Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK BY.Ny.

S DENGAN
GANGGUAN TERMOREGULASI: HIPERBILIRUBINEMIA

N
OLEH :

SWASTI TELAUMBANUA
NPM : 200202059

KELOMPOK : B PROFESI NERS

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru
lahir. Hiperbilirubinemia ditandai dengan ikterik atau jaundice akibat
tingginya kadar bilirun dalam darah. Bilirubin merupakan hasil pemecahan
hemoglobin akibat sel darah merah yang rusak (Wong , 2009). Bilirubin
merupakan senyawa pigmen kuning yang merupakan produk katabolisme
enzimatik biliverdin oleh biliverdin reduktase. Bilirubin di produksi
sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak. Kemudian
bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan
dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan
melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna,
karna belum terdapat bakteri pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak
berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam
aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atikah & Jaya, 2016 ).

Bilirubin yang tak terkonjugasi larut dalam lemak, kemudian di kirim ke


hepar, yang mana pada saat itu hepar belum berfungsi sempurna sehingga
akan meningkatkan produksi bilirubin. Kerusakan pada sel darah merah
akan memperburuk keadaan, karna proses pemecahan bilirubin akan
terganggu, hal ini mengakibatkan bayi akan mengalami hiperbilirubinemia
( Lynn & Sowden , 2009 ).

Hiperbilirubinemia dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Secara


fisiologis bayi mengalami kuning pada bagian wajah dan leher, atau pada
derajat satu dan dua (12mg/dl), di indikasikan untuk pemberian fototerapi,
jika kadar bilirubin >20mg/dl maka bayi akan di indikasikan untuk
transfusi tukar (Aviv, 2015; Atikah & Jaya, 2015).

2
Salah satu penyebab kematian bayi luar kandungan adalah hiperbilirubin,
dimana hiperbilirubin merupakan salah satu fenomena klinis yang paling
sering ditemukan pada bayi baru lahir dalam minggu pertama dalam
kehidupannya. Insiden hiperbilirubinemia di Amerika 65%, Malaysia
75%, Indonesia 51,47 % (Putri dan Mexitalia, 2014). 2 Berdasarkan data
Riset Kesehatan dasar (Riskerdas, 2015) menunjukkan angka
hiperbilirubin pada bayi baru lahir di Indonesia sebesar 51,47%, di
Sumatra Barat 47,3% dengan faktor penyebabnya antara lain Asfiksia
51%, BBLR 42,9%, Sectio Cesaria 18,9%, Prematur 33,3%, kelainan
kongenital 2,8%, sepsis 12%.

1.2. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami dan memberikan asuhan keperawatan pada
anak dengan gangguan termoregulasi hiperbilirubinemia.

2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak
dengan gangguan termoregulasi hiperbilirubinemia.
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada anak
dengan gangguan termoregulasi: hiperbilirubinemia.
c. Mahasiswa mampu merancang intervensi keperawatan pada anak
dengan gangguan termoregulasi hiperbilirubinemia.
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada
anak dengan gangguan tidur hiperbilirubinemia.
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada anak
engan gangguan termoregulasi hiperbilirubinemia.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. KONSEP HIPERBILIRUBINEMIA


1. Pengertian

Hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin di dalam


darah. (Wong, 2003 : 432). Peningkatan kadar bilirubin serum
dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah dari bilirubin yang tidak
terkonjugasi dari usus kecil, yang ditandai dengan joundice pada kulit,
sklera mukosa, dan urine. (Mitayani, 2012 : 191). Hiperbilirubin adalah
meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari
normal. (Suriadi dan Rita, 2001 : 143). Menurut Klous dan Fanaraft (1998)
bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas)


yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk
transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik
untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu
bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.

Perbandingan jenis-jenis utama hiperbilirubinemia tak terkonjugasi


(Wong, 2003 : 432) :

Ikterik
Ikterik berhubungan Penyakit
Ikterik ASI
fisiologis dengan hemolitik
menyusui ASI
Penyebab Fungsi Masukan susu Faktor-faktor Ketidakcocokan
hepatik yang buruk yang mungkin antigen darah
imatur berhubungan terdapat dalam menyebabkan
ditambah dengan ASI yang hemolisis

4
peningkatan sedikitnya memecahkan sejumlah besar
beban kalori yang bilirubin SDM
bilirubin dari dikonsumsi menjadi Hati tidak mampu
hemolisis oleh bayi bentuk lemak mengkonjugasi
SDM sebelum ASI yang dapat dan
terbentuk larut, yang mengekskresikan
direabsorpsi kelebihan
dari usus bilirubin dari
Defekasi hemolisis
kurang sering
Awitan Setelah 24 Hari kedua- Hari keempat- Selama 24 jam
jam (bayi ketiga kelima pertama
prematur,
lebih lama)
Puncak 72 jam Hari kedua- Hari Bervariasi
ketiga kesepuluh-
kelimabelas
Durasi Menurun Dapat tetap
pada hari ke ikterik selama
lima sampai beberapa
ke tujuh minggu
Terapi Fototerapi Sering Penghentian Pasca natal-
bila kadar menyusu ASI ASI sementara fototerapi, bila
bilirubin Suplemen sampai 24 jam hebat, transfusi
meningkat kalori untuk tukar
terlalu cepat Fototerapi menentukan Pra natal-transfusi
untuk bilirubin penyebab; bila (janin)
18-20 mg/dl kadar bilirubin Pencegahan
menurun, ASI sensitisasi
dapat diminum (ketidakcocokan
lagi Rh) dari ibu Rh
Dapat meliputi negatif dengan

5
fototerapi di RhoGAM
rumah dengan
pemberian ASI
tanpa
gangguan

2. Anatomi Fisiologi

Hati, yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai sebuah
pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, dan
mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam
metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini
karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus
gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau mentransformasikan
semua nutrien ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan di bagian lain
dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati merupakan organ yang
penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan protein.
Hati membuat dan mengeksresikan empedu yang memegang peranan
utama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam traktus
gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran
darah dan mengeksresikannya ke dalam empedu. Empedu yang dihasilkan
oleh hati akan disimpan untuk sementara waktu dalam kandung empedu
(vesika velea) sampai kemudian dibutuhkan untuk proses pencernaan;
pada saat ini, kandung empedu akan mengosongkan isinya dan empedu
memasuki intestinum (usus). (Brunner Suddart, 2001 : 1150).

3. Ekskresi Bilirubin

6
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh
sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel Kupffer dari
hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi
kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang
membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam larutan yang encer. Bilirubin
terkonjugasi disekresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu di
dekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum.(Brunner &
Suddart, 2001 : 1152).

Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang


sebagian akan diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorpsi
lewat mukosa intestinal ke dalam darah portal. Sebagian besar dari
urobilinogen yang diserap kembali ini dikeluarkan oleh hepatosit dan
disekresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi enterohepatik).
Sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan dieksresikan oleh
ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin dalam empedu menggambarkan
jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.(Brunner & Suddart, 2001 : 1152).

Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit


hati, bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran
empedu) atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang
berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki
intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
(Brunner & Suddart, 2001 : 1152).

4. Metabolisme Bilirubin

Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi bilirubin (merubah bilirubin


yang larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di
dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya
hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan albumin
(albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup
bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan enzim glukoronil

7
transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat
patologis.
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada
neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada
neonatus. Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus
dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari
degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau
eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan
proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau
bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak,
karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah
melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin
bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke
hepar.
Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh
reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada
dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z
dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati,
tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang
kemudian menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat
larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal.
Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus
hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi
urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus
sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses
absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek
pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya
proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena

8
tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek
(80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar
bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke
5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin
pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang
dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan.
Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan
karenanya disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila
produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun
sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang
berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misal
kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.

Diagram Metabolisme Bilirubin

9
Eritrosit

Hemoglobin

Hem Globin

Besi/FE Bilirubin Indirek Terjadi pada


(tidak larut dalam air) Limpha, Makrofag

Bilirubin berikatan Terjadi dalam


dengan albumin plasma darah

Melalui hati

Bilirubin berikatan Hati


dengan
Glukoronat/gula residu
bilirubin direk (larut
dalam air)

Bilirubin direk
diekskresi ke kandung
empedu
Melaui Duktus
Billiaris
Kandung empedu ke
duodenum

Bilirubin direk
diekskresi melalui
urine dan feses

(http://ebookbrowse.com/askep-bayi-hiperbilirubinemia-doc-d443563044)

5. Etiologi

10
Etiologi pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :

1. Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena; polycethemia,


issoimun, hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah
merah, keracunan obat (hemolisis kimia : salisilat, kortikosteroid,
klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler, cephalhematoma,
ecchymosis.
2. Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi,
masalah metabolik; hypothyroidisme, jaundice ASI.
3. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.
4. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.
5. Gangguan dalam ekskresi.
6. Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).
(Mitayani, 2012 : 191) dan (Suriadi dan Rita, 2001 : 144)

6. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada bayi dengan


hiperbilirubinemia diantaranya :

1. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh


lainnya. Bila ditekan akan timbul kuning.
2. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada
ikterus berat.
3. Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus
berat.
4. Bayi menjadi lesu.
5. Bayi menjadi malas minum.
6. Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.
7. Letargi.
8. Tonus otot meningkat.
9. Leher kaku.

11
10. Opistotonus.
11. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
(Mitayani, 2012 : 192)

7. Patofisiologi

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.


Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan
beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan
bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.

Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan


peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih
dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

(http://ebookbrowse.com/askep-bayi-hiperbilirubinemia-doc-d443563044)

12
8. Pathway

13
9. Klasifikasi

Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:

1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.


Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sebagai berikut:
- Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
- Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-
kadang Bakteri)
- Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:

- Kadar Bilirubin Serum berkala.


- Darah tepi lengkap.
- Golongan darah ibu dan bayi.
- Test Coombs.
- Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau
biopsi Hepar bila perlu.

2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.


- Biasanya Ikterus fisiologis, timbul pada hari ke 2 atau ke 3,
tampak jelas pada hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke 10.
- Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa
- Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari
12 mg %, pada BBLR 10 mg %, dan akan hilang pada hari ke
14.
- Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurangan
protein Y dan Z, enzim Glukoronyl transferase yang belum
cukup jumlahnya.

14
- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh,
atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar
Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
- Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih
mungkin.
- Polisetimia.
- Hemolisis perdarahan tertutup (pendarahan subaponeurosis,
pendarahan Hepar, sub kapsula dll).

Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka


pemeriksaan yang perlu dilakukan:

- Pemeriksaan darah tepi.


- Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
- Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
- Pemeriksaan lain bila perlu.

3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu


pertama.
- Sepsis.
- Dehidrasi dan Asidosis.
- Defisiensi Enzim G6PD.
- Pengaruh obat-obat.
- Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:


- Karena ikterus obstruktif.
- Hipotiroidisme
- Breast milk Jaundice.
- Infeksi.
- Hepatitis Neonatal.
- Galaktosemia.

15
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:

- Pemeriksaan Bilirubin berkala.


- Pemeriksaan darah tepi.
- Skrining Enzim G6PD.
- Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

Berikut adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis :

1. penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu


dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO, dsb.
2. kelainan dalam se darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD
3. hemolisis, hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir
4. infeksi : septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena
toksoplasmosis, sifilis, rubela, hepatitis
5. kelainan metabolik, hipoglikemia, galaktosemia
6. obat2an yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti :
sulfonamid, salisilat, sodium benzoat, gentamisin.
7. Pirau enteropatik yang meninggi, obstruksi usus letak tinggi, penyakit
hirschsprung, stenosis pilorik, mekonium ileus, dsb.

10. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya :

1. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir. Hasil positif tes Coomb
indirek menandakan adanya antibodi Rh-positif, anti-A, atau anti-B
dalam darah ibu. Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan
adanya sentisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah merah dari
neonatus.
2. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
3. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-
1,5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek
(tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam

16
24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan
atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).
4. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan
kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.
5. Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari
14 g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih
besar dari 65 %) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45 %)
dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6. Glukosa : kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45 % glukosa darah
lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40
mg/dl bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan
simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
7. Daya ikat karbon dioksida. Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
8. Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin seru.
9. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan
produksi SDM dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan
dengan penyakit Rh.
10. Smear darah perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur,
eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas
ABO.
11. Tes Betke-Kleihauer: evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit
janin.

11. Komplikasi

Komplikasi yang biasa terjadi adalah sebagai berikut :

1. Ikterik ASI.
2. Kernik ikterus (bilirubin ensefalitis).
Menghilangkan bilirubin yang terkontaminasi, menggantikan faktor
koagulasi pada kernik ikterus, menghilangkan antibodi (Rh, ABO), dan

17
hemolisis yang menghasilkan sel darah merah, serta tersensititasi dari sel
darah merah dilakukan dengan cara berikut ini.
a. Menghilangkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme
bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada keadaan
hipoglikemia) atau menambahkan bahan untuk memperbaiki
transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan albumin
dilakukan walaupun tidak terdapat hipoalbuminemia, tetapi perlu
diingat adanya zat-zat yang merupakan kompetitor albumin yang juga
dapat mengikat bilirubin (misalnya sulfonamid atau obat-obatan
lainnya).
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstrasi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan kadar
bilirubin plasma meningkat, ini tidak berbahaya karena bilirubin
tersebut berada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan
dalam dosis yang tidak melebihi 1 gram/kgBB sebelum maupun
sesudah tindakan transfusi untuk mengganti darah.
b. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral
dini.
c. Fototerapi
Ikterus klinis dan hiperbilirubinemia indirek berkurang pada
perpanjangan cahaya yang berintensitas tinggi pada spektrum yang
dapat dilihat. Bilirubin menyerap cahaya secara maksimal pada kisaran
biru (dari 420-470 mm). Cahaya putih yang berspektrum luasan
berwarna biru (super). Spektrum sempit khusus dan hijau efektif
menurunkan kadar bilirubin dapat memengaruhi foto reaksi bilirubin
yang terikat oleh albumin. Bilirubin dalam kulit menyerap energi
cahaya yang dengan foto isomerisasi mengubah bilirubin (-42 sampai
dengan -15) tak terkonjugasi alamiah yang bersifat toksik menjadi
isometer konfigurasi terkonjugasi, yaitu bilirubin (-42 sampai -15e).
Foto terapi mengubah bilirubin alamiah melalui suatu reaksi yang

18
menetap pada ismer bilirubin struktural yang diekskresi oleh ginjal
pada keadaan yang tidak terkonjugasi.
Indikasi tranfusi untuk mengganti darah bayi dapat dilakukan pada
keadaan berikut ini :
1. Hidrops.
2. Adanya riwayat penyakit berat.
3. Adanya riwayat sensitisasi.

Tujuan dilakukannya transfusi adalah sebagai berikut :

1. Mengoreksi anemia.
2. Menghentikan hemolisis.
3. Mencegah peningkatan bilirubin.(Mitayani, 2012 : 193)

12. Penatalaksanaan
a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian
fenobarbital. Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan
membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin
yangberarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-
kira 2 hari sebelum melahirkan.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya : pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas.
Albumin dapat diganti dengan plasma dosis 15 – 20 ml/kgbb.
Pemebrian glukosa perlu untuk kojugasi hepar sebagai sumber energi.
c. Melakukan dekompensasi bilirubin dengan fototerapi

Terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg
%. Terapisinar menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa
tetrapirol yang sulitlarut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah
larut dalam air dan dikeluarkan melalui urin, tinja, sehingga kadr bilirubin
menurun. Selain itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian
konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan

19
menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus
sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama
feses.

Pelaksanaan Terapi Sinar :

1. Baringkan bayi telanjang, hanya genitalia yang ditutup (maksmal 500


jam) agar sinar dapat merata ke seluruh tubuh.
2. Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. Dapat
dengan kain kasa yang dilipat lipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan
dahulu kelopak matanya. (untuk mencegah kerusakan retina)
3. Posisi bayi sebaiknya diubah ubah, telentang, tengkurap, setiap 6 jam
bila mungkin, agar sinar merata.
4. Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5-37 C, dan observasi suhu tiap
4- 6 jam sekali. Jika terjadi kenaikan suhu matikan sebentar lampunya
dan bayi diberikan banyak minum. Setelah 1 jam kontrol kembali
suhunya. Jika tetap hubungi dokter.
5. Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan
suhu tubuh bayi.
6. Pada waktu memberi bayi minum, dikeluarkan, dipangku, penutup
mata dibuka. Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.
7. Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam
8. Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg % atau kurang, terapi
dihentikan walaupun belum 100 jam.
9. Jika setelah terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi / kadar
bilirubin dalam serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu
belum melebihi 500 jam digunakan. Selanjutnya hubungi dokter.
Mungkin perlu transfusi tukar.
10. Pada kasus ikterus karena hemolisis, kadar Hb diperiksa tiap hari.

20
Komplikasi terapi sinar :

1. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan


peningkatan insesible water loss.
2. Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin
indirek dalam cairan empedu dan meningkatkan peristaltik usus.
3. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar
(berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika terapi selesai.
4. Gangguan retina jika mata tidak ditutup.
5. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian sinar
lampu dimatikan terapi diteruskan. Jika suhu naik terus lampu semua
dimatikan sementara, bayi dikompres dingin, dan berikan ektra
minum.
6. Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan
kelainan ( kemandulan ) tetaapi belum ada bukti.
7. Transfusi tukar.

Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah :

1. kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg %


2. kenaikan kadar bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3 – 1 mg % / jam
3. anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
4. bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat kurang 14 mg % dan uji
coomb’s positif.

Tujuan transfusi tukar adalah mengganti eritrosit yang dapat menjadi


hemolisis, membuang natibodi yang menyebabkan hemolisis, menurunkan
kadar bilirubin indirek, dan memperbaiki anemia.

21
2.2. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
HIPERBILIRUBINEMIA

1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
- Mungkin pucat, menandakan anemia.
- Bertempat tinggal di atas ketinggian 5000 ft.
c. Eliminasi
- Bising usus hipoaktif.
- Pasase mekonium mungkin lambat.
- Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
- Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
d. Makanan/cairan
- Riwayat pelambatan/makan oral buruk, lebih mungkin disusui
daripada menyusu botol.
- Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
e. Neurosensori
- Sefalhematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran
ekstraksi vakum.
- Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada
dengan inkompatibilitas Rh berat.
- Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat.
- Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol,
menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
f. Pernapasan
- Riwayat asfiksia.
- Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi
pulmonal).

22
g. Keamanan
- Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus.
- Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan
intrakranial.
- Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada
bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
sebagai efek samping fototerapi.
h. Seksualitas
- Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar usia gestasi
(LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
- Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stres dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
- Terjadi lebih sering pada pria daripada bayi wanita.

2. Diagnosis Keperawatan
1. Cedera, risiko tinggi terhadap keterlibatan sistem saraf pusat
berhubungan dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia,
asidosis, hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
2. Cedera, risiko tinggi terhadap efek samping tindakan fototerapi
berhubungan dengansifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek
mekanisme regulasi tubuh.
3. Cedera, risiko tinggi terhadap komplikasi dari transfusi tukar
berhubungan dengan prosedur invasif, profil darah abnormal,
ketidakseimbangan kimia.
4. Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang
pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber informasi
dibuktikan dengan pernyataan masalah/kesalahan konsep, meminta
informasi, ketidaktepatan mengikuti instruksi.
5.

23
3. Intervensi
1. Cedera, risiko tinggi terhadap keterlibatan sistem saraf pusat
berhubungan dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia,
asidosis, hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
Kriteria hasil :
- Menunjukan kadar bilirubin indirek di bawah 12 mg/dl pada bayi
cukup bulan pada usia 3 hari.
- Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
- Bebas dari keterlibatan SSP

TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL


Mandiri
Perhatikan kelompok dan golongan Inkompatibilitas ABO mempengaruhi
darah ibu / bayi 20% dari semua kehamilan dan paling
umum terjadi pada ibu dengan golongan
darah O, yang antibodinya anti – A dan
anti – B melewati sirkulasi janin,
menyebabkan aglutinasi dan hemolisis
SDM. Serupa dengan itu, bila ibu Rh –
negative sebelumnya telah disensitisasi
oleh antigen Rh – positif, antibody ibu
melewati plasenta dan bergabung pada
SDM janin, menyebabkan hemolisis
lambat atau segera.

Tinjau catatan intrapartum terhadap Kondisi klinis tertentu dapat


faktor risiko yang khusus, seperti menyebabkan pembalikan barier darah
berat badan lahir rendah (BBLR) atau – otak, memungkinkan ikatan bilirubin
IUGR, prematuritas, proses metabolic terpisah pada tingkat membran sel atau
abnormal, cedera vascular, sirkulasi dalam sel itu sendiri, meningkatkan
abnormal, sepsis, atau polisitemia. risiko terhadap keterlibatan SSP.

24
Perhatikan penggunaan ekstrator Resorpsi darah yang terjebak pada
vakum untuk kelahiran. Kaji bayi jaringan kulit kepala janin dan hemolisis
terhadap adanya sefalohematoma dan yang berlebihan dapat meningkatkan
ekimosis atau petekie yang jumlah bilirubin yang dilepaskan dan
berlebihan. menyebabkan ikterik.

Tinjau ulang kondisi bayi pada Asfiksia dan asidosis menurunkan


kelahiran, perhatikan kebutuhan afinitas bilirubin terhadap albumin.
terhadap resusitasi atau petunjuk
adanya ekimosis atau petekie yang
berlebihan, stress dingin, asfiksia, atau
asidosis.

Pertahankan bayi tetap hangat dan Stress dingin berpotensi melepaskan


kering; pantau kulit dan suhu inti asam lemak, yang bersaing pada sisi
dengan sering. ikatan pada albumin, sehingga
meningkatkan kadar bilirubin yang
bersirkulasi dengan bebas (tidak
berikatan).

Mulai pemberian makan oral awal Keberadaan flora usus yang sesuai
dalam 4 sampai 6 jam setelah untuk pengurangan bilirubin terhadap
kelahiran, khususnya bila bayi diberi urobilinogen; turunkan sirkulasi
ASI. Kaji bayi terhadap tanda – tanda enterohepatik bilirubin (melintasi hepar
hipoglikemia. Dapatkan kadar dengan duktus venosus menetap); dan
Dextrostix, sesuai indikasi. menurunkan resorpsi bilirubin dari usus
dengan meningkatkan pasase
mekonium. Hipoglikemia memerlukan
penggunaan simpanan lemak untuk
asam lemak pelepas energy, yang
bersaing dengan bilirubin untuk bagian

25
ikatan pada albumin.

Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan Hipoproteinemia pada bayi baru lahir
prenatal; perhatikan kemungkinan dapat mengakibatkan ikterik. Satu gram
hipoproteinemia neonates, khususnya albumin membawa 16 mg bilirubin
pada bayi praterm. tidak terikat (indirek), yang dapat
melewati barier darah – otak.

Observasi bayi dalam sinar alamiah, Mendeteksi bukti / derajat ikterik.


perhatikan sclera dan mukosa oral, Penampilan klinis dari ikterik jelas pada
kulit menguning segera setelah kadar bilirubin lebih besar dari 7 – 8
pemutihan, dan bagian tubuh tertentu mg/dl pada bayi cukup bulan. Perkiraan
terlibat. Kaji mukosa oral, bagian derajat ikterik adalah sebagai berikut,
posterior dari palatum keras, dan dengan ikterik yang dimulai dari kepala
kantung konjungtiva pada bayi baru ke jari kaki, 4 – 8 mg/dl ; batang tubuh
lahir yang berkulit gelap. 5 – 12 mg/dl; lipat paha, 8 – 16 mg/dl;
lengan / kaki, 11 – 18 mg/dl; dan tangan
/ kaki, 15 – 20 mg/dl. Pigmen dasar
kuning mungkin normal pada bayi
berkulit gelap.

Perhatikan usia bayi pada awitan Ikterik fisiologis biasanya tampak


ikterik; bedakan tipe ikterik (mis, antara hari pertama dan kedua dari
fisiologis, akibat ASI, atau patologis) kehidupan, seperti kelebihan SDM yang
diperlukan untuk mempertahankan
oksigenisasi adekuat pada janin tidak
lagi diperlukan oleh bayi baru lahir dan
dihemolisis, sehingga melepaskan
bilirubin, produk pemecahan akhir dari
heme. Ikterik karena ASI biasanya
tampak antara hari keempat dan keenam

26
kehidupan, mempengaruhi hanya 1% -
2% bayi menyusu. ASI dari banyak
wanita dianggap mengandung enzim
(pregnanidiol) yang menghambat
glukoronil transferase 9enzim hepar
yang berkonjugasi dengan bilirubin),
atau mengandung beberapa kali
konsentrasi ASI normal dari asam
lemak bebas tertentu, yang juga
dianggap menghambat konjugasi
bilirubin. Ikterik patologis tampak
dalam 24 jam pertama kehidupan dan
lebih mungkin menimbulkan
perkembangan kernikterus / ensefalopati
bilirubin.

Gunakan meter ikterik transkutaneus Memberikan skrining noninvasive


terhadap ikterik, menghitung warna
kulit dalam hubungannya dengan
bilirubin serum total.

Kaji bayi terhadap kemajuan tanda – Bilirubin tidak terkonjugasi yang


tanda dan perubahan perilaku ; Tahap berlebihan (dihubungkan dengan ikterik
I meliputi neurodepresan (mis, letargi, patologis) mempunyai afinitas terhadap
hipotonia, atau penurunan / tadak jaringan ekstravaskular, meliputi
adanya reflex). Tahap II meliputi ganglia basal jaringan otak. Perubahan
neurohiperefleksia (mis, kedutan, perilaku berhubungan dengan
kacau mental, opistotonus, atau kernikterus biasanya terjadi antara hari
demam). Tahap III ditandai dengan ke – 3 dan ke – 10 kehidupan dan jarang
adanya manifestasi klinis. Tahap IV terjadi sebelum 36 jam kehidupan.
meliputi gejala sisa seperti palsi

27
serebral atau retardasi mental.

Evaluasi bayi terhadap pucat, edema Tanda – tanda ini mungkin berhubungan
atau hepatomegali. dengan hidrops fetalis, inkompatibilitas
Rh, dan pada hemolisis uterus SDM
janin.
Kolaborasi

Pantau pemeriksaan laboratorium,


sesuai indikasi.

Bilirubin direk dan indirek. Bilirubin tampak dalam dua bentuk;


bilirubin direk, yang dikonjugasi oleh
enzim hepar glukoronil transferase, dan
bilirubin indirek, yang dikonjugasi dan
tampak dalam darah atau terikat pada
albumin. Bayi potensial terhadap
kernikterus diprediksi paling baik
melalui peningkatan bilirubin indirek.
Peningkatan kadar bilirubin indirek 18 –
20 mg/dl pada bayi cukup bulan, atau
lebih besar dari 13 – 15 mg/dl pada bayi
praterm atau bayi sakit, adalah
bermakna (Catatan: Bayi stress atau
praterm rentan pada deposisi pigmen
empedu dalam jaringan otak pada kadar
sangat rendah daripada bayi cukup
bulan yang tidak mengalami stress).

Tes Coombs darah tali pusat Hasil positif dari tes Coombs indirek
direk / indirek. menandakan adanya antibodi (Rh-

28
positif atau anti-A atau anti-B) pada
adarah ibu dan bayi baru lahir; hasil
positif tes Coombs indirek menandakan
adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A
atau anti-B) SDM pada neonatus.

Kekuatan kombinasi Penurunan konsisten dengan hemolisis.


karbondioksida (CO2)

Jumlah retikulosit dan smear Hemolisis berlebihan menyebabkan


perifer jumlah retikulosit meningkat. Smear
mengidentifikasi SDM abnormal atau
imatur.

Hb / Ht Peningkatan kadar Hb/Ht (Hb lebih


besar daripada 22 g/dl; Ht lebih besar
dari 65%) menandakan polisitemia,
kemungkinan disebabkan oleh
pelambatan pengkleman tali pusat,
transfuse maternal – ibu, transfuse
kembaran – kembaran, ibu diabetes,
atau stress intrauterus kronis dan
hipoksia, seperti terlihat pada bayi BLR
atau bayi dengan penurunan sirkulasi
pada senta. Hemolisis kelebihan SDM
menyebabkan peningkatan kadar
bilirubin dengan 1 g Hb menghasilkan
35 mg bilirubin. Kadar Hb rendah (14
mg/dl) mungkin dihubungkan dengan
hidrops fetalis atau dengan
inkompatibilitas Rh yang terjadi dalam

29
uterus serta menyebabkan hemolisis,
edema, dan pucat.

Protein serum total Kadar rendah protein serum (kurang


dari 3,0 g/dl) menandakan penurunan
kapasitas ikatan terhadap bilirubin.

Hitung kapasitas ikatan plasma Membantu dalam menentukan risiko


bilirubin – albumin kernikterus dan kebutuhan tindakan.
Bila nilai bilirubin total dibagi dengan
kadar protein total serum kurang dari
3,7 bahaya kernikterus sangat rendah.
Namun, risiko cedera tergantung pada
derajat prematuritas, adanya hipoksia
atau asidosis, dan aturan obat (mis.
Sulfonamide, kloramfenikol).

Mulai fototerapi per protokol, dengan Menyebabkan foto-oksidasi bilirubin


menggunakan bola lampu fluoresen pada jaringan subkutan, sehingga
yang di tempatkan di atas bayi atau meningkatkan kemampuan larut air
bile blanket (kecuali untuk bayi baru bilirubin, yang memungkinkan ekskresi
lahir dengan penyakit Rh). (Rujuk cepat dari bilirubin dalam feses dan
pada DK: cedera, risiko tinggi urine. Kecepatan hemolisis dalam
terhadap efek samping tindakan penyakit Rh biasanya melebihi
fototerapi; cedera, resiko tinggi kecepatan reduksi bilirubin yag
terhadap komplikasi tranfusi tukar). berhubungan dengan fototerapi,
sehingga tranfusi satu-satunya tindakan
yang tepat

Hentikan menyusui ASI selama 24-48 Pendapat bervariasi apakah


jam, sesuai indikasi. Bantu ibu sesuai menghentikan menyususi ASI perlu bila

30
kebutuhan dengan pemompa payudara terjadi ikterus. Namun, mencerna
dan memulai lagi menyusui. formula meningkatkan motilitas
gastrointestinal dan ekskresi feses dan
pigmen empedu, dan kadar bilirubin
serum mulai turun dalam 48 jam setelah
penghentian menyusui.

Berikan agens induksi enzim Merangsang enzim hepatik untuk


(fenobarbital, etanol) bila di butuhkan. meningkatkan bersihan bilirubin

Bantu dengan persiapan dan Tranfusi tukar perlu dalam kasus


pemberian tanfusi tukar. Gunakan anemia hemolitik berat, yang biasanya
golongan darah yang sama dengan berkenaan dengan inkompatibilitas Rh,
bayi, tetapi darah Rh negative atau untuk menghilangkan SDM tersentisasi
golongan O negative, bila hasil tes yang akan segera melisis; untuk
Coombs direk pada serum tali pusat menghilangkan bilirubin serum; untuk
lebih besar dari 3,5 mg/dl pada memberikan albumin bebas-bilirubin
minggu pertama kehidupan, kadar untuk meningkatkan bagian ikatan
bilirubin serum yang tidak untuk bilirubin; dan untuk mengatasi
terkonjugasi lebih besar dari 20 mg/dl anemia dengan memberikan SDM yang
pada 48 jam pertama kehidupan, atau tidak rentan terhadap antibodi ibu.
Hb lebih rendah dari 12 g/dl pada
kelahiran bayi dengan hidrops fetalis.
(rujuk pada DK: cedera, resiko tinggi
terhadap komplikasi tranfusi tukar).

2. Cedera, risiko tinggi terhadap efek samping tindakan fototerapi


berhubungan dengansifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek
mekanisme regulasi tubuh.
Kriteria hasil :

31
BBL akan :
- mempertahankan suhu tubuh dan keseimbangan cairan dalam batas
normal.
- Bebas dari cedera kulit/ jaringan.
- Mendemonstrasika pola interaksi yang di harapkan.
- Menunjukan penurunan kadar bilirubin serum.

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Perhatikan adanya/ perkembangan bilier Fototerapi dikontraindikasikan pada
atau obstruksi usus. kondisi ini karena fotoisomer bilirubin
yang di produksi dalam kulit dan
jaringan subkutan dengan pemajanan
dalam terapi sinar tidak dapat siap
diekskresikan.

Ukur kuantitas fotoenergi bola lampu Intensitas sinar menembus permukaan


fluoresen (sinar putih atau biru) dengan kulit dari spectrum biru (sinar biru)
menggunakan fotometer. menentukan seberapa dekat bayi di
tempatkan terhadap sinar. Sinar biru
dan biru khusus di pertimbangkan lebih
efektif dari pada sinar putih dalam
meningkatkan pemecahan bilirubin,
tetapi hal ini membuat kesulitan dalam
mengevaluasi bayi baru lahir terhadap
sianosis.

Dokumentasikan tipe lampu fluoresen, Emisi sinar dapat bekurang dengan


jumlah jam total sejak bola lampu di jalannya waktu. Bayi harus di
tempatkan, dan pengukuran jarak antara tempatkan kira-kira 18-20 inci dari
permukaan lampu dan bayi. sumber lampu untuk keuntungan

32
maksimal. (catatan: penggunaan
selimut fiberoptik yang di sambungkan
ke illuminator [sumber sinar]
memungkinkan bayi “terbungkus”
dalam sinar terpeutik tanpa resiko pada
kornea. Selain itu, bayi dapat di
gendong dan di beri makan tanpa
perhentian terapi).

Berikan tameng untuk menutup mata; Mencegah kemungkinan kerusakan


inspeksi mata setiap 2 jam bila tameng retina dan konjungtiva dari sinar
di lepaskan untuk pemberian makan. intensitas tinggi. Pemasangan yang
Sering pantau posisi tameng. tidak tepat atau pergeseran tameng
dapat menyebabkan iritasi, abrasi
kornea, dan konjungtivitis, dan
penurunan pernafasan oleh obstruksi
pasase nasal.

Tutup testis dan penis bayi pria Mencegah kemungkinan kerusakan


pada testis dari panas.

Pasang lapisan Plexigas diantara bayi Menyaring radiasi sinar ultraviolet


dan sinar (panjang gelombang lebih sedikit dari
380 nm) dan melindungi bayi bila bola
lampu pecah.

Pantau kulit neonatus dan suhu inti Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi
setiap 2 jam atau lebih sering sampai sebagai respons terhadap pemajanan
stabil (misal, suhu aksila 97,8ºF, suhu sinar, radiasi, dan konveksi.
rektal 98,9ºF). Aur suhu
inkubator/isolette dengan tepat.

33
Ubah posisi bayi setiap 2 jam. Memungkinkan pemajanan seimbang
dari permukaan kulit terhadap sinar
fluoresen, mencegah pemajanan
berlebihan dari bagian tubuh individu,
dan membatasi area tertekan.

Pantau masukan dan haluaran cairan; Peningkatan kehilangan air melalui


timbang berat badan bayi dua kali feses dan evaporasi dapat
sehari. Perhatikan tanda-tanda dehidrasi menyebabkan dehidrasi. (Catatan: bayi
(misal, penurunan haluaran urin, dapat tidur lebih lama dalam
fontanel tertekan, kulit hangat atau hubungannya dengan fototerapi,
kering dengan turgor buruk, dan mata meningkatkan risikko dehidrasi bila
cekung). Tingkatkan masukan cairan jadwal pemberian makan yang sering
per oral sedikitnya 25%. tidak dipertahankan).

Perhatikan warna dan frekuensi defekasi Defekasi encer, sering dan kehijauan
dan urin. serta urin kehijauan menandakan
keefektifan fototerapi dengan
pemecahan dan ekskresi bilirubin.

Dengan hati-hati cuci area perianal Membantu mencegah iritasi dan


setelah setiap defekasi; inspeksi kulit ekskoriasi dari defekasi yang sering
terhadap kemungkinan iritasi atau atau encer.
kerusakan.

Bawa bayi pada orang tua untuk Membantu mengembangkan proses


pemberian makan. Anjurkan kedekatan, yang mungkin lambat
menggosok, menimang, kontak mata, karena perpisahan yang diperlukan
dan bicara pada bayi selama pemberian untuk fototerapi. Stimulasi visual,
makan. Anjurkan orangtua untuk taktil, dan auditorius membantu bayi

34
berinteraksi dengan bayi dalam ruang mengatasi penyimpangan sensori.
perawatan diantara pemberian makan. Fototerapi intermiten tidak secara
negatif mempengaruhi proses foto-
oksidan.

Perhatikan perubahan perilaku atau Perubahan ini dapat bermakna deposisi


tanda-tanda penyimpangan kondisi pigmen empedu pada basal ganglia dan
(mis, letargi, hipotonia, hipertonisitas, terjadinya kernikterus.
atau tanda-tanda eksrapiramidal).

Evaluasi penampilan kulit dan urin, Efek samping tidak umum dari
perhatikan warna hitam kecoklatan. fototerapi meliputi perubahan pigmen
menyolok (sindrom bayi bronze), yang
dapat terjadi bila kadar bilirubin
terkonjugasi meningkat. Perubahan
dalam warna kulit dapat berakhir
selama 2-4 bulan, tetapi tidak
berkenaan dengan gejala sisa
berbahaya.
Kolaborasi

Pantau pemeriksaan labotarium sesuai


indikasi:
Kadar bilirubin setiap 12 jam Penurunan pada kadar bilirubin
menandakan keefektifan fototerapi;
peningkatan yang kontinu menandakan
hemolisis yang kontinu dan dapat
menandakan kebutuhan terhadap
transfusi tukar. (Catatan: Sampel darah
yang diambil untuk penentuan bilirubin
harus dilindungi dari sinar untuk

35
mencegah foto-oksidan lanjut

Kadar Hb Hemolisis lanjut dimanifestasikan oleh


penurunan kontinu pada kadar Hb.

Trombosit dan sel darah putih Trombositopenia selama fototerapi


(SDP) telah dilaporkan pada beberapa bayi.
Penurunan SDP menunjukkan
kemungkinan efek pada limfosit
perifer.

3. Cedera, risiko tinggi terhadap komplikasi dari transfusi tukar


berhubungan dengan prosedur invasif, profil darah abnormal,
ketidakseimbangan kimia.
Kriteria hasil :
Bayi baru lahir akan:
- Menyelesaikan transfusi tukar tanpa komplikasi.
- Menunjukan penurunan kadar bilirubin serum.

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Perhatikan kondisi tali pusat bayi Pencucian mungkin perlu untuk
sebelum transfusi bila vena umbilikal melunakkan tali pusat dan vena
digunakan. Bila tali pusat kering, umbilikus sebelum transfusi untuk akses
berikan pencucian saline selama 30-60 I.V. dan memudahkan pasase kateter
menit sebelum prosedur. umbilikal.

Pertahankan puasa selama 4 jam Menurunkan risiko kemungkinan


sebelum prosedur, atau aspirat isi regurgitasi dan aspirasi selama

36
lambung. prosedur.

Jamin ketersediaan alat resusitatif. Untuk memberikan dukungan segera


bila perlu.

Pertahankan suhu tubuh sebelum, Membantu mencegah hipotermia dan


selama, dan setelah prosedur. vasospasme, menurunkan risiko fibrilasi
Tempatkan bayi dibawah penyebar ventrikel, dan menurunkan viskositas
hangat deengan servomekanisme. darah.
Hangatkan darah sebelum pengifusan
dengan menepatkan didalam inkubator,
hangatkan baskom birisi air, atau
penghangat darah.

Pastikan golongan darah serta faktor Rh Transfusi tukar paling sering


bayi dan ibu. Perhatikan golongan dihubungkan dengan masalah
darah dan faktor Rh darah untuk inkompatibilitas Rh. Dengan
ditukar. (Darah tukar akan sama menggunakan darah Rh0 (D)-positif
golongannya dengan darah bayi, tetapi akan hanya meningkatkan hemolisis dan
darah Rh-negatif atau golongan O- kadar bilirubin, karena antibodi pada
negatif yang telah dicocokan silang sirkulasi bayi akan merusak SDM yang
dengan darah ibu sebelumnya). baru.

Jamin kesegaran darah (tidak lebih dari Darah yang lama lebih mungkin
2 hari usianya). Darah yang diberi mengalami hemolisis, karenanya
heparin lebih disukai. meningkatkan kadar bilirubin. Darah
yang diberi heparin selalu baru, tetapi
harus dibuang bila tidak digunakan
dalam 24 jam.

Pantau tekanan vena, nadi, warna dan Membuat nilai data dasar,

37
frekuensi pernapasan/kemudahan mengidentifikasi potensial kondisi tidak
sebelum, selama transfusi. Lakukan stabil (mis; apnea atau disritmia atau
penghisapan bila diperlukan. henti jantung), dan mempertahankan
jalan napas. (Catatan : Bradikardia dapat
terjadi bila kalsium diinjeksikan terlalu
cepat).

Dengan hati-hati dokumentasikan Membantu mencegah kesalahan dalam


kejadian selama transfusi, pencatatan penggantian cairan. Jumlah darah yang
jumlah daraah yang diambil dan ditukar kira-kira 170 ml/kg berat badan.
diinjeksikan (biasanya 7-20 ml Volume ganda transfusi menjamin
sekaligus). bahwa antara 75% dan 90% sirkulasi
SDM digantikan.

Pantau tanda-tanda ketidakseimbangan Hipokalsemia dan hiperkalemia dapat


elektrolit (mis; gugup, aktivitas kejang, terjadi selama dan setelah transfusi
dan apnea; hiperrefleksia; bradikardia; tukar.
atau diare).

Kaji bayi terhadap perdarahan Penginfusan darah yang diberi


berlebihan dari lokasi I.V. setelah heparin(atau darah sitrat tanpa
transfusi. penggantian kalsium) mengubah
koagulasi selama 4 sampai 6 jam setelah
transfusi tukar dan dapat mengakibatkan
perdarahan.
Kolaborasi
Pantau pemeriksaan laboratorium
sesuai indikasi:

Kadar Hb atau Ht sebelum dan Bila Ht kurang dari 40% sebelum


setelah transfusi. transfusi, pertukaran sebagian dengan

38
SDM kemasan dapat mendahului
pertukaran penuh. Penurunan kadar
setelah transfusi menandakan kebutuhan
terhadap transfusi kedua.

Kadar bilirubin serum segera Kadar bilirubin dapat menurun sampai


setelah prosedur, kemudian setiap setengah segera setelah prosedur, tetapi
4 sampai 8 jam. dapat meningkat dengan cepat
setelahnya, memerlukan pengulangan
transfusi.

Protein serum total. Mengalihkan kadar dengan 3,7


menetukan derajat peningkatan bilirubin
yang memerlukan transfusi tukar

Kalsium dan kalium serum. Darah donor mengandung sitrat sebagai


anti koagulan yang mengikat kalsium,
sehinnga menurunkan kadar kalsium
serum. Selainitu, bila darah lebih dari 2
hari, destruksi SDM melepaskan
kalium, menciptakan resiko
hiperkalemia dan henti jantung.
Glukosa
Kadar gukosa rendah mungkin
dihubungkan dengan glikolisis
anaerobik kontinu dalam SDM donor.
Tindakan segera perlu untuk mencegah
efek buruk/kerusakan SSP.
Kadar pH serum
pH serum dari darah donor secara khas
6,8 atau kurrang. Asidosis dapat terjadi

39
bila darah segar tidak digunakan dan
hepar bayi tidak dapat
memetabolismesitrat yang digunakan
sebagai antikogulan, atau bila darah
donor melanjutkan glikolisis anaerobik,
daengan produksi asam metabolit.
Berikan albumin sebelum transfusi bila
diindikasikan. Meskipun masih kontroversial,
pemberian albumin dapat meningkatkan
ketrsediaan albumin untuk berikatan
denngan bilirubin, karenanya
menurunkan kadar bilirubin serum
sirkulasi yang bebas. Albumin sintesis
tidak dianggap meningkatkan
ketersediaan bagian ikatan.
Berikan obat-obatan, sesuai indikasi:
Kalsium glukonat 5 %. Dari 2 sampai 4 ml kalsium glukonat
dapat diberikan setelah setiap 100 ml
pengifusan darah untuk memperbaiki
hipokalsemia dan meminimalkan
kemungkinan iritabilitas jantung.
(catatan: beberapa kontroversi ada
dalam hal tujuan dan keefektifan praktik
ini.)
Natrium bikarbonat.
Memperbaiki asidosis.
Protamin sulfat.
Mengimbangi efek-efek antikoagulan
dari darah yang di beri heparin.

40
4. Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang
pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber informasi
dibuktikan dengan pernyataan masalah/kesalahan konsep, meminta
informasi, ketidaktepatan mengikuti instruksi.
Kriteria hasil:
- Mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan
kemungkinan hasil hiperbilirubinemia.
- Mendemonstrasikan perawatan bayi yang tepat.

TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Berikan informasi tentang tipe-tipe Memperbaiki kesalahan konsep,
ikterik dan faktor-faktor patofisiologis meningkatkan pemahaman, dan
dan implikasi masa datang dari menurunkan rasa takut dan perasaan
hiperbilirubinemia. Anjurkan untuk barsalah. Ikterik neonatus mungkin
mengajukan pertanyaan; tegaskan atau fisiologis, akibat ASI, atau patologis,
perjelas informasi sesuai kebutuhan. dan protokol perawatan tergantung pada
penyebabnyadan faktor pemberat

Tinjau ulang maksud dari mengkaji Memungkinkan orangtua mengenali


bayi terhadap peningkatan kadar tanda-tanda peningkatan kadar bilirubin
bilirubin (mis, mengobservasi dan mencari evaluasi medis tepat
pemucatan kulit di atas tonjolan tulang waktu.
atau perubahan perilaku), khususnya
bila bayi dipulangkan dini. Berikan
nomor telepon darurat 24 jam dan nama
orang yang akan dihubungi kepada
orang tua, dan tekankan pentingnya
melaporkan peningkatan ikterik.

Diskusikan penatalaksanaan di rumah Pemahaman orangtua membantu

41
dari ikterik fisiologis ringan atau mengembangkan kerja sama mereka
sedang, termasuk peningkatan bila bayi dipulangkan. Informasi
pemberian makan, pemajanan langsung membantu orangtua melaksanakan
pada sinar matahari, dan program penatalaksanaan dengan aman dan tepat
tindak lanjut tes serum. dan mengenali pentingnya semua aspek
program penatalaksanaan.

Berikan informasi tentang Membantu ibu untuk mempertahankan


mempertahankan suplai ASI melalui pemahaman pentingnya terapi.
penggunaan pompa payudara dan Mempertahankan supaya orangtua tetap
tentang kembali menyusui ASI bila mendapatkan informasi tentang
ikterik memerlukan pemutusan keadaan bayi. Meningkatkan keputusan
menyusui. berdasarkan informasi.

Diskusikan kebutuhan terhadap imun Pada klien RH0-negatif tanpa antibodi


globulin Rh (Rh-Ig) dalam 72 jam Rh, yang telah memberikan kelahiran
setelah kelahiran untuk ibu yang Rh- pada bayi Rh0 (Du)-positif. RH-Ig dapat
negatif dengan bayi/janin Rh-positif menurunkan insiden isoimunisasi
dan yang belum disensitisasi. maternal pada ibu nonsensitisasi dan
dapat membantu mencegah
eritoblastosis fetalispada kehamilan
selanjutnya.

Kaji situasi keluarga dan sisitem Fototerapi di rumah dianjurkan hanya


pendukung. Berikan orang tua untuk bayi cukup bulan setelah 48 jam
penjelasan tertulis yang tepat tentang pertama kehidupan, di mana kadar
fototerapi di rumah, daftarkan teknik bilirubin serum antara 14 dan 18 mg/dl
dan potensial masalah. tanpa peningkatan konsentrasi bilirubin
reaksi langsung.

Berikan rujukan yang tepat untuk Kurang ketersediaan sistem pendukung

42
program fototerapi di rumah bila perlu. dan pendidikan memerlukan
penggunaan perawat berkunjung untuk
memantau program foto terapi di
rumah.

Buat pengaturan yang tepat untuk tes Tindakan dihentikan bila konsentrasi
tindak lanjut dari bilirubin serum pada bilirubin serum turun di bawah 14
fasilitas laboratorium. mg/dl, tetapi kadar serum harus di
periksa ulang dalam 12-24 jam untuk
mendeteksi kemungkinan
hiperbilirubinemia berbalik.

Diskusikan kemungkinan efek-efek Kerusakan neurologis dihubungkan


jangka panjang dari hiperbilirubinnemia dengan kernikterus meliputi kematian,
dan kebutuhan terhadap pengkajian palsi serebral, reterdasi mental,
lanjut dan intervensi dini. kesulitan sensori, pelambatan bicara,
koordinasi buruk, kesulitan, kesulitan
pembelajaran, dan hipoplasia email atau
warna gigi hijau kekuningan.

4. Implementasi

Implementasi yang dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan yang


telah disusun.

5. Evaluasi
a. Cedera terhadap keterlibatan sistem saraf pusat tidak terjadi.
b. Cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi dapat dicegah.
c. Cedera terhadap komplikasi dari transfusi tukar tidak terjadi.
d. Pengetahuan klien bertambah.

43
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. DATA BAYI
Nama bayi : By.ny.S
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal masuk RS : 22 Desember 2020
Tanggal pengkajian : 02 Januari 2021
Waktu pengkajian : 08.00
Nama Ayah/Ibu : Tn.S/Ny.S.U
Pendidikan Ayah/Ibu : SD/SMP
Pekerjaan Ayah/Ibu : Wiraswasta/IRT
Usia Ayah/Ibu : 40 thn/25 thn
Alamat Rumah : Jl.Amal Luhur Gang Kamboja
Diagnosa Medis : NP/BBLR/SMK/PNEMONIA

B. RIWAYAT ANTENATAL
- Hamil ke-3 G3P20001 35 minggu THIU+letsu+HT kronik+PEB+BSC
U>35Thn
- Aktivitas selama hamil tidak pernah melakukan pekerjaan yang berat, hanya
melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak,menyapu dan mencuci.
- Selama hamil ibu kontrol rutin ke dokter kandungan.
- Selama hamil ibu diberi obat obatan (vitamin,penambah darah,kalsium).
- Selama hamil ibu tidak pernah ada keluhan.

N Jenis BB
Lahir UK Penolong Tempat L/P Komplikasi
o Persalinan lahir

44
40
1 2000 Spontan bidan BPS L 3300 -
mgg
2 35 SC(tensi 2800
2011 SPOG RB P -
mgg tinggi)
35 RSUD
3 2015 SC SPOG P 2400 -
mgg Soetomo

C. RIWAYAT NATAL
Ibu melahirkan di OK
Usia kehamilan 35-36 minggu
Bayi lahir tanggal 22-Desember -2020 jam 16.45
Bayi lahir SC atas indikasi letsu+HT+PEB+BSC U >35 Th
Bayi lahir tidak menangis,tonus otot lemah HR100 ketuban jernih bayi
dibungkus plastik,VTPaktif→bayi mulai merah menangis
lemah(merintih)terpasang nasal CPAP transport AS 1-3-5-7

ANTROPOMETRI
BBL : 2400 gram
PBL : 50 cm
Lingkar kepala:30 cm
Lingkar dada:30 cm

D. RIWAYAT POSTNATAL
Bayi dirawat di inkubator dengan suhu inkubator 33⁰ C.
Terpasang ETT ventilator dg mode SIMV BPM 40 PIP 17 PEEP 5 FiO2
30% saturasi 98%.
Bayi tampak ikterus seluruh tubuh,terpasang double fototerapi sejak tanggal
22-12-2020.

E. PENGKAJIAN FISIK NEONATUS


*PENGKAJIAN
Keadaan umum bayi :
a.Lemah
b.BB:2500 gram
c.PB:53 cm
d.LK:33 cm
e.LD:32 cm

*Tanda-tanda vital :
a. S:38,3⁰C
b. HR:180x/menit
c. RR:50x/menit
*Pemeriksaan fisik :
- Kulit : Ikterus/kuning pada seluruh tubuh,tanda lahi(-)
pembengkakan (-).
- Kepala : Rambut hitam tipis, tidak ada lesi, sutura terlihat.

45
- Mata : Sklera ikterus,konjungtiva merah muda.
- Hidung : Tidak terdapat pernafasan cuping hidung, lubang
hidung 2, ada secret warna kuning kental.
- Mulut : Bibir merah kering,tidak ditemukan
stomatitis,mukosa bibir kering,terpasang
OGT,terpasang ETT SIMV BPM 35 PEEP 5 PIP
18 Fio2 40%, saturasi 96%,ada secret di ETT dan
mulut.
- Telinga : Lubang telinga simetris.
- Leher : Bersih tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.
- Thorax : Simetris,tarikan intercosta(+)retraksi dada(+)RR
60x/menit,ditemukan suara ronchi(+)/(+).
- Cardio : HR 180x/menit.
- Abdomen : Simetris,tidak ada lesi,terdapat bising
usus5x/menit.
- Umbilikus : Talipusat kering,tidak terjadi perdarahan,tidak
terjadi infeksi.
- Genetalia : Labia mayora sudah menutupi labia minora.
- Anus : Tidak ada lesi,warna feses kuning kehijauan,tidak
ada ruam popok di perianal.
- Ekstremitas atas : Akral hangat, jari 5/5,gerak kurang
aktif,terpasang infus ditangan kanan dan kiri.
- Ekstremitas bawah : Akral hangatgerak kurang aktif,terdapat luka di
kaki kanan.

 REFLEK
1.Reflek moro : Ketika ada suara agak keras bayi kurang

merespon/diam saja
2.Reflek suckling : Belum terkaji
3.Reflek grasping : Bayi dapat menggenggam tapi emah
4.Reflek tonick nect : Ketika perawat membuat gerakan/suara disekitar
pasien,pasien kurang merespon
5.Reflek babinsky : Jika disentuh kakinya oleh perawat,pasien akan
menarik kakinya keatas
6.Reflek menelan : Belum terkaji

F. PROSEDUR DAN DIAGNOSTIK DAN LABORATORIUM


 Tanggal 30-12-2020
1. Albumin 3.41
2. Bil.direk 1,13
3. Bil.total 27,6
4. SGOT 45
5. SGPT 8
6. Kalsium 9
7. CRP 9,26

46
8. WBC 18.300
9. RBC 4.790.000
10.HB 16
11.HCT 46,8

d. Tanggal 1-01-2021
1.SGOT 23
2.SGPT 10
3.Bil.direk 1,07
4.Bil.total 16,7
5.Balance cairan tanggal 02-01-2021
6.Intake = 437,5 ml
7.Output = 327,5 ml
8.BC = 437,5-(327,5+(2,4x16)
9.= 437,5-365,9
10.= +71,6 cc

G. TERAPI DOKTER
Tanggal 02-01-2021
1.Fototerapi H-3
2.ASI 12x5cc
3.D 12,5% 225cc
4.Aminosteril 112,5cc
5.Nacl 3cc
6.KCL7,4% 3cc
7.Ca glukonas 6cc
8.Lipid 20cc
9.Albumin 20% 8cc
10.Injeksi meropenem 3x100mg
11.Injeksi amikasin 1x18mg
12.p/o Phenobarbital 2x5mg

H. ANALISA DATA

NO. TANDA DAN GEJALA MASALAH


1. DS:- Bersihan jalan nafas
DO: tidak efektif
1.Terlihat secret di mulut dan ETT berhubungan dengan
2.Bayi lemah bayi terpasang ETT
3.Ronchi(+)/(+)
4.RR:60x/menit
5.Retraksi dada (+)
6.Terpasang ETT SIMV
BPM 35 PEEP 5 PIP 18 Fio2 40% saturasi
96%

47
2. DS:- PK hiperbilirubinemia
DO:
1.Ikterus diseluruh tubuh
2.Sklera ikterus
3.Usia gestasi 35 minggu
4.Usia koreksi 37 minggu
5.Sudah terpasang double fototerapi hari ke-
3
6.Hasil laboratorium tanggal 30-12-2020
Bil. Direk 1,07mg/dL
Bil.total 16,70mg/dL

3. DS:- Resiko kekurangan


DO: cairan sehubungan
 Terpasang double fototerapihari ke-3 dengan peningkatan
 TTV IWL efek dari
S:38,3 c fototerapi
HR:180
RR:60
 Bayi lemah
 Mukosa bibir kering
 Input =437,5cc
 Output =327,5cc
 Produksi urin=5,6cc/kgBB/jam
 BC +71,6cc

I. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO DX TUJUAN DAN INTERVENSI


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
1 Bersihan jalan Tujuan:setelah dilakukan a. Observasi tanda-
nafas tidak efektif asuhan keperawatan 2 tanda vital
berhubungan jam tidak ada secret b. Observasi adanya
dengan bayi KH: secret di mulut dan
terpasang ETT  Sekret bersih ETT
 Ronchi(-) c. Lakukan fisioterapi
 Retraksi dada(-) dada
 Bayi tenang d. Lakukan
 TTV dalam batas penghisapan lendir
normal dengan teknik
S:36,5-37,5⁰C aseptik
e. Lakukan broncial

48
HR:120-160x/menit washing bila
RR:40-60x/menit diperlukan
Saturasi stabil(88-92%) f. Lakukan pengisian
chamber tiap 2-4
jam
g. Observasi suhu
humidifier tiap 2-4
jam
2 PK Tujuan:setelah dilakukan 1. Pasang fototerapi
hiperbilirubinemia asuhan keperawatan 2. Observasi efek
3x24jam kadar bilirubin fototerapi
total normal 3. Observasi TTV
KH: 4. Monitor tanda-tanda
d. Hasil bilirubin kern ikterus
menunjukkan 5. Kolaborasi dengan
normal(<5mg/dL) dokter untuk
e. Sklera tidak tampak pemeriksaan
ikterus laboratorium
f. Badan sudah tidak 6. Observasi warna
ikterus ikterus pada kulit
g. Bayi tidak dan sklera
kejang(kern ikterus)
3 Resiko Tujuan:setelah dilakukan 3. Monitor tanda-tanda
kekurangan cairan asuhan keperawatan vital
sehubungan 1x24jam bayi tidak 4. Beri nutrisi
dengan kekurangan cairan parenteral sesuai
peningkatan IWL KH: program terapi
efek dari 4. TTV dalam batas 5. Beri minum asi
fototerapi normal sesuai program
10. S:36,5-37,5⁰C 6. Ukur intake dan
11. HR:120- output cairan
160x/menit 7. Atur suhu inkubator
12. RR:40- sesuai NTE
60x/menit 8. Timbang berat
5. BC tidak defisit badan
6. Produksi urine 9. Hitung balance
1-3cc/kgBB/jam cairan
7. BB tidak turun
8. Bayi tenang
9. Mukosa bibir lembab

J. PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN

Dx
Tgl. Tindakan Keperawatan Evaluasi
Keperawatan
2/10 1 i. Mengobservasi tanda-tanda S:-

49
vital O:
 Jam 08.00  sekret bersih
13. S:38,3⁰C  ronchi(-)
14. RR:60x/menit  bayi tenang
15. HR180x/menit  TTV
16. Spo2:96% S:38,1
7. Jam 10.00 HR:180x/menit
17. S:38,1⁰C RR:60x/menit
18. HR:180x/menit Spo2:96%
19. RR:60x/menit A : Masalah teratasi
20. Spo2:96% P :-
j. Melakukan fisioterapi dada
k. Melakukan penghisapan
lendir dari ETT kemudian
mulut dan hidung dengan
teknik aseptik(sekret
kental,warna kuning)
l. Mengobservasi secret
a. Jam 10.00
secret bersih ,ronchi(-)
m. Melakukan pengisian camber
b. Jam 08.00
chamber diisi sampai batas
air
n. Mengobservasi suhu
humidifier
c. Jam 08.00
suhu humidifier 35.6
d. Jam 10.00
suhu humidifier 35,7

2 5. Melakukan observasi efek S:-


fototerapi:tidak tampak O:
kemerahan pada kulit,tidak - k/u:lemah
ada ruam popok - Terpasang double
6. Mengobservasi TTV fototerapi
Terpasang ETT SIMV BPM - TTV
35 PEEP 5 PIP 18 Fio2 40% S:37⁰C
e. Jam 08.00 HR:141x/menit
21. S:38,3⁰C RR:40x/menit
22. HR:180x/menit Spo2:97%
23. RR:60x/menit - Hasil
24. Spo2:96% laboratorium
f. Jam 10.00 33.
25. S:38,1⁰C mg/dL
26. HR:180x/menit 34.

50
27. RR:60x/menit mg/dL
28. Spo2:96% - Masih terlihat
g. Jam 12.00 ikterus di seluruh
29. S:37⁰c tubuh dan sklera
30. HR:141x/menit A : Masalah belum
31. RR:40x/menit teratasi
32. Spo2:97% P : Lanjutkan
7. Memonitor adanya tanda- intervensi
tanda kern ikterus:bayi tidak 1,2,3,4,5,6
kejang,bayi tidak muntah,UU
tidak tegang,gerak bayi lemah
8. Mengambil sample darah
untuk pemeriksaan billirubin
9. Melakukan observasi warna
kulit,kulit masih tampak
ikterus seluruh tubuh.
3 1. Mengobservasi TTV S:-
Terpasang ETT SIMV BPM O:
35 PEEP 5 PIP 18 Fio2 40%  TTV
5. Jam 08.00 S:37⁰C
35. S:38,3⁰C HR:141x/menit
36. HR:180x/menit RR:40x/menit
37. RR:60x/menit Spo2:97%
38. Spo2:96%  Suhu inkubator
6. Jam 10.00 32,5
39. S:38,1⁰C  Mukosa kering
40. HR:180x/menit  Bayi tenang
41. RR:60x/menit A : Masalah belum
42. Spo2:96% teratasi
7. Jam 12.00 P : Lanjutkan
43. S:37⁰C intervensi
44. HR:141x/menit 1,2,3,4,5,6
45. RR:40x/menit
46. Spo2:97%
2. Menurunkan cairan parenteral
sesuai terapi
3. Memberi minum
8. Jam 08.00
47. ASI 5cc lewat OGT
9. Jam 10.00
48. ASI 5cc lewat OGT
10. Jam 12.00
49. ASI 5cc lewat OGT
4. Mengganti popok,
11. Jam 08.00
50. Popok ditimbang 60 ml

51
5. Mngatur suhu inkubator yaitu
32,5⁰C
6. Menimbang berat badan
12. Jam 08.00
51. BB: 2400 gram
3/10 2 1. Melakukan observasi efek S:-
fototerapi:tidak tampak O:
kemerahan pada kulit,tidak - k/u:lemah
ada ruam popok - Terpasang double
2. Mengobservasi TTV fototerapi
Terpasang ETT SIMV BPM - TTV
35 PEEP 5 PIP 17 Fio2 30% S:37⁰C
13. Jam 08.00 HR:144x/menit
52. S:36,6⁰C RR:50x/menit
53. HR:140x/menit Spo2:98%
54. RR:50x/menit - Masih terlihat
55. Spo2:95% ikterus di seluruh
14. Jam 10.00 tubuh dan sklera
56. S:37⁰C A : Masalah belum
57. HR:140x/menit teratasi
58. RR:50x/menit P : Lanjutkan
59. Spo2:96% intervensi
15. Jam 12.00 1,2,3,4,5,6
60. S:37⁰C
61. HR:144x/menit
62. RR:50x/menit
63. Spo2:98%
3. Memonitor adanya tanda-
tanda kern ikterus: bayi tidak
kejang, bayi tidak muntah,UU
tidak tegang,gerak bayi lemah
4. Melakukan observasi warna
kulit,kulit masih tampak
ikterus seluruh tubuh.
3 12.Mengobservasi TTV S:-
Terpasang ETT SIMV BPM O:
40 PEEP 5 PIP 17 Fio2 30%  TTV
- Jam 08.00 S:37
64. S:36,6⁰C HR:144
65. HR:140x/menit RR:50
66. RR:50x/menit Spo2:98%
67. Spo2:95%  Suhu inkubator
- Jam 10.00 32,5
68. S:37⁰C  Balance cairan
69. HR:140x/menit tidak
70. RR:50x/menit defisit(BC=+71,6

52
71. Spo2:96% )
- Jam 12.00
72. S:37⁰C  Berat badan tidak
73. HR:144x/menit turun(2400 gram)
74. RR:50x/menit A : Masalah teratasi
75. Spo2:98% P :-
13. Menurunkan cairan
parenteral sesuai terapi
14. Memberi minum
- Jam 08.00
76. ASI 5cc lewat OGT
- Jam 10.00
77. ASI 5cc lewat OGT
- Jam 12.00
- ASI 5cc lewat OGT
15. Mengganti popok,
- Jam 08.00
78. popok ditimbang 75 ml
5. Mngatur suhu inkubator yaitu
32,5 c
6. Menimbang berat badan
- Jam 08.00
79. BB: 2400 gram
7. Menghitung balance cairan
BC=+71,6
Produksi
urin=5,6cc/kgBB/jam
4/10 2 1. Melakukan observasi efek S:-
fototerapi:tidak tampak O:
kemerahan pada kulit,tidak - k/u:lemah
ada ruam popok - terpasang double
2. Mengobservasi TTV foto terapi
Terpasang ETT SIMV BPM - TTV
40 PEEP 5 PIP 17 Fio2 30% S:37⁰C
- Jam 08.00 HR:160x/menit
80. S:36,6⁰C RR:40x/menit
81. HR:160x/menit Spo2:94%
82. RR:45x/menit - Di ekstremitas
83. Spo2:95% atas dan bawah
- Jam 10.00 sudah tidak
84. S:36,7⁰C tampak ikterus
85. HR:160x/menit - Tidak ada
86. RR:45x/menit kemerahan di
87. Spo2:96% kulit
- Jam 12.00 A : Masalah belum
88. S:37⁰C teratasi

53
89. HR:160x/menit P : Lanjutkan
90. RR:50x/menit intervensi
91. Spo2:94% 1,2,3,4,5,6
3. Memonitor adanya tanda-
tanda kern ikterus:bayi tidak
kejang,bayi tidak muntah,UU
tidak tegang,gerak bayi lemah
4. Melakukan observasi warna
kulit,kulit di ekstremitas
bawah dan atas tidak tampak
ikterus.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin di dalam
darah. (Wong, 2003 : 432). Peningkatan kadar bilirubin serum
dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah dari bilirubin yang tidak
terkonjugasi dari usus kecil, yang ditandai dengan joundice pada kulit,
sklera mukosa, dan urine. (Mitayani, 2012 : 191). Hiperbilirubin adalah
meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari
normal. (Suriadi dan Rita, 2001 : 143).

4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini dapat di pergunakan untuk mempelajari
tentang hiperbilirubinemia dan dapat meningkatkan tingkat pengetahuan
dan suhan keperawatan dalam perawatan bayi de ngan hiperbilirubinemia.
Dan pembaca dapat mencari lebih luas lagi wawasan tentang
hiperbilirubinemia.

54
55

Anda mungkin juga menyukai