KAJIAN PUSTAKA
otot tungkai untuk mencapai loncatan lurus keatas dengan maksimal. Vertical
jump ini biasanya banyak digunakan oleh beberapa cabang olahraga misalnya:
bola voli, basket, dan lain sebagainya. Peningkatan vertical jump yaitu proses
yang komplit di mana dilihat pada berapa aspek yang berbeda, diperlukan berapa
tendon, keseimbangan dan kontrol motor, kekuatan otot, fleksibilitas otot serta
propulsion, flight, dan landing. Mekanisme dari gerak vertical jump diawali
dengan gerakan countermovement merupakan awal gerakan dimana pada fase ini
diawali dengan berdiri tegak lalu melakukan fleksi hip, knee, dan ankle joint,
diawali dengan fleksi hip, knee dan ankle joint menuju gerakan take off, flight
fase ini diawali gerakan take off menuju landing, landing terdiri dari gerakan
8
9
jump yang dapat menghasilkan gerakan serta kekuatan. Otot yang maksimal
sangatlah penting bagi peningkatan pada vertical jump. Otot skelet merupakan
beberapa macam otot dan salah satunya adalah quadriceps yang berfungsi sebagai
penopang, pada saat berjalan, berlari, menendang, melompat, naik turun tangga
2011).
Otot quadriceps merupakan salah satu otot pada sendi lutut atau knee joint
yang mempunyai fungsi sebagai stabilisator aktif sendi lutut dan juga berperan
sebagai penggerak sendi yaitu gerakan saat ekstensi lutut. Dimana otot quadriceps
melompat, dan naik turun tangga. Terkait dengan fungsi dari otot quadriceps yaitu
berperan dalam ekstensi knee maka otot ini merupakan otot yang berperan penting
vertical jump secara maksimal maka memerlukan kekuatan otot quadriceps yang
maksimal pula, agar menghasilkan performance otot yang optimal sehingga resiko
Selain itu flexi lutut juga dibantu oleh gastrocnemius, popliteus dan gracillis.
Lingkup gerak sendi pada saat flexi berkisar antara 120°-130° (Kapandji, 1997
dalam Ariyadi 2012). Saat terjadi perubahan menjadi gerakan extensi, berganti
10
otot-otot quadriceps yang berkontraksi secara eksplosive, dalam kondisi ini terjadi
proses peregangan secara mendadak pada otot hamstring. Pada aktivitas olahraga
yang diangkat dari energi konsentrik, ini berlaku pada otot quadriceps yang
berkontraksi secara kuat memaksa otot hamstring yang merupakan otot tipe II
dimiliki oleh setiap pemain bola basket, karena vertical jump sangat dibutuhkan
oleh setiap pemain untuk melakukan shooting ke keranjang lawan agar bisa
mendapatkan point (Hermakulata, 2011). Ada beberapa teknik bola basket yang
menggunakan gerakan vertical jump yaitu jump shot, lay up, runner, set and jump
Gerakan saat melakukan jump shoot saat shooting pada awal lompatan
otot-otot yang bekerja adalah seluruh komponen otot-otot tungkai seperti gerakan
2009). Pada saat melompat, terjadi tolakan ke atas dengan kedua otot-otot
lengan lurus ke atas secara bersamaan. Eksplosif kontraksi oleh otot-otot gluteus
maximus dan minimus, kelompok quadriceps ekstensor, tibia anterior dan otot-
11
otot pada metatarsal menciptakan ekstensi sendi hip, knee dan ankle (Sohiron,
2009). Puncak lompatan pada gerakan ini otot gluteus maximus dan minimus,
2009). Pengaruh dari kecepatan dan dorongan pada saat melakukan awalan
memberikan gaya yang menyebabkan atlet berubah kecepatannya dan pada titik
2009).
yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri umur, jenis
kelamin, berat badan, tinggi badan, kebugaran fisik, dan genetik. Faktor eksternal
terdiri dari suhu dan kelembaban relatif udara, kecepatan angin, dan ketinggian
1. Faktor Internal
a) Umur
diameter otot dan kematangan seksual (Astrand dan Ronald, 1986). Kekuatan
lebih rendah pada anak-anak dan meningkat pada usia remaja serta mencapai
pada usia remaja antara 16-18 tahun, puncak prestasi atletik dapat dicapai
b) Jenis Kelamin
perempuan pada usia 10-12 tahun. Perbedaan kekuatan yang signifikan terjadi
seiring pertambahan umur, di mana kekuatan otot laki-laki jauh lebih kuat
fisik dan aktivitas fisik wanita yang kurang juga menyebabkan kekuatan otot
wanita tidak sebaik laki-laki. Bahkan pada umur 18 tahun ke atas, kekuatan
otot bagian atas tubuh pada laki-laki dua kali lipat daripada perempuan,
2011).
(tinggi kurus) lebih banyak dan lebih sedikit yang memiliki sifat
salah satu faktor yang menentukan pusat gravitasi yang nantinya akan
akan mentukan besarnya daya ledak saat terjadi gerakan melompat (take off)
d) Kebugaran Fisik
Semakin baik kapasitas aerobik seseorang makin baik pula kebugaran fisiknya
e) Genetik
serabut otot putih dan serabut otot merah. Atlet yang memiliki lebih banyak
serabut otot putih lebih mampu untuk melakukan kegiatan yang bersifat
anaerobic, sedangkan atlet yang lebih banyak serabut otot merah lebih tepat
2. Faktor Eksternal
a) Cuaca
lapangan yang becek dan licin, sehingga dapat menimbulkan cedera pada atlet
sehingga sangat mempengaruhi kinerja otot, (1) sel-sel otot menjadi lemah
otot pada vasokonstriksi dan power otot menurun signifikan, (3) kelelahan
otot terjadi lebih cepat, karena mekanisme kontraksi yang terjadi harus dapat
memenuhi dua kebutuhan fisiologis dalam waktu yang bersamaan, yaitu untuk
2015).
Vertical jump test dikenal juga dengan nama sargent test. Test ini
dikembangkan oleh Dr. Dudley Allen Sargent yang bertujuan untuk mengukur
saat berdiri dan pada saat melompat dengan menggunakan dinding yang berskala
centimeter (Quinn, 2013). Vertical jump test didukung oleh peran utama dari otot
penggerak tubuh, yaitu kelompok otot quadriceps femoris. Karena itu peningkatan
vertical jump harus bertahap dan diperlukan adaptasi dari otot quadriceps femoris
papan, penggaris kayu dalam ukuran cm atau meteran dan kapur papan tulis
(Sudewa, 2015). Pelaksanaan loncat tegak (vertical jump), atlet berdiri di samping
dinding atau tembok dengan jari-jari tangan meraih ke atas setinggi mungkin.
Tetap di tempat yang sama atlet mengerahkan tenaga dan meloncat ke atas dengan
kedua kaki dan kemudian tangan menyentuh dinding setinggi mungkin. Sebelum
meloncat atlet memegang kapur untuk memberi bekas pada meteran atau
penggaris kayu agar memperjelas tinggi lompatan yang dicapai. Setiap individu
melakukan vertical jump sebanyak 3 kali, dari 3 kali vertical jump tersebut
diambil lompatan yang paling tinggi kemudian di catat. Skor vertical jump adalah
selisih antara tinggi raihan pada waktu meloncat dengan tinggi raihan pada waktu
Daerah tungkai memiliki beberapa grup otot besar yang dapat memberikan
kontribusi terhadap vertical jump. Beberapa grup otot besar yang terlibat adalah:
16
Otot quadriceps femoris adalah salah satu otot rangka yang terdapat pada
bagian depan paha manusia. Otot ini mempunyai fungsi dominan ekstensi pada
knee (Watson, 2002). Otot quadriceps terdiri atas empat otot, yaitu
quadriceps yang lain yaitu otot vastus lateralis dan medialis. Berorigo pada Spina
Illiaca Anterior Inferior (caput rectum) dan pada os ilium di cranialis acetabulum
(Watson, 2002).
Tipe otot ini adalah otot tipe II yang berada pada sisi lateral yang
mengadakan perlekatan pada facies ventro lateral trochanter major dan labium
Melekat pada labium medial linea aspera (dua pertiga bagian bawah) dan
fleksor knee dan ekstensor hip. Secara umum hamstring bertipe otot serabut otot
tipe II. Hamstring terbagi atas tiga otot yaitu (Watson, 2002) :
Mempunyai dua buah caput. Caput longum dan breve, caput longum
caput breve berorigo pada labium lateral linea aspera femoris, insersio otot ini
b) Otot Semitendinosus
Otot ini berorigo pada pars medialis tuber ichiadicum dan berinsersio pada
c) Otot Semimembranosus
medial regio posterior femoris dan berinsersio pada facies posterior condylus
medialis tibia.
Otot plantar fleksor ankle adalah salah satu otot rangka yang terdapat pada
bagian belakang betis manusia. Otot ini mempunyai fungsi dominan fleksi kaki
a) Otot Gastrocnemius
Otot ini merupakan serabut otot fast-twitch yang sangat kuat untuk plantar
fleksi kaki pada ankle joint. Otot gastrocnemius merupakan otot yang paling
superfisial pada dorsal tungkai dan terdiri dari dua caput pada bagian atas calf.
19
Dua caput tersebut bersamaan dengan soleus membentuk triceps surae. Bagian
lateral dan medial otot masih terpisah satu sama lain sejauh memanjang ke bawah
b) Otot Soleus
Otot gastrocnemius, otot soleus berfungsi pada gerakan plantar fleksi kaki
pada ankle joint. Otot ini terletak di dalam gastrocnemius, kecuali di sepanjang
aspek lateral dari ½ bawah calf, di mana bagian lateral soleus terletak pada bagian
atas dari tendon calcaneus. Serabut otot soleus masuk ke dalam tendon calcaneal
(Hamilton, 2002).
Otot dorsi fleksor ankle adalah salah satu otot rangka yang terdapat pada
bagian depan betis. Otot ini mempunyai fungsi untuk dorso fleksi ankle (Watson,
2002).
a) Tibialis Anterior
lateral kebawah pada aspek medial regio tarsometatarsal. Sekitar ½ sampai 2/3 ke
bawah tungkai otot ini menjadi tendinous. Tendon berjalan di depan malleolus
medial sampai pada cuneiform pertama. Otot ini berperan dalam gerakan dorsi
fleksi ankle dan kaki, serta supinasi (inversi dan adduksi) tarsal joint ketika kaki
dorsi fleksi. Dalam penelitian EMG, otot ini ditemukan aktif pada ½ orang yang
berdiri bebas dan ketika dalam posisi forward lean (Hamilton, 2002).
Otot ini memanjang pada empat jari-jari kaki. Otot ini juga berperan pada
gerakan dorsi fleksi ankle joint dan tarsal joint serta membantu eversi dan abduksi
kaki. Otot ini berbentuk penniform, terletak di lateral dari tibialis anterior pada
bagian atas tungkai dan lateral dari extensor hallucis longus pada bagian
bawahnya. Tepat di depan ankle joint tendon ini membagi empat tendon pada
Otot ini berperan dalam gerakan ekstensi dan hiperekstensi ibu jari kaki.
Otot extensor hallucis longus juga berperan pada gerakan dorsi fleksi ankle dan
tarsal joint. Seperti otot diatas, otot ini juga berbentuk penniform. Pada bagian
atas otot ini terletak di dalam tibialis anterior dan extensor digitorum longus,
tetapi sekitar ½ bawah tungkai tendon ini menyebar diantara dua otot tersebut di
atas sehingga otot ini menjadi superfisial. Setelah mencapai ankle tendonnya ke
21
arah medial melewati permukaan dorsal kaki sampai pada ujung ibu jari kaki
(Hamilton, 2012).
Otot yang berperan dalam puncak vertical jump selain otot tungkai adalah
otot gluteus maximus, gluteus medius dan minimus, Otot-otot ini berperan sebagai
a. Gluteus maximus
Otot ini merupakan otot yang terbesar yang terdapat di sebelah luar ilium
membentuk perineum. Fungsinya, antagonis dari iliopsoas yaitu rotasi fleksi dan
endorotasi femur. Fungsi utama dari gluteus maximus adalah untuk menjaga
bagian belakang tubuh tetap tegap, atau untuk mendorong kedudukan pinggul ke
Otot ini terdapat di bagian belakang dari sendi ilium di bawah gluteus
maksimus. Fungsinya, abduksi dan endorotasi dari femur dan bagian medius
penampilan atau kinerja atlet (Nala, 2008). Menurut Bompa (1990), pelatihan
merupakan suatu proses sistematis dari pengulangan, suatu kinerja progresif yang
juga menyangkut proses belajar serta memiliki tujuan memperbaiki sistem dan
fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet mencapai optimal, secara fisiologis
Kata kunci yang harus dipahami yaitu pelatihan merupakan suatu proses
yang sistematis, repetitif, durasi, progresif dan individual: (1) sistematis adalah
cara atau metode pelatihan terencana secara detail; (2) repetitif adalah suatu
gerakan berulang yang sama dilakukan lebih dari satu kali; (3) durasi adalah
lamanya aktivitas pelatihan (termasuk istirahat) yang harus dilakukan dalam satu
23
sesi atau sekali pelatihan; (4) progresif adalah peningkatan atau penambahan
beban pelatihan yang dilakukan secara bertahap yang diawali dengan pemberian
kemudian secara bertahap diberikan pelatihan yang semakin berat (Lestari, 2015).
Secara garis besar pelatihan dapat dibagi atas : (1) Pelatihan fisik (physical
training); (2) Pelatihan teknik (technical training); (3) Pelatihan taktik atau
strategi (tactical training); (4) Pelatihan mental atau psikis termasuk rohani
Pelatihan fisik adalah suatu aktivitas fisik yang dilakukan secara sistematis
dalam jangka waktu yang lama secara individual dengan kian lama kian
sangatlah penting, oleh karena tanpa kondisi fisik yang baik tidak akan dapat
fisik bertujuan untuk meningkatkan fungsi kerja faal tubuh dan keterampilan kerja
(Lestari, 2015).
24
Tujuan pelatihan fisik meliputi tujuan jangka panjang dan jangka pendek.
Tujuan pelatihan jangka panjang adalah agar tercapainya status juara, sedangkan
tujuan pelatihan jangka pendek berisi aspek yang terkait dengan kinerja olahraga
dan penyesuaian diri terhadap pembebanan sehingga dicapai kinerja yang tinggi.
Sukadiyanto (2005) lebih lanjut menjelaskan bahwa sasaran dan tujuan pelatihan
secara garis besar antara lain: (a) meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum
Pada dasarnya latihan yang dilakukan pada setiap cabang olahraga harus
Ada beberapa prinsip latihan yang perlu dipahami dengan baik dan benar
oleh para atlet yang akan meningkatkan prestasinya. Menurut Bomba dalam
a. Prinsip beban berlebih (the overload principle). Prinsip latihan ini bertujuan
untuk mendapatkan pengaruh latihan yang baik, organ tubuh harus mendapat
beban yang biasanya diterima dalam aktivitas sehari-hari. Beban yang diterima
maksimal.
latihan ini adalah beban kerja dalam latihan ditingkatkan secara bertahap dan
setiap melaksanakan latihan, ada tiga tahap yang harus dilalui, yaitu :
kelompok otot yang besar, kemudian dilanjutkan pada kelompok otot yang
kecil.
meliputi kelompok otot yang dilatih dan latihan yang diberikan harus sesuai
psikologis. Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah kapasitas kerja serta
kekhususan organisme.
26
f. Prinsip kembali asal (reversible principle). Kualitas yang diperoleh dari latihan
akan dapat menurun apabila tidak melakukan latihan dalam waktu tertentu,
gerakan ringan selama 5-10 menit termasuk peregangan otot-otot (Nala, 1986
dalam Lestari, 2015). Pemanasan adalah suatu latihan yang sangat bersifat
fisiologis yang telah secara luas diterima dalam program olahraga. Pemanasan
permulaan latihan keras, lagi pula pemanasan awal dapat mengurangi resiko
cedera tendon dan otot. Pemanasan atau warming up sangat perlu dilakukan oleh
setiap atlet baik sebelum berlatih maupun sebelum pertandingan. Sistema tubuh
pada waktu istirahat berada dalam keadaan inersia atau tidak begitu aktif (Nala,
2002).
27
yang tujuannya untuk menyesuaikan keadaan tubuh secara bertahap agar kembali
terasa pegal dan kaku. Kegiatannya seperti dengan berbaring, duduk dengan kaki
lebih tinggi. Bisa juga diakhiri dengan jalan kaki lamban selama 3-5 menit, atau
hingga denyut jantung kembali normal (Lutan, 2002). Arti fisiologis yang dapat
ditelusuri dari latihan penutupan ini ialah gerakan-gerakan ringan itu akan
olahraga dapat dicegah atau dikurangi. Itulah arti fisiologis dari latihan
pendinginan yang pada hakikatnya berupa auto-massage yaitu memijit oleh diri
selesai melakukan pelatihan atau aktivitas fisik lainnya. Tujuan dari pendinginan
adalah menarik kembali secepatnya darah yang terkumpul di otot skeletal yang
telah aktif sebelumnya ke peredaran darah sentral dan membersihkan darah dari
sisa hasil metabolisme berupa tumpukan asam laktat yang berada di dalam otot
dan darah. Latihan pendinginan dilakukan kurang lebih 10 menit. Kegiatan yang
dilakukan dalam latihan penutupan ini adalah berjalan kaki lamban selama 3
menit, duduk sambil melakukan peregangan statis dan pelemasan terutama pada
Sebuah hasil latihan yang maksimal harus memiliki prinsip latihan. Tanpa
adanya prinsip atau patokan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi pelatihan akan sulit
1. Intensitas
diukur sesuai dengan tipe pelatihan atau aktivitas yang dilakukan (Nala, 2002).
maksimum.
2. Volume
dalam setiap pelatihan. Unsur volume ini merupakan takaran kuantitatif, yakni
satu kesatuan yang dapat diukur banyaknya, berapa lama, jauh, tinggi atau jumlah
suatu aktivitas (Nala, 2011). Pada umumnya volume pelatihan ini terdiri dari atas :
durasi atau lama waktu pelatihan, jarak tempuh dan berat beban, serta jumlah
repetisi dan set (Lestari, 2015). Dalam penelitian ini volume yang digunakan
ulangan yang dimaksud adalah gerak yang dilakukan dalam satu seri pelatihan
atau jumlah seri yang dilakukan selama pelatihan. Set adalah suatu rangkaian
29
kegiatan dari suatu repetisi, penggunaan set amat penting dalam meningkatkan
b) Istirahat
Waktu istirahat diperlukan dalam setiap set untuk memberikan waktu istirahat
kepada otot-otot yang berperan dalam pelatihan. Waktu istirahat yang dianjurkan
adalah selama 1-2 menit antar set, untuk mencegah terlalu lamanya waktu istirahat
(Nala, 2011).
c) Frekuensi
Pelatihan paling sedikit 3 kali perminggu, diselingi dengan satu hari istirahat
pada hari istirahat tersebut ( Harsono,1988). Hal ini disebabkan karena ketahanan
seseorang akan menurun setelah 48 jam tidak melakukan pelatihan. Jadi sebelum
dalam seminggu dan lama pelatihan 6 minggu atau lebih (Fox, 1993).
Depth jump merupakan bentuk latihan dari pliometrik dengan cara melompat
dari bangku atau box kemudian mendarat, disusul dengan melompat setinggi-
tingginya (Farentinos 2002 dalam Nugroho et al, 2013). Latihan depth jump
daya ledak dan kontrol motorik, dengan mengikuti prinsip latihan yang benar dan
30
Depth jumps adalah tipe pelatihan dinamis dimana individu melangkah dari
Murphy, dan Giorgi, 1996 dalam Andrew dkk, 2010).. Setelah di tanah atlet harus
melakukan vertical jump dengan upaya yang maksimal dengan waktu yang
singkat di tanah, dalam latihan depth jump fokus latihan dengan 60% kekuatan
Latihan akan menjadi lebih efektif apabila dilakukan teknik yang benar saat
melakukan pelatihan depth jump. Yessis dan Hatfield (2007) menjelaskan cara
melakukan depth jump, pertama melangkah dari box yang telah ditetapkan pada
ketinggian tertentu sehingga jatuh lurus ke bawah (bukan menyudut). Setelah itu
melakukan tolakan ke lantai dan meloncat ke atas atau ke atas depan dengan
Persendian tungkai bawah berperan penuh dalam pelatihan depth jump. Hal
ini dikarenakan vertical jump adalah gerakan yang ada dalam depth jump. Pada
fase take off dimulai dengan extensi sendi pinggul kemudian secara berurutan
diikuti oleh sendi lutut dan sendi pergelangan kaki (Umberger, 1998). Sendi
pinggul berperan pertama dalam vertical jump yang kemudian diikuti dengan
sendi lutut dan sendi pergelangan kaki. Hal ini juga berlaku dalam depth jump
karena dalam depth jump mengandung gerakan vertical jump (Dau, 2013).
31
pada vertical jump yang merupakan bagian dari depth jump sebesar 23% pada
sendi pergelangan kaki, 28% pada sendi pinggul, dan 49% pada sendi lutut
(Hubley, 1983). Sendi lutut berkontribusi terbesar dalam vertical jump dan sendi
pergelangan kaki berkontribusi paling kecil dalam vertical jump, jika sendi lutut
diberi penekanan lebih besar maka hasil vertical jump akan lebih besar karena
kontribusi sendi lutut dalam vertical jump paling besar daripada kontribusi sendi-
meningkatkan daya ledak eksplosif. Reilly (1992 dalam Abass, 2009) menemukan
pelatihan kekuatan karena menekankan sifat elastis otot dalam pelatihannya dan
jump, disimpulkan bahwa efek dari latihan pliometrik sangat spesifik (Klausen,
regang, dimana otot sudah berada dalam kedaan siap untuk berkontraksi lagi
sebelum ia berada dalam keadaan rileks (Hanafi, 2010). Istilah ini sering
reflek rengang untuk menghasilkan reaksi yang eksplosif. Furgon & Doewes
(2002) menyatakan latihan plyometrik adalah suatu latihan yang memiliki ciri
khusus, yaitu kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan respon dari
dalam otot. Latihan plyometrik dilakukan serangkaian gerakan latihan power yang
maksimalnya dalam waktu yang singkat. Plyometrik juga disebut dengan reflek
rengangan atau reflek miotatik atau reflek pilinan otot (Furgon & Doewes, 2002).
meningkatkan daya ledak otot dengan bentuk kombinasi latihan isometric dan
Renggangan itu terjadi secara mendadak sebelum otot berkontraksi kembali atau
suatu latihan yang memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam
Hasanah 2013 :
perubahan ketinggian
Pada latihan ini otot yang dikembangkan adalah fleksor pinggul dan paha,
2002). Pada saat memulai fase melompat atau fase take off dari kotak terjadi
spinal cord agar mampu melakukan lompatan dengan baik. Kemudian pada saat
pada akhir fase take off atau relates gerak otot rectus femoris dan gastrocnemius
mengirim energi mekanik secara luas melalui bagaian proximal energi mekanik
untuk kembalinya sendi hip (Markovic dan Jaric, 2007). Bertambahnya power
kelompok otot tertentu terjadi dengan adaptasi kekuatan otot tersebut (Gambetta,
2006)
34
sebagai berikut :
bahu.
yang dilakukan dengan cara gerakan yang aktif. Ciri-ciri dari peregangan balistik
otot yang sama dan pada persendian yang sama dilakukan secara berulang-ulang.
Contoh gerakan mencium lutut yang dilakukan berulang ulang, dengan posisi
duduk kedua tungkai lurus kedepan, dan saat kedua tangan berusaha meraih kedua
ujung kaki lutut harus tetap menempel dilantai. Gerakan mencium lutut dari
perlahan menjadi cepat, dengan luas ruang gerak persendian pungung kira-kira
fisik, mengurangi ketegangan pada otot dan memudahkan otot – otot berkontraksi
dan rileksasi secara lebih cepat dan efisien, meningkatkan fleksibilitas dari otot
dan meningkatkan nilai LGS pada otot antagonis yang berkontraksi. Hal ini sesuai
dengan penilaian vertical jump yang membutuhkan kekuatan tiba – tiba secara
Refleks ini berfungsi untuk melindungi otot dari cedera akibat peregangan yang
berlebihan, akan menyebabkan otot yang teregang tadi untuk berkontraksi, jadi
memendek kembali. Dan kontraksi ini justru akan menghalangi otot untuk bisa
peningkatan vertical jump atlet basket. Pada uji beda pengaruh didapatkan hasil
bahwa ballistic stretching dengan dosis yang diberikan selama satu minggu 3 kali,
36
depth jump terhadap hasil lompatan. Menunjukkan hasil bahwa hasil latihan
ballistic stretching selama 4 minggu dengan dosis latihan dalam satu minggu
dengan 2 kali dengan durasi streching yang dilakukan sampai 60 detik, dengan
Hasil dari penelitian ini juga didapatkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang
signifikan antara latihan ballistic stretching dan depth jump. Dari hasil rata-rata
didapatkan latihan pliometrik depth jump memiliki pengaruh yang lebih besar
serabut afferent primer merangsang alpha motor neuron pada medulla spinalis
(tension) pada otot. Hal ini dinamakan dengan monosynaptic stretch reflex,
ketegangan belum sepenuhnya terjadi, apabila refleks ini mulai muncul, maka otot
yang hampir teregang secara berlebihan tiba-tiba berkontraksi dan ekstensi dari
tubuh berkurang, sehingga otot belum meregang secara maksimal sudah terjadi
nilai elastisitas pada otot yang bersambungan dengan tendon, peregangn tersebut
meningkatkan nilai Lingkup Gerak Sendi (LGS) yang ada (Guccione, 2000).
motor neuron untuk menginhibisi dari kontraksi GTO tersebut. Gerakan berulang
yang terjadi memaksakan GTO untuk lebih fleksibel dari sebelumnya, sedangkan
muscle fibers dari otot tidak begitu cepat dan kurang adaptif. Jadi metode
diberikan akan merangsang muscle spindle dari otot tungkai. Fungsi muscle
spindle berperan dalam kontraksi otot. Apabila refleks ini mulai muncul, maka
perubahan panjang dan pada akhirnya pelatihan peregangan ini diyakini dapat
menyebabkan tingginya hasil lompatan yang di capai dan prestasi yang lebih
nilai fleksibilitas dari gerakan cepat suatu sendi oleh otot, pengaplikasian mekanik
yang tepat saat melakukan vertical jump adalah faktor penting untuk mendapatkan
hasil terbaik. Vertical jump adalah proses dimana seorang pelompat melakukan
lompatan dari posisi tegak berdiri, membuat suatu gerakan awal ke bawah dengan
melenturkan pinggul, lutut, dan pergelangan kaki, dan segera melakukan lompatan
stretching adalah latihan yang memang sengaja untuk dikondisikan kepada gerak
yang cepat dan membutuhkan fleksibilitas pada otot antagonis yang perlu reflek
cepat sebagai respon adanya ledakan tiba-tiba dari otot yang berkontraksi, hal ini
secara cepat dengan power yang besar, maka dapat disimpulkan bahwa ballistic
stretching mampu meningkatkan nilai vertical jump dari atlet bola basket
relax stretching yang dilakukan adalah memberikan kontraksi isometrik pada otot
yang memendek dan dilanjutkan dengan relaksasi dan stretching pada otot
tersebut. Adapun tujuan dari pemberian contract relax stretching yaitu untuk
memanjangkan / mengulur struktur jaringan lunak (soft tissue) seperti otot, fasia
terjadinya cidera dalam aktivitas yang memerlukan gerakan daya ledak, tetapi
40
contract relax mampu memberikan peningkatan jangkauan LGS yang lebih besar
jika dibandingkan dengan tanpa latihan (Kisner et.al, 1996, dalam Jayanto, 2014).
hasil PNF (Contract Relax-Antagonist Contract) lebih efektif daripada PNF (Hold
Relax) untuk meningkatkan fleksibilitas. Untuk itu contract relax adalah cara baik
relaksasi dan pengembalian panjang dari otot dan jaringan ikat. Jaringan ikat
membutuhkan waktu 2 menit untuk dapat mencapai efek relaksasi. Efek contract
relax stretching jangka panjang pada manusia didapatkan bahwa individu yang
panjang otot yang maksimum. Contract relax stretching dengan durasi 20 dan 30
detik dapat mencapai efek yang maksimal pada minggu ke-7 dan contract relax
stretching dengan durasi 10 detik mencapai efek maksimal pada minggu ke-10
sedangkan contract relax stretching yang diberikan dengan durasi 30 detik dapat
menghasilkan efek maksimal pada minggu keenam dan ketujuh (Irfan, 2008).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Fransiskus Sales Jayanto (2013) yang
membandingkan latihan pliometrik double leg speed hop dengan contrax relax
stretching terhadap vertical jump atlet taekwondo pada sampel sebanyak 14 pria,
dengan rata-rata usia sekitar 18-24 tahun yang dilakukan selama 1 bulan
peningkatan vertical jump. Menurut penelitian Ratna Sundari dkk (2014) yang
41
perlakuan yang diberikan dalam 1 bulan, frekuensi latihan 2 kali dalam satu
minggu. Didapatkan hasil bahwa contract relax stretching lebih efektif dalam
peregangan dinamis, statis, pasif, dan contrax relax stretching (PNF) dengan
stretch, akan menyebabkan penambahan regangan pada tendon, oleh karena itu
golgi tendon organs mendapat rangsangan lebih keras. Rangsangan pada golgi
tendon organs mencapai ambang rangsangnya sehingga makin kuat otot diregang,
maka makin kuat pula kontraksinya. Bila tegangan otot menjadi lebih kuat, maka
kontraksi mendadak berhenti dan otot melemas, terjadilah relaksasi otot secara
muscle. Ketika motor neurons dari agonis muscle menerima excitatory impulses
dari afferent nerves, motor neurons mensuplai antagonis muscle dihambat oleh
fleksibilitas maksimum (rasa sakit yang kedua). Hal inilah yang menyebabkan
pemanjangan otot bisa lebih dimungkinkan lagi, selain itu efek inhibisi ini
stretching adalah dengan kontraksi isometrik pada contract relax stretching akan
tendon organ sehingga rileksasi dapat dicapai. Adanya kontraksi isometrik pada
reseptor dari spindel otot untuk segera menyesuaikan panjang otot maksimal.
lamanya kontraksi isomterik yang diberikan adalah 6-8 detik”. Pada kontraksi
isometrik ini terjadi penurunan stroke volume jantung, diafragma menekan organ
dalam dan pembuluh darah yang ada di dalamnya sehingga menekan darah agar
maksimal akan mengaktifkan motor unit maksimal yang ada pada seluruh otot.
Menurut Jacobson kontraksi maksimal ini juga akan menstimulus golgi tendo
organ sehingga memicu rileksasi otot setelah kontraksi (reverse innervation) yang
dan tendon dengan perbandingan 2:3 (Sudarsono, 2011). Pada metode contract
9 detik dimana dalam proses ini diperoleh rileksasi maksimal yang difasilitasi
oleh reverse innervation tadi. Proses relaksasi yang diikuti ekspirasi maksimal
secara bersamaan pada saat rileksasi dan ekspirasi maksimal maka diperoleh
pelepasan adhesi yang optimal pada jaringan ikat otot, fasia dan tendo
(Sudarsono, 2011).
isometrik dengan inspirasi dalam dan stretching yang diikuti ekspirasi maksimal
sehingga semakin banyak serabut otot yang terulur maka akan menyebabkan
semakin besar panjang otot yang dihasilkan pada otot tersebut dan fleksibiltas otot
lompatan (vertical jump) menjadi tinggi, karena terjadinya gerakan yang fleksibel
meningkatkan nilai fleksibilitas dari otot yang diharapkan bekerja untuk menjadi
44
pengimbang dari kontraksi cepat dari otot yang memiliki daya ledak untuk
melompat dalam vertical jump. Otot-otot yang menjadi daya ledak adalah otot-
antagonis, baik berupa otot tibialis anterior, hamstring dan illiopsoas sehingga
jump sebagai bentuk latihan agar otot antagonis yang bekerja dalam menjaga
kestabilan sendi pada gerakan loncatan yang dilakukan tidak mengalami cedeera
dan menambah jangkauan luas sendi yang lebih besar sehingga tinggi vertical
fleksibilitas otot tungkai terhadap vertical jump sebagai berikut (Giyanto, 2013) :
sakit (rasa sakit pertama) dan bukan sampai terasa sakit yang maksimal.
sakit yang kedua), maka pelaku (A) menahan dengan kontraksi isometrik