Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Pengaruh HMT dan Penambahan Porang terhadap Volume Pengembangan Roti
Analisa volume pengembangan roti dilakukan pada variabel terbaik uji swelling
power dan solubility, serta pada masing-masing perlakuan untuk melihat pengaruh yang
diberikan berdampak nyata atau tidak. Hasil percobaan pengaruh HMT dan penambahan
porang terhadap volume pengembangan roti dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Pengaruh perlakuan HMT dan penambahan porang terhadap volume
pengembangan roti

Volume Persen Volume Persen


Variabel Pengembangan Pengembangan Pengembangan Pengembangan
Adonan (ml) Adonan (%) Roti (ml) Roti(%)
Tepung Terigu 140 46.67 470 156.67

Tepung Beras 40 13.33 310 103.33

Tepung Beras
Penambahan 50 16.67 330 110
Porang 10%

Tepung Beras
80 26.67 370 123.33
HMT 100

Tepung Beras
HMT 100,
90 30 370 123.33
Penambahan
Porang 10%

Berdasarkan tabel hasil percobaan pada variabel tepung beras HMT 100 dan HMT
100 serta penambahan porang 10% memiliki nilai pengembangan adonan dan roti terbesar
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Volume penambahan tertinggi masih berada di
bawah volume pengembangan tepung terigu dengan perbedaan sebesar 16.67% pada adonan
dan 23.34% pada pengembangan roti.
Dengan menggunakan ANOVA didapatkan bahwa perlakuan HMT berpengaruh
nyata terhadap volume pengembangan roti (P=0.012), sedangkan penambahan tepung
porang tidak memberikan pengaruh yang nyata (P=0.5) pada volume pengembangan roti.
Penambahan glukomanan sebagai pengganti gluten memberikan penambahan volume
pengembangan pada hasil percobaan, namun tidak berperan signifikan seperti perlakuan
HMT.

Perlakuan HMT memberikan pengaruh nyata pada volume pengembangan


disebabkan karena kandungan amilopektin dalam tepung memiliki struktur yang mudah
menyerap air dan air akan tertahan di dalamnya jika sudah terserap (Akubor, 2003). Adanya
sifat tersebut akan menjadikan struktur pati akan berongga ketika dipanggang akibat
menguapnya air dari dalam molekul pati sehingga volume roti akan lebih besar. Proses
modifikasi pati akan meningkatkan volume pengembangan selama pemanggangan akibat
terbentuknya gugus karbonil dan gugus karboksil pada pati hasil modifikasi, hal ini juga
disebabkan rusaknya granula pati akibat pemanasan sehingga proses hidrasi air ke dalam
molekul pati akan meningkat (Wang dan Wang, 2003). Penggunaan suhu yang tinggi pada
proses pemanggangan akan semakin meningkatkan jumlah air yang menguap. Namun suhu
yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan case hardening dimana kecepatan penguapaan air
dari permukaan roti ke udara lebih cepat daripada kecepatan penguapan air dari bagian
dalam roti ke bagian permukaan roti. Hal ini kemungkinan akan berdampak pada tingkat
volume pengembangan roti yang tidak begitu besar karena jumlah air yang diuapkan tidak
cukup banyak.

4.4 Uji Organoleptik Roti Hasil Percobaan

Uji Organoleptik dilakukan kepada 25 responden dengan parameter warna, tekstur,


dan rasa menggunakan skala hedonik. Hasil uji organoleptik roti hasil percobaan dapat
dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Hasil uji organoletik roti pada berbagai perlakuan
Rata-Rata Pengamatan
Variabel
Warna Tekstur Rasa
Tepung Terigu 3.92 3.44 3.72
Tepung Beras 2.6 2.44 2.52

Tepung Beras Penambahan Porang 10% 1.76 1.72 1.56

Tepung Beras HMT 100 2.72 2.56 2.64

Tepung Beras HMT 100, Penambahan


1.92 1.84 1.72
Porang 10%

Berdasarkan hasil uji organoleptik didapatkan hasil terbaik pada variabel perlakuan
HMT 100, dimana nilainya mendekati tepung beras tanpa perlakuan. Hasil uji organoleptik
pada penambahan tepung porang memberikan penurunan nilai yang spesifik pada berbagai
pengamatan baik pada tepung beras tanpa perlakuan maupun dengan perlakuan HMT.

Dengan melakukan ANOVA pada hasil yang didapat, diketahui bahwa penambahan
porang memberikan pengaruh nyata pada hasil uji organoleptik warna (P=0.015), tekstur
(P=0.009), dan rasa (P=0.013), sedangkan perlakuan HMT tidak memberikan pengaruh
nyata pada uji organoleptik baik warna, tekstur, maupun rasa (P=0.09, P=0.055, P=0.09).

Penambahan porang memiliki pengaruh nyata terhadap warna roti menjadi


keunguan, dimana pada tepung beras murni warna roti berupa kuning pucat. hal ini
disebabkan warna umbi porang sendiri yang memiliki warna mencolok yaitu ungu karena
kandungan antosianin dengan jumlah 0,753- 1,317 mg/100g (Winarti, 2008).
Adapun tekstur roti pada penambahan porang memiliki perbedaan yang nyata
dengan tepung beras, dimana pada roti penambahan porang tekstur roti menjadi lebih rapuh,
kasar, dan berongga dibandingkan dengan tepung beras tanpa perlakuan, hal ini disebabkan
karena kadar glukomanan yang dapat menahan CO2 sehingga tekstur lebih berongga.
Tekstur rapuh dan mudah membentuk remah disebabkan pencampuran tepung porang
disebabkan penambahan komposisi amilosa pada campuran dan memperbesar persentase
terjadinya peristiwa retrogradasi yang menyebabkan bergabungnya molekul amilosa yang
membengkak menjadi molekul mikrokristal dan mempermudah sifat rapuh roti (Charles et
al, 2005). Penambahan glukomanan menyebabkan tekstur menjadi kasar karena glukomanan
merupakan serat makanan dengan ukuran sel yang lebih besar dibanding komponen lainnya
(Lasmini, 2002).

Adapun penambahan porang berpengaruh terhadap rasa roti berupa rasa


meninggalkan sisa pasir di mulut dan lebih seret dibandingkan roti dari tepung beras tanpa
perlakuan. Hal disebabkan oleh peristiwa retrogradasi amilosa dan penambahan glukomanan
secara signifikan yang menyebabkan bentuk roti tidak solid dan mudah terurai. (Charles et
al, 2005)

Pada uji organoleptik didapatkan roti dengan perlakuan yang paling dapat
diterima oleh responden adalah roti dengan perlakuan HMT 100 tanpa penambahan porang,
dengan perbedaan nilai sebesar 1.2, 0.88, dan 1.08 pada warna, tekstur, serta rasa
dibandingkan dengan roti berbahan baku tepung terigu.

Anda mungkin juga menyukai