Anda di halaman 1dari 22

EWATERING MANAGEMENT SYSTEM

Dewatering management system adalah upaya pengendalian air di tambang sehingga aktivitas
tambang dapat berjalan lebih produktif.

Dampak air terhadap penambangan :

 Ongkos pemompaan naik


 Traksi ban berkurang
 Produktivitas hauling turun
 Ongkos ban naik
 Ongkos blasting naik
 Kehilangan produksi apabila pit banjir
 Mengurangi kestabilan lereng
 Kualitas commodity turun
 Bobot material yang terangkut menjadi tinggi
 Produktivitas turun

Goal dari dewatering system adalah :

 Meminimalkan air yang masuk ke pit


 Mengeluarkan air dari pit

Adapun yang perlu diperhatikan dalam dewatering system adalah :

1. Pit water resource (Asal, debit, tingkat sedimentasi)


2. Sump system (Catchment area, kapasitas, posisi, design)
3. Pump system (Kemampuan, jenis, debit, jumlah, posisi)
4. Drainage system (Grade, in / out, design)
5. Rainfall Plan & Forecast
6. Water Treatment System (Settling Pond)
Gambar 1
Dewatering System

Pit Water Resource


Pada tambang terbuka :

 Limpasan hujan
 Air tanah

Pada tambang bawah tanah :

 Air tanah
 Rembesan atau bocoran dari sumber air permukaan

Problem :
Kuantitas air yang masuk ke dalam tambang :

 Kapan
 Dimana
 Berapa banyak

Geoteknik :

 Pore pressures
 Swelling or slaking of rocks

Lingkungan :

 Kualitas air
 Pengaruh terhadap sumberdaya air

Air hujan yang langsung masuk ke dalam areal Tambang :


Air Limpasan = Curah Hujan x Luas areal Tangkapan Air x Faktor Peresapan

Gambar 2
Air Limpasan

Air Tanah
Yaitu air yang masuk ke area tambang yang berasal dari :

 Drain hole
 Rembesan melalui sesar / kekar batuan

Gambar 3
Drain Hole

Catchment Area = Daerah Tangkapan Air


Yaitu Suatu daerah yang dibatasi oleh pembatas topografi berupa punggung-punggung bukit atau
gunung yang menampung air hujan yang jatuh di atasnya dan kemudian mengalirkannya melalui
drainase/saluran air yang ada di sekitar penambangan ke sump utama.
Gambar 4
Catchment Area

Curah Hujan
Curah Hujan diukur dalam mm, artinya tinggi kolom air dalam mm per satu meter persegi.
Cara prakiraan curah hujan :

1. Eksponensial Smoothing : Metode Prediksi curah hujan secara statistik berdasarkan


tingkat kecenderungan/trend data yang kemudian dibuat persamaan matematik
(Persamaan eksponensial). Dari persamaan eksponensial tersebut dibuat prediksi data
curah hujan kedepan.
2. Downscaling Modelling : Metode Prediksi curah hujan dengan melakukan model
peningkatan resolusi dari data global yang memiliki resolusi rendah dan bersifat spastial
data.
Gambar 5
Data Curah Hujan

Sump
Sump Final/Temporary/Intermediate :

 Sump dibentuk sesuai dengan design yang dibuat oleh Tim Engineering.
 Sump dibentuk di area tanah asli (insitu).
 Batas lokasi sump di buat minimum 100 meter dari toe dan menyediakan bench.
 Area sekitar sump harus bebas dari material loose seperti spoil dan fine coal. Jika area
sekitar sump terdapat bench slope maka harus dibuat paritan/tanggulan untuk mencegah
air permukaan langsung masuk ke dalam sump.
 Tersedia akses untuk kegiatan pemompaan dan pemeliharaan.
 Memiliki fasilitas mud trap sehingga air tidak langsung masuk secara liar ke dalam sump.
 Saat pembentukan awal, base sump harus bebas dari material lumpur atau spoil sehingga
air tidak keruh dan mengurangi sedimentasi yang memberikan beban lebih di area settling
pond sehingga menimbulkan isu lingkungan.
 Sump intermediate (jika ada) dibuat pada lokasi mimimum 50 meter dari dinding
tambang dan jika dasar sump adalah material insitu berupa pasir atau jenis material lain
yang berpotensi sebagai peresap air (permeable) maka dasar sump harus dilakukan
perlapisan material impermeable yang dikompaksi atau sesuai rekomendasi Tim Geotek.
 Sump temporary dibuat jika estimasi penggunaannya tidak lebih dari 3 bulan.
Fungsinya hanya sebagai flip flop saat eksekusi sequence. Namun jika estimasi lebih dari
3 bulan, maka harus dibentuk sump final.
Gambar 6
Main Sump
Gambar 7
Sump Intermediate

Mud Trap Pit dan Mud Trap Outlet Pompa :

 Mud trap pit dibentuk sesuai dengan design yang dibuat oleh Tim Engineering.
 Mud trap pit dibentuk di area tanah asli (insitu), sedangkan mud trap outlet pompa dapat
dibentuk menggunakan tanah timbunan, konstruksi beton, dan lain-lain sesuai
rekomendasi pihak Enviro. Dimana jatuhan air outlet pompa ditahan menggunakan
susunan ban bekas.
Gambar 8
Mud Trap Pit pada Sump

 Posisi mud trap pit harus berada dibagian luar area sump (inlet sump) dan berfungsi
sebagai pintu masuk semua air yang akan menuju ke sump. Posisi mud trap outlet pompa
berada di bagian luar ujung outlet pompa dan berfungsi sebagai pintu keluar air dari
pemompaan sump dan sebagai fasilitas sedimentasi material lumpur hasil pemompaan.
Gambar 9
Outlet Pompa

 Tersedia akses untuk pemeliharaan mud trap.


 Base mud trap saat awal pembentukan bebas dari material lumpur.
 Mud trap bisa dibentuk di area insitu maupun dengan penimbunan kemudian pemadatan
terlebih dahulu menggunakan alat berat.

Drainase Pit :

 Drainase di sisi-sisi jalan tambang berbentuk ditch untuk mengarahkan air


permukaan menuju sump, air tidak mengarah ke frame slope final diluar lokasi yang
ditetapkan.
 Drainase di area loading point berbentuk ditch/contour drainage untuk mengarahkan air
ke sump dan tidak diperbolehkan adanya genangan air di loading point.
 Drainase di bench berbentuk ditch dan di slope berupa drop structure dan lain-lain
ditujukan untuk mengarahkan air permukaan bench slope ke lokasi yang ditetapkan.
 Drainase di area sekitar crest pit limit berbentuk ditch/tanggulan/contour drainage
ditujukan untuk mengalihkan air permukaan masuk ke dalam pit.
 Drainase yang melintasi jalan-jalan tambang aktif harus dilengkapi dengan fasilitas
gorong-gorong (culvert) sesuai dimensi yang mencukupi.
 Di sekeliling boundary sump dibentuk perimeter ditch sehingga air di tambang tidak
langsung jatuh ke sump, namun melalui ditch kemudian masuk ke mud trap sebelum
masuk ke sump. Untuk ditch pada posisi ini dibentuk sesuai dengan design yang dibuat
oleh Tim Engineering.
 Drainase harus bebas dari penyumbatan.
Gambar 9
Drop Structure

Ditch/ Open Channel : Saluran biasanya dengan sisi atas terbuka berfungsi untuk mengalirkan air
secara grafitasi, diarea tambang biasanya diaplikasikan dalam bentuk :

 Pit Outer Drainage


 Drainase disposal
 Drainase utama menuju settling pond
 Drainase jalan hauling, dll.

Gambar 10
Open Channel
Gambar 11
Outer Drainage

Culvert : digunakan untuk menyeberangkan aliran air melewati jalan, tanggul dsb. Bahan2 yang
digunakan untuk culvert/ gorong-gorong :

 Pipa Besi
 Silinder beton
 Box culvert beton
 Pipa Corrugated, dll.

Gambar 12
Culvert

Pumping System
Gambar 13
Pumping System

System pemompaan yang biasa digunakan :


1. Direct pumping

2. Multi stage pumping

 Dapat memperbesar head dan debit sistem


 Membutuhkan bench untuk pompa tandem
 Pompa yang dibutuhkan 2 x jumlah pompa awal
 Line outlet pompa dapat menggunakan jalur lowwall
Gambar 12
Multi stage pumping

3. Multi stage pumping with inter mediate sump

 Membagi catchment area antara sump utama dan sump intermediate


 Membutuhkan area luas untuk pembentukan sump intermediate
 Pompa yang dibutuhkan di sump utama lebih sedikit karena catchment area nya
berkurang
 Sump intermediate tidak dapat dibuat di lowwall karena air sump dapat meresap ke
bawah
Gambar 13
Multi stage pumping with inter mediate sump

Settling Pond
Yaitu kolam yang berfungsi untuk menampung air tambang sekaligus mengendapkan partikel-
partikel padatan.

Kebutuhan settling pond didasarkan pada :

 Perencanaan 5 tahunan tambang (5YP)


 Perencanaan jangka panjang (LOM)
 Ketersediaan fasilitas eksisting
 Kondisi topografi, sungai, ketersediaan area bebas dsb.

Lokasi settling pond didasarkan pada :

 Simulasi arah aliran dari plan 5YP atau LOM


 Simulasi catchment area
 Posisi badan air penerima
 Kondisi area bebas/ potensi dibebaskan

Catchment area didasarkan pada :

 Digenerate berdasarkan plan 5YP atau LOM


 Menentukan kebutuhan dimensi & kapasitas settling pond

Parameter air limbah (TSS, gradasi ukuran partikel tersuspensi, PH, dll) didasarkan pada :

 SP untuk mengolah TSS


 SP untuk mengolah air asam
 SP untuk mengolah TSS dan air asam

Elevasi dan dimensi settling pond didasarkan pada :

 Kebutuhan panjang jalur pengendapan untuk keperluan treatment


 Kebutuhan kapasitas tampung settling pond
 Kondisi ketersediaan lahan
 Kondisi topografi
 Rencana metode maintenance SP

Idealnya, settling pond terdiri atas :

1. Sediment pond
2. Safety pond
3. Fasilitas treatment
4. Mud pond
5. Titik pentaatan
6. Drying pond

Gambar 14
Settling Pond

1. Sediment Pond
Fungsi :
Sediment Pond berfungsi untuk mengendapkan material yang relatif berat dengan ukuran 0.01
mm s/d 1 mm secara gravitasi tanpa penambahan bahan kimia.
Type sediment : gravel, sand, sandy silt
Lokasi :
Berada di awal proses pengolahan (sebelum air ditambahkan bahan kimia)
Proses :

 Pengendapan material kasar (Coarse Solid Reduction)


 Pengurangan Kecepatan Aliran (Velocity reduction)
Kriteria Desain :

 Panjang jalur pengendapan sesuai target ukuran partikel yang akan diendapkan
 Kecepatan air optimal untuk menghindari terjadinya clogging (jika terlalu lambat)
ataupun erosi (jika terlalu cepat)
 Dimensi dan jumlah kolam menyesuaikan rencana metode dan skedul maintenance

2. Safety Pond
Fungsi :
Safety Pond berfungsi untuk menampung sementara air limbah yang dihasilkan dari curah hujan
maksimum dalam jangka waktu pendek
Type sediment: silt, silty clay, clay
Lokasi :
Setelah sediment Pond, sebelum intake menuju mud pond
Proses :

 Tampungan (Storage)
 Pengendali banjir
 Penyeragaman (Equalization)

Kriteria Desain :

 Mampu menahan debit runoff dan pompa saat hujan tinggi berdasarkan Periode Ulang
Rencana
 Memungkinkan untuk mengalirkan air secara grafitasi ke mud pond
 Tersedia dead storage untuk tampungan lumpur sesuai dengan umur rencana atau rencana
maintenance

Gambar 15
Konsep Air di Safety Pond

3. Fasilitas Treatment
Fungsi :
Fasilitas Treatment berfungsi sebagai fasilitas pengaturan debit dan lokasi penambahan bahan
kimia (flokulan/koagulan/Ph adjuster) yang memungkinkan terjadinya proses pengadukan
dengan air yang akan di olah baik pengadukan cepat (rapid mixing) maupun pengadukan lambat
(slow mixing).
Lokasi :
Berada diantara safety pond dan mud pond
Proses :

 Pengaturan debit
 Injeksi bahan kimia

Kriteria Desain :

 Pengaturan debit
 Tersedia flokulator (tempat injeksi bahan kimia)

Gambar 16
Fasilitas Treatment

4. Mud Pond
Fungsi :
Mud Pond berfungsi memisahkan air dengan endapan yang terbentuk dari proses pencampuran
bahan kimia berupa koagulan dan flokulan dengan air limbah.
Lokasi :
Berada setelah fasilitas slow mixing dan sebelum titik pentaatan
Proses :

 Pengendapan suspended solid


 Injeksi bahan kimia
 Kriteria Desain :
 Pengaturan debit
 Tersedia flokulator (tempat injeksi bahan kimia)

5. Titik Pentaatan
Fungsi :
Titik pentaatan berfungsi sebagai titik dimana perusahaan harus taat terhadap baku mutu air
limbah sesuai peraturan yang berlaku sekaligus di sebagai tempat dilakukannya monitoring dan
sampling air dari hasil pengolahan limbah.

Gambar 17
Titik Pentaatan

Gambar 18
Parameter Titik Pentaatan
6. Drying Pond
Fungsi :
Drying Pond berfungsi sebagai tempat untuk penirisan lumpur buangan dari proses maintenance
settling pond hingga dapat di lakukan proses trucking ke area disposal.
Lokasi :
Berada disekitar area setlling pond yang akan dilakukan maintenance.
Proses :

 Penirisan slurry (lumpur cair)


 Kriteria Desain :
 Kapasitas mempertimbangkan volume lumpur yang akan dimaintenance
 Berada dalam area yang tidak terlalu jauh dari settling pond

Tools untuk kontrol dewatering : Laporan detail mengenai DEWATERING

Gambar 19
Dewatering Report
Diposting oleh Dedy Waliyan di 08.56
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
uludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau
memotong lereng. Tinggi tumpukan tanah sekitar 25 – 30 cm dengan lebar dasar sekitar 30 – 40
cm. Jarak antara guludan tergantung pada kecuraman lereng, kepekaan erosi tanah, dan erosivitas
hujan. Semakin curam lereng, semakin pendek jarak guludan; semakin peka tanah terhadap erosi
semakin pendek jarak lereng; dan semakin tinggi erosivitas hujan, semakin pendek jarak lereng.

Untuk tanah dengan kepekaan erosinya rendah, guludan dapat diterapkan pada tanah dengan
kemiringan sampai 8 %. Penampang guludan disajikan pada Gambar 1. Guludan dapat diperkuat
dengan menanam rumput atau tanaman perdu.

Gambar 1. Sketsa pPenampang Guludan dan Guludan Bersaluran

Pada lereng yang lebih curam dari 8 % atau tanah yang lebih peka erosi, guludan mungkin tidak
akan mampu mengurangi erosi sampai batas laju erosi yang masih dapat dibiarkan. Dalam
keadaan ini dapat digunakan metode lain yaitu metode bersaluran. Guludan bersaluran juga
dibuat memanjang menurut arah garis kontur atau memotong lereng. Pada guludan
bersaluran di sebelah atas sejajar dengan guludan dibuat saluran, seperti tertera pada Gambar 1
(b). Ukuran guludan pada guludan bersaluran sama seperti guludan biasa, sedangkan kedalaman
saluran adalah 25 sampai 40 cm dengan lebar 30 cm.

Pada metode ini guludan diperkuat dengan tanaman rumput, perdu atau pohonan yang tidak
begitu tinggi dan tidak rindang. Guludan bersaluran dapat dibuat pada lereng sampai 12%.
Guludan bersaluran pada tanah permeabilitasnya tinggi dapat dibuat tepat menurut garis kontur.
Pada tanah yang permeabilitasnya rendah, guludan bersaluran dibuat berlereng terhadap
konsut sebesar tidak lebih dari satu persen menuju ke arah saluran pembuangan. Tujuannya
adalah agar air yang tidak dapat segera masuk ke dalam tanah disalurkan dengan kecepatan yang
rendah ke luar lapangan.

Anda mungkin juga menyukai