ILUSTRASI KASUS
I. DATA PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 77 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Raffles Hills
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Ruang rawat : Catleya
No RM : 418626
Tanggal Masuk : 3 Desember 2019
Pukul : 10.00
1
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat Hipertensi : diakui
- Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
- Riwayat Penyakit jantung : disangkal
- Riwayat asma : diakui
- Riwayat Penyakit maag : disangkal
- Riwayat penyakit ginjal : disangkal
- Riwayat ISK : disangkal
- Riwayat Alergi obat : disangkal
- Riwayat operasi : disangkal
- Riwayat infeksi tenggorokan : disangkal
- Riwayat kelainan kulit : disangkal
e. Riwayat kebiasaan :
- Riwayat merokok : disangkal
- Riwayat minum alkohol : disangkal
- Riwayat olahraga : disangkal
- Riwayat minum jamu : diakui, minum jamu setiap hari sejak usia
20 tahun.
- Riwayat makan : sehari 3 (tiga) kali, konsumsi makanan manis dan asin (+)
2
g. Riwayat Gizi
Sebelum sakit, pasien makan tidak teratur tiga hingga empat kali sehari dengan nasi,
sayur, tahu, dan tempe, terkadang daging, telur dan ikan. Jarang mengonsumsi buah-
buahan. Beberapa hari terakhir, sejak sakit nafsu makan pasien menurun,makan
dalam jumlah sedikit. Pasien sering mengonsumsi makanan asin dan manis, pasien
belum menjaga pola makannya.
k. Thoraks
Jantung
Inspeksi : ictus codis tidak terlihat
Palpasi : kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial diICS 5 linea
midclavikula sinistra, pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium (-)
3
Perkusi
Kanan jantung : ICS 4 linea parasternalis dextra
Atas jantung : ICS 2 linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS 5, 2 cm medial linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
Belakang I:Simetris, retraksi dinding dada (-) I:Simetris, retraksi dinding dada (-)
Pal :Stem fremitus kanan = kiri Pal :Stem fremitus kanan = kiri
Per:Sonor di kedua lapangan paru Per:Sonor di kedua lapangan paru
Aus: suara dasar vesikuler, suara Aus: suara dasar vesikuler, suara
tambahan : wheezing (-), ronchi(-) tambahan : wheezing (-), ronchi(-)
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : BU (+) N
Perkusi : Timpani, Pekak alih (-), Pekak sisi (-)
Palpasi : Supel, NT (+) epigastrium,Hepar : tidak teraba, Lien : tidak
teraba, Tes undulasi (-)
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Edema (-/-) (+/+)
Sianosis (-/-) (-/-)
Pucat (+/+) (+/+)
4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin 3 Desember 2019 / 12.51
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 6,3 * 11,7 – 15,5
Lekosit 6,2 3,6 – 11
Hematokrit 19 * 35 – 47
Trombosit 127 * 150 – 440
5
EKG
V. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis
1. Badan lemas
2. mual
3. sesak nafas
4. nyeri perut ulu hati
5. Nafsu makan berkurang
Pemeriksaan fisik
6. Tekanan darah 170/80 mmHg
7. Conjungtiva palpebra anemis
Pemeriksaan penunjang
8. Hemoglobin :6,3
9. Hematokrit : 19
10. Ureum : 88,00
11. Kreatinin : 9,67
12. Kalium : 3,1
13. Total protein : 5,7
14. Globulin : 1,9
6
VI. RESUME
Seorang perempuan berusia 77 tahun, datang ke IGD RS TK II MOH RIDWAN
MEURAKSA dengan keluhan badan lemas kurang lebih 1 minggu ini. Pasien juga
mengeluhkan perut terasa sakit di ulu hati, mual tidak muntah dan badan semakin
lemas. Pasien hanya makan sedikit karena nafsu makan berkurang, tidak muntah,
BAB dan BAK tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan mata didapatkan conjungtiva palpebra anemis.Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan nyeri pada regio epigastrium. Pada pemeriksaan ekstremitas,
tidak ada kelainan.
Pada darah didapatkan HB 6,3, HT 19, Ureum 88,00, Kreatinin 9,67, Kalium 3,1
Total protein 5,7, Globulin 1,9.
VIII. TATALAKSANA
Non Medikamentosa
o Diet: rendah protein, cukup asupan kalori,
o Perhatikan jumlah air minum dan pengeluaran setiap hari
o Istirahat cukup
o Mengikuti program Hemodialisis secara rutin dengan jadwal yang sudah
ditentukan.
Medikamentosa
o IVFD NaCl 0,9% 500cc/24jam
o Transfusi PRC 300cc (malam ini) Premedikasi Lasix 1x1 amp Cek
H2TL post transfusi
o As. Folat 3 x 1 (po)
o B12 3 x 1 (po)
o CaCO3 3 x 1 (po)
o Bicnat 2 x 1 (po)
o Candesartan 1 x 16 mg (po)
o Amlodipin 1 x 10 mg (po)
o Nitrokaf 2 x 2,5 mg (po)
7
o Aspilet 1 x 80 mg (po)
IX. PROGNOSIS
ad vitam : dubia ad malam
ad sanationam : dubia ad malam
ad fungsionam : dubia ad malam
X. FOLLOW UP
Tanggal/Jam 5 Desember 2019 / 07.00
S Batuk (+) sputum (+) dada terasa sakit saat batuk.
Selera makan berkurang (+)
O
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
TD 170/90 mmHg
N 63 x/m
RR 23 x/m
T 36,5°C
A Anemia Renal
CKD grade V
HT grade II
CAD
8
Nitrokaf 2 x 2,5 mg (po)
Aspilet 1 x 80 mg (po)
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi1,2,3
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal sepertiproteinuria. Jika tidak ada
tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronikditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².Batasan penyakitginjal kronik:1.2
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
Kelainan patologik
Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan padapemeriksaan
pencitraan radiologi
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan denganatau tanpa
kerusakan ginjal.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan olehnilai laju
filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilailaju filtrasi glomerulus
yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakitginjal kronik dalam lima stadium.
Stadium 1 adalah kerusakan ginjal denganfungsi ginjal yang masih normal, stadium 2
kerusakan ginjal dengan penurunanfungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal
dengan penurunan yangsedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan
berat fungsiginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal. Hal ini dapat dilihatpada Tabel 1 dan
Tabel 2 berikut:1
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.1,3
Derajat Penjelasan LFG
(mL/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis
Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik dengan atau tanpa kerusakan ginjal dan atau
dengan atau tanpa peningkatan tekanan darah / hipertensi (HT).3
10
GFR Dengan Kerusakan Ginjal Tanpa Kerusakan Ginjal
(ml/min/1,73 m2) Dengan HT Tanpa HT Dengan HT Tanpa HT
> 90 1 1 HT Normal
60 – 89 2 2 HT dengan Penurunan
penurunan GFR GFR
30 – 59 3 3 3 3
15 – 29 4 4 4 4
< 15 (atau dialisis) 5 5 5 5
II. Etiologi1,3,4
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian RenalRegistry (IRR)
pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis
(25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal di mana
mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler.
Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga
oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya mikroskop, Langhans kemudian mampu
menggambarkan perubahan pathophysiologic glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli
berfokus pada pasien pasca-streptococcus.. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai
serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah
merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal
terganggu.2
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik
lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis.2
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi pada
pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat terjadi hematurim
oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas, dan nyeri
pinggang karena peregangan kapsul ginjal.2
11
b. Diabetes mellitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.2
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat
bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak
menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil
lebih sering ataupun berat badan yang menurun.2
Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik yang
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah sistemik, dan
mengubah pengaturan tekanan intracapillary. Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan
munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit ginjal
diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada
akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang kuat antara proteinuria dan
komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa peningkatan ekskresi protein urin
mencerminkan gangguan vaskular umum yang mempengaruhi banyak organ, termasuk mata,
jantung, dan sistem saraf .2,4
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi. Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang
tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga
hipertensi renal.5,6
Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya hidup, serta terapi
obat berdasarkan Joint National Committee (JNC)VII:5,6
12
Dapat juga ACEI,
ARB, BB, CCB, atau
kombinasi
Stage 2 HT > 160 Atau > 100 Ya Kombinasi 2 jenis
obat (biasanya thiazid
tipe diuretik dan
ACEI atau ARB atau
BB atau CCB)
Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes adah <130/80
mmHg.
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista kista yang
tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik,
kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan
kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah
penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar
baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada
fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada
istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.2
III. Epidemiologi
Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkitakan 100 juta
kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di
Malaysia diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara
berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasis perjuta penduduk per tahun.1
Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000:1,7
1. Glomerulonefritis (46,39%)
2. Diabetes Mellitus (18,65%)
3. Obstruksi dan infeksi (12,85%)
4. Hipertensi (8,46%)
5. Sebab lain (13,65%)
13
Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya
pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.2
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang
masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung
14
singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,2
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomerolus maupun interstitial.1
Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium
ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar
BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat
diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan
kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG yang teliti.1
Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari
75% jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar
BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-
beda, tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga
mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita
misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium
insufisiensi ginjal ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh kegagalan
pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala ini timbul sebagai respons terhadap stress dan
perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu
memperhatikan gejala-gejala ini, sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti.1
Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium
akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron
telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10%
dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok
sebagai respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup
lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi
15
isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya
menjadi oligourik (pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus
meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan
biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.1
Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium, tetapi
dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.
VI. Gambaran klinik
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata,
kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.1,2,6
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan
pada pasien gagalginjalkronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik terutama disebabkan
oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah
defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup
eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum
tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.1
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau hematokrit <
30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum / serum iron, kapasitas ikat besi
total / Total Iron binding Capacity(TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan,
morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya.1,6
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab
lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian
tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat
dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat
mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran
hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.1
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal
ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal
ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan
atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat
iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang
setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai
timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.1,3
e. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi,
dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan
mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan
tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).
f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat
menyebabkan kegagalan faal jantung.
b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti penurunan kadar hemoglobin,
hiper atau hipokalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi
proteinuria, hematuri, leukosuria, dan silinder.1
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
18
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:1
1. foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak
2. pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak bisa
melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksisk oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
3. pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
4. ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi
5. pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.
VIII. Penatalaksanaan1,2,3,6
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi
dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG
dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).
2. Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
19
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena
bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial 50
u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis pemberian
menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali
dalam seminggu.6
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati
karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint)
dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut
sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan
obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym Konverting
Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor). Melalui berbagai studi
terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang
penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita, termasuk pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan
terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit.
21
X. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulaidilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahanyang telah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dankardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi
(makin rendah tekanan darah makinkecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula
darah, lemak darah,anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan
pengendalian beratbadan.3
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK,
Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.
2. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine.
medscape.com/article/238798-overview, 25Mei 2013.
3. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:
Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh
dari:http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK
(Diakses pada 7 Desember 2019).
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R,
Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. Panduan Pelayanan Medik.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hlm 168-70.
5. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook of
Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. 294-97.
6. Editorial. Obat Hemopoetic. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Ed. 8. Jakarta:
CMP Medica Asia Pte Ltd; 2008. Hlm. 114.
23