebut. Prinsip pengawetan telur itu sendiri adalah untuk
mencegah tumbuhnya bakteri pembusuk ke dalam telur dan untuk mencegah keluarnya air dari
dalam telur. Telur asin adalah telur yang diawetkan dengan cara diasinkan dengan garam (NaCl)
(Suprapti, 2002). Tujuan utama dari pengasinan telur ini adalah untuk mendapatkan telur asin
yang mempunyai cita rasa yang khas, disukai konsumen dan memepunyai daya awet
(Sampurno et al, 2002).
Telur yang sudah dilakukan pemeraman selama 7 hari, kemudian dibersihkan dengan air
mengair dan direbus hingga matang. Setalah itu dilakukan uji organoleptik dan didapatkan hasil
seperti pada tabel 3 diatas. Warna telur asin yang sudah matang yaitu putih dan untuk kuning
telurnya memiliki gradasi kuning orange cenderung gelap/kemerahan. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Listyorini (2001), bahwa telur asin hasil perendaman serbuk batu
bata merah menghasilkan warna putih pada putih telurnya dan warna kemerahan pada kuning
telurnya.
Rasa merupakan salah satu sifat sensori yang penting dalam penerimaan suatu produk
pangan. Rasa dinilai dari indera pengecap (lidah) yang merupakan kesatuan interaksi antara sifat
sensori aroma, rasa, dan tekstur (Anggriawan, 2010). Senyawa senyawa pada produk dapat
memberikan rangsangan pada indera pengecap (Winarno, 1997). Hasil uji organoleptik
didapatkan rasa asin dan gurih pada telur asin dengan menggunakan pembungkus batu bata
dengan pebandingan 2:1 dengan garam. Rasa asin pada telur disebabkan adanya kandungan
garam dalam proses perendaman telur. Menurut Hary (2004), garam berfungsi sebagai pencipta
rasa asin dan sekaligus sebagai bahan pengawet karena dapat mengurangi kelarutan oksigen,
menghambat kerja enzim proteolik dan menyerap air dalam telur. Rasa telur dipengaruhi oleh
jenis dan komposisi bahan-bahan penyusunnya. Telur sendiri memiliki rasa khas gurih. Rasa
gurih berasal dari lemak, protein (Listiyorini, 2010).
Aroma yang dihasilkan oleh telur asin merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu
merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera (Sinaga, 2007). Pada pemasakan
telur asin didapatkan aroma amis khas telur rebus, dimana hal ini dipengaruhi oleh proses
pemasakan yaitu penguapan air. Sesuai dengan pendapat Winarno (2004) bahwa kriteria suatu
telur mempunyai aroma khas.
Tekstur dinilai dari indera pengecap (lidah) yang merupakan kesatuan interaksi antara sifat
sensori aroma, rasa, dan tekstur (Anggriawan, 2010). Tekstur yang dihasilkan pada uji
organoleptik telur asin ini kenyal dan seperti telur pada umumnya, yang sedikit membedakan
adalah tekstur dibagian kuning telurnya yaitu bersifat masir.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh nilai uji pH telur asin 7 seperti pada
tabel 3. Putih telur asin memiliki nilai pH berkisar 7,74-7,85 semakin lama telur asin disimpan
pH putih semakin naik. Interaksi antara perlakuan dan lama simpan sangat berpengaruh terhadap
nilai pH telur asin. Peningkatan pH terjadi karena CO2 yang berada dalam putih telur selama
penyimpanan berkurang (Novia, Melia and Juliyarsi, 2014).
BAB IV
KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan yaitu teknologi pengolahan hasil ternak dapat diambil
kesimpulan bahwasanya penambahan bahan-bahan dalam pengolahan suatu makanan tentu
mempunyai takarannya masing-masing, sehingga apapun yang yang diolah hasilnya akan
berbanding lurus dengan proses yang sudah dilakukan.
Pembuatan yogurt dengan menggunakan dua kultur yang berbeda, menghasilkan rasa yang
berbeda pula. Penambahan kultur komersial menghasilkan yogurt yang lebih enak dibandingkan
dengan yogurt yang menggunakan kultur murni.
Pembuatan bakso dengan penambahan tepung yang berbeda konsentrasinya juga
menghasilkan rasa dan tekstur yang berbeda. Dari beberapa sampel yang diuji didapatkan
perbandingan yang pas yaitu 15% tepung tapioka dan 15% tepung terigu yang pada hal ini
dilakukan oleh kelompok 3.
Pembuatan telur asin dengan perbandingan garam dan batu bata yang pas juga akan
menghasilkan rasa telur asin yang pas dan gurih, serta warna kuning telur yang bagus. Proses
pemasakan juga mempengaruhi aroma telur, proses memasak dengan cara mengukus dapat
mengurangi bau amis sedangkan pada perebusan telur tidak dapat mengurangi bau amis pada
telur.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R.P. 2008. Optomizing Acceptability of Chiccken Nugget Containing Fermented


Courpea An Peanut Flours. Journal of Food Science 62 : 889-882.

Askar, S. & Sugiarto. 2005. Uji kimiawi dan organoleptik sebagai uji mutu yogurt. Prosiding
Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. Bogor, 13-14 September 2005. 108-113.

Cahyono, Agung. 2013. Kadar Protein Dan Uji Organoleptik Bakso Berbahan Dasar Komposisi
Daging Sapi Dan Jamur Merang (Valvariella volvaceae) yang Berbeda. Naskah
Publikasi. Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan Dan Pendidikan
Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Firahmi Nordiansyah., dkk., 2015. Sifat Fisik Dan Organoleptik Bakso Yang Dibuat Dari Daging
Sapi Dengan Lama Pelayuan Berbeda. Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan
Mab Banjarmasin. Al Ulum Sains Dan Teknologi Vol.1 No.1 Nopember 2015.

Gijsbers, L, Ding, E.L., Malik, V.S., de Goede, J., Geleijnse, J.M., & Soedamah-Muthu, S.S.
(2016). Consumption of dairy foods and diabetes incidence: a dose-response meta-
analysis of observational studies. Am J ClinNutr. 103 (4), 1111–24.
doi:10.3945/ajcn.115.123216.
Haryadi, dan P.S. Hadrjosworo. 2002. Sifat Organoleptik dan Karakteristik Mutu Telur Itik Asin
Hasil Penggaraman dengan Tekanan. Media Peternakan.25(1) : 7-13.

Ibrahim, IA., Naufalin, R., Erminawati, & Dwiyanti. (2019). Effect of Fermentation Temperature
and Culture concentration on microbial and physicochemical properties of cow and goat
milk yogurt. IOP Conf. Ser : Earth Environ.Sci.406012009, pp1-7. doi:10.1088/1755-
1315/406/1/012009
Listyorini, Ruriyawati.2010.”Perbandingan Kadar Protein Dan Sifat Organoleptik Pada Telur
Asin Hasil Perendaman Serbuk Batu Bata Merah Dengan Telur Bebek Tanpa
Pengasinan” (Skripsi S-1 Progdi Biologi). Surakarta : FKIP Biologi Universitas
Muhammadyah Surakarta.

Novia, D., S. Melia and I Juliyarsi. 2014. Utilization of ash in the salting process on mineral
content raw salted eggs. Asian Journal of Poultry Science” 8 (1): 1-8, 2014

Rickets, G.T., de Vos, W.M., Brummer, R.J., Morelli, L., Corthier, G., Marteau, P., De Vos,
Brummer, Morelli, Corthier, & Marteau. (2011). Health benefits and health claims of
probiotics: Bridging science and marketing. British Journal of Nutrition, 106 (9), 1291–6.
doi:10.1017/S000711451100287X. PMID 21861940.
Sampurno, A., Haslina, dan R. Murtanti. 2002. Peningkatan Nilai Nutrisi dan Citarasa Telur Asin
melalui teknik Inkubasi. Universitas Semarang, Semarang. Dalam Sainteks IX (2) : 142-
154.

SNI (Standar Nasional Indonesia). 1995. SNI 01-3818-1995 : Bakso Daging. Badan
Standardisasi Nasional. http://www.bsn.go.id/sni. Diakses tgl 10 Januari 2013.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging .Gajah Mada Uiversity Press,Yogyakarta.

Stoddard, G. (2020). What Happens to Your Body When You Eat Yogurt.Healty Eating.
https://www.eatthis.com/benefits-of-yogurt/
Suprapti, L. M. 2002. Pengawetan Telur. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Wibowo, 2006. Ilmu Teknologi Pengolahan Pangan. Pembuatan Bakso Standar Resep. Diakses
pada 16 Desember 2016.

Widyalita, Eka, dkk., 2014. Analisis Kandungan Monosadium Glutamat (MSG) Pada Pangan
Jajanan Anak Di SD Komp. Lariangbangi Makassar. Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar.

Widyaningsih, T. D. Dan E. S. Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus
Agrisarana, Surabaya.
Wieda. N. H. Z. & Kuntoro, B. (2017). Microbiological and Physical Characteristics of Goat
Milk Yogurt With Addition of Probiotic Lactobacillus acidophilus. Jurnal Ilmu-Ilmu
Peternakan, 20 (1), 1-8.
Winarno, F, G. 1997. Kimia Pangan. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. IPB. Bogor.
LAMPIRAN

Gambar 1. Proses penakaran susu Gambar 2. Memasukkan susu Gambar 3. Menambahkan kultur
kedalam botol kaca murni (AP)

Gambar 4. Kultur komersial Gambar 5. Wrapping Gambar 6. Inkubasi


(biokul)
Gambar 7. Uji organoleptik yogurt Gambar 8. Bahan membuat bakso Gambar 9. Membuat adonan bakso
Ayam

Gambar 10. Pembentukan bakso Gambar 11. Proses perebusan Gambar 12. Uji organoleptik bakso
Gambar 13. Pembersihan telur itik Gambar 14. Membungkus telur Gambar 15. Simpan selama 7 hari
dengan pasta batu bata

Gambar 16. Uji organoleptik telur Gambar 17. Uji kadar pH telur asin
asin

Anda mungkin juga menyukai