Anda di halaman 1dari 28

4.

4 Usaha Konservasi Sumberdaya Air Salah satu upaya konservasi air yang dapat dilakukan adalah dengan mengembalikan fungsi tanah sebagai penyimpan air. Dengan berubahnya tutupan alami tanah maka diperlukan aplikasi teknologi untuk konservasi air. Inti dari upaya ini berupa pengisian air tanah buatan (artificial ground water recharge) denagn pembuatan sumur resapan atau bidang resapan. Pengisian air tanah buatan ke dalam waduk bawah tanah mempunyai kegunaan sebagai berikut: 1. Menyimpan kelebihan air permukaan ( mengurangi debit limpasan air hujan) ke dalam waduk bawah tanah 2. Memperbaiki kualitas air tanah lokal melalui pencampuran dengan pengisian air tanah yang berasal dari air hujan 3. Pembentukan tabir tekanan (pressure barriers) untuk mencegah intrusi air asin 4. Meningkatkan produksi air tanah 5. Mencegah terjadinya penurunan muka tanah (land subsidence) 4.4.1 Sumur Resapan Konsep dasar sumur resapan adalah memberikan kesempatan dan jalan pada air hujan yang jatuh di atap atau di daerah kedap untuk meresap ke dalam tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu sisten resapan. Oleh karena itu maka ukuran atau dimensi sumur yang diperlukan untuk suatu lahan atau kapling tergantung pada faktor faktor berikut: 1. Luas permukaan tutupan, yaitu lahan yang airnya akan ditampung dalam sumur resapan, meliputi luas atap, lapangan parkir dan perkerasan lain 2. Karakteristik hujan, meliputi intensitas hujan, lama hujan, selang waktu hujan. Makin tinggi hujan biasanya membutuhkan volume sumur resapan yang lebih besar, sedangkan selang wktu hujan yang besar dapat mengurangi volume sumur yang diperlukan 3. Koefisien permeabilitas tanah, yaitu kemampuan tanah untuk melewatkan air per satuan waktu. 4. Tinggi muka air tanah. Pada kondisi muka air tanah yang dalam sumur resapan perlu dibuat secara besar besaran karena tanah benar benar memerlukan pengisian air

melalui sumur resapan. Sebaliknya pada lahan yang muka air tanahnya dangkal, terutama daerah pasang surut dan daerah rawa, pembuatan sumur resapan kurang efektif. Sejauh ini telah dikembangkan beberapa metode untuk mendesain sumur resapan, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
(b) L R

(a) Qo = 2LKH L L ln + 1 + R R
2

(4.43) Qo = 2LKH
2 L L ln 1+ 2R 2R

(4.44)

(4.45) Qo = 4RKH Qo = 2RKH

(4.46)

(4.47) Qo = 4RKH Qo = 5.5 RKH

(4.48)

Gambar 4.4 Debit resapan pada sumur dengan berbagai kondisi Sumber: Suripin, 2003 Sunjoto (1988) Secara teoritis, volume dan efisiensi sumur resapan dapat dihiutng berdasarkan keseimbangan air yang masuk ke dalam sumur dan air yang meresap ke dalam tanah, dan dapat dituliskan sebagai berikut; (4.49) (Suripin,2003)

H=
dimana:

Q FK

1 e

FKYT R 2

H = tinggi muka air dalam sumur (m) F = faktor geometrik (m) Q = debit air masuk (m3/dtk) T = waktu pengaliran (dtk) K = koefisien permeabilitas tanah (m/dtk) R = jari jari sumur (m)

Faktor geometrik tergantung pada berbagai keadaan sesuai Gb.4.4, secara umum dapat dinyatakan sebagai; (4.50) (Suripin,2003) Qo = FKH Perencanaan sumur resapan berdasarkan standar PU mengikuti tahapan sesuai bagan alir berikut: Tahapan Perencanaan Sumur Resapan

Permeabilitasjarak Pemeriksaan tinggi Flow memenuhi 2 cm/jam? Sumur yPersyaratan tanah air hujan yaSistem penampungan Chart 4.5 tidak resapan air 3m terpusat (embung, waduk, dll) mukahujan air tanah a

Konstruksi Sumur Resapan Bahan bahan yang diperlukan untuk sumur respan meliputi: Saluran pemasukan/ pengeluaran dapat berupa pipa besi, paralon, buis beton, pipa tanah liat, atau dari pasangan batu Dinding sumur dpat menggunakan anyaman bambu, drum bekas, tangki fiber glass, pasangan batu bata, atau buis beton. Dasar sumur dan sela sela antara galian tanah dan dinding tempat air meresap dapat diisi dengan ijuk atau kerikil.

Gambar. 4.6 Konstruksi Sumur Resapan Persyaratan Sumur Resapan Persyaratan umum: Dibuat dari bahan lolos air dan tahan longsor Sumur resapan harus bebas dari kontaminasi. Air yang masuk adalah air hujan Untuk lingkungan dengan sanitasi buruk, sumur resapan hanya menampung dari atap dan disalurkan dari talang. Mempertimbangkan aspek hidrogeologi, geologi, dan hidrologi Keadaan muka air tanah Sumur resapan dibuat pada awal daerah aliran yang dapat ditentukan dengan mengukur kedalaman dari permukaan air tanah ke permukaan tanah di sumur sekitarnya pada musim hujan. Permeabilitas tanah Nilai permeabilitas tanah yang dapat dipergunakan untuk sumur resapan dibagi menjadi 3 kelas: 1) Permeabilitas tanah sedang (geluh, lanau; 2.0 6.5 cm/jam) 2) Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus; 6.5 12.5 cm/jam) 3) Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar; lebih besar dari 12.5 cm/jam) Penempatan sumur resapan

Penempatan sumur resapan harus memperhatikan kondisi lingkungan setempat, seperti letak septik tank, sumur air, posisi rumah dan jalan umum. Tabel 4.12 memberikan batas minimum jarak sumur resapan terhadap bangunan lainnya.
Tabel 4.12 Jarak minimum sumur resapan dengan bangunan lainnya
No. Bangunan/objek yang ada Jarak minimal dengan sumur resapan (m) 1 Bangunan/ rumah 2 Batas kavling 3 Sumur air minum 4 Septik tank 5 Aliran air (sungai) 6 Pipa air minum 7 Jalan umum 8 Pohon besar Sumber : Suripin, 2003 3.0 1.5 10.0 10.0 30.0 3.0 1.5 3.0

Sebagai gambaran tata letak sumur resapan dapat dilihat pada Gambar.4.7

Gambar.4.7 Tata letak sumur resapan

4.1 Teknologi Peresapan Air Buatan (Groundwater Artificial Recharge)


Artificial Recharge adalah sebuah konsep rekayasa penanggulangan defisit air tanah dengan pengisian buatan. Rekayasa meresapkan air untuk tanah dangkal dapat dilakukan dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan (teknologi konservasi vegetatif) dan rekayasa dengan membuat bangunan guna meresapkan air serta seperangkat aturan penyertanya. Telah diketahui bahwa kecepatan meresapnya air ke dalam lapisan pembawa air umumnya jauh lebih lambat dibandingkan dengan kecepatan aliran permukaan, sehingga usaha konservasi air tanah ditujukan kepada rekayasa memperlambat aliran air permukaan dan mempercepat resapan air ke dalam/ke bawah. Secara garis besar terdapat dua usaha untuk memperlambat aliran di permukaan, ialah dengan cara vegetatif dan non vegetatif. Usaha vegetatif menggunakan berbagai jenis pohon yang mampu menghambat aliran air permukaan, mengurangi erosi (mempertebal akifer), dan memperbesar porositas tanah. Sedangkan usaha non-vegetatif merupakan usaha mekanik untuk memperlambat aliran permukaan dengan membendung atau menampung air permukaan dan meresapkannya ke dalam lapisan pembawa air. (Sampurno, 1994)

Teknik-teknik peresapan air buatan non-vegetatif secara garis besar terdiri atas pengisian air tanah dengan peresapan dan sistem injeksi langsung. Teknik peresapan adalah teknik yang tertua sekaligus termudah. Pada teknik ini, air meresap dari kolam kolam peresapan sampai ke muka air tak jenuh (vadose zone). Metode ini banyak digunakan karena kebutuhan lahan yang relatif kecil dan membutuhkan perawatan yang mudah. Bentuk bangunan peresap dapat berupa : sumur peresap, parit, peresap, perkerasan lulusair, saluran drainase berlubang, situ retensi, dan sebagainya. Sedangkan sistem injeksi langsung adalah penginjeksian air langsung ke dalam lapisan akifer dalam. Umumnya air yang diinjeksikan sudah terlebih dahulu dilakukan pre-treatment lalu dipompakan langsung ke zona air tanah. Teknik ini dimanfaatkan apabila air tanah sangat dalam atau topografi tanah tidak memungkinkan dibuat sistem peresapan atau untuk tujuan mencegah intrusi air asin. (Asano, 2000)

Pengimbuhan air tanah dari air hujan atau air permukaan lainnya memiliki kegunaan sebagai berikut : Menyimpan kelebihan air permukaan di dalam tanah Memperbaiki kualitas air tanah lokal melalui percampuran dengan pengisian air tanah yang berasal dari air hujan

Pembentukan tabir tekanan (pressure barriers) untuk mencegah


terjadinya intrusi air laut Meningkatkan produktivitas air tanah, baik untuk keperluan domestik maupun lainnya Pengurangan biaya operasi pompa dengan meningginya muka air tanah

Mencegah terjadinya penurunan muka tanah (land subsidence)


Untuk daerah perkotaan, beberapa alternatif yang dapat dilakukan antara lain adalah1 : 1) Tapak resapan Tapak resapan merupakan tanah lapang atau medan tebas, poros, bervegetasi, atau dengan hamparan kerikil dimana limpasan air hujan dialirkan ke medan tebas tersebut agar meresap . Penggunaan tapak resapan bila tapak memiliki KDB kecil. 2) Parit resapan tanpa Media Parit resapan tanpa media merupakan saluran terbuka, dimana air hujan yang berada di dalamnya dibiarkan meresap dan menguap. Air yang menggenang terbuka dalam parit biasanya mengandung benda suspensi, dimana sebelum meresap habis terjadi proses stratifikasi pengendapan, yang berat jenisnya terbesar, tercepat dan sebaliknya. Benda suspensi dengan berat jenis terkecil biasanya merupakan suatu media hardpan atau kedap, yang tidak lama umurnya, yang menyebabkan parit resapan tanpa media tersumbat pori-porinya. 3) Parit resapan dengan media Parit resapan dengan media merupakan saluran terbuka yang diisi dengan media batu, koral, atau kerikil. Ada dua macam : a. tanpa pipa porus penghubung
1 Hardjosuprapto, Masduki. 1993. Drainase Perkotaan. Bandung

b. dengan pipa porus penghubung media merupakan saringan dan dapat berfungsi sebagai tempat pertumbuhan melekat bagi mikroba yang berasimilasi dengan benda-benda organik yang berasimilasi dengan benda-benda yang ada dalam limpasan air hujan. 1) Kolam resapan/kolam retensi Kolam resapan adalah kolam yang berfungsi untuk menampung limpasan air hujan dimana air yang meresap atau menguap habis. Bangunannya seperti balong ikan, bagian dasarnya merupakan galian tanah saja, sedangkan dinding tegaknya dengan atau tanpa pasangan. 2) Sumur resapan tanpa media Sumur resapan tanpa media deperti halnya sumur perigi, sumur dangkal, dan sumur pipa seperti halnya pada pengambilan tanah untuk air minum. Perbedaan keduanya terletak pada kedalaman, umumnya sumur resapan tidak sampai muka air tanah. 3) Sumur resapan dengan media Sumur resapan dengan media dibangun seperti sumur resapan dengan media, bedanya adalah lubang sumur diisi dengan media. Pengisiannya ada yang penuh maupun tidak penuh sedalam sumur. Kedalaman storasi air mungkin dua kali lebih besar jika dibanding kedalaman storasi sumur resapan tanpa media, karena air mengisi rongga batuan saja. Terdapat pula teknik lain dalam mengantisipasi minimnya lahan di perkotaan yang dilakukan di Jepang sejak tahun 1985, yakni jaringan pipa porus. Dalam sistem ini aliran air hujan dari talang atap diteruskan ke dalam pipa porus yang ditanam pada kedalaman 2 m di bawah tanah dengan lapisan kerikil di sekelilingnya. Cara ini telah diteliti dan dinyatakan memiliki kapasitas infiltrasi yang sama dengan kolam resapan2. Suripin, M.Eng memaparkan penggunaan fasilitas penahan air hujan dalam flowchart berikut:

2 Ishizaki Katsuyagi, Control of Surface Runoff by subsurface infiltration of stormwater : a case study in japan. Dalam Asano. 1985. Artificial Recharge of Groundwater. Metcalf&Eddy

Perkerasan blok Sumur terbuka luar Parit resapan Tipe peresapan (infiltration Ruang resapan (infiltration Lahan regulasi (regulation Halaman taman antarresapan Kolam terbukadi(infiltration Penyimpanan (infltration Fasilitas penahan resapan Retarding basin (open(infiltration penyimpan pavement) well) trench) types) lainnya rumah parkir space) sekolah pond) lokasi lokasi (in-site dalam (off-site storage) air hujan (rainfall (storage storage) retentiontypes) facilities)

Gambar 4.8. Klasifikasi fasilitas penahan air hujan Sumber : Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan (Bouilliot, 1976; dalam Sunjoto, 1988) Persyaratan Bangunan Peresap Buatan Pada dasarnya setiap permukaan lahan yang tidak tertutup bahan kedap merupakan daerah resapan dan bisa diterapkan bangunan peresap buatan. Tetapi pada kenyataannya dalam penerapan imbuhan buatan perlu dihindari lahan-lahan dengan resiko terjadi gerakan tanah, lahan terlalu miring atau lahan dengan permukaan air terlalu dangkal. Tabel Kriteria Desain bagi Bangunan Peresapan Air Tanah3 Kriteria Desain Kualitas dan Mutu sumber air Deskripsi Curah hujan mm/hari
3 Joyce Martha Wijaya. 2001. Kemungkinan Penerapan Bangunan Peresap Air Tanah untuk Konservasi Air di Cekungan Bandung. PUSAIR.

bulanan

100-200

Sedimen <50 mg/l Daya resap lahan Bebas oli dan sampah Geologi menunjang permeabilitas lapiasn dan bawah

permukaan baik (> 10-4 10-2 cm/dt Kondisi alam dan (pasiran)) lingkungan Muka air tanah dan fluktuasi MAT > 3-4m Tidak termasuk wilayah gerakan tanah tingi/menengah. Kemiringan Estetika relatif datar 0-12 o Bentuk dan letak konteks arsitektur yang tidak terganggu kesulitan di lapangan Bentuk dan konstruksi sesuai fungsi Pertimbangan dari beberapa kriteria tersebut diantaranya adalah (Joyce, 1995): a. Kemiringan lereng 50% tidak layak untuk penerapan karena censerung kurang stabil, 15-50% layak dengan syarat keadaan lokal jika memungkinkan. b. Daerah dengan resiko gerakan tanah mutlak harus dihindari karena adanya penambahan air dari banguna peresap dapat memicu gerakan tanah. c. Daerah dengan kedalaman muka air tanah (MAT) < 4 dmt kurang layak untuk daerah terapan, karena selain tampungan yang kecil, juga kemungkinan mengganggu septic tank. Selain faktor tersebut, perlu juga diperhatikan kemudahan penyediaan material dan nilai sosial-ekonomisnya (Sampurno, 1994) Dengan kondisi daerah yang padat, maka harus dipilih metode pengimbuhan air tanah yang hemat lahan, fungsional, serta tidak mengganggu fungsi bangunan yang telah ada. Dalam poin-poin berikutnya dijabarkan alternatif-alternatif teknologi peresapan yang akan diimplementasikan di daerah studi. 4.1.1 Teknologi Resapan Air Vegetatif Tetumbuhan mempunyai dua komponen utama yakni tumbuhan bagian atas (di atas permukaan tanah) dan di bawah permukaan berupa sistem perakaran.

sekitar Faktor keamanan

Bagian atas yang terdiri atas tajuk dan batang berfungsi menangkap air hujan (interupsi), sehingga air hujan tidak langsung menyentuh tanah, ini akan mengurangi energi kinetik air hujan yang berakibat berkurangnya erosi. Selain itu juga meningkatkan kekasaran permukaan tanah sehingga mengurangi kecepatan air permukaan. Sedangkan akar tumbuh-tumbuhan mempercepat pengeringan air renik pada zona permukaan sehingga tanah cepat kering dan air permukaan dapat meresap ke dalam tanah dengan lebih cepat. Pemilihan Jenis Pohon Air tanah dangkal terutama akan didapatkan pada lapisan tanah, pada umumnya air tanah dangkal menempati wilayah yang relatif datar atau pada wilayah berlereng landai. Kedudukan air tanah dangkal dengan kedalaman air kurang dari 10 meter mengharuskan pemilihan tumbuhan yang cocok untuk meresapkan dan mengawetkan air tanah tersebut. Dalam memilih pepohonan harus diingat bahwa disamping memasukkan air ke dalam tanah, pohon juga menggunakan air renik dan air tanah untuk keperluan hidupnya, sehingga kedalaman akar pohon sangat menentukan jenis pohon untuk konservasi vegetatif (Tabel 4. ). Kesalahan dalam memilih jenis pohon akan mengurangi potensi air tanah yang sudah terkumpul. Demikian pula pola tanam akan memperngaruhi penggunaan air tanah oleh pepohonan. Tabel 4. Kedalaman akar tetumbuhan secara umum Jenis Tetumbuhan Rumput dan Sayuran Rumput musiman/bambu Pohon kecil/sedang Pohon tinggi Sumber : Sampurno.1994. Pepohonan jenis tetumbuhan selain dilihat dari sistem perakaran juga dilihat dari ketinggian dan bentuk daunnya. Pohon tinggi berdaun lebar menghasilkan titik air yang besar yang akan mempercepat erosi, dibanding dengan pohon berketinggian sama dengan daun yang lebih kecil yang menghasikan titik-titik air yang kecil. Untuk keperluan ini diperlukan tanaman penutup yang berfungsi mengurangi energi kinetik yang jatuh dari pohon yang lebih tinggi atau dari air hujan langsung. Kedalaman Akar 0,2-0,5 0,5-2 m 2-5 m 5-10 m (beberapa dapat lebih dari 10 m)

4.1.2 Sumur Resapan Sumur resapan adalah sumur yang dibuat sebagai tempat penampungan air hujan berlebih agar memiliki waktu dan ruang untuk meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi dan perkolasi. Sumur resapan ini merupakan sumur kosong yang memiliki kapasitas atau volume cukup besar untuk menampung air hujan sementara sebelum diresapkan ke dalam tanah. 4.1.2.1Penentuan Dimensi Sumur Resapan Penentuan dimensi dan ukuran sumur resapan yang diperlukan pada suatu lahan atau kavling bergantung pada beberapa faktor sebagai berikut :1 Luas permukaan penutup, yaitu lahan yang airnya akan ditampung dalam sumur resapan, meliputi luas atap, lapangan parkir, dan perkerasan lainnya. Karakteristik hujan, meliputi intensitas hujan, lama hujan, selang waktu hujan. Semakin tinggi hujan dan lama, maka dibutuhkan volume sumur yang makin besar. Sementara selang waktu hujan yang besar dapat mengurangi volume sumur yang diperlukan. Koefisien permeabilitas tanah, yaitu kemampuan tanah dalam melewatkan air per satuan waktu. Tanah berpasir mempunyai koefisien permeabilitas yang lebih besar daripada tanah berlempung. Tinggi muka air tanah. Pada kondisi muka air tanah yang dalam, sumur resapan perlu dibuat secara besarbesaran karena pengimbuhan air tanah sangat diperlukan. Sebaliknya pada kondisi muka air tanah dangkal, seperti di daerah pasang surut atau rawa, penerapan sumur resapan tidak efektif. Metoda penentuan dimensi sumur resapan dangkal diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Metoda Sunjoto Penentuan dimensi (kedalaman sumur ini menggunakan pendekatan dinamis. Volume dan efisiensi sumur resapan dapat dihitung berdasarkan keseimbangan

air yang masuk ke dalam sumur dan air yang meresap ke dalam tanah (Sunjoto, 1988) dan dapat ditulis sebagai berikut : (2) (4.4)

H =

Q 1 e F .K

FKT

R 2

keterangan : H = tinggi muka air dalam sumur (m) F = faktor geometrik (m) Q = debit air masuk (m3/dtk) T = waktu pengaliran (detik) K = koefisien permeabilitas tanah (m/dtk) R = jari-jari sumur (m) Faktor geometrik sumur resapan dapat dilihat pada gambar 4.9. Nilai F ini tergantung dari berbagai keadaan. Keadaan lapisan tanah serta konstruksi sumur akan berpengaruh besar terhadap besar nilai faktor geometrik sumur (F)

Untuk menghitung debit run-off (Q) maka formula yang dipakai adalah sebagai berikut: Q = CIA
dimana :

Q = Debit air masuk dari atap/lahan (run-off) (m3/s) C = Koefisien aliran permukaan atap/lahan I = Intensitas hujan (m/s) A = Luas atap/lahan (m2) Nilai/angka C adalah merupakan angka koefisien limpasan (runoff) yang besarnya tergantung dari jenis material tanah atau areal yang dilalui oleh aliran air tersebut. Pada penelitian ini, nilai C yang digunakan adalah koefisien runoff untuk bahan atap, yaitu C = 0.85 (Ven Te Chow,1964)
5)

Intensitas hujan didapat secara statistik, dalam hal ini intensitas fungsi dari durasi hujan serta periode ulang yang direncanakan.
Jumlah air yang diresapkan (Qresap) adalah : Qres = F.k.H (m3)

1.

Metoda Departemen Pekerjaan Umum (sekarang Kimpraswil)

Dasar dari penurunan formula adalah hukum kontinuitas, yakni volume tampungan adalah selisih jumlah volume yang masuk dengan jumlah volume yang keluar. Namun konsep ini dikembangkan dengan suatu keseimbangan sesaat umtuk suatu waktu tertentu tanpa mempertimbangkan proses dari waktu ke waktu. Standar tata cara perencanaan teknis sumur resapan dengan formula ini ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum, melalui SK SNI T-12-1990 F. Adapun persamaan yang digunakan untuk penentuan dimensi sumur resapan adalah sebagai berikut : (8) (4.5)

H=

D.i. At D.k . As As + D.K .L


i = Intensitas hujan (m/jam)

Keterangan :

At = Luas tadah hujan (m2),berupa atap atau permukaan tanah yang diperkeras K = Permeabilitas (m/jam) L = Keliling Penampang sumur (m) As = Luas penampang sumur (m2) D = Durasi hujan (jam) H = Kedalaman Sumur (m)

* * spesifikasi sumur resapan SNI terlampir

N O 1

TYPE

SHAPE FACTOR, F (m)

REFERENCE S Samsioe (1931) Dachler (1936) Aravin (1965)

D 2 LR 2RR R 5.5 4w ho 2 2 4 R 2 (h2 -Lh w2/3 R) 2 2 + + DR) R (L 0 2/3) (L R ln ln(h /R + /+ (L/R)2(2D/R))2+ 1 )) ln ((L+2)/R (L/2R)+2+ 1) ))2 + 1 ln ((L+2R) (h+ /R)22+1 1 (L/2R + 2R + (L/2R) (L/R ln (2(D+2R)/R (L/R) + 1 w w

Gambar 4.9

Samsioe

Faktor Geometri untuk Sumur Resapan dalam Berbagai Kondisi (Soenarto, 1995) 3. Metode Perhitungan Soenarto (1995) Untuk menentukan dimensi sumur resapan juga dapat dengan menggunakan persamaan Bambang Soenarto (1995), yaitu: Vp dt Vr dt = A dH Dimana: Vp (m3) Vr = volume air hujan yang terinfiltrasi ke dasar dan dinding sumur pada waktu dt (m3) A dt (det) H = tinggi muka air dalam sumur dihitung dari dasar sumur (m)
Persamaan ini juga didasari oleh hukum kontinuitas, dengan mempertimbangkan perubahan ketinggian muka air dari waktu ke waktu. Perhitungan dilakukan dengan mempertimbangkan kapasitas infiltrasi air dimana seluruh air yang ditampung masuk ke dalam dinding dan alas sumur berupa lapisan tanah dalam kondisi telah jenuh.

(4.6)

volume air hujan yang masuk dalam waktu dt

= luas penampang sumur

(m2)

= waktu yang diambil sebagai dasar perhitungan

(a)

(b) (c) Gambar 4.10 desain sumur resapan dengan metode Sunjoto (a), Soenarto (b), dan SNI IIIb (c)

4.1.1.1P e

rsyaratan Pembangunan Sumur Resapan Berdasarkan SK SNI 1990, persyaratan sumur resapan disajikan dalam bagan berikut:

Sumur cm/jam syarat >Sistem Penampungan Air MAT Resapan Jarak Permeabilitas tidak 3m2 Memenuhi >Persyaratan Air Hujan Terpusat tanah Hujan

a. Konstruksi Sumur Resapan Pada dasarnya, sumur resapan dapat dibuat dari berbagai macam bahan yang tersedia di lokasi. Yang perlu diperhatikan bahwa untuk keamanan, sumur resapan perlu dilengkapi dengan dinding. Bahan-bahan yang diperlukan untuk sumur resapan meliputi : 1. saluran pemasukan atau pengeluaran dapat menggunakan pipa besi, pipa paralon, buis beton, pipa tanah liat, atau dari pasangan batu. 2. dinidng sumur dapat menggunakan anyaman bambu, drum bekas, tangki fibreglass, pasangan batu bata, atau buis beton.

3. Dasar sumur dan sela-sela antara galian tanah dan dinding tempat air meresap dapat diisi dengan ijuk atau kerikil. b. Persyaratan Sumur Resapan Sekalipun sumur resapan banyak mendatangkan manfaat, namun pembuatrannya harus memperhatikan syarat-syarat yang diperlukan untuk menghasilkan hasil yang optimal. 1) Persyaratan Umum 1. Sumur resapan air hujan dibuat pada lahan yang lolos air dan tahan longsor. 2. sumur resapan air hujan harus bebas kontaminasi/pencemaran limbah 3. air yang masuk sumur resapan adalah air hujan. 4. Untuk daerah sanitasi lingkungan buruk, sumur resapan air hujan hanya menampung dari atap dan disalurkan melalui talang. 5. mempertimbangkan aspek hidrogeologi, geologi, dan hidrologi 2) Keadaan muka air tanah Sumur resapan dibuat pada awal daerah aliran yang dapat ditentukan dnegan mengukur kedalaman dari permukaan air tanah ke permukaan tanah di sumur sekitarnya pada musim hujan. 3) Permeabilitas Tanah Permeabilitas tanah yang dapat dipergunakan untuk sumur resapan dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : 1. permeabilitas tanah sedang (geluh/lanau). 2,0-6,5 cm/jam 2. Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus). 6,5-12,5 cm/jam 3. Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar). >12,5 cm/jam Tabel 4. Jarak minimal bangunan lain dengan sumur resapan N o 1 2 Bangunan/Objek yang ada Bangunan/rumah Batas pemilikan lahan/kavling Jarak minimal dengan sumur resapan (m) 3.0 1.5

3 Sumur untuk air minum 10.0 4 Septic tank 10.0 5 Aliran air (sungai) 30.0 6 Pipa air minum 3.0 7 Jalan umum 1.5 8 Pohon besar 3.0 Sumber : Cotteral and Norris dalam Suripin, 2004 4) Penempatan Untuk memberikan hasil yang baik serta tidak menimbulakan dampak negatif, penempatan sumur resapan harus memperhatikan kondisi lingkungan setempat, memperhatikan letak septic tank, sumur air minum, posisi rumah, dan jalan umum. Tabel 4. memberikan batas minimum jarak sumur resapan terhadap bangunan lainnya. 5) Persyaratan Lainnya Syarat kondisi topografi untuk sumur resapan Lahan dengan kemiringan >15% seyogianya tidak diizinkan untuk dibuat sumur-sumur resapan di bagian teratasnya untuk menghindari longsoran di arela permukiman penduduk 11< sudut kemiringan lahan < 15, merupakan lahan dengan sudut kemiringan kritis < 11 , aman dari kemungkinan bahaya logsor sepanjang sifat batuannya tidak rawan longsor Syarat kondisi geologi teknik/geoteknik Beberapa kondisi geologi yang tidak direkomendasikan untuk pembangunan sumur resapan di atasnya adalah sebagai berikut: 1. Tanah yang bila jenuh air bersifat lunak 2. Tanah dengan tekanan air pori yang tinggi 3. Tanah yang bersifat kedap (kelulusan airnya sangat kecil) 4. Tanah dengan kust geser dan kohesi kecil (terutama yang jenis materialnya berupa lempung lanauan sampai lanau lempungan) 5. Tanah dengan perlawanan/tahanan terhadap konus sondir kecil 6. Tanah urugan dengan pemadatan yang kurang memadai

7. Tanah dengan daya dukung kecil 4.4.2 Sumur Resapan Kolektif Pada rumah tinggal dengan ukuran kavling yang terbatas, misalnya kompleks perumahan sederhana atau sangat sederhana, penempatan sumur resapan yang memenuhi syarat akan mengalami kesulitan. Untuk mengatasi hal ini maka perlu dibuat sumur resapan kolektif (bersama), dimana satu sumur resapan kolektif dapat melayani beberapa rumah, misalnya per blok, atau per RT atau kawasan yang lebih luas lagi. Untuk menjamin air mengalir dengan lancar, maka sumur resapan kolektif sebaiknya diletakkan pada lahan yang paling rendah diantara kawasan yang dilayani. Seperti halnya pada sumur resapan individual, sumur kolektif juga harus memperhatikan tata letak dan jarak yang tepat supaya dapat berfungsi dengan baik dan tidak menimbulkan dampak negative pada lingkungan. Berdasarkan lahan yang tersedia, sumur kolekif dapat dibuat dalam bentuk kolam resapan, sumur dalam, atau parit berorak. Kolam resapan cocok dibat pada wilayah dimana lahan tersedia cukup dan kondisi air tanahnya dangkal (< 5 m). sumur dalam dapat dibuat pada lahan sempit, namun syaratnya, air tanah harus dalam (> 5m). sedangkan apabila lahannya sempit dan air tanahnya dangkal dapat dibuat parit berorak. Kolam resapan merupakan kolam terbuka yang khusus dibuat untuk menampung air hujan dan meresapkannya dalam tanah. Model kolam ini cocok untuk kawasan dimana muka air tanahnya dangkal namun tersedia lahanyang cukup luas. Model ini dapat dipadukan dengan pertamananan atau hutan kota/hutan masyarakat. Dengan demikian, kolam resapan dapat memiliki fungsi ganda, konservasi air dan udara sekaligus mempunyai nilai estetika.
4.1.1 Kolam retensi

Kolam retensi adalah kolam yang digunakan untuk menampung limpasan air hujan dalam jangka waktu tertentu yang memiliki outlet khusus untuk mengeluarkan air jika telah melampaui batas kedalaman maksimum. Kolam retensi bermanfaat untuk : 1. 2. 3. 4. Pengimbuhan air tanah melalui infiltrasi pada dinding kolam, baik Perbaikan kualitas air limpasan, dengan terjadinya proses di dasar maupun di dinding sisi kolam pengendapan partikulat yang terbawa dalam air Mengurangi resiko banjir dengan mengurangi laju limpasan air Sarana rekreasi masyarakat sekitar dengan ditampung sementara di dalam kolam dan dikeluarkan secara perlahan.

Kolam retensi digunakan untuk mereduksi dan memperlambat laju debit yang masuk ke dalam BAP, serta dapat difungsikan sebagai energi storasi alami yang dapat dimanfaatkan. Adapun langkah-langkah perhitungan volume suatu kolam retensi adalah sebagai berikut :

Perhitungan volume kolam dalam kolam yang tahun daerah Perhitungan masukan debit limpasan PUH 5 meresap ke dalam Perhitungan fluktuasi ke retensi tanah, serta keluaran yang dapattc dan te > tc BAP (saluran pengaliran, dengan te = diterima oleh drainase eksisting)

Gambar 4.11. Langkah langkah Perhitungan kolam retensi

Anda mungkin juga menyukai