Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MALARIA”, tepat pada
waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
dalam pembuatan makalah ini dan teman-teman yang telah memberikan
dukungan dan membantu dalam pembuatan makalah ini, serta rekan-
rekan lain yang membantu pembuatan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memberikan
sifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna mengingat penulis masih
tahap belajar dan oleh karna itu mohon maaf apabila masih banyak
kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan makalah ini.

Samarinda 22 september 2019

penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang..........................................................................3
Tujuan.......................................................................................5
Manfaat.....................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN
Pengertian ................................................................................6
Anatomi fisiologi .......................................................................6
Etiologi......................................................................................9
Manifestasi klinis ......................................................................10
Komplikasi ................................................................................12
Pemeriksaan diagnostik ...........................................................13
Penatalaksanaan .....................................................................15
Pencegahan .............................................................................18

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian ...............................................................................19
Diagnosa keperawatan.............................................................20
Perencanaan ............................................................................20
Implementasi ............................................................................24
Evaluasi ....................................................................................24

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis.
Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang

2
memungkinkan nyamuk untuk berkembangbiak dan berpotensi
melakukan kontak dengan manusia dan menularkan parasit malaria.
Contoh faktor-faktor lingkungan itu antara lain hujan, suhu,
kelembaban, arah dan kecepatan angin, ketinggian. Salah satu faktor
lingkungan yang juga mempengaruhi peningkatan kasus malaria
adalah penggundulan hutan, terutama hutan-hutan bakau di pinggir
pantai. Akibat rusaknya lingkungan ini, nyamuk yang umumnya hanya
tinggal di hutan, dapat berpindah di pemukiman manusia, kerusakan
hutan bakau dapat menghilangkan musuh-musuh alami nyamuk
sehingga kepadatan nyamuk menjadi tidak terkontrol.
Malaria masih merupakan masalah penyakit endemik di wilayah
Indonesia Timur khususnya NusaTenggara Barat. Salah satu masalah
yang dihadapi adalah kesulitan mendiagnosis secara cepat dan tepat.
Berdasarkan hasil evaluasi Program Pemantapan Mutu Eksternal
Laboratorium Kesehatan pada pemeriksaan mikroskopis malaria, yang
dilakukan oleh Balai Laboratorium Kesehatan Mataram, dari 19
laboratorium di NTB yang mengevaluasi menggunakan preparat positif
malaria, hanya 79% peteknik laboratorium yang dapat membaca
preparat dengan benar. Kepentingan untuk mendapatkan diagnosis
yang cepat pada penderita yang diduga menderita malaria merupakan
tantangan untuk mendapatkan uji/metode laboratorik yang tepat,
cepat, sensitif, mudah dilakukan, serta ekonomis.
Peranan keendemikan (endemisitas) malaria, migrasi penduduk
yang cepat, serta berpindah-pindah (traveling) dari daerah endemis,
secara tidak langsung mempengaruhi masalah diagnostik laboratorik
maupun terapi malaria. Perubahan gambaran morfologi parasit
malaria, serta variasi galur (strain), yang kemungkinan disebabkan
oleh pemakaian obat antimalaria secara tidak tepat (irasional),
membuat masalah semakin sulit terpecahkan bila hanya
mengandalkan teknik diagnosis mikroskopis.

3
Ditambah lagi rendahnya mutu mikroskop dan pereaksi (reagen)
serta kurang terlatihnya tenaga pemeriksa, menimbulkan kendala
dalam memeriksa parasit malaria secara mikroskopis yang selama ini
merupakan standar emas (gold standard) pemeriksaan laboratoris
malaria.
Penelitian terbaru telah mengembangkan metode diagnostik
yang dapat diperbandingkan dengan metode yang lazim
(konvensional). WHO bersama para ilmuwan, ahli laboratorik, serta
peklinik mengembangkan alat uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic
Test/RDTs) yang mudah dilakukan, tepat, sensitif, dan sesuai biaya
(cost-effective).
Sebagian besar RDTs malaria menggunakan asas
imunokromatografi yang menggunakan antibodi monoklonal
yaitu HRP-2 (Histidine Rich Protein) untuk Plasmodium falciparum dan
pLDH (parasite Lactate Dehydrogenase) untuk
mengetahui Plasmodium vivax sebagai indikator infeksi.
Ada beberapa antigen malaria yang dapat digunakan sebagai
sasaran (target) pemeriksaan ini, yaitu: HRP-2,
pLDH, dan Plasmodium aldolase. HRP-2 adalah protein larut air yang
dihasilkan pada tahap aseksual dan gametosit Plasmodium
falciparum dan dikeluartekankan (diekspresikan) di membran sel
eritrosit. HRP-2 banyak dihasilkan oleh Plasmodium falciparum,
sehingga merupakan sasaran (target) antigen utama dalam membuat
uji diagnostik cepat malaria. pLDH adalah enzim glikolitik
di Plasmodium sp, yang dihasilkan pada tahap seksual dan aseksual
parasit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil uji diagnostik
metode imunokromatografi diperbandingkan dengan pemeriksaan
laboratorik mikroskopis malaria. Diharapkan hasil penelitian ini dapat
berguna dan memberikan sumbangan serta masukan bagi
perkembangan teknologi diagnostik laboratoris malaria.

4
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan gangguan sistem
pencernaan pada anak dengan malaria.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa mampu melakukan tindakan pengkajian pada
klien dengan malaria.
b. Agar mahasiswa mampu melakukan intervensi dan implementasi
pada klien dengan malaria.
c. Agar mahasiswa mampu melakukan tindakan evaluasi pada
klien dengan malaria.
C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan oleh penulis pada anak dengan malaria
adalah sebagai berikut :
1. Untuk masyarakat : sebagai bahan informasi untuk menambah
pengetahuan kesehatan
2. Untuk Mahasiswa : di harapkan makalah ini dapat bermanfaat
sebagai bahan pembanding tugas serupa.
3. Untuk Insatansi : agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang
optimal
4. Untuk tenaga kesehatan : makalh ini bisa di jadikan bahan acuan
untuk melakuakan tindakan asuhan keperawatan pada kasus yang
serupa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang
disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan
demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).

5
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang
disebabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan
kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa
obligat intraseluler dari genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang
disebabkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis
nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000). Malaria adalah suatu infeksi
sel darah merah oleh Plasmodium.
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala yang
disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis
nyamuk tertentu yaitu Anopheles. Malaria dapat menyerang manusia,
burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat.

B. ANATOMI FISIOLOGI
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya
adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh
tubuh.
Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut
zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun
sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai
penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui
darah.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya
oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah
pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan
(respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang
merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Manusia
memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir
dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah
dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa
metabolisme berupa karbon dioksida dan menyerap oksigen melalui
pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung melalui

6
vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh oleh
saluran pembuluh darah aorta.
Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran
halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali
ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan vena cava
inferior. Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-
obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal
untuk dibuang sebagai air seni.
1. Komposisi Darah Manusia
Terdiri dari dua komponen:
Korpuskuler adalah unsur padat darah yaitu sel-sel darah 4
Eritrosit, Lekosit, Trombosit.
a. Eritrosit (Sel Darah Merah)
Merupakan bagian utama dari sel darah. Jumlah pada pria
dewasa sekitar 5 juta sel/cc darah dan pada wanita sekitar 4 juta
sel/cc darah. Berbentuk Bikonkaf, warna merah disebabkan oleh
Hemoglobin (Hb) fungsinya adalah untuk mengikat Oksigen.
Kadar 1 Hb inilah yang dijadikan patokan dalain menentukan
penyakit Anemia. Eritrosit berusia sekitar 120 hari. Sel yang telah
tua dihancurkan di Limpa. Hemoglobin dirombak kemudian
dijadikan pigmen Bilirubin (pigmen empedu).
b. Leukosit (Sel Darah Putih)
Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000 –
9000 sel/cc darah. Fungsi utama dari sel tersebut adalah
untuk Fagosit (pemakan) bibit penyakit/benda asing yang
masuk ke dalam tubuh. Maka
jumlah sel tersebut bergantung dari bibit penyakit/benda
asing yang masuk tubuh.
1) Peningkatan jumlah leukosit merupakan petunjuk adanya
infeksi misalnya radang paru-paru.
2) Leukopenia - Berkurangnya jumlah lekosit sampai di bawah
6000
sel/cc darah.

7
3) Leukositosis – Bertambahnya jumlah lekosit melebihi normal
(diatas 9000 sel/cc darah).
4) Fungsi fagosit sel darah tersebut terkadang harus mencapai
benda asing/kuman jauh di luar pembuluh darah. Kemampuan
lekosit untuk menembus dinding pembuluh darah (kapiler)
untuk
mencapai daerah tertentu disebut Diapedesis. Gerakan
leukosit mirip dengan amoeba Gerak Amuboid.
Jenis Leukosit
Granulosit. Leukosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki
butir-butir kasar (granula). Jenisnya adalah eosinofil, basofil
dan netrofil. Eosinofil mengandung granola berwama merah
(Warna Eosin) disebut juga Asidofil. Berfungsi pada reaksi
alergi (terutama infeksi cacing). Basofil mengandung granula
berwarna biru (Warna Basa). Berfungsi pada reaksi alergi.
Neutrofil (ada dua jenis sel yaitu Neutrofil Batang dan Netrofil
Segmen). Disebut juga sebagai sel-sel PMN (Poly Morpho
Nuclear). Berfungsi sebagai fagosit.
Agranulosit. Leukosit yang sitoplasmanya tidak memiliki
granula. Jenisnya adalah limfosit dan monosit. Limfosit (ada
dua jenis sel yaitu sel T dan sel B). Keduanya berfungsi untuk
menyelenggarakan imunitas (kekebalan) tubuh. Sel T4
imunitas seluler sel B4 imunitas humoral. Monosit merupakan
leukosit dengan ukuran paling besar.
Trombosit (KEPING DARAH). Disebut pula sel darah
pembeku. Jumlah sel pada orang dewasa sekitar 200.000 –
500.000 sel/cc. Di dalam trombosit terdapat banyak sekali
faktor pembeku (Hemostasis) antara lain adalah Faktor VIII
(Anti Haemophilic Factor).
Plasma Darah. Terdiri dari air dan protein darah Albumin,
Globulin dan Fibrinogen. Cairan yang tidak mengandung
unsur fibrinogen disebut Serum Darah. Protein dalam serum

8
inilah yang bertindak sebagai Antibodi terhadap adanya benda
asing (Antigen). Zat antibodi adalah senyawa Gama Globulin.
Tiap antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksinya
bermacam-macam.
ü Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen Presipitin.
ü Antibodi yang dapat menguraikan antigen Lisin.
ü Antibodi yang dapat menawarkan racun Antitoksin.

C. ETIOLOGI
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat
menyebabkan infeksi yaitu,
1. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan
menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke
tiga).
2. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan
mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten
dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum
(demam tiap 24-48 jam).
3. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria
quartana/malariae (demam tiap hari empat).
4. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat,
diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan
infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa
pengobatan, menyebabkan malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya
tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi
Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari,
Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12
hari (Mansjoer, 2001).
Tetapi ada sumber lain mengatakan p.falciparum masa
inkubasinya 10-13 hari, p.vivax dan ovale 12-16 hari dan p.malariae
27-37 hari.

9
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara
umum menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :
1. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya
skizon matang (sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P.
Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas
demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P.
Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya
tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan
demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria”
(malaria proxysm) secara berurutan :
a. Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering
membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat
menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan.
Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
b. Periode panas.
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap
tinggi sampai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala,
nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan
darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak).
Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau
lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.

c. Periode berkeringat.
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
sampai basah, temperatur turun, penderita merasa capai dan

10
sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan
dapat melakukan pekerjaan biasa.
2. Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan
gejala khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam
dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan
jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal. 571). Pembesaran
limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali
lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri, lekukan pada
batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan gambaran
pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut.
Lien akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan
fossa iliaca dekstra.

3. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang
paling berat adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan
oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan. Eritrosit normal tidak
dapat hidup lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan
eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang
(Mansjoer. dkk, Hal. 411).
4. Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata
akibat kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk
penguraian sel darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
a. Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang
berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah
yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin
yang di hasilkan
b. Ikterus hepatoseluler

11
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi
pada disfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
c. Ikterus Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau
melalui duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif (Corwin,
2000, hal. 571).

E. KOMPLIKASI
Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi
yang dapat terjadi pada penyakit malaria adalah :
1. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian
tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya.
Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan.
Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran,
kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.
2. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara
mendadak (<> 3 mg/ dl). Seringkali penyulit ini disertai edema paru.
Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan
adanya Anoksia, penurunan aliran darah ke ginjal, yang dikarenakan
sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada
glomerulus.
3. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah
melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi
yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh
kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan mikroskopis malaria

12
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya
didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji
imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam
penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-
macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan
mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan
untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak
dapat dilakukan. Diagnosis definitif demam malaria ditegakan
dengan ditemukannya parasit plasmodium dalam darah penderita.
Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif
tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu
diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan
satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat
tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas
dan spesifisitas mencapai 100%).
a. Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir
periode demam memasuki periode berkeringat. Pada periode
ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai
maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi
spesies parasit.
b. Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler
(finger prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan
tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
c. Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi
spesies plasmodium yang tepat.
d. Identifikasi spesies plasmodium
e. Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies
plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai dasar
pemilihan obat.

2. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)

13
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada
plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan
mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan
teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan
diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak
dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat
sebagai instrumen hitung parasit.
3. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk
mendeteksi antibodi spesifik terhadap parasit plasmodium
maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi
plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama
menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
4. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi
DNA spesifik parasit/ plasmodium dalam darah penderita
malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan
eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi dibagi menjadi 4 kelompok :
1. Kemoterapi spesifik untuk serangan , apakah infeksi baru : obat
digunakan sebelum infeksi terjadi untuk mencegah timbulnya
infeksi. Penyembuhan klinis semua jenis malaria dan
penyembuhan radikal malaria falcifarum dan kuartana dapat
dicapai dengan menggunakan regimen obat berikut :
Klorokuin fosfat atau hidroklorokuin sulfat 10 mg basa/kg secara
oral, kemudian 5 mg basa/kg 6 jam kemudian, kemudian 5 mg
basa/kg setiap hari selama 2 hari.
Kuinin sulfat 25 mg/kg/24 jam, oral, dan dalam dosis terbagi setiap
8 jam, selama 10-14 hari.

14
Walaupun pengobatan spesifik biasanya tidak boleh
dilakukan sampai diagnosis telah ditegakkan, abanyak dokter
yang berpengalaman, bila dihadapkan dengan anak yang bsakit
berat atau koma dengan riwayat memberi kesan malaria atau
pemajanan terhadap malaria, atas pertimbangan tersebut
menganjurkan untuk memberi kuinin atau klorokuin secara
parenteral sementara menunggu hasil pemeriksaan apusan darah.
Kuinin dehidroklorida diberikan secara intravena pada
loading dose 20 mg gram/kg dalam 10mg/kg dekstrose 5 %
selama 4 jam, disertai dengan 10 mg/kg selama 2-4 jam sampai
terapi oral dimulai.
Klorokuin hidroklorida dapat diberikan secara intravena
dengan tetesan lambat dalam jumlah 5 mg basa/kg dalam 10
mL/kg salin isotonis, diinfus selama masa 3 samapai 4 jam.
2. Pengobatan pendukung dan menjemen komplikasi/ pengobatan
supresif : penggunaan obat untuk mencegah timbulnya gejala
klinis dan komplikasi. Kebutuhan metabolisme parasit dengan
cepat mengosongkan cadangan glukosa, vitamin, dan koenzim
juga hemoglobin. Vitamin B1 dapat diberikan dan bila fase akut
telah lewat. Tranfusi packed red sell dapat bermanfaat pada anak
dengan anemia berat yang disebabkan oleh infeksi yang lama.
Pada stadium koma malaria serebral, disamping pengobatan
malaria spesifik, dextran 75 mungkin berguna untuk mencegah
pengendapan intravaskuler.
1. Kemoterapi spesifik untuk mencegah relaps lambat infeksi vivax
atau ovale. Disebut juga pengobatan kuratif ; obat digunakan
untuk terapi infeksi yang sudah berlangsung dan terdiri dari
pengobatan terhadap serangan akut dan pengobatan radikal.
Primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis harian 0,3 mg
basa/kg; karena takut kemungkinan reaksi sampingan, beberapa
ahli lebih suka tidak memberikan obat ini pada anak kurang dari

15
umur 3 tahun, tetapi untuk mengobati serangan akut bersama
klorokuin dan kemudian menempatkan penderita padaregimen
kemoprofilaksis selama beberapa bulan.
2. Kemoterapi spesifik untuk menghancurkan dan mensterilisasi
gametosit dan dengan demikian melindungi komunitas jika
nyamuk ada. Disebut juga pengobatan untuk mencegah
transmisi/penularan. Gametosit dapat dihancurkan dengan dosis
tunggal primakuin, 7,5 mg basauntuk anak umur 1-3 tahun, 15 mg
untuk mereka yang berumur 4-6 tahun, 30 mg untuk mereka yang
berumur 6-12 tahun, dan 45 mg untuk anak yang lebih tua ;
perkembangannya yang lebih lanjut pada nyamuk dapat dihambat
dengan dosis tunggal kloroguanid atau primetamin.
5 penggolongan obat malaria, berdasarkan suspetibilitas
berbagai macam stadium parasit malaria terhadap obat antimalaria:
a. Skizontisida jaringan primer yang dapat membunuh parasit
stadium praeritrossitik dalam hati sehingga mencegah parasit
masuk ke dalam eritrosit.
b. Skizontisida jaringan sekunder dapat membunuh parasit siklus
eksosritrositik.
c. Skisontisida darah yang membunuh parasit stadium eritrositik,
yang berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinis.
d. Gametositosida yang mengahncurkan semua bentuk seksual
termasuk gametosit.
e. Sporontosida yang dapat mencegah dan menghambat gametosit
dalamdarah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam
nyamuk.
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat
diberikan tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay &
Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut:
a. Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten
perlu di tambahkan mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3

16
dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan pemberian
primaquin 15 mg /hari selama 14 hari).
b. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd
100 mg selama 6 hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing
15 dan 10 mg/ kg dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-
sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di
kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).
c. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per
tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg
selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama
7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari.
H. PENCEGAHAN
1. Pencegahan perkembangbiakan nyamuk anopheles yaitu dengan
insektisida sebelum sprozoit matang.
2. Obat-obat kemoprofilaksis. Pada anak, pentingnya pemberian obat
ini jika anak akan melakukan kunjungan pada daerah endemik
malaria. Penggunaan secara teratur sebelum 2 minggu sebelum
kunjungan dan berakhir 8 minggu sesudah meninggalkan daerah
tersebut. Contoh-contoh obat :
Kloroguanid diminum setiap hari dalam jumlah 50 mg (pada anak
sampai 2 tahun), 100 mg (2-6 tahun)
Primetamin diminum setiap minggu 6, 25 mg (sampai 2 tahun), 12,5
mg (2-6 tahun) atau 25 mg.
Klorokuin diminum setiap minggu dalam jumlah 37, 5 mg basa
(sampai 1 tahun), 75 mg (1-2 tahun), 112, 5 mg (2-6 tahun) atauu 300
mg.
Jika terjadi resistensi P.falcifarum terhadap primetamin dan
kloroguanid, maka dilakukan kombinasi potensiasi kloroguanid
dengan dapson (setiap hari) dan primetamin dengan dapson (setiap
minggu). Namun penggunaannya untuk periode yang lebih lama dari 6

17
bulan dihindari karena kemungkinan efek samping yang berkaitan
dengan aktivasi antifolat.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MALARIA

A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer
kuat dan
cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena
vasodilatasi. Pucat
dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.
3. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen
4. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan
Penurunan masa
otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
5. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau
koma.
6. Pernapasan

18
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.

7. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan
alkohol, riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur
invasif, luka traumatik.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan malaria berdasarkan
dari tanda dan gejala yang timbul dapat diuraikan seperti dibawah ini
(Doengoes, Moorhouse dan Geissler, 1999):
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh (Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan) berhubungan dengan asupan makanan yang tidak
adekuat ; anorexia; mual/muntah.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi (Resiko infeksi) berhubungan
dengan penurunan sistem kekebalan tubuh; prosedur tindakan
invasif
3. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme,
dehidrasi, efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
4. Perubahan perfusi jaringan (kerusakan perfusi jaringan
perifer) berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrien dalam tubuh.
5. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/
mengingat kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.

C. PERENCANAAN
Rencana keperawatan malaria berdasarkan masing-masing diagnosa
diatas adalah :

19
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan asupan makanan yang tidak adekuat;
anoreksia; mual/muntah.
Tindakan/ Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi
dan catat masukan makanan klien.
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
b. Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat.
Rasional : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan
terlalu cepat setelah periode anoreksia.
c. Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas
intervensi nutrisi.
d. Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.
Rasional : Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa
berpartisipasi/ kontrol
e. Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang
berhubungan. Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek
anemia (hipoksia) pada organ
f. Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi.
Rasional : Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang
memenuhi kebutuhan nutrisi.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem tubuh


(pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasif.
Tindakan/Intervensi :
a. Pantau terhadap kecenderungan peningkatan suhu tubuh.
Rasional : Demam disebabkan oleh efek endoktoksin pada
hipotalamus dan hipotermia adalah tanda tanda penting yang
merefleksikan perkembangan status syok/ penurunan perfusi
jaringan.

20
b. Amati adanya menggigil dan diaforosis.
Rasional : Menggigil sering kali mendahului memuncaknya
suhu pada infeksi umum.
c. Memantau tanda - tanda penyimpangan kondisi/ kegagalan
untuk memperbaiki selama masa terapi.
Rasional : Dapat menunjukkan ketidak tepatan terapi antibiotik
atau pertumbuhan dari organisme.
d. Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk.
Rasional : Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara
untuk infeksi umum
e. Dapatkan spisemen darah.
Rasional : Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi malaria

3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme


dehirasi efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
Tindakan/ intervensi :
a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil.
Rasional : Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius
akut. Pola demam menunjukkan diagnosis.
b. Pantau suhu lingkungan.
Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
c. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan
es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol
dapat mengeringkan kulit.
d. Berikan antipiretik.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi
sentralnya pada hipotalamus.
e. Berikan selimut pendingin.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan
hipertermi.

21
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan
nutrient dalam tubuh
Tindakan/ intervensi :
a. Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas perawatan.
Rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi
oksigen, memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.
b. Pantau terhadap kecenderungan tekanan darah, mencatat
perkembangan hipotensi dan perubahan pada tekanan nadi.
Rasional : Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan
kuman yang menyerang darah.
c. Perhatikan kualitas, kekuatan dari denyut perifer.
Rasional : Pada awal nadi cepat kuat karena peningkatan curah
jantung, nadi dapat lemah atau lambat karena hipotensi yang
terus menerus, penurunan curah jantung dan vaso kontriksi
perifer.
d. Kaji frukuensi pernafasan kedalaman dan kualitas. Perhatikan
dispnea berat. Rasional : Peningkatan pernafasan terjadi
sebagai respon terhadap efek-efek langsung dari kuman pada
pusat pernafasan. Pernafasan menjadi dangkal bila terjadi
insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan
pernafasan akut.
e. Berikan cairan parenteral.
Rasional : Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah
besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume
sirkulasi.
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/
mengingat kesalahasn interprestasi informasi, keterbatasan
kognitif.
Tindakan/ intervensi:
a. Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.

22
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien
dapat membuat pilihan.
b. Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, interaksi obat,
efek samping dan ketaatan terhadap program.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja
sama dalam penyembuhan dan mengurangi kambuhnya
komplikasi.
c. Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat
dan seimbang. Rasional : Perlu untuk penyembuhan optimal
dan kesejahteraan umum.
d. Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal.
Rasional : Mencegah pemenatan, penghematan energi dan
meningkatkan penyembuhan.
e. Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan.
Rasional : Membantu mengontrol pemajanan lingkungan
dengan mengurangi jumlah penyebab penyakit yang ada.
f. Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medis.
Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan / kambuhnya
infeksi.
g. Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai kebutuhan.
Rasional : Pengguaan terhadap pencegahan terhadap infeksi.
D. IMPLEMENTASI
Sesuai dengan intervensi
E. EVALUASI
Sesuai dengan kriteria hasil

DAFTAR PUSTAKA

Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume 2. edisi 15. EGC : Jakarta.
Pribadi, Wita dan Saleha Sungkar. 1994. Malaria. Fakultas Kedokteran

23
UI : Jakarta.
Corwin, Elizabeth.J.2009.Buku saku patofisiologis. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilynn.E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan-Pedoman
untuk Perencanaan Asuhan Perawatan Pasien. EGC : Jakarta

24

Anda mungkin juga menyukai