Anda di halaman 1dari 3

PERAN BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN BAHASA

DALAM MENDUKUNG GERAKAN LITERASI BANGSA

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa tingkat minat baca anak

Indonesia masih rendah. Tim Program of International Student Assessment (PISA)

Badan Penelitian dan Pengembangan, Depdiknas, menunjukkan kemahiran

membaca anak usia 15 tahun di Indonesia sangat memprihatinkan. Sekitar 37,6

persen hanya bisa membaca tanpa bisa menangkap maknanya dan 24,8 persen

hanya dapat mengaitkan teks yang dibaca dengan satu informasi pengetahuan

(Kompas 2 Juli 2003). Internasional Education Achiecment (IEA) melaporkan

bahwa kemampuan membaca siswa SD di Indonesia berada pada urutan 38 dari

39 negara peserta studi. Simpulan dari riset tersebut menyebutkan bahwa

Indonesia menempatkan urutan ke-38 dari 39 negara. Angka-angka itu

menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, khususnya

anak-anak sekolah dasar.

Membaca merupakan salah satu fungsi yang paling penting dalam hidup.

Semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca (Glenn Doman).

Dengan kemampuan membaca yang membudaya dalam diri setiap anak, maka

tingkat keberhasilan di sekolah maupun dalam kehidupan di masyarakat akan

membuka peluang kesuksesan hidup yang lebih baik. Rendahnya

reading literacy bangsa kita menyebabkan sumber daya manusia kita tidak

kompetitif karena kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai

akibat lemahnya minat dan kemampuan membaca dan menulis. Membaca dan

menulis belum menjadi kebutuhan hidup dan belum menjadi budaya bangsa.
Jumlah perpustakaan dan buku-buku jauh dari mencukupi kebutuhan tuntutan

membaca sebagai basis pendidikan. Namun, permasalahan budaya membaca

belum dianggap sebagai critical problem, sementara banyak masalah lain yang

dianggap lebih mendesak.

Seiring dengan hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

melalui Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2013 meluncurkan sebuah gerakan

literasi sekolah untuk menumbuhkan sikap budi pekerti luhur kepada anak-anak

melalui bahasa. Sederhananya, setiap anak di sekolah dasar diwajibkan membaca

buku-buku bacaan cerita lokal dan cerita rakyat yang memiliki kearifan lokal

dalam materi bacaannya sebelum pelajaran kelas dimulai.

Namun, perlu diakui bahwa bahan bacaan, terutama untuk anak-anak

masih sangat kurang. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk

membantu menambah tersedianya buku pengayaan yang berkualitas dan

bermanfaat bagi siswa untuk jenjang pendidikan dasar tersebut.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sudah memulai dengan

upaya menerbitkan cerita anak yang diangkat dari cerita rakyat. Hal itu bertujuan

selain menggairahkan budaya membaca, juga mengenalkan cerita dari nusantara.

Pada tahun 2016 para penulis dari balai bahasa di seluruh Indonesia dikumpulkan

untuk menyusun buku cerita anak. Setiap provinsi dipilih lima cerita untuk

diterbitkan. Cerita rakyat dari Jawa Tengah yang dipilih Badan Pengembangan

dan Pembinaan Bahasa untuk dibukukan adalah Legenda Rawa Pening, Legenda

Naya Sentika, Cerita Ara-Ara Kesanga, Ki Ageng Pemanahan, dan Lutung

Kasarung.
Pada tahun 2017 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa masih

melanjutkan upaya pengayaan bahan literasi untuk anak. Salah satunya dengan

mengadakan sayembara penulisan cerita anak. Badan Pengembangan dan

Pembinaan Bahasa memilih 190 naskah untuk diterbitkan. Jika pada tahun 2016

bahan bacaan dikhususkan berasal dari cerita rakyat, pada tahun 2017 tema yang

dipilih dapat beragam, yang penting sesuai dengan tingkat intelegensi anak.

Langkah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa diikuti UPT di

bawahnya. Setiap Balai Bahasa di daerah diminta membuat upaya pengayaan

bahan literasi untuk anak. Balai Bahasa Jawa Tengah menyelenggarakan

Sayembara Penulisan Bahan Bacaan untuk anak Sekolah Dasar. Pada sayembara

tersebut dipilih dua pemenang yaitu Duta Ebek dari Wanatara karya Jefrianto dan

Kisah Anak-Anak Seberang Sungai karya Dyah Umiyarni Purnamasari.

Diharapkan bahan bacaan tersebut dapat membuat anak-anak Indonesia menjadi

lebih berwawasan global dan modern, berwatak luhur dan selaras dengan kearifan

budaya Indonesia. Nilai-nilai kearifan dan kebaikan dapat diwujudkan dalam

bentuk adat istiadat, pepatah petitih, permainan tradisional, dan warisan budaya

takbenda. Kedua karya terpilih tersebut akan diterbitkan dan disebarkan ke

sekolah dasar-sekolah dasar di Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai