Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: BENIGNA

PROSTAT HIPERTROPI (BPH)

O
L
E
H
OLEH:

KELOMPOK 7
1. Wahyuni dian putri wau 160204044
2. Sururin maudhunah 1602040
3. Yuliana romayanti 160204027
4. Mellin 1602040
5. Ermigiza 1602040
6. Setia buulolo 1602040

Pembimbing: Ns. Agnes

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN

MEDAN 2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar
periuretra yangmendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah.
(Anonim FK UI 1995).Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat
persis di inferior darikandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior
+ 2,5 cm.Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior
oleh diafragmaurogenitale.
Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan
berakhir padaverumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra
eksternaProses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih jugaterjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran
prostat, resistensi pada leher buli- buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor
menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi ataudivertikel. Fase penebalan destrusor ini
disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadiretensio urin yang
selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Oleh karenaitu
penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik
dan asuhankeperawatan yang komprehensif pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
beserta keluarganya.

B. Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu:

 Sebagai bahan referensi dalam melaksanakn Asuhan Keperawatan BPH


 Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada kliendengan BPH secara komprehensif
 Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien BPH . Mampu menganalisa dan
menentukan masalah keperawatan pada klien BPH. Mampu melakukan intervensi dan
implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul padaklien BPH. Mampu
mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada klien BPH.

 Agar semua mahasiswa, khususnya para pembaca mengetahui bahwa apa sebenarnya yang
dimaksud dengan BPH, apa saja yang menjadi penyebab terjadinya,gejala yang ditimbulkan
dan bagaimana proses perawatan dan pengobatannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian

 BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke
arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan
hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat
karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar
periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar
prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam
literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat
sudah umum dipakai.
 Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
 Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar /
jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF
Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
 BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua
dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
 Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum
pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan
pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
 Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars Prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).
B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang
pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya
dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab
antara lain :
Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostat mengalami hiperplasi. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron
yang mengakibatkan hiperplasi stroma. Interaksi stroma – epitel Peningkatan epidermal gorwth
factor atau fibroblast growth factor dan penurunantransforming growth factor beta menyebabkan
hiperplasi stroma dan epitel. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar
prostat. Teori sel stem Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
(Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
( Roger Kirby, 1994 : 38 ).

C. Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya usia
sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi
Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke
dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya
sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329;
Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan lumen
uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik
urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus
akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal
(Poernomo, 2000, hal 76).

D. Manifestasi Klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar
saluran kemih.

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri
atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
 (frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari
(Nocturia) dan pada siang hari.
 (nokturia), terbangun untuk miksi pada malam hari
 (urgensi) perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan
 (disuria).nyeri pada saat miksi
Gejala obstruktif meliputi:
 rasa tidak lampias sehabis miksi,
 (hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan
yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika.
 (straining) harus mengejan
 (intermittency) yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai
berakhirnya miksi.dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine
dan inkontinensia karena overflow.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli
urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh
pasien.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala
obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari
hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan
tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.
3. Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid.
Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan
peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).
4. warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.
Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan
gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah

E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah Retensi kronik dapat menyebabkan
refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal
dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa
urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu. Hematuriaf, Pielonefritis, Aterosclerosis, Infark
jantung, Impoten, Haemoragik post operasi, Fistula, Striktur pasca operasi & inconentia urine.

F. Pemeriksaan Diagnosis

 Laboratorium

Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.

 Radiologis

Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos
abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi
dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi),
selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-
buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu
(Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
Prostatektomi Retro Pubis

 Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik
dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
 rostatektomi Parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum
 Prostatektomy

merupakan tindakan pembedahan bagian prostate (sebagian/seluruh) yang memotong uretra,


bertujuan untuk memeperbaikialiran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.
G. penatalaksanaan
Non Operatif
a. Pembesaran hormon estrogen & progesteron
b. Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
c. Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d. Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
e. Pemasangan kateter.
Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
TUR (Trans Uretral Resection)
STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
Retropubic Extravesical Prostatectomy)
Prostatectomy Perineal
H. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)
1. Pengkajian
Data subyektif :

1. Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.


2. Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
3. Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
4. Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

Data Obyektif :

1. Terdapat luka insisi


2. Takikardi
3. Gelisah
4. Tekanan darah meningkat
5. Ekspresi w ajah ketakutan
6. Terpasang kateter
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
2) Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder
3) Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
4) Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui
kateterisasi
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,
perawatannya.
3. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat
kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:

a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang


b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi:

a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang
nyeri.
b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan
darah dan denyut nadi)
c. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan
aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat

2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder.

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin

Kriteria :

Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.

Intervensi :

a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab,
takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah
menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post
operasi)
f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika
tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-
3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.

3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi,


hilangnya fungsi tubuh

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi
seksualnya

Kriteria hasil :

Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal.

Intervensi :

a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan


perubahannya
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek
prostatektomi dalam fungsi seksual
d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e. Beri penjelasan penting tentang:
a. Impoten terjadi pada prosedur radikal
b. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
c. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan
seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.

4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme melalui


kateterisasi

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi

Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik

Intervensi:
a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran)
c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage
d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing
e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,


perawatannya
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria :
Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan
Intervensi :
a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit,
perawat
b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
c. Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
d. Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi
KASUS: Benigna Prostat Hipertropi

Tn.F usia 63 tahun, datang ke RSUP H Adam Malik dengan keluhan pancaran kencing lemah,
miksi tidak puas sejak 6 bulan yang lalu. Klien juga mengeluh frekuensi BAK bertambah
terutama malam hari, nyeri berkemih. Pasien juga mengalami kesakitan mengawali dan
mengakhiri berkemih. Pasien kemudian dilakukan pemasangan kateter selama 3 bulan oleh
perawat di dekat rumahnya. Saat ini pasien mengalami hipertensi (TD: 160/100 mmHg) dan
anemia (Hb:10 gr/dl). Pasien di diagnosa dengan BHP (Benigna Prostat Hipertropy).

Pertanyaan:

1. Jelaskan bagaimana gejala klinis yang muncul dan mengapa terjadi pada Tn.F dengan
usia 63 tahun?

2. Pemeriksaan apa yang perlu dilakukan pada pasien Tn.F ( fisik dan diagnostic)?

3. Berdasarkan kondisi diatas, upaya apa yang perlu dilakukan segera pada pasien tersebut?

4. Masalah keperawatan & intervensi keperawatan apa yang dapat ditegakkan pada pasien
tersebut?

5. Komplikasi apa yang dapat terjadi sesuai dengan kasus di atas?

Jawaban:

1. Gejala klinis yang muncul:


Pancaran kencing lemah, miksi tidak puas sejak 6 bulan yang lalu. Klien juga mengeluh
frekuensi BAK bertambah terutama malam hari, nyeri berkemih. Pasien juga mengalami
kesakitan mengawali dan mengakhiri berkemih.
Patofisiologi
Biasanya ditemukan tanda dan gejala obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi
jalan kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes
pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala
iritasi disebabkan hipersensivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia,
miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala
iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat
menyebabkan ransangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun
belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat keluhan klinik.
Apa bila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sehingga pada akhir
miksi masih ditemukan sisa urine didalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada
akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga
penderiat tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urine terus terjadi maka pada suatu saat
vesika tidak mampu lagi menampung irune sehingga tekanan intravesika terus meningkat.
Apabila tekanan vesika menjadi lebih tingg daripada tekanan sfingter dan obsruksi, akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluk vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu
miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama-kelamaan menyebabkan hernia atau
hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urine dapat berbentuk batu endapan di dalam kandung
kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut
dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluk dapat terjadi pielonefritis.
(Wim De Jong, hal 1059)
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada
traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan
fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor
mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.
Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor
ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika
dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat
detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila
besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut
detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan
disfungsi saluran kemih atas.
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika
prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra
prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal.
Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli
berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus
menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa: Hipertropi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan
klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract
Symptom/LUTS (Basuki, 2000: 76).
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor
berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase
ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi
menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari
muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses
miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan
meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya
hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan
ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia
Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam
beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir
sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-
buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah
ketidakmampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.Retensi urine kronis
dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal.
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor
berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase
ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi
menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari
muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses
miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan
meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya
hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan
ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia
Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam
beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir
sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-
buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah
ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.Retensi urine yang
kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 : 11)

2. Pemeriksaan Fisik

1. Abdomen: Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi


dari obstruksi yang lama.
2. Kandung kemih
1. Inspeksi: Penonjolan pada daerah supra pubik → retensi urine
2. Palpasi: Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin
buang air kecil → retensi urine.
3. Perkusi: Redup → residual urine

4. Pemeriksaan penis: uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus,
striktur uretra, batu uretra/femosis.

5. Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur) → posisi knee chest, syarat: buli-buli
kosong/dikosongkan. Tujuan: Menentukan konsistensi prostat dan besar prostat.
Pemeriksaan Diagnostik

Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:


1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning,
cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi
ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal
(TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat
ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan
keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De
Jong, 1997).

3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih
tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada
anterior kapsula prostat.

4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui


perineum.

3. Upaya yang diperlukan segera berdasarkan kasus:

Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
– mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan a blocker
(penghambat alfa adrenergik)
– menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)
Obat Penghambat adrenergik
• Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat dan
leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Seperti
diketahui di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha
adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan
alfuzosin.
• Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa
urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi, pusing,
mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien
mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian
obat.
4. Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk


menanggulangi masalah keperawatan.
Pre-Operasi
Gangguan pola eliminasi
Intervensi Rasionalisasi
- Dorongan pasien untuk berkemih 2-4- Meminimalkan retensi urine, distensi
jam dan tiba-tiba dirasakan. berlebih VesikaUrinaria.
- Observasi aliran urine, perhatikan
- Berguna untuk evaluasi obstruksi
keluaran dan kekuatan. dan pilihan intervensi.
- Awasi, catat dan jumlah tiap - Defisit aliran darah ke ginjal
berkemih. mengganggu kemampuannya dalam filtrasi
dan konsentrasi substansi.
- Perkusi / palpasi area suprapubik. - Dapat menunjukkan distensi
- Dorongan masukkan cairan s/d 3000 Vesikaurinaria
ml/hari dalam toleransi jantung. - Mempertahankan fungsi dan perfusi
- Awasi TTV dengan ketat. Observasi ginjal.
hipertensi - Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan
↓ eliminasi cairan.

Post-Operasi
Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan tindakan pembedahan.

Intervensi Rasionalisasi
- Berikan tindakan kenyamanan - Meningkatkan relaksasi, memfokuskan
(pijatan / atur posisi), ajarkan teknik kembali perhatian dapat meningkatkan
relaksasi. koping.
- Observasi nyeri (kualitas, intensitas,
- Menentukan intervensi selanjutnya dalam
durasi dan frekuensi nyeri). mengatasi nyeri.
- Kolaborasi : - Diberikan untuk menghilangkan nyeri.
Obat anelgetik

Nyeri
Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kencing
Intervensi Rasional
- Kaji nyeri,perhatikan lokasi, intensitas ( skla- Memberikan informasi untuk
0 – 10 ) lamanya membantu dalam menentukan pilihan /
Plester selang drainase pada paha kefektifan intervensi
dan kanker pada abdomen - Mencegah pemeriksaaan kandung
- Mempertahankan tirah baring bila di kemih dan erosi penis- scrotal
indikasikan - Tirah baring mungkin di perlukan
- Berikan tindakan kenyamanan membantu pada awal selama fase retensi
klien memberikan posisi yang nyaman akut,namun ambulasi didni dapat
- Kolaborasi pemasangan kateter dan memperbaiki pola berkemih normal dan
mendekatkan untuk kelancaran drainase menghilangkan nyeri kulit
- Kolaborasi : lakukan masase prostate - Meningkatkan relaksasi
,memfokuskan kembali perhatian dan
dapat meningkatkan kemampuan koping
- Pengeluaran kandung kemih
menurunkan tegangan dan kepekaan
kelenjar
- Membantu dalam evakuasi duktus
kelenjar untuk menghilangkan kongesti
atau inflamasi

Resti kekurangan volume cairan


Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik
Intervensi Rasional
- Awasi keluaran dengan hati-hati tiap jam- Diuresis cepat dapat menyebabkan
bila di indikasikan kekurangan volume total cairan
- Dorong peningkatan pemasukan oral- Pasien di batasi pemasukan oral dalam
berdasarkan kebutuhan individu mengontrol gejala urinaria
- Awasi ttv dengan sering,evaluasi pengisian- Menurunkan deteksi dini / intervensi
kapiler dan membrane mukosa oral hipopelamik sistemik
- Tingkatkan tirah baring dengan kepala- Menurunkan kerja jantungb
tinggi ,memudahkan homeostatis sirkulasi
Ansietas
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
Intervensi Rasional
- Bina hubungan saling percaya dengan- Menunjukan perhatian dan keinginan
klien / orang terdekat untuk membnatu dalam diskusi tentang
- Berikan informasi tentang prosedur dan subjek sensitif
tes khusus dan apa yang akan terjadi - Membantu pasien memahami tujuan
- Dorong klien / orang terdekat dari apa yang dilakukan dan mengurangi
untuk menyatakan masalah atau perasaan masalah karena ketidaktahuan
- Beri penguatan informasi pasien yang- Mengindentifikasi masalah memberikan
telah diberikan sebelumnya kesempatan untuk menjawab
pertanyaan,memperjelas kesalahan konsep
dan solusi pemecahan masalah
- Memungkinkan pasien untuk menerima
kenyataan dan menguatkan kepercayaan
pada pemberi perawatan dan pemberi
informasi

Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. (Hidayat, 2002: 41). Evaluasi
merupakan catatan tentang indikasi kemajuan klien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi
bertujuan untuk menilai keefektifan perawatan dan untuk mengkomunikasikanstatus klien dari
hasil tindakan keperawatan.

5. Komplikasi
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10. Gagal Ginjal
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran
Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya.

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai