S DENGAN
GANGGUAN TERMOREGULASI: HIPERBILIRUBINEMIA
N
OLEH :
SWASTI TELAUMBANUA
NPM : 200202059
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Salah satu penyebab kematian bayi luar kandungan adalah hiperbilirubin,
dimana hiperbilirubin merupakan salah satu fenomena klinis yang paling
sering ditemukan pada bayi baru lahir dalam minggu pertama dalam
kehidupannya. Insiden hiperbilirubinemia di Amerika 65%, Malaysia
75%, Indonesia 51,47 % (Putri dan Mexitalia, 2014). 2 Berdasarkan data
Riset Kesehatan dasar (Riskerdas, 2015) menunjukkan angka
hiperbilirubin pada bayi baru lahir di Indonesia sebesar 51,47%, di
Sumatra Barat 47,3% dengan faktor penyebabnya antara lain Asfiksia
51%, BBLR 42,9%, Sectio Cesaria 18,9%, Prematur 33,3%, kelainan
kongenital 2,8%, sepsis 12%.
1.2. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami dan memberikan asuhan keperawatan pada
anak dengan gangguan termoregulasi hiperbilirubinemia.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak
dengan gangguan termoregulasi hiperbilirubinemia.
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada anak
dengan gangguan termoregulasi: hiperbilirubinemia.
c. Mahasiswa mampu merancang intervensi keperawatan pada anak
dengan gangguan termoregulasi hiperbilirubinemia.
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada
anak dengan gangguan tidur hiperbilirubinemia.
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada anak
engan gangguan termoregulasi hiperbilirubinemia.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Ikterik
Ikterik berhubungan Penyakit
Ikterik ASI
fisiologis dengan hemolitik
menyusui ASI
Penyebab Fungsi Masukan susu Faktor-faktor Ketidakcocokan
hepatik yang buruk yang mungkin antigen darah
imatur berhubungan terdapat dalam menyebabkan
ditambah dengan ASI yang hemolisis
4
peningkatan sedikitnya memecahkan sejumlah besar
beban kalori yang bilirubin SDM
bilirubin dari dikonsumsi menjadi Hati tidak mampu
hemolisis oleh bayi bentuk lemak mengkonjugasi
SDM sebelum ASI yang dapat dan
terbentuk larut, yang mengekskresikan
direabsorpsi kelebihan
dari usus bilirubin dari
Defekasi hemolisis
kurang sering
Awitan Setelah 24 Hari kedua- Hari keempat- Selama 24 jam
jam (bayi ketiga kelima pertama
prematur,
lebih lama)
Puncak 72 jam Hari kedua- Hari Bervariasi
ketiga kesepuluh-
kelimabelas
Durasi Menurun Dapat tetap
pada hari ke ikterik selama
lima sampai beberapa
ke tujuh minggu
Terapi Fototerapi Sering Penghentian Pasca natal-
bila kadar menyusu ASI ASI sementara fototerapi, bila
bilirubin Suplemen sampai 24 jam hebat, transfusi
meningkat kalori untuk tukar
terlalu cepat Fototerapi menentukan Pra natal-transfusi
untuk bilirubin penyebab; bila (janin)
18-20 mg/dl kadar bilirubin Pencegahan
menurun, ASI sensitisasi
dapat diminum (ketidakcocokan
lagi Rh) dari ibu Rh
Dapat meliputi negatif dengan
5
fototerapi di RhoGAM
rumah dengan
pemberian ASI
tanpa
gangguan
2. Anatomi Fisiologi
Hati, yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai sebuah
pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, dan
mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam
metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini
karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus
gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau mentransformasikan
semua nutrien ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan di bagian lain
dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati merupakan organ yang
penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan protein.
Hati membuat dan mengeksresikan empedu yang memegang peranan
utama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam traktus
gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran
darah dan mengeksresikannya ke dalam empedu. Empedu yang dihasilkan
oleh hati akan disimpan untuk sementara waktu dalam kandung empedu
(vesika velea) sampai kemudian dibutuhkan untuk proses pencernaan;
pada saat ini, kandung empedu akan mengosongkan isinya dan empedu
memasuki intestinum (usus). (Brunner Suddart, 2001 : 1150).
3. Ekskresi Bilirubin
6
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh
sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel Kupffer dari
hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi
kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang
membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam larutan yang encer. Bilirubin
terkonjugasi disekresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu di
dekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum.(Brunner &
Suddart, 2001 : 1152).
4. Metabolisme Bilirubin
7
transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat
patologis.
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada
neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada
neonatus. Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus
dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari
degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau
eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan
proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau
bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak,
karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah
melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin
bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke
hepar.
Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh
reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada
dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z
dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati,
tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang
kemudian menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat
larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal.
Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus
hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi
urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus
sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses
absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek
pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya
proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena
8
tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek
(80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar
bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke
5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin
pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang
dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan.
Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan
karenanya disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila
produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun
sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang
berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misal
kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.
9
Eritrosit
Hemoglobin
Hem Globin
Melalui hati
Bilirubin direk
diekskresi ke kandung
empedu
Melaui Duktus
Billiaris
Kandung empedu ke
duodenum
Bilirubin direk
diekskresi melalui
urine dan feses
(http://ebookbrowse.com/askep-bayi-hiperbilirubinemia-doc-d443563044)
5. Etiologi
10
Etiologi pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :
6. Manifestasi Klinik
11
10. Opistotonus.
11. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
(Mitayani, 2012 : 192)
7. Patofisiologi
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih
dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).
(http://ebookbrowse.com/askep-bayi-hiperbilirubinemia-doc-d443563044)
12
8. Pathway
13
9. Klasifikasi
14
- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh,
atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar
Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
- Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih
mungkin.
- Polisetimia.
- Hemolisis perdarahan tertutup (pendarahan subaponeurosis,
pendarahan Hepar, sub kapsula dll).
15
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
1. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir. Hasil positif tes Coomb
indirek menandakan adanya antibodi Rh-positif, anti-A, atau anti-B
dalam darah ibu. Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan
adanya sentisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah merah dari
neonatus.
2. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
3. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-
1,5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek
(tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam
16
24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan
atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).
4. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan
kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.
5. Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari
14 g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih
besar dari 65 %) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45 %)
dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6. Glukosa : kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45 % glukosa darah
lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40
mg/dl bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan
simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
7. Daya ikat karbon dioksida. Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
8. Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin seru.
9. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan
produksi SDM dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan
dengan penyakit Rh.
10. Smear darah perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur,
eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas
ABO.
11. Tes Betke-Kleihauer: evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit
janin.
11. Komplikasi
1. Ikterik ASI.
2. Kernik ikterus (bilirubin ensefalitis).
Menghilangkan bilirubin yang terkontaminasi, menggantikan faktor
koagulasi pada kernik ikterus, menghilangkan antibodi (Rh, ABO), dan
17
hemolisis yang menghasilkan sel darah merah, serta tersensititasi dari sel
darah merah dilakukan dengan cara berikut ini.
a. Menghilangkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme
bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada keadaan
hipoglikemia) atau menambahkan bahan untuk memperbaiki
transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan albumin
dilakukan walaupun tidak terdapat hipoalbuminemia, tetapi perlu
diingat adanya zat-zat yang merupakan kompetitor albumin yang juga
dapat mengikat bilirubin (misalnya sulfonamid atau obat-obatan
lainnya).
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstrasi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan kadar
bilirubin plasma meningkat, ini tidak berbahaya karena bilirubin
tersebut berada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan
dalam dosis yang tidak melebihi 1 gram/kgBB sebelum maupun
sesudah tindakan transfusi untuk mengganti darah.
b. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral
dini.
c. Fototerapi
Ikterus klinis dan hiperbilirubinemia indirek berkurang pada
perpanjangan cahaya yang berintensitas tinggi pada spektrum yang
dapat dilihat. Bilirubin menyerap cahaya secara maksimal pada kisaran
biru (dari 420-470 mm). Cahaya putih yang berspektrum luasan
berwarna biru (super). Spektrum sempit khusus dan hijau efektif
menurunkan kadar bilirubin dapat memengaruhi foto reaksi bilirubin
yang terikat oleh albumin. Bilirubin dalam kulit menyerap energi
cahaya yang dengan foto isomerisasi mengubah bilirubin (-42 sampai
dengan -15) tak terkonjugasi alamiah yang bersifat toksik menjadi
isometer konfigurasi terkonjugasi, yaitu bilirubin (-42 sampai -15e).
Foto terapi mengubah bilirubin alamiah melalui suatu reaksi yang
18
menetap pada ismer bilirubin struktural yang diekskresi oleh ginjal
pada keadaan yang tidak terkonjugasi.
Indikasi tranfusi untuk mengganti darah bayi dapat dilakukan pada
keadaan berikut ini :
1. Hidrops.
2. Adanya riwayat penyakit berat.
3. Adanya riwayat sensitisasi.
1. Mengoreksi anemia.
2. Menghentikan hemolisis.
3. Mencegah peningkatan bilirubin.(Mitayani, 2012 : 193)
12. Penatalaksanaan
a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian
fenobarbital. Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan
membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin
yangberarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-
kira 2 hari sebelum melahirkan.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya : pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas.
Albumin dapat diganti dengan plasma dosis 15 – 20 ml/kgbb.
Pemebrian glukosa perlu untuk kojugasi hepar sebagai sumber energi.
c. Melakukan dekompensasi bilirubin dengan fototerapi
Terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg
%. Terapisinar menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa
tetrapirol yang sulitlarut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah
larut dalam air dan dikeluarkan melalui urin, tinja, sehingga kadr bilirubin
menurun. Selain itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian
konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan
19
menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus
sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama
feses.
20
Komplikasi terapi sinar :
21
2.2. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
HIPERBILIRUBINEMIA
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
- Mungkin pucat, menandakan anemia.
- Bertempat tinggal di atas ketinggian 5000 ft.
c. Eliminasi
- Bising usus hipoaktif.
- Pasase mekonium mungkin lambat.
- Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
- Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
d. Makanan/cairan
- Riwayat pelambatan/makan oral buruk, lebih mungkin disusui
daripada menyusu botol.
- Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
e. Neurosensori
- Sefalhematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran
ekstraksi vakum.
- Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada
dengan inkompatibilitas Rh berat.
- Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat.
- Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol,
menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
f. Pernapasan
- Riwayat asfiksia.
- Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi
pulmonal).
22
g. Keamanan
- Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus.
- Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan
intrakranial.
- Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada
bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
sebagai efek samping fototerapi.
h. Seksualitas
- Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar usia gestasi
(LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
- Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stres dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
- Terjadi lebih sering pada pria daripada bayi wanita.
2. Diagnosis Keperawatan
1. Cedera, risiko tinggi terhadap keterlibatan sistem saraf pusat
berhubungan dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia,
asidosis, hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
2. Cedera, risiko tinggi terhadap efek samping tindakan fototerapi
berhubungan dengansifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek
mekanisme regulasi tubuh.
3. Cedera, risiko tinggi terhadap komplikasi dari transfusi tukar
berhubungan dengan prosedur invasif, profil darah abnormal,
ketidakseimbangan kimia.
4. Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang
pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber informasi
dibuktikan dengan pernyataan masalah/kesalahan konsep, meminta
informasi, ketidaktepatan mengikuti instruksi.
5.
23
3. Intervensi
1. Cedera, risiko tinggi terhadap keterlibatan sistem saraf pusat
berhubungan dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia,
asidosis, hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
Kriteria hasil :
- Menunjukan kadar bilirubin indirek di bawah 12 mg/dl pada bayi
cukup bulan pada usia 3 hari.
- Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
- Bebas dari keterlibatan SSP
24
Perhatikan penggunaan ekstrator Resorpsi darah yang terjebak pada
vakum untuk kelahiran. Kaji bayi jaringan kulit kepala janin dan hemolisis
terhadap adanya sefalohematoma dan yang berlebihan dapat meningkatkan
ekimosis atau petekie yang jumlah bilirubin yang dilepaskan dan
berlebihan. menyebabkan ikterik.
Mulai pemberian makan oral awal Keberadaan flora usus yang sesuai
dalam 4 sampai 6 jam setelah untuk pengurangan bilirubin terhadap
kelahiran, khususnya bila bayi diberi urobilinogen; turunkan sirkulasi
ASI. Kaji bayi terhadap tanda – tanda enterohepatik bilirubin (melintasi hepar
hipoglikemia. Dapatkan kadar dengan duktus venosus menetap); dan
Dextrostix, sesuai indikasi. menurunkan resorpsi bilirubin dari usus
dengan meningkatkan pasase
mekonium. Hipoglikemia memerlukan
penggunaan simpanan lemak untuk
asam lemak pelepas energy, yang
bersaing dengan bilirubin untuk bagian
25
ikatan pada albumin.
Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan Hipoproteinemia pada bayi baru lahir
prenatal; perhatikan kemungkinan dapat mengakibatkan ikterik. Satu gram
hipoproteinemia neonates, khususnya albumin membawa 16 mg bilirubin
pada bayi praterm. tidak terikat (indirek), yang dapat
melewati barier darah – otak.
26
kehidupan, mempengaruhi hanya 1% -
2% bayi menyusu. ASI dari banyak
wanita dianggap mengandung enzim
(pregnanidiol) yang menghambat
glukoronil transferase 9enzim hepar
yang berkonjugasi dengan bilirubin),
atau mengandung beberapa kali
konsentrasi ASI normal dari asam
lemak bebas tertentu, yang juga
dianggap menghambat konjugasi
bilirubin. Ikterik patologis tampak
dalam 24 jam pertama kehidupan dan
lebih mungkin menimbulkan
perkembangan kernikterus / ensefalopati
bilirubin.
27
serebral atau retardasi mental.
Evaluasi bayi terhadap pucat, edema Tanda – tanda ini mungkin berhubungan
atau hepatomegali. dengan hidrops fetalis, inkompatibilitas
Rh, dan pada hemolisis uterus SDM
janin.
Kolaborasi
Tes Coombs darah tali pusat Hasil positif dari tes Coombs indirek
direk / indirek. menandakan adanya antibodi (Rh-
28
positif atau anti-A atau anti-B) pada
adarah ibu dan bayi baru lahir; hasil
positif tes Coombs indirek menandakan
adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A
atau anti-B) SDM pada neonatus.
29
uterus serta menyebabkan hemolisis,
edema, dan pucat.
30
kebutuhan dengan pemompa payudara terjadi ikterus. Namun, mencerna
dan memulai lagi menyusui. formula meningkatkan motilitas
gastrointestinal dan ekskresi feses dan
pigmen empedu, dan kadar bilirubin
serum mulai turun dalam 48 jam setelah
penghentian menyusui.
31
BBL akan :
- mempertahankan suhu tubuh dan keseimbangan cairan dalam batas
normal.
- Bebas dari cedera kulit/ jaringan.
- Mendemonstrasika pola interaksi yang di harapkan.
- Menunjukan penurunan kadar bilirubin serum.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Perhatikan adanya/ perkembangan bilier Fototerapi dikontraindikasikan pada
atau obstruksi usus. kondisi ini karena fotoisomer bilirubin
yang di produksi dalam kulit dan
jaringan subkutan dengan pemajanan
dalam terapi sinar tidak dapat siap
diekskresikan.
32
maksimal. (catatan: penggunaan
selimut fiberoptik yang di sambungkan
ke illuminator [sumber sinar]
memungkinkan bayi “terbungkus”
dalam sinar terpeutik tanpa resiko pada
kornea. Selain itu, bayi dapat di
gendong dan di beri makan tanpa
perhentian terapi).
Pantau kulit neonatus dan suhu inti Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi
setiap 2 jam atau lebih sering sampai sebagai respons terhadap pemajanan
stabil (misal, suhu aksila 97,8ºF, suhu sinar, radiasi, dan konveksi.
rektal 98,9ºF). Aur suhu
inkubator/isolette dengan tepat.
33
Ubah posisi bayi setiap 2 jam. Memungkinkan pemajanan seimbang
dari permukaan kulit terhadap sinar
fluoresen, mencegah pemajanan
berlebihan dari bagian tubuh individu,
dan membatasi area tertekan.
Perhatikan warna dan frekuensi defekasi Defekasi encer, sering dan kehijauan
dan urin. serta urin kehijauan menandakan
keefektifan fototerapi dengan
pemecahan dan ekskresi bilirubin.
34
berinteraksi dengan bayi dalam ruang mengatasi penyimpangan sensori.
perawatan diantara pemberian makan. Fototerapi intermiten tidak secara
negatif mempengaruhi proses foto-
oksidan.
Evaluasi penampilan kulit dan urin, Efek samping tidak umum dari
perhatikan warna hitam kecoklatan. fototerapi meliputi perubahan pigmen
menyolok (sindrom bayi bronze), yang
dapat terjadi bila kadar bilirubin
terkonjugasi meningkat. Perubahan
dalam warna kulit dapat berakhir
selama 2-4 bulan, tetapi tidak
berkenaan dengan gejala sisa
berbahaya.
Kolaborasi
35
mencegah foto-oksidan lanjut
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Perhatikan kondisi tali pusat bayi Pencucian mungkin perlu untuk
sebelum transfusi bila vena umbilikal melunakkan tali pusat dan vena
digunakan. Bila tali pusat kering, umbilikus sebelum transfusi untuk akses
berikan pencucian saline selama 30-60 I.V. dan memudahkan pasase kateter
menit sebelum prosedur. umbilikal.
36
lambung. prosedur.
Jamin kesegaran darah (tidak lebih dari Darah yang lama lebih mungkin
2 hari usianya). Darah yang diberi mengalami hemolisis, karenanya
heparin lebih disukai. meningkatkan kadar bilirubin. Darah
yang diberi heparin selalu baru, tetapi
harus dibuang bila tidak digunakan
dalam 24 jam.
Pantau tekanan vena, nadi, warna dan Membuat nilai data dasar,
37
frekuensi pernapasan/kemudahan mengidentifikasi potensial kondisi tidak
sebelum, selama transfusi. Lakukan stabil (mis; apnea atau disritmia atau
penghisapan bila diperlukan. henti jantung), dan mempertahankan
jalan napas. (Catatan : Bradikardia dapat
terjadi bila kalsium diinjeksikan terlalu
cepat).
38
SDM kemasan dapat mendahului
pertukaran penuh. Penurunan kadar
setelah transfusi menandakan kebutuhan
terhadap transfusi kedua.
39
bila darah segar tidak digunakan dan
hepar bayi tidak dapat
memetabolismesitrat yang digunakan
sebagai antikogulan, atau bila darah
donor melanjutkan glikolisis anaerobik,
daengan produksi asam metabolit.
Berikan albumin sebelum transfusi bila
diindikasikan. Meskipun masih kontroversial,
pemberian albumin dapat meningkatkan
ketrsediaan albumin untuk berikatan
denngan bilirubin, karenanya
menurunkan kadar bilirubin serum
sirkulasi yang bebas. Albumin sintesis
tidak dianggap meningkatkan
ketersediaan bagian ikatan.
Berikan obat-obatan, sesuai indikasi:
Kalsium glukonat 5 %. Dari 2 sampai 4 ml kalsium glukonat
dapat diberikan setelah setiap 100 ml
pengifusan darah untuk memperbaiki
hipokalsemia dan meminimalkan
kemungkinan iritabilitas jantung.
(catatan: beberapa kontroversi ada
dalam hal tujuan dan keefektifan praktik
ini.)
Natrium bikarbonat.
Memperbaiki asidosis.
Protamin sulfat.
Mengimbangi efek-efek antikoagulan
dari darah yang di beri heparin.
40
4. Kurang pengetahuan [kebutuhan belajar], mengenai kondisi,
prognosis, dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang
pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber informasi
dibuktikan dengan pernyataan masalah/kesalahan konsep, meminta
informasi, ketidaktepatan mengikuti instruksi.
Kriteria hasil:
- Mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan
kemungkinan hasil hiperbilirubinemia.
- Mendemonstrasikan perawatan bayi yang tepat.
TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
Mandiri :
Berikan informasi tentang tipe-tipe Memperbaiki kesalahan konsep,
ikterik dan faktor-faktor patofisiologis meningkatkan pemahaman, dan
dan implikasi masa datang dari menurunkan rasa takut dan perasaan
hiperbilirubinemia. Anjurkan untuk barsalah. Ikterik neonatus mungkin
mengajukan pertanyaan; tegaskan atau fisiologis, akibat ASI, atau patologis,
perjelas informasi sesuai kebutuhan. dan protokol perawatan tergantung pada
penyebabnyadan faktor pemberat
41
dari ikterik fisiologis ringan atau mengembangkan kerja sama mereka
sedang, termasuk peningkatan bila bayi dipulangkan. Informasi
pemberian makan, pemajanan langsung membantu orangtua melaksanakan
pada sinar matahari, dan program penatalaksanaan dengan aman dan tepat
tindak lanjut tes serum. dan mengenali pentingnya semua aspek
program penatalaksanaan.
42
program fototerapi di rumah bila perlu. dan pendidikan memerlukan
penggunaan perawat berkunjung untuk
memantau program foto terapi di
rumah.
Buat pengaturan yang tepat untuk tes Tindakan dihentikan bila konsentrasi
tindak lanjut dari bilirubin serum pada bilirubin serum turun di bawah 14
fasilitas laboratorium. mg/dl, tetapi kadar serum harus di
periksa ulang dalam 12-24 jam untuk
mendeteksi kemungkinan
hiperbilirubinemia berbalik.
4. Implementasi
5. Evaluasi
a. Cedera terhadap keterlibatan sistem saraf pusat tidak terjadi.
b. Cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi dapat dicegah.
c. Cedera terhadap komplikasi dari transfusi tukar tidak terjadi.
d. Pengetahuan klien bertambah.
43
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. DATA BAYI
Nama bayi : By.ny.S
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal masuk RS : 22 Desember 2020
Tanggal pengkajian : 02 Januari 2021
Waktu pengkajian : 08.00
Nama Ayah/Ibu : Tn.S/Ny.S.U
Pendidikan Ayah/Ibu : SD/SMP
Pekerjaan Ayah/Ibu : Wiraswasta/IRT
Usia Ayah/Ibu : 40 thn/25 thn
Alamat Rumah : Jl.Amal Luhur Gang Kamboja
Diagnosa Medis : NP/BBLR/SMK/PNEMONIA
B. RIWAYAT ANTENATAL
- Hamil ke-3 G3P20001 35 minggu THIU+letsu+HT kronik+PEB+BSC
U>35Thn
- Aktivitas selama hamil tidak pernah melakukan pekerjaan yang berat, hanya
melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak,menyapu dan mencuci.
- Selama hamil ibu kontrol rutin ke dokter kandungan.
- Selama hamil ibu diberi obat obatan (vitamin,penambah darah,kalsium).
- Selama hamil ibu tidak pernah ada keluhan.
N Jenis BB
Lahir UK Penolong Tempat L/P Komplikasi
o Persalinan lahir
44
40
1 2000 Spontan bidan BPS L 3300 -
mgg
2 35 SC(tensi 2800
2011 SPOG RB P -
mgg tinggi)
35 RSUD
3 2015 SC SPOG P 2400 -
mgg Soetomo
C. RIWAYAT NATAL
Ibu melahirkan di OK
Usia kehamilan 35-36 minggu
Bayi lahir tanggal 22-Desember -2020 jam 16.45
Bayi lahir SC atas indikasi letsu+HT+PEB+BSC U >35 Th
Bayi lahir tidak menangis,tonus otot lemah HR100 ketuban jernih bayi
dibungkus plastik,VTPaktif→bayi mulai merah menangis
lemah(merintih)terpasang nasal CPAP transport AS 1-3-5-7
ANTROPOMETRI
BBL : 2400 gram
PBL : 50 cm
Lingkar kepala:30 cm
Lingkar dada:30 cm
D. RIWAYAT POSTNATAL
Bayi dirawat di inkubator dengan suhu inkubator 33⁰ C.
Terpasang ETT ventilator dg mode SIMV BPM 40 PIP 17 PEEP 5 FiO2
30% saturasi 98%.
Bayi tampak ikterus seluruh tubuh,terpasang double fototerapi sejak tanggal
22-12-2020.
*Tanda-tanda vital :
a. S:38,3⁰C
b. HR:180x/menit
c. RR:50x/menit
*Pemeriksaan fisik :
- Kulit : Ikterus/kuning pada seluruh tubuh,tanda lahi(-)
pembengkakan (-).
- Kepala : Rambut hitam tipis, tidak ada lesi, sutura terlihat.
45
- Mata : Sklera ikterus,konjungtiva merah muda.
- Hidung : Tidak terdapat pernafasan cuping hidung, lubang
hidung 2, ada secret warna kuning kental.
- Mulut : Bibir merah kering,tidak ditemukan
stomatitis,mukosa bibir kering,terpasang
OGT,terpasang ETT SIMV BPM 35 PEEP 5 PIP
18 Fio2 40%, saturasi 96%,ada secret di ETT dan
mulut.
- Telinga : Lubang telinga simetris.
- Leher : Bersih tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.
- Thorax : Simetris,tarikan intercosta(+)retraksi dada(+)RR
60x/menit,ditemukan suara ronchi(+)/(+).
- Cardio : HR 180x/menit.
- Abdomen : Simetris,tidak ada lesi,terdapat bising
usus5x/menit.
- Umbilikus : Talipusat kering,tidak terjadi perdarahan,tidak
terjadi infeksi.
- Genetalia : Labia mayora sudah menutupi labia minora.
- Anus : Tidak ada lesi,warna feses kuning kehijauan,tidak
ada ruam popok di perianal.
- Ekstremitas atas : Akral hangat, jari 5/5,gerak kurang
aktif,terpasang infus ditangan kanan dan kiri.
- Ekstremitas bawah : Akral hangatgerak kurang aktif,terdapat luka di
kaki kanan.
REFLEK
1.Reflek moro : Ketika ada suara agak keras bayi kurang
merespon/diam saja
2.Reflek suckling : Belum terkaji
3.Reflek grasping : Bayi dapat menggenggam tapi emah
4.Reflek tonick nect : Ketika perawat membuat gerakan/suara disekitar
pasien,pasien kurang merespon
5.Reflek babinsky : Jika disentuh kakinya oleh perawat,pasien akan
menarik kakinya keatas
6.Reflek menelan : Belum terkaji
46
8. WBC 18.300
9. RBC 4.790.000
10.HB 16
11.HCT 46,8
d. Tanggal 1-01-2021
1.SGOT 23
2.SGPT 10
3.Bil.direk 1,07
4.Bil.total 16,7
5.Balance cairan tanggal 02-01-2021
6.Intake = 437,5 ml
7.Output = 327,5 ml
8.BC = 437,5-(327,5+(2,4x16)
9.= 437,5-365,9
10.= +71,6 cc
G. TERAPI DOKTER
Tanggal 02-01-2021
1.Fototerapi H-3
2.ASI 12x5cc
3.D 12,5% 225cc
4.Aminosteril 112,5cc
5.Nacl 3cc
6.KCL7,4% 3cc
7.Ca glukonas 6cc
8.Lipid 20cc
9.Albumin 20% 8cc
10.Injeksi meropenem 3x100mg
11.Injeksi amikasin 1x18mg
12.p/o Phenobarbital 2x5mg
H. ANALISA DATA
47
2. DS:- PK hiperbilirubinemia
DO:
1.Ikterus diseluruh tubuh
2.Sklera ikterus
3.Usia gestasi 35 minggu
4.Usia koreksi 37 minggu
5.Sudah terpasang double fototerapi hari ke-
3
6.Hasil laboratorium tanggal 30-12-2020
Bil. Direk 1,07mg/dL
Bil.total 16,70mg/dL
48
HR:120-160x/menit washing bila
RR:40-60x/menit diperlukan
Saturasi stabil(88-92%) f. Lakukan pengisian
chamber tiap 2-4
jam
g. Observasi suhu
humidifier tiap 2-4
jam
2 PK Tujuan:setelah dilakukan 1. Pasang fototerapi
hiperbilirubinemia asuhan keperawatan 2. Observasi efek
3x24jam kadar bilirubin fototerapi
total normal 3. Observasi TTV
KH: 4. Monitor tanda-tanda
d. Hasil bilirubin kern ikterus
menunjukkan 5. Kolaborasi dengan
normal(<5mg/dL) dokter untuk
e. Sklera tidak tampak pemeriksaan
ikterus laboratorium
f. Badan sudah tidak 6. Observasi warna
ikterus ikterus pada kulit
g. Bayi tidak dan sklera
kejang(kern ikterus)
3 Resiko Tujuan:setelah dilakukan 3. Monitor tanda-tanda
kekurangan cairan asuhan keperawatan vital
sehubungan 1x24jam bayi tidak 4. Beri nutrisi
dengan kekurangan cairan parenteral sesuai
peningkatan IWL KH: program terapi
efek dari 4. TTV dalam batas 5. Beri minum asi
fototerapi normal sesuai program
10. S:36,5-37,5⁰C 6. Ukur intake dan
11. HR:120- output cairan
160x/menit 7. Atur suhu inkubator
12. RR:40- sesuai NTE
60x/menit 8. Timbang berat
5. BC tidak defisit badan
6. Produksi urine 9. Hitung balance
1-3cc/kgBB/jam cairan
7. BB tidak turun
8. Bayi tenang
9. Mukosa bibir lembab
Dx
Tgl. Tindakan Keperawatan Evaluasi
Keperawatan
2/10 1 i. Mengobservasi tanda-tanda S:-
49
vital O:
Jam 08.00 sekret bersih
13. S:38,3⁰C ronchi(-)
14. RR:60x/menit bayi tenang
15. HR180x/menit TTV
16. Spo2:96% S:38,1
7. Jam 10.00 HR:180x/menit
17. S:38,1⁰C RR:60x/menit
18. HR:180x/menit Spo2:96%
19. RR:60x/menit A : Masalah teratasi
20. Spo2:96% P :-
j. Melakukan fisioterapi dada
k. Melakukan penghisapan
lendir dari ETT kemudian
mulut dan hidung dengan
teknik aseptik(sekret
kental,warna kuning)
l. Mengobservasi secret
a. Jam 10.00
secret bersih ,ronchi(-)
m. Melakukan pengisian camber
b. Jam 08.00
chamber diisi sampai batas
air
n. Mengobservasi suhu
humidifier
c. Jam 08.00
suhu humidifier 35.6
d. Jam 10.00
suhu humidifier 35,7
50
27. RR:60x/menit mg/dL
28. Spo2:96% - Masih terlihat
g. Jam 12.00 ikterus di seluruh
29. S:37⁰c tubuh dan sklera
30. HR:141x/menit A : Masalah belum
31. RR:40x/menit teratasi
32. Spo2:97% P : Lanjutkan
7. Memonitor adanya tanda- intervensi
tanda kern ikterus:bayi tidak 1,2,3,4,5,6
kejang,bayi tidak muntah,UU
tidak tegang,gerak bayi lemah
8. Mengambil sample darah
untuk pemeriksaan billirubin
9. Melakukan observasi warna
kulit,kulit masih tampak
ikterus seluruh tubuh.
3 1. Mengobservasi TTV S:-
Terpasang ETT SIMV BPM O:
35 PEEP 5 PIP 18 Fio2 40% TTV
5. Jam 08.00 S:37⁰C
35. S:38,3⁰C HR:141x/menit
36. HR:180x/menit RR:40x/menit
37. RR:60x/menit Spo2:97%
38. Spo2:96% Suhu inkubator
6. Jam 10.00 32,5
39. S:38,1⁰C Mukosa kering
40. HR:180x/menit Bayi tenang
41. RR:60x/menit A : Masalah belum
42. Spo2:96% teratasi
7. Jam 12.00 P : Lanjutkan
43. S:37⁰C intervensi
44. HR:141x/menit 1,2,3,4,5,6
45. RR:40x/menit
46. Spo2:97%
2. Menurunkan cairan parenteral
sesuai terapi
3. Memberi minum
8. Jam 08.00
47. ASI 5cc lewat OGT
9. Jam 10.00
48. ASI 5cc lewat OGT
10. Jam 12.00
49. ASI 5cc lewat OGT
4. Mengganti popok,
11. Jam 08.00
50. Popok ditimbang 60 ml
51
5. Mngatur suhu inkubator yaitu
32,5⁰C
6. Menimbang berat badan
12. Jam 08.00
51. BB: 2400 gram
3/10 2 1. Melakukan observasi efek S:-
fototerapi:tidak tampak O:
kemerahan pada kulit,tidak - k/u:lemah
ada ruam popok - Terpasang double
2. Mengobservasi TTV fototerapi
Terpasang ETT SIMV BPM - TTV
35 PEEP 5 PIP 17 Fio2 30% S:37⁰C
13. Jam 08.00 HR:144x/menit
52. S:36,6⁰C RR:50x/menit
53. HR:140x/menit Spo2:98%
54. RR:50x/menit - Masih terlihat
55. Spo2:95% ikterus di seluruh
14. Jam 10.00 tubuh dan sklera
56. S:37⁰C A : Masalah belum
57. HR:140x/menit teratasi
58. RR:50x/menit P : Lanjutkan
59. Spo2:96% intervensi
15. Jam 12.00 1,2,3,4,5,6
60. S:37⁰C
61. HR:144x/menit
62. RR:50x/menit
63. Spo2:98%
3. Memonitor adanya tanda-
tanda kern ikterus: bayi tidak
kejang, bayi tidak muntah,UU
tidak tegang,gerak bayi lemah
4. Melakukan observasi warna
kulit,kulit masih tampak
ikterus seluruh tubuh.
3 12.Mengobservasi TTV S:-
Terpasang ETT SIMV BPM O:
40 PEEP 5 PIP 17 Fio2 30% TTV
- Jam 08.00 S:37
64. S:36,6⁰C HR:144
65. HR:140x/menit RR:50
66. RR:50x/menit Spo2:98%
67. Spo2:95% Suhu inkubator
- Jam 10.00 32,5
68. S:37⁰C Balance cairan
69. HR:140x/menit tidak
70. RR:50x/menit defisit(BC=+71,6
52
71. Spo2:96% )
- Jam 12.00
72. S:37⁰C Berat badan tidak
73. HR:144x/menit turun(2400 gram)
74. RR:50x/menit A : Masalah teratasi
75. Spo2:98% P :-
13. Menurunkan cairan
parenteral sesuai terapi
14. Memberi minum
- Jam 08.00
76. ASI 5cc lewat OGT
- Jam 10.00
77. ASI 5cc lewat OGT
- Jam 12.00
- ASI 5cc lewat OGT
15. Mengganti popok,
- Jam 08.00
78. popok ditimbang 75 ml
5. Mngatur suhu inkubator yaitu
32,5 c
6. Menimbang berat badan
- Jam 08.00
79. BB: 2400 gram
7. Menghitung balance cairan
BC=+71,6
Produksi
urin=5,6cc/kgBB/jam
4/10 2 1. Melakukan observasi efek S:-
fototerapi:tidak tampak O:
kemerahan pada kulit,tidak - k/u:lemah
ada ruam popok - terpasang double
2. Mengobservasi TTV foto terapi
Terpasang ETT SIMV BPM - TTV
40 PEEP 5 PIP 17 Fio2 30% S:37⁰C
- Jam 08.00 HR:160x/menit
80. S:36,6⁰C RR:40x/menit
81. HR:160x/menit Spo2:94%
82. RR:45x/menit - Di ekstremitas
83. Spo2:95% atas dan bawah
- Jam 10.00 sudah tidak
84. S:36,7⁰C tampak ikterus
85. HR:160x/menit - Tidak ada
86. RR:45x/menit kemerahan di
87. Spo2:96% kulit
- Jam 12.00 A : Masalah belum
88. S:37⁰C teratasi
53
89. HR:160x/menit P : Lanjutkan
90. RR:50x/menit intervensi
91. Spo2:94% 1,2,3,4,5,6
3. Memonitor adanya tanda-
tanda kern ikterus:bayi tidak
kejang,bayi tidak muntah,UU
tidak tegang,gerak bayi lemah
4. Melakukan observasi warna
kulit,kulit di ekstremitas
bawah dan atas tidak tampak
ikterus.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin di dalam
darah. (Wong, 2003 : 432). Peningkatan kadar bilirubin serum
dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah dari bilirubin yang tidak
terkonjugasi dari usus kecil, yang ditandai dengan joundice pada kulit,
sklera mukosa, dan urine. (Mitayani, 2012 : 191). Hiperbilirubin adalah
meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari
normal. (Suriadi dan Rita, 2001 : 143).
4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini dapat di pergunakan untuk mempelajari
tentang hiperbilirubinemia dan dapat meningkatkan tingkat pengetahuan
dan suhan keperawatan dalam perawatan bayi de ngan hiperbilirubinemia.
Dan pembaca dapat mencari lebih luas lagi wawasan tentang
hiperbilirubinemia.
54
55