Anda di halaman 1dari 39

DRAINASE PERKOTAAN

SUMUR RESAPAN
TIK
 Mampu merancang sistem drainase
sumur resapan
Latar Belakang
Perkembangan Kota

Pertambahan Jumlah Peningkatan


Penduduk Kebutuhan Lahan

Perubahan Pola Guna Lahan dan


Fungsi hidrologis lahan

Peningkatan Kebutuhan Air Peningkatan Limpasan

Resiko Banjir/Kering Imbuhan Air Berkurang Beban Saluran Drainase


Bertambah Bertambah

Perda PemKot Ancaman keberlanjutan input sumber air


14/1998/123

Penerapan SISTEM DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN


Konsep Sistem Drainase Konvensional
IMPLIKASI :

Imbuhan Air Tanah MINIM

Keberlanjutan Sumber Air Terancam

Limpasan Semakin Besar

Beban Sistem Drainase Bertambah

Resiko Banjir Meningkat

Drainage =
mengalirkan, membuang, Daerah Terbangun Semakin Meningkat
menguras, mengalihkan
air (Suripin, 2004) ??
Konsep Sistem Drainase Berwawasan Lingkungan

Mempertahankan/Mengembalikan Fungsi Hidrologis Lahan dengan


maksimalisasi konservasi sehingga limpasan terminimasi

Imbuhan Air Tanah Bertambah


Beban Limpasan Saluran Drainase Makro Berkurang
Resiko Banjir Berkurang
P E N G G A N T A R

Konsep dasar sumur resapan pada


hakekatnya adalah memberikan
kesempatan dan jalan pada air hujan
yang jatuh diatap atau lahan yang
kedap air untuk meresap ke dalam
tanah dengan jalan menampung air
tersebut pada suatu sistem resapan.
Dengan adanya tampungan, maka air
hujan mempunyai cukup waktu untuk
meresap ke dalam tanah, sehingga
pengisian tanah menjadi optimal.
Sistem Pengimbuhan Air Tanah

Sumur Resapan ?

Sumur resapan adalah sumur yang dibuat


sebagai tempat penampungan air hujan
berlebih agar memiliki waktu dan ruang untuk
meresap ke dalam tanah melalui proses
infiltrasi. (Suripin)
Manfaat Sumur Resapan
1. Mengurangi air limpasan, sehingga jaringan drainase
akan dapat diperkecil.
2. Mencegah adanya genangan air dan banjir.
3. Mempertahankan tinggi muka air tanah yang semakin
hari semakin menurun, akibat defisit penggunaan air.
4. Mengurangi/menahan intrusi air laut bagi daerah yang
berdekatan dengan wilayah pantai.
5. Mencegah penurunan/amblesan tanah (land
subsidence), akibat pengambilan air tanah yang
berlebihan.
6. Mengurangi pencemaran air tanah.
7. Menyediakan cadangan air untuk usaha tani bagi lahan
di sekitarnya.
Komponen Bangunan Sumur Resapan
 Saluran irigasi sebagai sumber air yang akan
dimasukkan ke dalam sumur.
 Bak kontrol yang berfungsi untuk menyaring
air sebelum masuk sumur resapan.
 Pipa pemasukan
 Sumur resapan
 Pipa pembuangan yang bersungsi sebagai
saluran pembuangan jika air dalam sumur
resapan sudah penuh.
Skema Teknis Sumur Resapan
Konsep Sistem Drainase Berwawasan Lingkungan
Beberapa Ketentuan Konstruksi
Sumur Resapan
1. Sebaiknya letak berada diatas atau di arah hulu dari sumur-
sumur gali yang akan dipelihara/ditingkatkan muka air
tanahnya.
2. Untuk menjaga pencemaran air di aquifer kedalaman sumur
resapan diatas kedalaman muka air tanah tidak tertekan
(unconfined aquifer).
3. Pada daerah berkapur/karst perbukitan kapur dengan
kedalaman tanah yang dangkal, kedalaman air tanah pada
umumnya sangatlah dalam sehingga pembuatan sumur
resapan sangatlah tidak direkomendasikan. Demikian pula
sebaliknya di lahan pertanian pasang surut yang berair tanah
sangat dangkal.
4. Untuk mendapatkan jumlah air yang memadai, sumur
resapan harus memiliki tangkapan air hujan berupa suatu
bentang lahan baik berupa lahan pertanian atau atap rumah.
Beberapa Ketentuan Konstruksi
Sumur Resapan
5. Sebelum air hujan yang berupa aliran permukaan
masuk kedalam sumur melalui sebuah parit, sebaiknya
dilakukan penyaringan air di bak kontrol terlebih dahulu.
6. Bak kontrol terdiri-dari beberapa lapisan berturut-turut
adalah lapisan gravel (kerikil), pasir kasar, pasir dan ijuk.
7. Penyaringan ini dimaksudkan agar partikel-partikel
debu hasil erosi dari daerah tangkapan air tidak terbawa
masuk ke sumur sehingga tidak menyumbat pori-pori
lapisan aquifer yang ada.
8. Untuk menahan tenaga kinetis air yang masuk melalui
pipa pemasukan, dasar sumur yang berada di lapisan
kedap air dapat diisi dengan batu belah atau ijuk.
Beberapa Ketentuan Konstruksi
Sumur Resapan
9. Pada dinding sumur tepat di depan pipa pemasukan,
dipasang pipa pengeluaran yang letaknya lebih rendah dari
pada pipa pemasukan untuk antisipasi terjadi luapan air di
dalam sumur.
10Diameter sumur bervariasi tergantung besarnya curah
hujan, luas tangkapan air, konduktifitas hidrolika, tebal dan
daya tampung lapisan aquifer. Umumnya berkisar antara 1–
1,5m
11. Tergantung pada tingkat kondisi lapisan tanah dan
ketersediaan dana yang ada, dinding sumur dapat dilapis.
Lebih baik bila dibuat lubang2 air dapat meresap juga
secara horizontal.
12. Untuk menghindari terjadinya gangguan maka bibir
sumur dapat dipertinggi atau ditutup dengan
papan/plesteran.
Faktor yang menentukan
Dimensi Sumur Resapan
 luas permukaan penutup lahan, yaitu lahan
yang airnya akan ditampung dalam sumur
resapan meliputi luas atap, lapangan parkir
dan perkerasan-perkerasan lainnya.
 Karakteristik hujan, meliputi intensitas hujan,
lama hujan, salang waktu hujan. Makin tinggi
hujan dan makin lama berlangsungnya hujan
memerlukan volume sumur resapan makin
besar.
Cont.
 Koefisien permeabilitas tanah, yaitu kemampuan tanah
dalam melewatkan air persatuan waktu. Tanah berpasir
mempunyai koefisien yang lebih tinggi dibandingkan tanah
berlempung.
 Tinggi muka air tanah. Pada kondisi muka air tanah yang
dalam, sumur resapan perlu dibuat secara besar-besaran
karena tanah benar-benar memerlukan pengisian air
melalui sumur-sumur resapan, sebaliknya pada lahan
dengan muka air dangkal, pembuatan sumur resapan
kurang efektif, terutama pada daerah pasang surut atau
daerah rawa dimana air tanahnya sangat dangkal. Bila
muka air tanah kurang dari 5 m, maka konstruksi yang
dipakai adalah parit peresapan air hujan.
S . R E S A P A N
Dimensi Sumur Resapan :

1. Litbang Pemukiman PU (1990)


2. HMTL-ITB (1990)
3. Sunjoto (1988)
Litbang Pemukiman PU (1990)
Pusat penelitian dan Pengembangan Permukiman PU (1990) telah menyusun
standar tata cara perencanaan teknis sumur resapan air hujan untuk lahan
pekarangan yang dituangkan dalam SK SNI T-06-1990 F. Formula ini
dibangun berasaskan keseimbangan statik, sbb:
At IT  As KT
H
As  PKT
 H = kedalaman/tinggi air dalam sumur (m)
 I = intensitas hujan (m/jam)
 At = Luas tadah, berupa luas bidang atap atau permukaan yang diperkeras (m2)
 As = luas tampungan sumur (m2)
 P = keliling sumur (m)
 K = koefisien permeabilitas tanah (m/jam)
 T = durasi hujan (jam)
 R : Radius sumur (m)
HMTL-ITB (1990)
 Model ini berdasarkan pada asas keseimbangan statis yang dibangun
berdasarkan formulasi empiris yang menghitung dimensi sumur resapan
yang mendasarkan konsep V. Breen bahwa hujan terkonsentrasi adalah
90% dan konsep Horton bahwa air yang meresap alami adalah sebesar
30% jadi yang harus diresapkan adalah sebesar 70% maka formula:

H
   
At .0,7.0,9.R 24 j   / 4.d 2 . 179 / p / 6
 dengan:  / 4.d .1000
2

 H = tinggi air dalam sumur (m)


 At = luas bidang atap (m2)
 d = dimensi sumur (0,80 – 1,40 m)
 p = Faktor perkolasi (menit/cm)
 R24j = curah hujan terbesar dalam 24 jam (mm/hr)
 0,7 = air hujan yang diresapkan sebesar 70% (Horton)
 0,9 = hujan terkonsentrasi sebesar 90% (V.Breen)
 1/6 = faktor konversi dari 24 jam ke 4 jam (V.Breen)
S U N J O T O 1 9 8 8

Secara teoritis, volume dan efisiensi sumur resapan dapat


dihitung berdasarkan keseimbangan air yang masuk kedalam
sumur dan air yang meresap kedalam tanah dan dapat ditulis
sebagai berikut:

Q    FKT 
H 1  exp 
 R 
2
FK 
dengan,
H : tinggi muka air dalam sumur (m)
Q : debit air masuk (m3/j)
F : faktor geometrik (m)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/j)
T : Durasi Dominan Hujan (j)
R : Radius sumur (m)
Faktor Geometrik Sumur
Faktor geometrik yang pertama diperkenalkan oleh Forchheimer
(1930) untuk menghitung permeabilitas tanah adalah besaran
yang mewakili keliling serta luas tampang sumur, gradien
hidraulik, keadaan perlapisan tanah serta kedudukan sumur
terhadap perlapisan tersebut serta porositas dinding sumur yang
dinyatakan dalam besaran radius sumuran
1. Berbentuk bola, seluruh lapisan tanah porus (Samsioe, 1931;
Dachler, 1936; Aravin, 1965)
F  4R
2. Dasar setengah bola, lapisan tanah bawah porus atas kedap air
(Samsioe, 1931; Dachler, 1936; Aravin, 1965)
F  2R
3. Dasar Rata, lapisan tanah bawah porus atas kedap air
(Forchheimer, 1930; Dachler, 1936; Aravin, 1965)
F  4R
Cont.
4. Dasar setengah bola, seluruh lapisan tanah porus (Sunjoto, 1996) F   2R
5. Dasar rata, seluruh lapisan tanah porus, Harza (1935) memberikan F = 4,8R s/d 5,6R,
Taylor (1948) menghasilkan F = 5,7R dan Hvorslev (1951) memberikan kesepakatan F
= 5,5R. Sedangkan menurut Sunjoto (1989)
F  2R
6. Dasar setengah bola, dinding bawah sumur porus, lapisan tanah bawah porus dan atas
kedap air (Sunjoto, 1996)
2L   R ln 2
2
F
 L  2R  L  2  
Ln      1 
 R  R   
 
7. Dasar rata, dinding bawah sumur porus pada lapisan tanah bawah porus dan atas kedap
air menurut Dachler (1936)
2L 2  L  R ln 2 
F F 
  2
  Sedangkan menurut Sunjoto (1996)  L  2R  L  2  
L   L  
ln      1  ln      1 
R R
     R  R   
   
8. Dasar setengah bola, dinding bawah sumur 2L   2 R ln 2
F
porus dan seluruh lapisan tanah porus menurut   L  2  
Sunjoto (1996) L  2 R
ln      1 
 R  2 R   
 

9. Dasar rata, dinding bawah sumur porus dan 2L


seluruh lapisan tanah porus menurut Dachler F
(1936)   L  2  
L
ln      1 
 2R  2 R   
 
Sedangkan menurut Sunjoto (1996)
2 ( L  R ln 2)
F
  L  2  
L  2 R
ln      1 
 R  2 R   
 
10. Dasar setengah bola, seluruh dinding sumur
porus dan seluruh lapisan tanah porus menurut 2H   2 R ln 2
F
Sunjoto (1996)   2 H  2  
2( H  2 R )
ln      1 
 5R  5 R   
 

11. Dasar rata, seluruh dinding sumur porus dan 2 ( H  R ln 2)


seluruh lapisan tanah porus menurut Sunjoto F
 2( H  2 R)  2 H  2  
(1996) ln     1 

 5R  5 R   
 
Metode Perhitungan dan
Desain Sumur Resapan

SNI Sunjoto Soenarto


(1990) (1991) (1995)
Konstruksi Dinding Sumur

Tipe I Tipe II Tipe II


Metode SNI (1990)
D.i. At  D.k . As
H
As  D.K .L
D i At

Keterangan :
i = Intensitas hujan (m/jam)
At = Luas tadah hujan (m2),berupa atap atau
permukaan tanah yang diperkeras
K = Permeabilitas (m/jam)
L = Keliling Penampang sumur (m)
H L As As = Luas penampang sumur (m2)
D = Durasi hujan (jam)
H = Kedalaman Sumur (m)

K
Penurunan Rumus SNI
 Qsumur= Qbid.tadah- Qres
 Qbid.tadah=I.Abid.tadah
DINDING PORUS
 Qres= K (LH+A)
 I.Abid.tadah=H.A­sumur+KLH+K A­sumur
 Dengan lama/durasi hujan, maka :

DIAbid .tadah  DK . Asumur


H
Asumur  DKL

Perlu ada Nilai Faktor untuk Konstruksi


Dinding yang Tidak Seluruhnya Porus
Metode Sunjoto (1991)
Q    FKT

H  1 e R 2 
CxIxA F .K  

Q
H = tinggi muka air dalam sumur (m)
F = faktor geometrik (m)
Q = debit air masuk (m3/dtk)
H T = waktu pengaliran (detik)
K = koefisien permeabilitas tanah (m/dtk)
R L R = jari-jari sumur (m)
F
K 2 π(L + 2/3 R)
ln ((L+2R) / 2R + π(L/2R)2 + 1 )
Penurunan Persamaan Sunjoto
 Perhitungan Berdasarkan perubahan proses
dari waktu ke waktu
 Adanya faktor geometri yang merupakan faktor koreksi terhadap
bentuk sumur
Metode Soenarto (1995)
Vp dt – Vr dt = A dH
Vp = volume air hujan yang
masuk dalam waktu dt (m3)
Vp dt Vr = volume air hujan yang
terinfiltrasi ke dasar dan dinding
sumur pada waktu dt (m3)
A A = luas penampang sumur (m2)
dt = waktu yang diambil sebagai
dH dasar perhitungan(det)
H = tinggi muka air dalam sumur
dihitung dari dasar sumur (m)
Vr dt
Vr = K x (As + HL)
Penurunan Persamaan Sunjoto
 Perhitungan Berdasarkan perubahan proses
dari waktu ke waktu
 Adanya faktor geometri yang merupakan faktor koreksi terhadap
bentuk sumur
Perbandingan Desain

TIPE 1 TIPE 2 TIPE 3


TIPE 2 TIPE 1 TIPE 3

Cocok Diterapkan Tanah cukup


Di Permukiman Perkotaan keras
Jarang penduduk
Tanah Relatif Tanah Sangat
keras Rapuh

Dimensi (Volume)
dibutuhkan relatif kecil

Resapan Lebih
Besar
Saran
Untuk kebutuhan-kebutuhan
lahan yang khusus,dapat
diaplikasikan alternatif desain
sumur resapan yang lainnya :

Tipe II dengan dinding porus


diganti dengan pasangan
bata siar tegak/datar
berongga (untuk daerah
dengan beban bangunan
tinggi)

Tipe II dengan isian batu


untuk daerah dengan
kelerengan tinggi atau
tanahyang mudah geser
namun mempunyai
permeabilitas yang baik
Analisis Hidrologi

Peluang
>5%
Gumbel Modifikasi

Distribusi Peluang Iwai Kadoya Chi Kuadrat

Log Pearson

Analisis Intensitas Hujan


Analisis Hidrologi

Van Breen

Analisis
Metode Perhitungan
Intensitas Bell Tanimoto
Intensitas Hujan
Hujan

Hasper Weduwen Galat


Terkecil

Sherman Talbot Ishiguro


Analisis Hidrologi

Kurva IDF untuk Metode Van Breen


180
160
PUH 2
140
Intensitas Hujan (mm/jam)
120 PUH 5

100 PUH 10

Kurva IDF 80 PUH 25


Stasiun GM ITB 60
PUH 50
40
PUH 100
20
0
0 50 100 150 200 250
Durasi (m enit)
Analisis Hidrologi
Metode Van Breen
dengan Persamaan Talbot
Durasi t Intensitas hujan (mm/jam) dengan PUH T (Tahun)

(menit) 2 5 10 25 50 100

  81.65143 101.0062 113.8217 130.0126 142.024 153.9482

5 146.9997 152.1745 154.8244 157.5803 159.3086 160.8207

10 126.1852 133.7568 137.7299 141.9175 144.5653 146.8906

20 98.33712 107.6894 112.817 118.3838 121.9866 125.201

40 68.22406 77.48703 82.84627 88.89984 92.95168 96.65667

60 52.23004 60.51509 65.45706 71.17375 75.08107 78.71142

80 42.31093 49.64202 54.10134 59.34142 62.9739 66.38618

120 30.664 36.51893 40.1653 44.53419 47.61698 50.55393

240 16.79474 20.36677 22.65675 25.46881 27.49907 29.46959

Anda mungkin juga menyukai