Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIABETES MELITUS”,
tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
dalam pembuatan makalah ini dan teman-teman yang telah memberikan
dukungan dan membantu dalam pembuatan makalah ini, serta rekan-
rekan lain yang membantu pembuatan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memberikan
sifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna mengingat penulis masih
tahap belajar dan oleh karna itu mohon maaf apabila masih banyak
kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan makalah ini.

Samarinda 22 september 2019

penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang..........................................................................3
Rumusan masalah ...................................................................4
Tujuan ......................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN
Konsep dasar medik ................................................................5
Anatomi fisiologi .......................................................................5
Definisi .....................................................................................7
Etiologi ....................................................................................8
Tanda gejala .............................................................................9
Pemeriksaan diagnostik............................................................11
Komplikasi ................................................................................12
Terapi .......................................................................................12

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian ...............................................................................15
Diagnosa keperawatan.............................................................17
Perencanaan ............................................................................17
Implementasi ............................................................................29
Evaluasi ....................................................................................29

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan
suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya

2
peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini
disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin
baik secara absolut maupun relatif. (Kemenkes, 2013).
Data World Health Organization (WHO) telah mencatat
Indonesia dengan populasi 230 juta jiwa, menduduki kedudukan
keempat di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes terbesar
setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Bahkan Kementerian
Kesehatan menyebut prevalensi diabetes mencapai 14,7 persen di
perkotaan dan 7,2 persen di pedesaan. Dengan asumsi penduduk
berumur di atas 20 tahun pada 2010 mencapai 148 juta jiwa,
diperkirakan ada 21,8 juta warga kota dan 10,7 juta warga desa
menderita diabetes (http://health.liputan6.com. Diakses 25 April
2015).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2013, prevalensi diabetes dan hipertiroid di Indonesia berdasarkan
wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen dan 0,4
persen. DM terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen.
Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI
Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan
Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis
dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%),
Sulawesi Utara (3,6%), dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen.
Prevalensi Diabetes Mellitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala
meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai
umur ≥ 65 tahun cenderung menurun. (Kemenkes, 2013).
Menurut data yang diperoleh dari Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2012, prevalensi penyakit tidak menular
berbasis Rumah Sakit khususnya Diabetes Mellitus menempati urutan
kedua setelah penyakit kardiovaskuler (43,62%) yang mana penyakit
DM sebanyak 27,64%. (Dinkes Sulsel, 2012).

3
Melihat latar belakang diatas, maka penulis tertarik menyusun
sebuah makalah yang berjudul Diabetes Mellitus.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Apa definisi dan penyebab dari gangren?
2. Apa definisi dan penyebab dari diabetes melitus?
3. Bagaimana patofisiologi diabetes melitus?
4. Bagaimana tanda dan gejala diabetes melitus?
5. Bagaimana penatalaksanaan diabetes melitus?
6. Bagaimanakah Asuhan keperawatan Diabetes Mellitus?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuannya yaitu :
1. Mengetahui definisi dan penyebab dari gangren.
2. Mengetahui definisi dan penyebab dari diabetes melitus.
3. Mengetahui patofisiologi diabetes melitus.
4. Mengetahui tanda dan gejala diabetes melitus.
5. Mengetahui penatalaksanaan diabetes melitus.
6. Mengetahui Asuhan keperawatan Diabetes Mellitus

BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya
kira – kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke
limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada
vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.

4
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di
dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala)
kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh
duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa
dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari
segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari
epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
a. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya
keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari
pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3
% dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid
dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau
langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar
300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah
semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2
juta.

Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama,


yaitu:
a. Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ;
memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu
hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
b. Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat
insulin.
c. Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat
somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan

5
struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau
langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung
pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering
ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel
beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin
sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk
insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida
yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini
dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari
disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri
dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik
isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus
berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana
sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan
dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi.
Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar
glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat
diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila
kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam
lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin
dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin
untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran
sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak
2. Definisi
a. Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit
dengan peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana
kadar diatur tingkatannya oleh hormon insulin yang diproduksi
oleh pankreas (Shadine, 2010).

6
b. Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia (Smeltzer, 2002).
c. Diabetes Mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis dan
multifaktorial yang dicirikan dengan dengan hiperglikemia
dengan hiper lipidemia (Baradero, 2009).
d. Diabetes Mellitus adalah suatu sindrom defisiensi sekresi
insulin atau pengurangan efektifitas kerja insulin atau keduanya
yang menyebabkan hiperglekimia (Marrelli, 2008).
e. Arti Diabetes Mellitus dalam bahasa Indonesia adalah sirkulasi
darah madu. Kata ini digunakan karena pada pasien Diabetes
Mellitus, meningginya kadar gula darah termanifestasi juga
dalam air seni. Ginjal tidak dapat menahan kadar gula darah
yang tinggi (Tobing, 2008).
f. Penyakit Kencing Manis (Diabetes Mellitus) adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah secara terus-
menerus (kronis) akibat kekurangan insulin baik kuantitatif
maupun kualitatif (Tapan, 2005).
g. Diabetes Mellitus Merupakan penurunan kemampuan tubuh
untuk berespons terhadap insulin atau tidak terdapatnya
pembentukan
insulin oleh pankreas (Baughman, 2000).
j. Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolisme yang
merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di
atas nilai normal (Kemenkes, 2013).
3. Etiologi
Ada beberapa penyebab Diabetes Mellitus menurut Smeltzer
(2002) yakni sebagai berikut :
a. Diabetes Tipe I
Diabetes Tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi, dan mungkin

7
pula lingkungan diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel
beta.
1) Faktor Genetik
Penderita Diabetes Mellitus tidak mewarisi Diabetes
Tipe I itu
sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau
kecenderungan genetik ke arah terjadinya Diabetes Tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor Imunologi
Pada Diabetes Tipe I terdapat bukti adanya suatu proses
autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
saolah-olah sebagai jaringan asing. autoantibodi terhadap
sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen (interna)
terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan
beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis
Diabetes Tipe I.
3) Faktor Lingkungan
Infeksi virus misalnya Coxsackie B4, gondongan (mumps),
rubella, sitomegalovirus dan toksin tertentu misalnya
golongan nitrosamin yang terdapat pada daging yang
diawetkan dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta pankreas.
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin pada Diabetes Tipe II masih
belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu

8
terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan
dengan proses terjadinya Diabetes Tipe II. Faktor-faktor ini
adalah:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di
atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik
serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya Diabetes
Tipe II dibandingkan
dengan golongan Afro-Amerika).

4. Manifestasi Klinis
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang
menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek
peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula
dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air
seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung
gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti
semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda
dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh
penderita :
a. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
b. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
c. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
d. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
e. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
f. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan &
kaki
g. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
h. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
i. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
j. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

9
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat
menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki
tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan
cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan,
terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes
mellitus tipe 1. Lain halnya pada penderita Diabetes Mellitus Tipe
II, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas.
Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita
kencing manis (Shadine, 2010).

5. Test Diagnostik
a. Glukosa darah : Meningkat 200 – 100 mg/dl, atau lebih.
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l.
e. Elektrolit
1) Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun.
2) Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan
seluler), selanjut-nya akan menurun.
3) Fosfor : Lebih sering menurun.
f. Hemoglobin glikosilat : Kadarnya meningkat 2 – 4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4
bulan terakhir (lama hidup SDM) karenanya sangat bermanfaat
dalam membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus
DKA yang berhubungan dengan insiden (mis. ISK baru).
g. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan
penurunan pada HCO3 (asidosis etabolik) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik.
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi);
leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap
stres atau infeksi.

10
i. Ureum/kreatinin : Mungkin meningkat atau normal (dehidrasi /
penurunan fungsi ginjal).
j. Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan
adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k. Insulin darah : Mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada
(pada tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe II) uang
mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam
penggunaannya (endogen/ eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody
(autoantibody).
l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m.Urine : Gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas
mungkin meningkat.
n. Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada
saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka
(Doengoes, 2000).
6. Komplikasi
Komplikasi penyakit diabetes mellitus diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu komplikasi bersifat akut dan kronis (menahun).
Kompliasi akut merupakan kompliasi yang harus ditindak cepat
atau memerlukan pertolongan dengan segera. Kompliasi kronis
merupakan kompliasi yang timbul setelah penderita mengidap
diabetes mellitus selama 5-10tahun atau lebih.
Komplikasi akut meliputi Diabetic Ketoacidosis (DKA), koma
non-ketosis hiperosmolar (koma hiperglikemia), hiperglikemia.
Sementara komlipkasi kronis meliputi komplikasi mikrovaskuler
(komplikasi dimana pembuluh-pembuluh rambut kaku atau
menyempit sehingga organ yang seharusnya mendapatkan suplai
darah dari pembuluh-pembuluh tersebut menjadi kekurangan
suplai) dan dan komplikasi makrovaskuler (komplikasi yang

11
mengenai pembuluh darah arteri yang lebih besar sehingga terjadi
aterosklerosis) (Tobing, 2008).
7. Terapi
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik.
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar
dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksaan nutrisi pada
penderita Diabetes Mellitus diarahkan untuk mencapai tujuan
berikut:
1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya,
vitamin, mineral)
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3) Memenuhi kebutuhan energi
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya
dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati
normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
b. Latihan (olah raga)
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetik
karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Sirkulasi darah dan otot juga diperbaiki dengan
berolahraga.
c. Pemantauan Kadar Glukosa dan Keton
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta
hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa
darah normal yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi
diabetes jangka panjang. Pemantauan kadar glukosa darah

12
merupakan prosedur yang berguna bagi semua penderita
diabetes. Pemantauan ini merupakan dasar untuk
melaksanakan terapi insulin yang intensif dan untuk
menangani kehamilan yang dipersulit oleh penyakit diabetes.
Pemeriksaan ini juga sangat dianjurkan bagi pasien-pasien
dengan:
1) Penyakit diabetes yang tidak stabil
2) Kecenderungan untuk mengalami ketosis berat atau
hipoglikemia
3) Hipoglikemia tanpa gejala peringatan
4) Ambang glukosa renal yang abnormal
Bagi penderita yang tidak menggunakan insulin,
pemantauan mandiri glukosa darah sangat membantu dalam
melakukan pemantauan terhadap efektivitas latihan, diet, dan
obat hipoglikemia oral. Metode ini juga dapat membantu
memotivasi pasien untuk melanjutkan terapinya. Bagi
penderita Diabetes Mellitus tipe II, pemantauan mandiri
glukosa darah harus dianjurkan dalam kondisi yang juga dapat
menyebabkan hiperglikemia (misalnya, keadaan sakit) atau
hipoglikemia (misalnya,
peningkatan aktifias berlebihan)
d. Terapi Insulin
Pada Diabetes Mellitus tipe II insulin mungkin
diperlukan seabgai terapi jangka panjang untuk
mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat
hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu,
sebagian pasien Diabetes Mellitus tipe II yang biasanya
mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet dan obat oral
kadang membutuhkan insulin secara temporer selama
mengalami sakit, kehamilan, pembedahan, atau beberapa
kejadian stress lainnya. Preparat insulin dapat dikelompokkan
kedalam tiga kategori utama, yaitu:

13
1) Insulin regular (R) / Short acting Insulin
2) NPH Insulin / Intermediate acting Insulin, Lente Insulin (L)
3) Ultralente Insulin (UL) / Long acting Insulin
e. Pendidikan / Penyuluhan
Pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan bagi
pasien diabetes bertujuan untuk menunjang perilaku
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang
diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal dan
penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang
lebih baik. Sasaran penyuluhan adalah pasien diabetes
beserta keluarganya, orang-orang yang beraktivitas bersama-
sama dengan pasien sehari-hari baik di lingkungan rumah
maupun lingkungan lain. Pada pasien Diabetes Mellitus tipe II
yang beru terdeteksi, pendidikan dasar tentang diabetes harus
mencakup informasi tentang ketrampilan preventif, antara lain:
1) Perawatan kaki
2) Perawatan mata
3) Higiene umum (misalnya, perawatan kulit, kebersihan
mulut)
4) Penanganan faktor resiko (mengendalikan tekanan darah
dan kadar lemak darah, menormalkan kadar glukosa
darah) (Smeltzer, 2002).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Menurut Doenges, (2000) pengkajian keperawatan pada
Diabetes Mellitus dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Aktivitas/Istrahat
1) Gejala: lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot,
tonus otot menurun, gangguan tidur/istrahat.
2) Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau
dengan aktivitas, letargi/disorientasi, koma dan penurunan
kekuatan otot.

14
b. Sirkulasi
1) Gejala: Adanya riwayat hipertensi, IMA dan kesemutan
pada extremitas, Ulkus pada kaki dengan penyembuhan
yang lama.
2) Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah postural,
hipertensi,
nadi menurun, disritmia, krekels, GJK, kulit panas, kering,
dan kemerahan, bola mata cekung.
c. Integritas Ego
1) Gejala: Stress, tergantung pada orang lain,
2) Tanda: Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
1) Gejala: Perubahan pola berkemih (polyuria), Rasa nyeri
atau terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK, nyeri tekan
abdomen, diare
2) Tanda: Urine encer, pucat, kuning, polyuria (dapat berubah
menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine
berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya
asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
e. Makanan dan Cairan
1) Gejala: Hilang nafsu makan, mual/muntah , penurunan
berat badan, sering kehausan.
2) Tanda: Kulit kering, turgor jelek, distensi abdomen, muntah,
napas berbau aseton.
f. Neurosensori
1) Gejala: Pusing, sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada
otot, gangguan penglihatan.
2) Tanda: Disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap
lanjut). Gangguan memori.
g. Nyeri dan Kenyamanan
1) Gejala: Nyeri abdomen
2) Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat
berhati-hati.
h. Pernapasan
1) Gejala: Merasa kekurangan oksigen.
2) Tanda: Lapar udara/ sesak.
i. Keamanan

15
1) Gejala: Ulkus kulit, kulit kering dan gatal.
2) Tanda: Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi,
menurunnya kekuatan umum, rentang gerak.
j. Seksualitas
1) Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten
pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan yang lazim
terjadi pada Diabetes Mellitus meliputi :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik, kehilangan gastrik yang berlebihan (muntah, diare)
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak cukupan insulin
c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi.
d. Risiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual
berhubungan dengan perubahan kimia endogen: ketidak
seimbangan glukosa/insulin atau elektrolit.
3. Intervensi Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik, kehilangan gastrik yang berlebihan (muntah, diare).
Hasil yang diharapkan: Mendemonstrasikan hidrasi adekuat.
Kriteria evaluasi klien akan:
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan:
1) Tanda-tanda vital stabil.
2) Nadi perifer dapat diraba.
3) Turgor kulit baik.
4) Pengisian kapiler baik.
5) Haluaran urine normal secara individu
6) Kadar elektrolit dalam batas normal.
Tabel 2.1 Intervensi untuk Diagnosa Keperawatan Pertama

16
Intervensi Rasional
Mandiri:
1) Dapatkan riwayat 1) membantu dalam
pasien/orang terdekat memperbaiki ke-kurangan
sehubungan lamanya/ volume total. Tanda dan gejala
intensitas seperti muntah, mungkin sudah lama ada pada
penge-luaran urine yang beberapa waktu sebelumnya
(bebe-rapa jam sampai
sangat berlebi-han.
beberapa hari ) adanya proses
infeksi meng-akibatkan
demam dan keadaan
Hipermetabolik yang
meningkat-kan kehilangan air
tidak kasat mata.
2) Pantau tanda-tanda vital,
2) Hipovolemia dapat dimanivestasi-
catat adanya TD Artostatik
kan oleh hipotensi
dan Takikardia. Perkiraan berat
ringannya Hipo-volemia dapat
dibuat ketika tekan-an darah
sistolik pasien turun lebih dari 10
mm Hg dari posisi ber-baring ke
posisi duduk atau ber-
diri. Catatan : Neuropati jantung
dapat memutuskan refleks-
refleks yang secara normal
meningkatkan denyut jantung.
3) Pola nafas seperti adanya
3) Paru-paru mengeluarkan asam
per-napasan Kusmaul atau
kar-bonat melalui pernapasan
napas yang berbau keton.
yang menghasilkan kompensasi
alkalo-sis respiratoris terhadap
keadaan ketoasidosis.

17
Intervensi Rasional
Pernapasan yang berbau aseton
berhubungan peme-cahan asam
aseto-asetat dan harus
4) Frekwensi dan kualitas berkurang bila ketosis harus
perna-pasan, penggunaan otot terkoreksi.
bantu napas dan adanya 4) Koreksi hiperglikemia dan
periode apnea dan munculnya asidosis akan menyebabkan pola
sianosis. dan frek-uensi pernapasan
mendekati normal. Tetapi
peningkatan kerja pernapasan;
pernapasan dangkal,
pernapasan cepat; dan
munculnya sianosis mungkin
merupakan indikasi dari
kelelahan pernapasan atau
mungkin pasien itu kehi-langan
5) Suhu, warna kulit atau kemampuannya untuk
kelem-babannya. melakukan kompensasi pada
asidosis.
5) Meskipun demam, menggigil dan
diaforesis merupakan hal umum
terjadi pada proses infeksi,
demam dengan kulit yang keme-
6) Kaji nadi perifer, pengisian rahan, kering mungkin sebagai
kapiler, turgor kulit dan cerminan dari dehidrasi.
membran mukosa.
7) Pantau masukan dan 6) Merupakan indikator dari tingkat
pengeluaran, catat berat jenis dehidrasi atau volume sirkulasi
urine. yang adekuat.
7) Memberikan perkiraan kebutuhan

18
Intervensi Rasional
akan cairan pengganti, fungsi
8) Ukur berat badan setiap ginjal dan keefektifan dari terapi
hari. yang diberikan.
8) Memberikan hasil pengkajian yang
terbaik dari status cairan yang
sedang berlangsung dan
selanjut-nya dalam memberikan
9) Pertahankan untuk cairan pengganti.
memberikan cairan paling 9) Mempertahankan hidrasi/volume
sedikit 2500 ml/hari dalam sirkulasi.
batas yang dapat ditoleran-si
jantung jika pemasukan cairan
melalui oral sudah dapat
diberikan.
10) Tingkatkan lingkungan yang 10) Menghindari pemanasan yang
dapat menimbulkan rasa ber-lebihan terhadap pasien lebih
nyaman. Selimuti pasien lanjut akan dapat menimbulkan
dengan selimut tipis. kehilangan cairan.
11) Kaji adanya perubahan 11) Perubahan mental dapat
mental/ sensori. berhubu-ngan dengan glukosa
yang tinggi atau rendah
(Hiperglikemia atau hipoglikemia)
elektrolit yang abnormal,
asidosis, penurunan perfusi
serebral dan berkembang-nya
hipoksia. Penyebab yang tidak
tertangani, gangguan kesadaran
dapat menjadi predisposisi
(pencetus) aspirasi pada pasien.
12) Catat hal-hal yang dilaporkan 12) Kekurangan cairan dan elektrolit

19
Intervensi Rasional
seperti mual, nyeri abdomen, mengubah motilitas lambung,
muntah dan distensi lambung. yang sering kali akan menimbul-
kan muntah dan secara potensial
akan menimbulkan kekurangan
cairan atau eletrolit.
13) Observasi adanya perasaan 13) Pemberian cairan untuk
kelelahan yang meningkat, perbaikan yang cepat mugkin
edema, peningkatan berat sangat ber-potensi menimbulkan
badan, nadi tidak teratur, dan kelebihan beban cairan dan GJK.
adanya distensi pada vaskuler.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidak cukupan insulin
Hasil yang diharapkan: Jumlah kalori/Nutrisi normal
Tabel 2.2 Intervensi untuk Diagnosa Keperawatan Kedua
Intervensi Rasional
Mandiri:
1) Timbang berat badan setiap hari 1) Mengkaji pemasukan makanan
se-suai indikasi. yang adekuat (termasuk absorbsi
dan utilisasinya).
2) Tentukan program diet dan pola 2) Mengidentifikasi kekurangan dan
ma-kan pasien dan bandingkan penyimpangan dari kebutuhan ter-
dengan makanan yang dapat apeutik.
dihabiskan oleh pasien.
3) Auskultasi bising usus, catat 3) Hiperglikemia dan gangguan kese-
adanya nyeri abdomen/perut imbangan cairan dan elektrolit
kembung, mual, muntahan dapat menurunkan motilitas/fungsi
makanan yang tidak dicerna lambung (distensi atau ileus
dan pertahankan keadaan paralitik) yang akan mempengaruhi
puasa sesuai dengan indikasi. pilihan intervensi.
4) Berikan makanan cair yang 4) Pemberian makanan melalui oral

20
Intervensi Rasional
meng-andung zat makanan le-bih baik jika pasien sadar dan
(Nutrien) dan eletrolit dan fungsi gastrointestinal baik.
segera jika pasien sudah dapat
mentoleransinya melalui pem-
berian cairan lewat oral.
Selanjutnya terus upayakan
pemberian makanan yang lebih
padat sesuai dengan yang
dapat ditoleransinya. 5) Jika makanan yang disukai pasien
5) Identifikasi makanan yang dapat dimasukkan dalam
disukai /dikehendaki termasuk perencanaan makan, kerja sama
kebutuhan sesuai dengan etnik. ini dapat diupayakan setelah
pulang.
6) Libatkan keluarga pasien pada 6) Meningkatkan rasa keterlibatanya;
perencanaan makanan sesuai memberikan informasi pada
indi-kasi. keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi pasien.
7) Observasi tanda-tanda 7) Karena metabolisme karbohidrat
hipoglikemia . seperti mu-lai terjadi (gula darah akan
perubahan tingkat kesadaran, berkurang, dan sementara tetap
kulit lembab (dingin), denyut diberikan insulin maka
nadi cepat, lapar, peka hipoglikemia dapat terjadi). Jika
rangsang, cemas, sakit kepala, pasien dalam keadaan koma,
pusing, dan sempoyo-ngan. hipoglikemia mungkin terjadi tanpa
memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran. Ini secara potensial
dapat mengancam kehidupan yang
harus dikaji dan ditangani secara
cepat melalui tindakan yang
direncanakan.

21
c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi.
Hasil yang diharapkan: Resiko infeksi berkurang.
Kriteria evaluasi klien akan:
1) Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk
mencegah terjadinya infeksi.

Tabel 2.3 Intervensi untuk Diagnosa Keperawtan Ketiga


Intervensi Rasional
Mandiri:
1) Observasi tanda-tanda infeksi 1) Pasien mungkin masuk
dan peradangan seperti dengan infeksi yang biasanya
demam, kemerahan, adanya telah men-cetuskan keadaan
fus pada luka, sputum purulen, ketoasidosis atau dapat
urine warna keruh, atau mengalami infeksi noso-komial.
berkabut. 2) Mencegah timbulnya infeksi.
2) Tingkatkan upaya pencegahan
dengan melakukan cuci tangan
yang baik pada semua orang
yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya 3) Kadar glukosa yang tinggi
sendiri. dalam darah akan menjadi media
3) Pertahankan teknik aseptik pada terbaik untuk pertumbuhan
pro-sedur invasif (seperti kuman.
pemasangan infus,
pemasangan kateter dan
sebagainya), pemberian
perawatan, dan pemeliharaan. 4) Mengurangi resiko terjadinya

22
Intervensi Rasional
infeksi saluran kemih. Pasien
4) Lakukan perawatan perineal koma mungkin memiliki resiko
dengan baik. Ajarkan pasien yang khusus jika terjadi retensi
wanita untuk membersihkan urine pada saat awal dirawat.
daerah perinealnya dari depan Catatan: pasien DM wanita lansia
ke belakang setelah eliminasi. merupakan kelompok utama
yang paling be-resiko terjadi
infeksi saluran kemih.
5) Sirkulasi perifer yang
terganggu bisa menempatkan
5) Berikan perawatan kulit dengan pasien pada peningkatan resiko
teratur dan sungguh-sungguh, terjadinya ke-rusakan pada
masase daerah tulang yang kulit/iritasi kulit dan infeksi.
tertekan, jaga kulit tetap kering
dan tetap kencang. 6) Ronchi mengidentifikasikan
adanya akumulasi sekret yang
6) Auskultasi bunyi napas. mungkin berhubungan dengan
pneumonia/ bronchitis. Edema
paru (bunyi kre-kels) mungkin
sebagai akibat dari pemberian
cairan yang terlalu
cepat/berlebihan atau GJK.
7) Memberikan kemudahan bagi
7) Posisikan pasien pada posisi paru untuk mengembang;
semi-fowler. menurunkan resiko terjadinya
aspirasi.
8) Lakukan perubahan posisi dan 8) Membantu dalam
an-jurkan pasien untuk batuk memventilasi-kan semua daerah
efektif /napas dalam jika pasien paru dan me-mobilisasi sekret.
sadar dan kooperatif. Lakukan Mencegah agar sekret tidak statis

23
Intervensi Rasional
penghisapan lendir pada jalan sehingga terjadi peningkatan
napas dengan menggunakan resiko infeksi.
tehnik steril sesuai ke-
perluannya.
9) Berikan tissu dan tempat sputum 9) Mengurangi penyebab infeksi
pada tempat yang mudah
dijangkau untuk penampungan
sputum atau sekret yang
lainnya. 10) Menurunkan resiko terjadinya
10) Bantu pasien untuk melakukan pe-nyakit mulut dan gusi.
higi-ene oral. 11) Menurunkan kemungkinan
11) Anjurkan untuk makan dan terjadi-nya infeksi. Meningkatkan
minum yang adekuat. (kira-kira aliran urine untuk mencegah
3000 ml/hari jika tidak ada urine yang statis dan membantu
kontraindikasi). dalam mem-pertahankan
pH/keasaman urine, yang
menurunkan pertumbu-han
bakteri dan pengeluaran
organisme dari sistem organ
tersebut.

d. Risiko tinggi terhadp perubahan sensori-persepsi


berhubungan dengan pe-rubahan kimia endogen, ketidak
seimbangan glukosa/ insulin dan elektrolit.
Hasil yang diharapkan: Mempertahankan tingkat mental
biasanya.
Tabel 2.4 Intervensi untuk Diagnosa Keperawatan Keempat

24
Intervensi Rasional
1) Pantau tanda-tanda vital dan 1) Sebagai dasar untuk
status mental. membandingkan temuan
abnormal seperti suhu yang
meningkat dapat mempengaruhi
2) Panggil pasien dengan nama, fungsi mental.
orientasikan kembali sesuai 2) Menurunkan kebingungan dan
dengan kebutuhannya, mem-bantu untuk
misalnya terhadap tempat, mempertahankan kontak dengan
orang dan waktu. Berikan realitas.
penjelasan yang singkat
dengan bicara perlahan dan
jelas.
3) Jadwalkan intervensi 3) Meningkatkan tidur, menurunkan
keperawatan agar tidak rasa letih, dan dapat memperbaiki
mengganggu waktu istrahat daya pikir.
pasien. 4) Membantu memelihara pasien
4) Pelihara aktivitas rutin pasie tetap berhubungan dengan realitas
sekonsisten mungkin, dorong dan mempertahankan orientasi
untuk melakukan kegiatan pada ling-kungannya.
sehari-hari sesuai 5) Pasien mengalami disorientasi me-
kemampuangnya. rupakan awal kemungkinan timbul-
5) Lindungi pasien dari cedera nya cedera. Terutama malam hari
ketika tingkat kesadaran dan perlu pencegahan sesuai
pasien terganggu. Berikan indikasi. Munculnya kejang perlu
bantalan lunak pada pagar diantisipasi untuk mencegah
tempat tidur dan berikan jalan trauma fisik, aspirasi dan
napas buatan yang lunak jika sebagainya.
pasien kemungkinan kejang.
6) Edema/lepasnya retina,
6) Evaluasi lapang pandang hemoragis, katarak, atau

25
Intervensi Rasional
pengli-hatan sesuai dengan paralisis otot ekstra-okuler
indikasi. sementara mengganggu pe-
nglihatan yang memerlukan
terapi korektif atau perawatan
penyo-kong.
7) Neuropati perifer dapat
7) Selidiki adanya keluhan mengakibat-kan rasa tidak
parestesia, nyeri, atau nyaman yang berat, kehilangan
kehilangan sensori pada paha sensasi sentuhan/distor-si yang
atau kaki. Lihat adanya ulkus, mempunyai resiko tinggi
daerah kemerahan, tempat- terhadap kerusakan kulit dan
tampat tertekan. Kehilangan gang-guan keseimbangan.
denyut nadi perifer. 8) Meningkatkan rasa nyaman dan
8) Berikan tempat tidur yang menurunkan kemungkinan
lembut. Pelihara kehangatan kerusa-kan kulit karena panas.
kaki/tangan, hindari terpajan Catatan: munculnya dingin yang
terhadap air panas atau dingin tiba-tiba pada tangan atau kaki
atau penggunaan dapat men-cerminkan adanya
bantalan/pemanas. hipoglikemia , yang perlu
melakukan pe-meriksaan
terhadap kadar gula darah.
9) Meningkatkan keamanan pasien
terutama ketika rasa ketidakse-
9) Bantu pasien dalam ambulasi imbangan dipengaruhi.
atau perubahan posisi.

4. Implementasi Keperawatan
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi atau perencanaan dan
prioritas masalah.

26
5. Evaluasi Keperawatan
Mengacu pada kriteria tujuan yaitu sebagai berikut:
a. Dx 1:
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat
b. Dx 2:
1) Menunjukkan energi seperti biasanya
2) Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan
kearah rentang biasanya.
3) Nilai laboratorium normal
c. Dx 3:
Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk mencegah
terjadinya infeksi.
d. Dx 4:
Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, 2009. Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.


Baughman, 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakrta : EGC.
Christmastuti Nur, 2008. Sarana Deteksi Penyakit Diabetes Dengan
Sampel Saliva (Studi Kasus Di Bandung Indah
Plaza) http://digilib.itb.ac.id (Online) Diakses 22 Februari 2017.
Dinkes Sulsel, 2012. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2012.
Doenges, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Kemenkes, 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan
Penelitian dan Pembangunan Kesehatan : Jakarta.
Liputan6, 2011. Diabetes Melitus, Indonesia Duduki Peringkat ke-4
Dunia. http://health.liputan6.com (Online) Diakses 22
Februari 2017.
Marrelli, 2008. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC
Rekam Medik BLUD RS Tenriawaru Kabupaten Bone
Shadine, 2010. Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke, dan
Serangan Jantung. Jakarta : Keenbooks.

27
Silbernalg, 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Smeltzer, & Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal. Bedah
Brunner dan Suddarth. Jakarta : EGC
Tapan, 2005. Penyakit Degeneratif. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Tobing, 2008. Care Yourself, Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar Plus.
Yayan Ajuz, 2012. Anatomi Pankreas. http://yayanajuz.com (Online)
Diakses 22 Februari 2017

28

Anda mungkin juga menyukai