Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Surya


Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menjadi solusi untuk memenuhi
kebutuhan akan energi di era dewasa ini. PLTS mengubah cahaya matahari langsung menjadi
energi listrik. Berdasarkan jenis energi yang berasal dari matahari yaitu panas dan cahaya,
sistem tenaga surya dibagi menjadi dua jenis (solar thermal dan PLTS). Umumnya solar
thermal memanfaatkan panas matahari sebagai pemanas air, sedangkan PLTS mengubah
energi cahaya matahari langsung menjadi listrik oleh modul fotovoltaik (PV). PV
menghasilkan listrik arus searah atau direct current (DC). Peralatan listrik rumah tangga
yang hampir keseluruhan menggunakan listrik arus bolak balik atau alternating current (AC)
menyebabkan dibutuhkannya inverter untuk mengubah arus DC yang dihasilkan PV menjadi
arus AC

Gambar 2.1 Skema Sel Fotovoltaik


Pembangkit Listrik Tenaga Surya beroperasi tanpa menimbulkan pencemaran suara,
mengurangi pencemaran lingkungan, masa pemakaian yang lama hingga 30 tahun, dan biaya
pemeliharaan yang relatif rendah. Meskipun modal awal yang dibutuhkan sangat besar,
energi yang dihasilkan setelah beroperasi selama 4 tahun akan menggantikan tenaga yang
digunakan untuk membuatnya. Misalkan waktu pakainya adalah 20 tahun, maka setelah
beroperasi selama 4 tahun, tenaga yang dikeluarkan selama 15 tahun tidak memerlukan biaya
pengeluaran.
2.2 Jenis-jenis PLTS
Pembangkit Listrik Tenaga Surya memiliki tiga sistem yaitu Off Grid PLTS atau
Stand-Alone Photovoltaic System, On Grid PLTS atau grid-nonnected, dan Hybrid PLTS.
Penggunaan ketiga sistem tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat
pemasangan PLTS, termasuk besarnya investasi yang tersedia.
9
2.2.1 Off Grid PLTS
Di Indonesia, jenis Off Grid PLTS pada umumnya digunakan di wilayah yang belum
terjangkau oleh jaringan listrik PLN, meskipun juga dapat digunakan di wilayah perkotaan
yang tersedia jaringan listrik PLN. Off Grid PLTS biasa juga disebut Stand Alone
Photovoltaic System yaitu sistem pembangkit listrik yang hanya memanfaatkan satu sumber
energi yang bersumber dari energi matahari. Rangkaian PV menerima dan merubah energi
cahaya matahari menjadi energi listrik sesuai dengan besar kecilnya kapasitas PV array
PLTS tersebut. Jenis Off Grid Sistem terdiri dari sistem fotovoltaik mandiri DC dan sistem
fotovoltaik mandiri AC. Sesuai namanya, sistem fotovoltaik mandiri DC hanya melayani
beban DC saja yang terdiri dari panel PV, baterei, pengatur tegangan, dan beban DC seperti
yang terlihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2 Skema sistem fotovoltaik mandiri AC

Sistem fotovoltaik mandiri AC melayani peralatan listrik AC sehingga dibutuhkan


komponen tambahan berupa inverter dan pengatur beban. Hal ini dikarenakan panel
fotovoltaik menghasilkan arus DC sehingga perlu diubah oleh inverter menjadi arus AC.
Sedangkan komponen pengatur beban untuk mengkoordinasi listrik yang digunakan untuk
melayani beban dan disimpan di baterei jika mengalami kelebihan

2.2.1 On Grid PLTS


Jenis On Grid PLTS tidak menggunakan bateri (penyimpanan arus listrik) yang
dihasilkan oleh PV. Jenis On Grid PLTS ini hanya dapat digunakan bila di wilayah tersebut
sudah tersedia jaringan listrik PLN. Komponen utama yang diperlukan adalah inveter grid tie
dan kWh meter exim. Penggunaan jenis On Grid PLTS biasanya untuk memenuhi kebutuhan

10
beban di siang hari, sedangkan pada malam harinya kembali menggunakan listrik PLN. Jadi
biaya penggunaan listrik di siang hari dapat berkurang atau tidak ada. Selain itu, kelebihan
listriknya dapat dijual ke perusahaan pembekal tenaga listrik (contohnya di Indonesia adalah
PLN).

Gambar 2.3 Skema sistem fotovoltaik On Grid

2.2.2 Hybrid PLTS


Jenis PLTS Hybrid adalah gabungan dari dua atau lebih sumber energi yang
berbeda. Salah satu contoh pembangkit Hybrid adalah menggabungkan genset-PLTS,
mikrohidro-PLTS, diesel-PLTS, atau tenaga 11ltern-PLTS. Sistem ini merupakan
11lternative sistem pembangkit listrik yang paling tepat bagi wilayah-wilayah yang sukar
dijangkau oleh sistem pembangkit berkapasitas besar seperti jaringan listrik PLN. Jenis
hybrid ini umumnya memanfaatkan sumber energi baru terbarukan sebagai sumber energi
listrik utama.

Gambar 2.4 Pemodelan sistem hybrid PV-diesel

11
2.3 Komponen Sistem PLTS
Komponen – komponen yang diperlukan dalam suatu sistem PLTS adalah
sebagai berikut.
2.3.1 Panel Surya (PV)
Panel surya adalah bagian yang mendasari sistem PLTS dalam mengkonversi
daya [1]. Panel surya digunakan untuk menyerap dan mengubah sinar matahari menjadi
energi listrik. Di dalam matahari terkandung energi dalam bentuk foton. Ketika foton ini
mengenai permukaan sel surya, elektronnya akan tereksitasi dan menimbulkan aliran listrik.
Peristiwa ini disebut fotoelektrik. Sel surya dapat tereksitasi karena terbuat dari material
semikonduktor. Bahan semikonduktor ini terdiri dari dua jenis lapisan yaitu lapisan positif
(tipe-P) dan lapisan negatif (tipe-N). lapisan positif yang dibuat dari silikon mengandung
Boron, sedangkan lapisan negatif mengandung Phosphor. Jika kedua lapisan tersebut
bersentuhan, pembawa berlebih akan meresap dan menerobos suatu simpangan agar
seimbang

Gambar 2.5 Susunan modul PV

Pada umumnya, panel surya terbagi menjadi tiga jenis yaitu tipe polikristalin,
monokristalin, dan thin-film.
Modul photovoltaic adalah bagian dari PLTS yang bertugas dalam pembangkitan daya atau
yang bertugas mengubah energi matahari menjadi energi listrik. Alat ini terdiri atas

beberapa sel photovoltaic.

Proses yang terjadi di dalam sel photovoltaic didasarkan pada efek fotolistrik. Efek
fotolistrik menjelaskan dimana elektron yang mengelilingi atom-atom metal akan terlepas
jika terpapar sinar. Hal ini terjadi karena cahaya (dianggap sebagai partikel atau paket -

12
paket energi yang disebut sebagai foton) yang mengenai elektron akan memberikan energi
kepada elektron. Elektron yang menerima tambahan energi dari cahaya akan tereksitasi
dan terlepas dari atom menuju ke keadaan eksitasi (excited state) karena energi dari
elektron tersebut melebihi energi ikatnya yang mengikat elektron tersebut ke atom, seperti
terlihat pada Gambar 3.1. Jika didiamkan, maka elektron yang terlepas (photoelectron)
akan melepaskan energi yang baru diterima dari foton dan akan kembali ke keadaan
semula (ground state).

Gambar 2.6 Eksitasi Elektron Pada Semikonduktor

a) Panel Polikristalin
Panel tipe polikristalin terbuat dari beberapa micro-crystals yang dilebur dan
disatukan dalam sebuah wadah cetakan yang berbentuk kubus. Setelah mengeras, hasil
cetakan tersebut dipotong hingga membentuk kotak sempurna [4]. Peringkat efesiensi khas
untuk panel polikristalin adalah sekitar 13-16% pada 25°C. Tipe ini memerlukan luas
penampang yang lebih besar dibandingkan dengan jenis monokristalin untuk menghasilkan
daya listrik yang sama. Kelebihan tipe polikristalin adalah panel surya masih dapat
mengkonversikan energi yang lebih tinggi pada cuaca yang berawan jika dibandingkan
dengan tipe panel monokristalin. Proses pembuatannya lebih mudah dan harganya lebih
murah dibandingkan dengan tipe monokristalin. Jenis polikrsitalin inilah yang paling banyak
digunakan.

Gambar 2.7 Sel Polikristalin

13
b) Panel Monokristalin
Panel tipe monokristalin terbuat dari satu induk kristal silikon yang dipotong-
potong, sehingga efisiensinya tinggi karena setiap potongan memiliki karakteristik yang
indentik. Panel monokristalin memiliki efisiensi khas sekitar 12-25 % dengan suhu 50°C.
Tipe monokristalin dirancang untuk penggunaan yang memerlukan konsumsi daya listrik
besar pada tempat beriklim ekstrim dan kondisi alam yang sangat ganas. Kelemahan panel ini
adalah tidak dapat berfungsi dengan baik jika tempat cahaya matahari kurang (kondisi cuaca
berawan).

Gambar 2.8 Sel monokristalin


c) Thin-Film Photovoltaic Cell (TFPV)
Panel surya tipe Thin-Film sesuai namanya PV ini memiliki sel surya yang tipis,
ringan, dan fleksibel. Dengan kerapatan atom yang rendah, sel surya ini dapat dibentuk dan
dikembangkan ke berbagai macam ukuran dan potongan dengan biaya produksi yang jauh
lebih murah. Panel jenis ini masih dalam tahap perkembangan. Meskipun efisiensinya paling
kecil diantara kedua jenis panel yang lain berdasarkan luas permukaannya, tetapi inovasi
terbarunya dapat berfungsi sangat efisien dalam udara yang sangat berawan.
Kristal silikon (c-Si) merupakan istilah umum untuk bentuk kristal silikon meliputi
silikon multicrystalline (multi-Si) dan monocrystalline silikon (mono-Si), dua bahan
semikonduktor yang dominan digunakan dalam teknologi photovoltaik untuk produksi sel
surya, yang dirangkai menjadi sebuah panel surya dan bagian dari sistem photovoltaik
untuk menghasilkan tenaga surya dari sinar matahari.

Dalam elektronik, istilah silikon kristal biasanya mengacu monocrystalline


bentuk silikon, sebagai bahan tunggal yang digunakan untuk memproduksi microchip, yang
mengandung kadar pengotor yang jauh lebih rendah dari yang dibutuhkan untuk sel
surya. Produksi semikonduktor silikon kelas melibatkan pemurnian kimia untuk

14
menghasilkan polysilicon hyperpure diikuti dengan proses rekristalisasi tumbuh silikon
monocrystalline.

Silikon monocrystalline (mono c-Si) adalah bentuk di mana struktur kristal


homogen seluruh materi, orientasi, parameter kisi, dan sifat elektronik yang konstan
sepanjang materi. Atom dopan seperti fosfor dan boron sering dimasukkan ke dalam film
untuk membuat silikon tipe-n atau tipe-p masing-masing. Silikon monocrystalline ini
dibuat dalam bentuk wafer silikon. Perbandingan fisik dari panel surya monocrystalline dan
polycrystalline dapat dilihat seperti pada Gambar

Gambar 2.9 Perbandingan Fisik Monocrystalline dan Polycrystalline

Ciri sel surya monocrystalline adalah warna hitam gelap, dan sudut-sudut sel
biasanya hilang sebagai akibat dari proses produksi dan sifat fisik silikon
monocrystalline. Polycrystalline, di sisi lain, adalah warna biru gelap, tetapi tidak
seragam sehingga: beberapa patch lebih ringan daripada yang lain. Perbedaan dalam
penampilan terjadi sebagai akibat dari proses manufaktur.

Modul polycrystalline yang ideal digunakan untuk instalasi dengan atap yang
hampir tidak terbatas atau ruang tanah, dan daerah dengan biaya ringan, termasuk proyek
instalasi. Di sisi lain, panel monocrystalline yang ideal untuk atap yang lebih kecil atau
ruang-dibatasi properti, teknologi monocrystalline menghasilkan sel efisiensi yang lebih
tinggi sehingga didapatkan lebih banyak daya di dalam daerah permukaan yang sama. Panel

15
monocrystalline juga memiliki koefisien suhu yang lebih rendah, yang berarti bahwa
sebagai ketika panel mendapatkan panas efisiensinya tidak terlalu berubah.

Ada perbedaan penting yang perlu dipertimbangkan ketika melihat manfaat


polycrystalline dan monocrystalline panel, tetapi yang perlu diingat adalah bahwa tidak
ada satu ukuran

Gambar 2.10 Sel thin-film


Pada perkembangan teknologi di Indonesia, modul photovoltaic yang dibuat berupa
mono dan poly crystalline. Spesifikasi panel surya dalam negeri dapat dilihat pada Tabel

Tabel 2.1 Spesifikasi Beberapa Produk PV Indonesia

16
Pada perancangan sistem PLTS menggunakan modul PV buatan Indonesia,
hal ini dikarenakan untuk mendukung industri modul PV di Indonesia. Pada
nilai feed in tariff nilai harga penjualan listrik lebih tinggi jika menggunakan
komponen lokal.

Pada perancangan sistem PLTS di bandara dibutuhkan modul PV khusus.


Modul tersebut memiliki syarat harus tidak menimbulkan glare pada runway dan
ATC di bandara. Maka modul PV harus berlapis kaca ARC (anti-reflective coating).
ARC adalah jenis lapisan optik diterapkan pada permukaan lensa dan elemen
optik lainnya untuk mengurangi refleksi. Dalam sistem optik yang khusus, ini
meningkatkan efisiensi karena kurang cahaya hilang. Perbandingan antara modul
menggunakan ARC dan tanpa ARC dapat dilihat pada Gambar

Dari semua produk modul PV tersebut hanya tipe SPU-180M dan SPU-250P.

Berdasarkan hal tersebut kami menyarankan perancangan PLTS minimal spesifikasi


seperti SPU-250P karena memiliki daya lebih tinggi.

Untuk menghitung efisiensi panel surya menggunakan persamaan,


𝑃
𝜂 = 𝐸𝑥𝐴

di mana,

17
𝜂 : efisiensi panel surya
𝑃 : max. power panel surya (W)
𝐴 : luas penampang panel surya (𝑚2 )
𝐸 : incident radiation flux sebesar 1000 W/𝑚2

Tipikal nilai puncak sebesar 1000 W/𝑚2 pada permukaan terestial yang
menghadap matahari pada hari yang cerah pada level dataran dekat permukaan laut
dan digunakan untuk menghitung efisensi PV. Sedangkan daya keluaran panel surya
dapat dihitung dengan persamaan berikut [6].

𝑃0𝑢𝑡 = 𝐴 x 𝑆 x 𝜂 x e (2.2)
di mana :
𝑃𝑜𝑢𝑡 : daya keluaran panel surya (kWh/hari)
𝐴 : luas penampang panel surya (𝑚2 )
𝑆 : rata-rata insolasi matahari (kWh/𝑚2 /hari)
𝜂 : efisiensi panel surya
𝑒 : maks. efisiensi inverter
2.3.2 Inverter
Inverter adalah perangkat yang digunakan untuk mengubah arus DC dari sel
surya dan baterei menjadi arus AC dengan tegangan 220 Volt yang kemudian akan
digunakan pada listrik komersial seperti lampu dan tv. Alat ini diperlukan untuk
PLTS karena menyangkut instalsi kabel yang banyak dan panjang. Apabila beban
bukan untuk instalasi rumah, misalnya hanya untuk menghidupkan satu lampu atau
dengan voltase 12 Volt DC dan tidak menggunakan kabel yang panjang seperti
penerangan jalan umum maka inverter tidak diperlukan.
Sistem PLTS On Grid memiliki kriteria inverter yang perlu diperhatikan,
antara lain:
a. Standard inverter yang digunakan yaitu UL 1741
b. Tegangan DC yang berasal dari komponen yang digunakan
c. Spesifikasi lengkap inverter
d. Garansi produk
e. Kemampuan masing-masing MPPT-nya.
Inverter adalah suatu alat yang digunakan untuk mengubah tegangan
masukan DC (Direct Current) atau arus searah menjadi tegangan keluaran AC

18
(Alternating Current) atau arus bolak-balik. Sumber tegangan masukan inverter
dapat menggunakan baterai, listrik hasil dari sel fotovoltaik, atau sumber tegangan
DC yang lain.

Kelebihan dan kelemahan masing-masing, inverter terbagi menjadi 3 jenis


berdasarkan bentuk tegangan keluarannya, yaitu

a. Square wave inverter adalah inverter dengan tegangan keluaran berbentuk


gelombang kotak murni. Inverter tipe ini merupakan tipe paling murah yang terdiri
dari komponen paling sederhana. Inverter ini mulai jarang digunakan karena
kualitas outputnya yang tidak memenuhi standar kebutuhan masukan berbagai jenis
beban.

b. Modified sine wave inverter adalah inverter dengan bentuk tegangan keluaran yang
menyerupai bentuk sinus tetapi masih terkesan gelombang kotak. Inverter ini

Gambar 2.11 Gelombang Inverter Modified Sine Wave dan Pure Sine Wave

Tegangan yang dihasilkan memiliki dead spot atau nilai nol untuk beberapa
saat diantara tegangan positif dan negatif seperti yang tampak pada Gambar
2.11

Modified sine wave memberikan solusi mudah untuk peralatan elektronik


yang membutuhkan tegangan AC, walaupun peralatan seperti komputer dan peralatan
elektronik untuk medis tidak disarankan menggunakan inverter tipe ini akibat adanya dead
spot tersebut.

19
memang menghasilkan arus bolak-balik, tetapi tidak semulus arus bolak balik AC atau
tidak semulus gelombang sinus. Gelombang yang dihasilkan oleh inverter ini tampak
pada Gambar 2.11

Pure sine wave inverter adalah tipe inverter yang menghasilkan tegangan
dengan bentuk gelombang sinus yang sama persis dengan bentuk gelombang tegangan
AC pada umumnya (tampak pada garis merah di Gambar 3.5). Inverter tipe ini cocok
untuk sebagian besar peralatan elektronik yang membutuhkan tegangan AC. Selain
itu, tipe inilah yang biasanya digunakan dalam sistem PLTS on-grid, karena
kualitas listrik yang dihasilkan serupa dengan jaringan yang akan diinjeksi listrik. Pada
dasarnya pure sine wave inverter lebih mahal daripada modified sine wave inverter
karena terdapat rangkaian elektronik kompleks untuk menghasilkan tegangan
gelombang sinus murni.

Selain tipe gelombang keluaran, faktor penting dalam memilih inverter adalah
efisiensi konversi. Saat ini, terdapat banyak inverter dengan efisiensi yang sangat
tinggi, diatas 95%, seperti yang tercantum dalam Tabel

Gambar 2.12 Tabel Evisiensi Inverter

20
Dewasa ini, perkembangan teknologi inverter tumbuh pesat akibat berkembangnya
energi terbarukan. Jenis energi seperti tenaga surya dan angin membutuhkan inverter sebelum
listrik yang dihasilkan siap digunakan oleh beban, ataupun diinjeksikan ke jaringan. Dan
karena inverter telah menjadi komponen wajib dalam sistem PLTS, maka banyak inverter yang
juga memiliki fungsi kerja selain konversi DC ke AC. Berikut fungsi-fungsi terintegrasi yang
lazim ditemui pada inverter kelas utilitas:

a. Maximum Power Point Tracker (MPPT)

Menurut kurva tegangan-arus atau I-V Curve (Gambar 3.6), karakteristik pembebanan
juga berpengaruh pada besar daya keluaran PV (garis merah pada Gambar 3.6). Maka dari itu,
untuk mendapatkan daya terbesar pada kondisi penyinaran tertentu, dibutuhkan MPPT sebagai
tracker titik pembebanan yang optimal.

Gambar 2.13 Contoh I-V Curve pada PV Array


Mayoritas inverter yang digunakan pada PLTS skala utilitas/besar, telah
terintegrasi dengan MPPT. Bahkan beberapa produsen menyediakan inverter dengan
jumlah MPPT independen lebih dari satu, untuk memaksimalkan pemanenan energi
pada susunan PV yang berpotensi mengalami insolasi matahari berbeda.

b. Sistem Monitoring

Berfungsi sebagai pemantau dan perekam historis kinerja PLTS, sistem ini
membantu analis atau teknisi untuk mengetahui performa maupun kesehatan sistem. Data
yang di akuisisi juga berfungsi untuk mendeteksi kerusakan ataupun mencari celah untuk
mengoptimalkan sistem.
21
c. Power Plant Controller

Merupakan kesatuan sistem yang bertugas menjamin keluaran listrik pada PLTS on-
grid. Sistem ini mengatur berbagai properti kelistrikan seperti frekuensi, fasa, jumlah daya dan
bentuk gelombang tegangan demi injeksi listrik ke jaringan ( grid) yang sempurna.

d. Charge Controller

Pada PLTS yang menggunakan baterai sebagai penyimpan energi, charge


controller berfungsi untuk mengatur fasa charge/discharge baterai demi menyesuaikan
kebutuhan energi beban dengan waktu pemanenan energi. Selain itu.

Saat ini, mayoritas produsen inverter terbesar di dunia berasal dari Eropa,
Jepang, Amerika Serikat dan Cina seperti yang terlihat pada Tabel 3.3.

Tabel 2.14 Produsen Inverter Terbesar di Dunia Tahun 2013 dan 2008

charge controller juga berfungsi untuk menjaga performa baterai selama masa pakai.

e. Anti-islanding

Fitur ini mencegah terjadinya kerusakan sistem PLTS ketika suplai listrik dari
jaringan (PLN) terputus. Ketika kondisi ini terjadi (islanding), beban-beban terkoneksi tetap
menyerap arus listrik. Sedangkan kebutuhan listrik beban terpusat pada keluaran listrk
PLTS. Dengan demikian, terjadi permintaan daya berlebih terhadap sistem PLTS yang
masih terkoneksi. Dengan adanya anti-islanding, PLTS akan memutus hubungan dengan
jaringan listrik ketika suplai listrik PLN putus.

22
Selain produk buatan luar negeri, terdapat pula produk-produk buatan dalam
negeri seperti bi-directional inverter yang diciptakan PT. Len Industri. Sayangnya, produk -
produk yang tersedia seperti ini memiliki kapasitas konversi yang kecil, dibawah
15kW. Sehingga pembangunan PLTS untuk pembangkitan skala utilitas, masih perlu
memanfaatkan inverter dari produsen luar negeri.

Untuk pembangkitan skala utilitas, terdapat 2 buah sistem atau jenis inverter
yang dapat digunakan, yaitu central inverter (centralized system) atau String Inverter
(distributed system). Secara umum, yang membedakan kedua jenis tersebut adalah
kapasitas daya -nya. String inverter pada umumnya berkapasitas daya dibawah 100kW,
sedangkan central.

Transportasi

Dari Tabel 2.2, sebuah central inverter berkapasitas 500kW memiliki berat
tipikal hampir 2 ton. Dipadu dengan ukurannya yang besar, tipe inverter ini akan
menimbulkan kesulitan tersendiri ketika dibawa ke area pemasangan. Selain itu, dibutuhkan
alat berat seperti forklift ataupun crane untuk meletakan inverter ini pada posisi yang
diinginkan. Dalam hal ini string inverter lebih unggul karena dapat meminimalisir
kesulitan dan biaya transportasi.

23
inverter bermain dikapasitas besar diatas 100kW. Beberapa produsen inverter terkemuka
seperti SMA, ABB, dan produsen lainnya telah memproduksi kedua jenis sistem.

Kedua jenis memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga


pemilihan jenis inverter ini perlu mempertimbangkan berbagai faktor dari PLTS yang
akan dibangun. Selanjutnya, akan dibahas setiap faktor yang berpengaruh terhadap
pemilihan jenis inverter.

Rated
Power Efisiensi Berat Satuan Jumlah Berat
Tipe (kW)
(%) (kg) Unit Total (kg)
SMA Sunny

Tripower 20000TL 20 98 61 100 6100

SMA Sunny

Tripower 25000TL 25 98.1 61 80 4880

SMA Sunny

Tripower 60 60 98.5 75 34 2550

ABB PRO-33.0-TL-

OUTD 33 98 66 61 4026

ABB TRIO-
20.0/27.6-TL-
OUTD

500
20 98.2
98 1800
70 4100 7200
7000
ABB PVS800-57-

24
Tabel 2.2 Data Berat Inverter Untuk Kapasitas Daya Total 2 MW

. Instalasi dan Commissioning

Pada string inverter, sebuah inverter hanya terhubung dengan satu PV


string. Sedangkan tipe central akan terhubung dengan lebih banyak PV dari
beberapa string. Alhasil, wiring (pengkabelan) sisi DC pada tipe central akan jauh
lebih kompleks. Selain itu, juga dibutuhkan lebih banyak DC Combiner Box serta
String Combiner Box akibat tingginya masukan tegangan dan kebutuhan
penggabungan string. Dua perangkat ini akan mempengaruhi biaya pengkabelan
pada sisi DC.

Selain itu, perbedaan jenis inverter ini turut mempengaruhi porsi


pengkabelan. String inverter biasanya diletakan dekat dengan sebuah PV string.
Maka dari itu, kabel pada sisi DC menjadi jauh lebih pendek dibandingkan dengan
sisi AC. Sebaliknya, central inverter cenderung diletakan dekat dengan Medium
Voltage Transformer (MV Transformer). Sehingga centralized system akan
memiliki kabel lebih panjang di sisi DC. Fakta ini berpengaruh langsung terhadap
biaya kabel. Untuk menghasilkan voltage drop yang sama, dibutuhkan biaya lebih
tinggi pada jaringan AC dibanding DC, karena tegangan sisi DC jauh lebih
tinggi (mencapai

1000V) daripada AC
(380/480V).

Terlepas dari perihal kabel, karena jumlahnya yang banyak, dibutuhkan


banyak waktu dan tenaga manusia untuk melakukan commissioning berupa
pemasangan dan penyetelan inverter tipe string, terutama untuk fitur komunikasi.
Dua hal ini juga berdampak pada tinggnya labour cost yang ditimbulkan

2.3.3 Baterei
Baterei atau aki adalah alat untuk menyimpan muatan listrik. Pada saat sel
surya mengkonversi energi cahaya matahari menjadi energi listrik, energi listrik
tersebut kemudian disimpan pada baterei yang kemudian akan digunakan. Secara
garis besar, baterei atau aki dibedakan berdasarkan aplikasi dan kontruksi. Untuk
aplikasi baterei dibedakan lagi yaitu untuk engine starter dan deep cycle.
a) Baterei Tipe Engine Starter

25
Baterei engine starter umumnya dibuat dengan pelat timbal yang tipis namun
banyak sehingga luas penampang lebih besar. Dengan demikian, bateri ini biasa
mempunyai arus listrik yang besar pada saat awal untuk menghidupkan mesin. Jenis
aki engine starter sebaiknya tidak mengalami discharge hingga 50% kapasitas muatan
listrik, ini dimaksudkan untuk menjaga keawetan baterei (aki). Apabila muatan
baterei besar sampai di bawah 50% dan dibiarkan dalam waktu lama, maka kapasitas
muatan baterei tersebut akan semakin berkurang sehingga menjadi tidak tahan lama.
b) Baterei Tipe Deep Cycle
Baterei tipe deep cycle biasanya digunakan untuk sistem PLTS dan backup
power, di mana baterei mampu mengalami discharge hingga muatan listriknya
tinggal sedikit. Berdasarkan kontruksinya, baterei dibedakan menjadi tipe
konvensional flooded lead acid (aki basah), tipe GEL, sealed lead acid (SLA),
absorbed glass mat (AGM) dan valve regulated lead acid (VRLA). Semua baterei
berbasis asam timbal (laed acid).
2.4 Perangkat Lunak

2.4.1 HOMER (Hybrid Optimization for Multiple Energy Resources)


HOMER (Hybrid Optimization Model for Multiple Energy Resources)
merupakan perangkat lunak yang dapat digunakan untuk melakukan perancangan
microgrid di berbagai sektor pembangkitan. HOMER dapat digunakan baik untuk sistem
pembangkitan listrik tipe stand-alone maupun grid-tied. Perangkat lunak ini memiliki tiga
fitur utama antara lain:

1. Melakukan simulasi operasi dari pembangkit listrik hybrid selama satu tahun
dengan interval satu menit hingga satu jam.

2. Melakukan penghitungan semua kombinasi sistem yang ada dan mengurutkan


sistem hasil simulasi sesuai dengan variabel-variabel optimisasi yang dipilih.

3. Melakukan penghitungan implikasi beberapa parameter yang sebelumnya tidak


dapat diprediksi dampaknya dengan berbagai macam variabel sensitivitas masukan.

Ketiga fitur tersebut dapat dilakukan dengan satu kali simulasi. Dengan fitur tersebut
diharapkan perancangan sistem PLTS dapat memberikan hasil yang optimal baik dari segi
engineering maupun analisis ekonomi. Gambar 1.9 merupakan tampilan dari perangkat
lunak HOMER.
26
-

Gambar 2.15 Tampilan Awal Perangkat Lunak HOMER

Pada perangkat lunak HOMER dapat diberikan masukan lokasi pemasangan


PLTS, sehingga diperoleh data koordinat spasial yang terkait dengan orientasi pemasangan
panel surya. Gambar 2.16 merupakan contoh masukan lokasi pemasangan PLTS pada
HOMER.

Gambar 2.16 Tampilan Pencarian Lokasi pada HOMER

27
Untuk membuat sebuah sistem pembangkit listrik mikro diperlukan masukan
melalui fitur LOAD dan COMPONENTS. Fitur Load digunakan untuk memasukkan
spesifikasi beban listrik yang ingin dipenuhi. Contoh masukan profil beban listrik pada fitur
LOAD dapat dilihat pada Gambar

Gambar 2.17 Tampilan Masukkan Profil Beban Listrik

Melalui fitur COMPONENT dapat ditambahkan perangkat seperti panel surya


(PV), Inverter (Converter), dan jaringan listrik PLN (Grid). Contoh skema sistem
pembangkit listrik mikro sederhana dari masukan komponen yang telah disebutkan dapat
dilihat pada Gambar

Gambar 2.17 Tampilan Skema Sistem PLTS

28
Adapun pada setiap komponen, terdapat jendela yang digunakan untuk
memberikan masukan berupa spesifikasi. Sebagai contoh, pada jendela panel surya (PV)
dapat dimasukkan data biaya investasi hingga orientasi dan kemiringan pemasangan
panel surya.

Selain itu, berdasarkan masukan lokasi pemasangan PLTS, dapat diunduh data
meteorologi seperti iradiasi, temperatur, maupun kecepatan angin melalui fitur
RESOURCES. Sebagai ilustrasi, Gambar menunjukkan profil data Global Horizontal
Irradiance (GHI) lokasi.

Gambar 2.18 Tampilan Data Meteorologi (GHI)

Adapun dua fitur masukan terakhir adalah, PROJECT dan SYSTEM. Pada fitur
PROJECT dapat dilakukan pemberian masukan berupa data ekonomi, pemilihan
skenario perhitungan, pemberian batasan sistem, serta data emisi. Sedangkan pada fitur
SYSTEM dapat dilakukan pemberian masukan berupa variabel-variabel yang akan
dipertimbangkan (Search Space) serta variabel sensitivitas yang ingin diketahui
implikasinya terhadap sistem (Sensitivity Inputs).

Apabila semua data dan spesifikasi telah dimasukkan, maka analisis


dapat dilakukan dengan menggunakan fitur Calculate. Hasil dari analisis HOMER secara
umum akan ditampilkan menjadi dua bagian utama yaitu tampilan hasil evaluasi sensitivitas
dan hasil optimisasi sistem dari variabel pilihan yang diberikan. Gambar merupakan
ilutrasi hasil dari simulasi sistem PLTS menggunakan HOMER.
29
Gambar 2.19 Tampilan Hasil Simulasi HOMER
2.4.2 SGHAT (Solar Glare Hazard Analysis Tool)
SGHAT merupakan perangkat simulasi glare web-based yang diciptakan oleh
Sandia National Laboratories. Perangkat ini dikhususkan untuk membantu desainer PLTS
dalam mencegah terjadinya glare yang dapat mengganggu aktivitas bandara. Terdapat tiga
fitur utama dari perangkat ini, yaitu :

1. Kapan dan dimana potensi terjadinya glare sepanjang tahun akibat instalasi panel
surya,

2. Efek yang ditimbulkan bagi mata manusia ketika glare terjadi,

3. Produksi energi tahunan dari PLTS, untuk menjadi pertimbangan ketika dilakukan
mitigasi glare selagi memaksimalkan luaran energi.

Dengan integrasi google map, pengguna dapat dengan mudah menentukan lokasi
pembangunan panel surya, titik observasi seperti menara ATC, serta arah runway pesawat
(flight path). Selain itu, terdapat parameter seperti material kaca panel, sudut pemasangan
serta orientasi panel yang turut mempengaruhi karakteristik glare yang timbul. Tampilan
pada perangkat SGHAT ini dapat dilihat seperti pada Gambar

30
Gambar 2.19 Tampilan Google Earth pada SGHAT

Selain itu, perangkat ini akan membagi potensi terjadinya glare ke dalam tiga
tingkatan hazard yang berbeda berdasarkan irradiasi retina dan sudut datang sinar,
seperti yang terlihat pada Gambar. Berikut tiga tingkatan tersebut:

1. Berpotensi rendah menghasilkan after-image (hijau)

2. Berpotensi menghasilkan after-image (kuning)

3. Berpotensi mengakibatkan kerusakan retina permanen (merah)

Gambar 2.20 Glare Hazard Plot

31
Hasil simulasi SGHAT akan dirangkum dalam sebuah summary tab yang
menunjukan seluruh potensi glare pada setiap titik obervasi dan flight path, untuk masing-
masing area panel surya. Contoh rangkuman hasil simulasi potensi glare dapat dilihat
pada Gambar

Gambar 2.21 Summary dari hasil simulasi SGHAT

Selanjutnya, data detil mengenai waktu terjadinya glare (glare occurrence


plot) dapat terlihat pada masing-masing titik observasi dan flight path. Terdapat satu buah
data untuk masing-masing titik observasi. Sedangkan untuk setiap flight path, tersedia
delapan titik, mulai dari titik threshold (titik awal take off atau landing) hingga titik 2 mil
dari threshold, dengan interval antar titik sebesar ¼ mil. Gambaran mengenai Glare
Occurrence Plot dan hasil simulasi glare pada titik pengamatan di sepanjang flight path
dapat dilihat seperti pada Gambar

32
Gambar 2.21 Contoh Glare Occurrence Plot (kiri) dan hasil simulasi Flight
Path

33
2.4 Analisis Ekonomi
Dalam melakukan analisis ekonomi terhadap sistem PLTS terdapat beberapa
indikator yang sering digunakan, yaitu Life Cycle Cost, Pay Back Periode, Net Present
Value, Internal Rate of Return, Cost of Energy, dan Benefit Cost Ratio.
2.4.1 Life Cycle Cost
Life Cycle Cost (LCC) sistem PLTS dihitung dari penjumlahan antara biaya
investasi awal dan biaya present value operasional dan maintenance (O&M) .
Perhitungan besar O&M sistem PLTS per tahun sebesar 1-2 % dari total biaya investasi
awal dari sistem PLTS. Setelah mempertimbangkan kondisi iklim dan cuaca di lokasi
pemasaangan sistem PLTS, maka besar O&M per tahun ditentukan 1% dari total biaya
investasi awal dari sistem PLTS. Berikut rumus yang digunakan untuk menghitung nilai
LCC panel surya [4].

𝐿𝐶𝐶 = 𝑆 + 𝑂&𝑀𝑝
(1+𝑖)𝑛 −1
𝑂&𝑀𝑝 = 𝑂&𝑀 𝑥 𝑖(1+𝑖)𝑛

di mana,
𝑆 : investasi awal
𝑂&𝑀𝑝 : biaya present value 𝑂&𝑀
𝑂&𝑀 : biaya 𝑂&𝑀 per tahun
𝑖 : tingkat bunga Bank
𝑛 : lama proyek

2.4.2 Cost of Energy


Cost of Energy dari suatu sistem PLTS adalah hasil bagi antara penjumlahan
O&M dengan biaya Investasi Awal yang telah dikalikan dengan faktor pemulian
modalnya dan total energi yang dihasilkan per tahun. Berikut persmaan dalam
menentukan nilai CoE [4,7].

Sx CRF + O&M
COE = 𝐴 𝑘𝑊ℎ
𝑖(1+𝑖)𝑛
CRF = (1+𝑖)𝑛−1

24
di mana,
CRF : Cost Recovery Factor
𝑖 : tingkat bunga Bank
𝑛 : lama proyek

2.4.3 Payback Periode


Payback periode adalah waktu yang dibutuhkan agar investasi yang telah
dikeluarkan kembali kepada investor. Perhitungan payback periode dilakukan untuk
mengetahui risiko keuangan terhadap proyek yang akan dilakukan. Nilai payback periode
yang semakin kecil akan semakin baik, dengan faktor risiko terhadap pengembalian
modal akan semakin cepat dalam waktu yang cepat. Dalam menghitung payback periode
biasa disebut metode payback dengan membagi modal awal yang dikeluarkan dengan
pendapatan yang diterima oleh pemodal selama satu tahun. Penggunaan payback period
dalam menghitung efektivitas investasi tetap memiliki batasan. Payback periode tidak
menghitung keuntungan yang didapatkan setelah payback periode serta memiliki
keterbatasan dalam membandingkan dua proyek
2.4.4 Net Present Value
Net Present Value atau NPV digunakan untuk menganalisis keuntungan dari investasi atau
proyek, formula yang digunakan sensitif terhadap perubahan nilai mata uang atau barang.
NPV membandingkan nilai uang yang diterima hari ini dan nilai uang pada masa mendatang
dengan memasukkan variabel inflasi dan laju pengembalian. NPV didasarkan pada teknik
discounted cash flow (DCF) dengan 3 langkah dasar, yaitu menemukan present value dari
setiap arus uang, termasuk didalamnya adalah pemasukan, pengeluaran, dan diskon harga
proyek

NPV adalah perbandingan antara nilai investasi pasar dan biaya itu sendiri. Jika nilai
NPV adalah negatif, maka proyek tidak direkomendasikan untuk dilaksanakan, jika nilainya
positif, maka proyek layak untuk dilaksanakan. Nilai NPV bernilai nol berarti tidak ada
perbedaan apabila proyek tetap dilaksanakan atau ditolak. Rumus untuk menentukan NPV
adalah sebagai berikut.
𝑁𝐶𝐹
NPV = -S + ∑𝑛𝑡=1 (1+𝑖)𝑡𝑡

25
di mana,
i : tingkat bunga Bank
n : masa kerja modul PV (tahun)
t : tahun yang akan dihitung (tahun)
S : investasi awal
NCF : pendapatan bersih hingga tahun ke-n

2.4.5 Benefit Cost Ratio


Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai persen uang yang diperoleh dari suatu pembangkit
setelah dibandingkan dengan biaya investasi pembangunan pembangkit dan biaya operation
and maintenance. Berikut perngertian nilai yang diperoleh dari perhitungan BCR
a) Nilai SIR bernilai 1, maka biaya investasi akan diperoleh kembali secara penuh.
b) Nilai SIR bernilai lebih dari 1, maka penghematan akan lebih besar daripada
investasi.
c) Nilai SIR bernilai kurang dari 1, maka biaya investasi akan lebih besar daripada
penghematan sistem.

Jika nilai BCR yang diperoleh 0,5 maka dapat disimpulkan nilai payback periode yang
diperoleh hanya sebesar 50% dari total investasi. Namun jika nilai BCR yang diperoleh 1,5 maka
penghematan melebihi biaya investasi sebesar 50%. Berikut rumus BCR
𝑁𝐶𝐹𝑡
∑𝑛
𝑡=1 (1+𝑖)𝑡
BCR = 𝑆

dimana :
BCR : Benefit Cost Ratio
𝑁𝐶𝐹𝑡 : Net Cash Flow pada tahun ke-t
𝑡 : tahun
𝑆 : biaya investasi awal
𝑛 : total tahun
𝑖 : tingkat bunga bank

2.4.6 Internal Rate of Return

26
IRR adalah nilai tingkat bunga yang menjadi titik keseimbangan antara keseluruan
pengeluaran dan pemasukan. Dengan kata lain, tingkat suku bunga di mana perolehan nilai
NPV sama dengan 0 disebut IRR. Metode perhitungan IRR menggunakan investasi dengan
menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari penerimaan yang diterima
dengan nilai sekarang dari pengeluaran untuk investasi. Rumus untuk menghitung IRR adalah
sebagai berikut.
𝑁𝑃𝑉1
IRR = 𝑖1 + 𝑁𝑃𝑉 −𝑁𝑃𝑉 (𝑖2 − 𝑖1 )
1 2

di mana
NPV1 : NPV ketika i1
NPV2 : NPV ketika i2
i1 : discount rate rendah
i2 : discount rate tinggi

27

Anda mungkin juga menyukai