Anda di halaman 1dari 3

AAF EFIANA

21080115120034

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES KOAGULASI-FLOKULASI


1. KEKERUHAN
Kekeruhan mengurangi kejernihan air yang diakibatkan oleh pencemaran-
pencemaran yang terjadi di dalam air, kekeruhan biasanya diakibatkan oleh lempeng,
partikel-partikel tanah dan pencemaran-pencemaran koloid lainnya. Tingkat kekeruhan
tergantung pada kehalusan partikel dan konsentrasinya. Air yang keruh cenderung mudah
diolah dibanding air yang jernih karena semakin keruh air maka partikel yang ada dalam
air tersebut semakin besar sehingga lebih mudah untuk diikat koagulan. Pada tingkat
kekeruhan yang rendah proses destibilisasi akan sukar terjadi. Sebaliknya pada tingkat
kekeruhan air yang tinggi maka proses destabilisasi akan berlangsung cepat. Tetapi
apabila kondisi tersebut digunakan dosis koagulan yang rendah maka pembentukan
flok kurang efektif. Standart untuk perbandingan adalah turbiditas. Kekeruhan diukur
dengan suatu alat potensiometer yang mengukur gangguan cahaya melalui contoh air.
2. PADATAN TERSUSPENSI
Padatan tersuspensi atau bisa disebut juga TSS merupakan sifat fisik suatu perairan
yang berkaitan dengan kekeruhan. Semakin bedar kadar TSS dalam air maka tingkat
kekeruhan air semakin tinggi begitu pula sebaliknya Kandungan zat padat tersuspensi
bervariasi, terdiri dari lumpur, pair halus serta jasad renik yang terutama disebabkan oleh
kikisan tanah yang terbawa ke badan air. Partikel-partikel yang tersuspensi dalam air
mempunyai muatan listrik pada permukaanya. Muatan ini disebabkan oleh adsorpsi
ion-ion oleh partikel seperti hidroksida (OH -) dari dalam air. Ion-ion tersebut
mengelilingi rapat permukaan partikel dan menarik ion-ion yang bermuatan dari
dalam larutan, sehingga sebagian muatan listrik partikel akan terimbangi.
3. TEMPERATUR
Pada temperatur yang rendah, kecepatan reaksi lebih lambat dan viskositas air
lebih besar sehingga flok lebih sukar mengendap. Suhu air yang rendah mempunyai
pengaruh terhadap efisiensi proses koagulasi. Bila suhu air diturunkan , maka
besarnya daerah pH yang optimum pada proses kagulasi akan berubah dan merubah
pembubuhan dosis koagulan.

4. pH
Pengaturan pH larutan perlu dilakukan dalam pengolahan limbah dengan metode
koagulasi dan flokulasi. Jika proses koagulasi dilakukan tidak pada rentang pH yang sesuai
dapat mengakibatkan gagalnya proses pembentukan flok dan rendahnya kualitas air yang
dihasilkan. Kurang optimalnya proses koagulasi flokulasi pada pH rendah menunjukan
bahwa koagulasi sangat dipengaruhi pH karena itu penambahan alkali seperti NaOH
mutlak diperlukan untuk mempertahankan pH agar tetap berada dalam batas daerah yang
baik untuk koagulasi. Apabila garam besi seperti fero sulfat dipergunakan sebagai
koagulan maka besi akan bereaksi dengan kandungan alkali yang terdapat didalam limbah
membentuk besi hidroksida yang berpengaruh dalam proses koagulasi. Seperti halnya
koagulan, flokulan juga flokulan kationik yang dipergunakan juga dipengaruhi oleh pH
pada pH 7 flokulan ini bekerja optimal dalam menetralisir muatan listrik pada permukaan
partikel-partikel koloid yang secara terus menerus akan membentuk flok yang kuat
mengikat partikel-partikel koloid dalam air limbah.
5. KOMPOSISI DAN KOMSENTRASI KATION DAN ANION
Komposisi dan konseentrasi kation dan anion dapat mempengaruhi proses suatu
penggumpalan. Pengaruh yang diberikan akan berbeda-beda tergantung dengan macam
garam (ion) dan konsentrasi. Semakin besar valensi ion maka akan semakin besar
pengaruh terhadap koagulan atau penggumpalan. Pengaruh ion pada penggumpalannya
AAF EFIANA
21080115120034

dapat dinyatakan sebagai penggumpalan dengan garam Fe dan Al akan banyak


dipengaruhi anion dibandingkan dengan kation. Jadi Natrium, Calsium, Magnesium
relatif tidak mempengaruhi. Aliminium dan besi akan bereaksi dengan alkalinitas dalam
air. Pada penambahn garam aluminium atau besi akan segera terbentuk ion-ion polimer
dan dapat terserap oleh partikel-partikel
6. DURASI DAN TINGKAT AGITASI SELAMA PROSES KOAGULASI- FLOKULASI
Pengadukan pelan akan memperpendek jarak antar partikel sehingga gaya tarik-
menarik antar partikel menjadi lebih besar dan dominan dibandingkan gaya tolaknya, yang
menghasilkan kontak dan tumbukan antar partikel yang lebih banyak dan lebih sering. Kontak
inilah yang menggumpalkan partikel-partikel padat terlarut terkoagulasi berukuran mikro
menjadi partikel-partikel flok yang lebih besar. Flok-flok ini kemudian akan beragregasi.
Ketika pertumbuhan flok sudah cukup maksimal (massa, ukuran), flok-flok ini akan
mengendap ke dasar reservoir, sehingga terbentuk dua lapisan pada reservoir, yaitu lapisan air
jernih pada bagian atas reservoir dan lapisan endapan flok yang menyerupai lumpur pada
dasar reservoir.
Hal inilah yang membuat kandungan padatan terlarut setelah koagulasi, yang akan
diumpankan pada proses mikrofiltrasi, menjadi lebih kecil daripada sebelum terjadi koagulasi.
Pengurangan ini ditunjukkan dengan persentase efektifitas koagulasi pada tiap waktu
pengadukan pelan yang divariasikan, yang berkisar antara 35-45% dengan persentase
efektifitas koagulasi tertinggi dihasilkan pada waktu pengadukan pelan 10 menit, yaitu 45%.
Penambahan waktu pengadukan pelan akan menaikkan efektifitas koagulasi hingga dicapai
waktu pengadukan pelan yang optimum, dimana pertumbuhan flok sudah mencapai titik
maksimalnya. Fenomena ini menjelaskan kenaikan persentase efektifitas koagulasi sebesar
7% saat waktu pengadukan pelan dinaikkan dari 5 menit menjadi 10 menit. Waktu
pengadukan pelan optimum akan menghasilkan jarak antar partikel yang paling dekat untuk
menghasilkan kontak, tumbukan antar partikel paling sering terjadi dan akan dihasilkan flok
dengan ukuran terbesar dan jumlah terbanyak, sehingga penurunan TDS maksimum, yang
menghasilkan efektifitaskoagulasi terbesar.
Namun, saat ukuran partikel sudah maksimum dan cukup untuk mengendap (waktu
pengadukan pelan optimum sudah tercapai), penambahan waktu pengadukan pelan tidak lagi
memperbesar ukuran flok, karena flok sudah berada pada kondisi jenuh. Sebaliknya,
penambahan waktu pengadukan akan meningkatkan kadar TDS (menurunkan persentase
efektifitas koagulasi) karena flok-flok partikel terlarut yang sudah jenuh akan pecah.
Flok-flok gumpalan besar terurai kembali menjadi partikel-partikel kecil yang sulit
mengendap. Hal ini menurunkan efektifitas koagulasi terhadap pemisahan padatan terlarut.
Hal inilah yang menyebabkan persentase efektifitas koagulasi berdasarkan TDS turun setiap 5
menit penambahan waktu pengadukan pelan dari waktu pengadukan 10 menit hingga 25
menit.
7. DOSIS KOAGULAN
Dosis pemberian koagulan untuk mengolah air limbah harus diperhitungkan dengan tepat agar
proses koagulasi flokulasi dapat berjalan secara optimal. Apabila dosis koagulan sesuai
dengan air limbah yang diolah maka pembentukan presipitat antara partikel-partikel limbah
yang bermuatan akan berikatan tepat dengan partikel-partikel koagulan kemudian diikuti
dengan peningkatan frekuensi tumbukan antar partikel sehingga dapat membentuk flok yang
lebih besar. Apabila dosis yang diberikan terlalu banyak maka, banyak partikel koagulan yang
tidak berikatan dengan partikel limbah sehingga koagulan tetap berada dalam air. Begitu pula
sebaliknya, apabila dosis koagulan yang diberikan terlalu sedikit maka banyak partikel air
limbah yang tidak berikatan dengan partikel koagulan sehingga tidak semua partikel limbah
menggumpal membentuk flok akibatnya air tersebut tidak memenuhi BM air bersih.
8. KOAGULAN PEMBANTU (CO-COAGULAN)
AAF EFIANA
21080115120034

Ketika koagulan direaksikan dengan air limbah, partikel-partikel koloid yang


terdapat dalam limbah tersebut akan membentuk agregasi atau penggabungan partikel
kecil untuk membentuk partikel yang lebih besar, sebagai akibat dari adanya perbedaan
muatan antara partikel koloid dengan koagulan. Proses koagulasi saja terkadang belum
cukup untuk mengendapkan agregat tersebut secara cepat. Penambahan polimer akan
mempengaruhi kestabilan molekul dari agregat yang terbentuk, sehingga ketika molekul
dalam keadaan tidak stabil polimer akan mudah untuk berikatan dengan agregat yang
nantinya akan membentuk agregasi baru atau disebut juga flok. Flok-flok tersebut akan
saling bergabung membentuk flok yang lebih besar. Flok-flok yang terbentuk mempunyai
berat molekul yanglebih besar dari molekul air sebagai akibat dari penambahan polimer,
sehingga flok tersebut akan dengan mudah mengendap.

SUMBER
Risdiato, Dian. OPTIMISASI PROSES KOAGULASI FLOKULASI UNTUK
PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI JAMU ( STUDI KASUS PT. SIDO MUNCUL ).
2007

Anda mungkin juga menyukai