Anda di halaman 1dari 26

DRAINASE PERKOTAAN

SUMUR RESAPAN
By:
Rizky Franchitika, ST, M.Eng
PENDAHULUAN

Konsep dasar sumur resapan pada hakekatnya adalah


memberikan kesempatan dan jalan pada air hujan yang jatuh
diatap atau lahan yang kedap air untuk meresap ke dalam
tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu
sistem resapan. Dengan adanya tampungan, maka air hujan
mempunyai cukup waktu untuk meresap ke dalam tanah,
sehingga pengisian tanah menjadi optimal.
Sumur resapan dibuat dengan tujuan untuk mengalirkan air
buangan dari permukaan tanah ke akuifer air tanah. Alirannya
berlawanan dengan sumur pompa, tetapi konstruksi dan cara
pembangunannya mungkin dapat saja sama. Pengimbuhan
sumur akan lebih praktis apabila terdapat akuifer tertekan
yang dalam dan perlu untuk diimbukan, atau pada suatu
kawasan kota yang memiliki lahan yang sempit/terbatas.
Kriteria perancangan sumur resapan:
1. Sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak
pada tanah berlereng, curam atau labil.
2. Sumur resapan berjarak minimal lima meter dari tempat
penimbunan sampah dan septic tank dan berjarak minimal
satu meter dari fondasi bangunan.
3. Kedalaman sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau
maksimal dua meter di bawah permukaan air tanah.
Kedalaman muka air (water table) tanah minimum 1,50 meter
pada musim hujan.
4. Struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah
(kemampuan tanah menyerap air) minimal 2,0 cm per jam
yang berarti dalam satu jam mampu menyerap genangan air
setinggi 2 cm.
Prosedur dan tata cara pembuatan lubang resapan
Cara pembuatan sumur resapan air pada rumah dengan talang air adalah sebagai berikut:

1. Buat sumur dengan diameter 80-100 cm sedalam 1,5 m namun tidak melebihi muka air tanah.

2. Untuk memperkuat dinding tanah, gunakan buis beton, pasangan bata kosong (tanpa plesteran) atau
pasangan batu kosong.

3. Buatlah saluran pemasukan yang mengalirkan air hujan dari talang ke dalam sumur resapan dengan
menggunakan pipa paralon.

4. Buatlah saluran pembuangan dari sumur resapan menuju parit yang berfungsi membuang limpahan air
saat sumur resapan kelebihan air. Ketinggian pipa pembuangan harus lebih tinggi dari muka air tanah
tertinggi pada selokan drainase jalan tersebut.

5. Isi lubang sumur resapan air dengan koral setebal 15 cm.

6. Tutup bagian atas sumur resapan dengan plat beton. Di atas plat beton ini dapat diurug dengan tanah.
Cara Pembuatan Lubang Biopori :

1. Buat lubang silindris secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 cm.

Kedalamannya sekitar 100 cm atau sampai melampaui muka air tanah jika dibuat

tanah yang mempunyai permukaan air dangkal. Jarak antar lobang antara 50-100

cm.

2. Mulut lubang dapat diperkuat dengan semen selebar 2-3 cm setebal 2 cm.

3. Isi lubang dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, sisa tanaman,

atau dedaunan.

4. Sampah organik perlu ditambahkan jika isi lubang sudah berkurang atau menyusut

akibat proses pelapukan.

5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim

kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang.


Contoh gambar desain

SKEMA UMUM SISTEM PEMBUANGAN GRAVITASI


SKEMA UMUM SISTEM PEMBUANGAN BERTEKANAN
SKEMA UMUM SISTEM SUMUR RESAPAN
Manfaat Sumur Resapan
1. Mengurangi air limpasan, sehingga jaringan drainase akan dapat
diperkecil.
2. Mencegah adanya genangan air dan banjir.
3. Mempertahankan tinggi muka air tanah yang semakin hari semakin
menurun, akibat defisit penggunaan air.
4. Mengurangi/menahan intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan
wilayah pantai.
5. Mencegah penurunan/amblesan tanah (land subsidence), akibat
pengambilan air tanah yang berlebihan.
6. Mengurangi pencemaran air tanah.
7. Menyediakan cadangan air untuk usaha tani bagi lahan di sekitarnya.
Komponen Bangunan Sumur Resapan

 Saluran irigasi sebagai sumber air yang akan dimasukkan


ke dalam sumur.
 Bak kontrol yang berfungsi untuk menyaring air sebelum
masuk sumur resapan.
 Pipa pemasukan
 Sumur resapan
 Pipa pembuangan yang bersungsi sebagai saluran
pembuangan jika air dalam sumur resapan sudah penuh.
Skema Teknis Sumur Resapan
Beberapa Ketentuan Konstruksi Sumur Resapan
1. Sebaiknya letak berada diatas atau di arah hulu dari sumur-sumur gali yang
akan dipelihara/ditingkatkan muka air tanahnya.
2. Untuk menjaga pencemaran air di aquifer kedalaman sumur resapan diatas
kedalaman muka air tanah tidak tertekan (unconfined aquifer).
3. Pada daerah berkapur/karst perbukitan kapur dengan kedalaman tanah yang
dangkal, kedalaman air tanah pada umumnya sangatlah dalam sehingga
pembuatan sumur resapan sangatlah tidak direkomendasikan. Demikian
pula sebaliknya di lahan pertanian pasang surut yang berair tanah sangat
dangkal.
4. Untuk mendapatkan jumlah air yang memadai, sumur resapan harus
memiliki tangkapan air hujan berupa suatu bentang lahan baik berupa lahan
pertanian atau atap rumah.
Beberapa Ketentuan Konstruksi Sumur Resapan

5. Sebelum air hujan yang berupa aliran permukaan masuk kedalam


sumur melalui sebuah parit, sebaiknya dilakukan penyaringan air di bak
kontrol terlebih dahulu.
6. Bak kontrol terdiri-dari beberapa lapisan berturut-turut adalah lapisan
gravel (kerikil), pasir kasar, pasir dan ijuk.
7. Penyaringan ini dimaksudkan agar partikel-partikel debu hasil erosi
dari daerah tangkapan air tidak terbawa masuk ke sumur sehingga tidak
menyumbat pori-pori lapisan aquifer yang ada.
8. Untuk menahan tenaga kinetis air yang masuk melalui pipa
pemasukan, dasar sumur yang berada di lapisan kedap air dapat diisi
dengan batu belah atau ijuk.
Beberapa Ketentuan Konstruksi Sumur Resapan

9. Pada dinding sumur tepat di depan pipa pemasukan, dipasang pipa


pengeluaran yang letaknya lebih rendah dari pada pipa pemasukan
untuk antisipasi terjadi luapan air di dalam sumur.
10. Diameter sumur bervariasi tergantung besarnya curah hujan, luas
tangkapan air, konduktifitas hidrolika, tebal dan daya tampung lapisan
aquifer. Umumnya berkisar antara 1–1,5m
11. Tergantung pada tingkat kondisi lapisan tanah dan ketersediaan dana
yang ada, dinding sumur dapat dilapis. Lebih baik bila dibuat lubang2
air dapat meresap juga secara horizontal.
12. Untuk menghindari terjadinya gangguan maka bibir sumur dapat
dipertinggi atau ditutup dengan papan/plesteran.
Faktor yang menentukan Dimensi Sumur
Resapan

luas permukaan penutup lahan, yaitu lahan yang airnya akan

ditampung dalam sumur resapan meliputi luas atap, lapangan


parkir dan perkerasan-perkerasan lainnya.
Karakteristik hujan, meliputi intensitas hujan, lama hujan,

salang waktu hujan. Makin tinggi hujan dan makin lama


berlangsungnya hujan memerlukan volume sumur resapan
makin besar.
Cont.
 Koefisien permeabilitas tanah, yaitu kemampuan tanah dalam
melewatkan air persatuan waktu. Tanah berpasir mempunyai koefisien
yang lebih tinggi dibandingkan tanah berlempung.
 Tinggi muka air tanah. Pada kondisi muka air tanah yang dalam,

sumur resapan perlu dibuat secara besar-besaran karena tanah benar-


benar memerlukan pengisian air melalui sumur-sumur resapan,
sebaliknya pada lahan dengan muka air dangkal, pembuatan sumur
resapan kurang efektif, terutama pada daerah pasang surut atau daerah
rawa dimana air tanahnya sangat dangkal. Bila muka air tanah kurang
dari 5 m, maka konstruksi yang dipakai adalah parit peresapan air
hujan.
SUMUR RESAPAN
Dimensi Sumur Resapan :

1. Litbang Pemukiman PU (1990)


2. HMTL-ITB (1990)
3. Sunjoto (1988)
Litbang Pemukiman PU (1990)
Pusat penelitian dan Pengembangan Permukiman PU (1990) telah
menyusun standar tata cara perencanaan teknis sumur resapan air
hujan untuk lahan pekarangan yang dituangkan dalam SK SNI T-06-
1990 F. Formula ini dibangun berasaskan keseimbangan statik, sbb:
At IT  As KT
H
As  PKT
H = kedalaman/tinggi air dalam sumur (m)
I = intensitas hujan (m/jam)
At = Luas tadah, berupa luas bidang atap atau permukaan yang diperkeras (m 2)
As = luas tampungan sumur (m2)
P = keliling sumur (m)
K = koefisien permeabilitas tanah (m/jam)
T = durasi hujan (jam)
R = Radius sumur (m)
HMTL-ITB (1990)
 Model ini berdasarkan pada asas keseimbangan statis yang dibangun
berdasarkan formulasi empiris yang menghitung dimensi sumur resapan yang
mendasarkan konsep V. Breen bahwa hujan terkonsentrasi adalah 90% dan
konsep Horton bahwa air yang meresap alami adalah sebesar 30% jadi yang
harus diresapkan adalah sebesar 70% maka formula:

H
   
At .0,7.0,9.R 24 j   / 4.d 2 . 179 / p / 6
 / 4.d 2 .1000
dengan:
H = tinggi air dalam sumur (m)
At = luas bidang atap (m2)
d = dimensi sumur (0,80 – 1,40 m)
p = Faktor perkolasi (menit/cm)
R24j = curah hujan terbesar dalam 24 jam (mm/hr)
0,7 = air hujan yang diresapkan sebesar 70% (Horton)
0,9 = hujan terkonsentrasi sebesar 90% (V.Breen)
1/6 = faktor konversi dari 24 jam ke 4 jam (V.Breen)
S U N J O T O 1 9 8 8

Secara teoritis, volume dan efisiensi sumur resapan dapat


dihitung berdasarkan keseimbangan air yang masuk kedalam
sumur dan air yang meresap kedalam tanah dan dapat ditulis
sebagai berikut:

Q    FKT 
H 1  exp 
 R 
2
FK 
dengan,
H : tinggi muka air dalam sumur (m)
Q : debit air masuk (m3/j)
F : faktor geometrik (m)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/j)
T : Durasi Dominan Hujan (j)
R : Radius sumur (m)
Faktor Geometrik Sumur
Faktor geometrik yang pertama diperkenalkan oleh Forchheimer (1930) untuk
menghitung permeabilitas tanah adalah besaran yang mewakili keliling serta luas
tampang sumur, gradien hidraulik, keadaan perlapisan tanah serta kedudukan
sumur terhadap perlapisan tersebut serta porositas dinding sumur yang
dinyatakan dalam besaran radius sumuran.
1. Berbentuk bola, seluruh lapisan tanah porus (Samsioe, 1931; Dachler, 1936;
Aravin, 1965)
F  4R
2. Dasar setengah bola, lapisan tanah bawah porus atas kedap air (Samsioe,
1931; Dachler, 1936; Aravin, 1965)
F  2R
3. Dasar Rata, lapisan tanah bawah porus atas kedap air (Forchheimer, 1930;
Dachler, 1936; Aravin, 1965)

F  4R
Cont.
F   2R
4. Dasar setengah bola, seluruh lapisan tanah porus (Sunjoto, 1996)

5. Dasar rata, seluruh lapisan tanah porus, Harza (1935) memberikan F = 4,8R s/d 5,6R, Taylor
(1948) menghasilkan F = 5,7R dan Hvorslev (1951) memberikan kesepakatan F = 5,5R.
Sedangkan menurut Sunjoto (1989)
F  2R
6. Dasar setengah bola, dinding bawah sumur porus, lapisan tanah bawah porus dan atas kedap air
(Sunjoto, 1996)
2L   2 R ln 2
F
 L  2R  L  2  
Ln      1 
 R  R   
 
7. Dasar rata, dinding bawah sumur porus pada lapisan tanah bawah porus dan atas kedap air menurut
Dachler (1936)
2  L  R ln 2
2L F
F Sedangkan menurut Sunjoto (1996)  L  2R  L  2  

L  L  2   ln      1 
ln      1   R  R   
R  R     
 
8. Dasar setengah bola, dinding bawah sumur porus 2L   2 R ln 2
F
dan seluruh lapisan tanah porus menurut Sunjoto 
L  2 R  L  2  
(1996) ln      1 
 R  2 R   
 

9. Dasar rata, dinding bawah sumur porus dan seluruh 2L


F
lapisan tanah porus menurut Dachler (1936)   L  2  
L
ln      1 
 2R  2 R   
 
Sedangkan menurut Sunjoto (1996)
2 ( L  R ln 2)
F
  L  2  
L  2 R
ln      1 
 R  2 R   
 
10. Dasar setengah bola, seluruh dinding sumur porus
dan seluruh lapisan tanah porus menurut Sunjoto 2H   2 R ln 2
F
(1996)   2 H  2  
2( H  2 R )
ln      1 
 5R  5 R   
 

2 ( H  R ln 2)
11. Dasar rata, seluruh dinding sumur porus dan F
 2( H  2 R)  2 H  2  
seluruh lapisan tanah porus menurut Sunjoto (1996) ln      1 
 5R  5 R   
 
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai