Anda di halaman 1dari 41

SPESIFIKASI TEKNIS

3.1 Metode Pemboran


Metoda pemboran sumur air banyak macamnya, dari yang tradisional dengan bor tangan sampai dengan
menggunakan mesin. Beberapa metode yang menggunakan mesin diantaranya adalah metode:

a) Bor tumbuk atau dikenal dengan namacable tool drilling juga disebut perkusi atau spudder. Pada dasarnya
pemboran sumur air dengan metode ini adalah dengan caramengangkat dan menjatuhkan berulang-ulang kali
serangkaian alat pemboran ke dalam lubang bor.

Mata bor melumatkan atau menghancurkan batuan yang konsolidasi dan tidak terkonsolidasi (batuan lepas)
dilumatkan menjadi partiel atau diurai bercampur dengan air tanah, membentuk bubur, atau lumpur di dasar
lubang bor.

Jika tidak ada atau hanya sedikit air dari formasi yang ditembus, ditambahkan air untuk membentuk bubur.
Akumulasi bubur meningkat seiring dengan hasil kemajuan pemboran pada giliranya akan mengurangi atau
meredam kemampuan alat dalam menghancurkan batuan. Bila tingkat penetrasi menjadi tidak dapat diterima
karena adanya redaman bubur cutting, secara periodik bubur diambil dari lubang bor oleh pompa pasir atau
menggunakan alat yang disebut bailer.

Pemboran dengan metode ini, sekarang di Indonesia sudah jarang dijumpai.

b) Pemboran Putar Sirkulasi Langsung

Mata bor dipasang melekat pada ujung bawah dari serangkaian pipa bor yang disebut sebagai drill string, yang
meneruskan aksi berputar dari mesin bor yang disebut sebagai rig ke mata bor.

Mata bor yang mendapat beban dari drill string, menggiling dan melumatkan batuan menjadi parikel serbuk bor atau
selanjutnya disebut cutting, yang bercampur dengan air atau lumpur, bubur dan serpihan batuan ini kemudian
diambildengan cara memompakan cairan pemboran untuk “menghanyutkan” cutting.

Gambar 3.1. Garis Besar Peralatan Pemboran Tumbuk

1
Cairan pemboran yang dipompakan mengambil cuttingsecara umum disebut sebagai fluida, dapat berupa air
saja, campuran air dan lempung, sudah tentu termasuk udara didalamnya. Pemboran putar dengan fluida
campuran air dan lempung serta sebagan kecil bahan tambahan, fluida ini dilapangan sering disebut sebagai
lumpur pemboran atau lumpur saja.

Selanjutnya dalam naskah ini apabila disebutkan sebagai fluida, maksudnya berlaku umum, jika disebutkan
lumpur konotasinya adalah terbatas pada fluida yang terdiri dari campuran air dengan lempung (termasuk disini
bentonite) serta sedikit bahan tambahan (additives) , fluida pemboran mempunyai banyak fungsi, karena itu,
sering ditambahkan bahan pencampur (additives) yang akan dijelaskan kemudian.

Gambar 3.2. Garis Besar Peralatan Pemboran Putar Sirkulasi Langsung

Fluida dipompakan masuk melalui lubang dalam pipa stang bor atau drill pipe sampai ke ujung mata bor dan
keluar melalui lubang penyemprot (nozle) yang terdapat di mata bor, fluida mengalir disamping mendinginkan
dan melumasi mata bor juga menghanyutkan partikel hancuran batuan yang digiling oleh mata bor dalam bentuk
suspensi terbawa naik melalui ruang anulus yaitu ruang antara dril string dengan lubang sumur hasil pemboran,
aliran fluida yang membawa muatan cutting meluap di permukaan dan mengalir melalui parit kedalam kolam
pengendap kemudian sebagian besar cutting mengendap turun terkumpul di dasar kolam, sedangkan cairan
yang bersih dialirkan ke kolam tempat cadangan lumpur dipompa dengan menggunakan pompa lumpur.

Fluida sebagai sebagai media sirkulasi bahan dasarnya dapat berupa air (water base fluid) yang umum digunakan
untuk pemboran air, dan dapat berupa minyak (oil base fluid) yang umumnya untuk pemboran minyak.
Gambar 3.3. Garis Besar Peralatan Pemboran Putar Sirkulasi Terbalik

Fluida berbasis air, untuk mendapatkan hasil lubang sumur yang optimal menggunakan berbagai macam bahan
pencampur (additiv), diantaranya bentonite, polimer, udara, CMC, barite dan lain sebagainya yang
akandijelaskan kemudian.Pemboran dengan metode putar sirkulasi langsung ini yang sangat umum dan paling
banyak dilakukan dalam pemanfaatan air tanah di Indonesia.

Metode putar sirkulasi langsung dapat juga menggunakan udara sebagai fluida pemboran. Beberapa ahli
memisahkan metode ini dari metode pemboran berbasis air, sehingga ada yang menyebutkan terdapat juga
metode pemboran putar berbasis udara (Air base) dalam hal ini udara bertekanan tinggi ditiupkan dari kompresor
melalui drill string menuju mata bor dan meniup cutting melalui anulus ke permukaan untuk membuang cutting.

c) Pemboran Putar Sirkulasi terbalik

Pemboran putar sirkulasi terbalik ini pada prinsipnya sirkulasi dalam pengambilan serbuk bor (cutting) dilakukan
dengan menyedot bubur campuran fluida dengan cutting.

Pompa sentrifugal yang cukup besar kapasitasnya menyedot fluida bersama-samacutting. Media fluida berupa
air, baik yang berasal dari air formasi batuan atau air yang ditambahkan dialirkan masuk melalui anulus sampai
ke ujung mata bor di bawah permukaan disedot melalui lubang mata bor masuk kedalam drill pipe disedot ke
pompa sentrifugal di permukaan dan di curahkan ke kolam tandon air, dalam kolam tersebut cutting di endapkan
dan air bersih kembali dimasukkan ke ruang anulus untuk disirkulasikan kembali.

Pipa hisap pompa dan drill pipe yang digunakan pada metode ini dengan demikian harus memiliki diameter yang
cukup besar, biasanya berukuran 6 inci, mata bor yang digunakan juga cukup besar, biasanya antara 10 sampai
22 inci.

3.2 Langkah-Langkah Pemboran


Di Indonesia, kondisi geologi dan hidrogeologi pada daerah pengembangan pemanfaatan air tanah umumnya memiliki
karakter yang hampir sama.Kebanyakan irigasi air tanah berkembang pada daerah aluvial, lithologi atau batuan
dengan umur relatif muda atau berumur kuarter. Daerah pengembangan pemanfaatan air tanah untuk irigasi

3
kebanyakan kondisi batuanya belum kompak, atau pada daerah dengan litologi produk vulkanisme yang juga relatif
muda dan belum kompak, namun pada daerah aluvial yang banyak pemanfaatan air tanah, susunan formasi batuan
sangat bervariasi ukuran butirnya, berselang seling antara batuan berbutir kasar sampai batuan sedimen berbutir
halus atau lempung.

Dari kondisi tersebut, maka metode rotary direct circulation mud flush yang paling banyak dilakukan, karena dinilai
paling sesuai dengan kondisi geologisnya.

Untuk selanjutnya dalam modul ini, dengan alasan untuk pengembangan pemanfaatan air tanah untuk irigasi dan air
bakuair minum, hanya akan dibahas metode pemboran putar sirkulasi langsung atau searah berbasis air dengan
beberapa pencampur (additives).

Perencanaan pekerjaan pemboran dan kontruksi sumur dengan metode pemboran putar sirkulasi langsung atau
searah berbasis air dengan bahan pencampur (additive) meliputi perencanaan untuk:

a) Mobilisasi, persiapan site, alat, dan bahan termasuk perijinan lokal.

b) Pemasangan peralatan mesin bor, menara bor, pompa lumpur, kompresor dan alat bantu

c) Pemasangan pipa konduktor termasuk pemboran atau penggalian lubang untuk pipa konduktor, penggalian
kolam lumpur.

d) Pemboran lubang pandu atau pilot holediameter antara 4” - 8 3/4" dengan kedalaman sampai rencana akhir
pemboran dan pengambilan contoh batuan (cutting) tiap meter kedalaman dari awal sampai akhir pemboran.

e) Loging geofisik dapat menggunakan Logging Resistivity dan Self Potential Log. Jika memungkinkan dilakukan
gamma ray logging atau jika terdapat artesian akuifer digunakan juga water flow logging

f) Desain dan konstruksi sumur termasuk pemasangan konstruksi pipa sumur, meliputi pemilihan material
konstruksi sumur pemasangan dan ketegak lurusan pipa produksi dan pengisian gravel pack, untuk irigasi
berdiameter tidak kurang dari 6", untuk air baku dan air minum disesuaikan kebutuhan, antara 3” – 4 “ bagi skala
pedesaan, pemasangan bail plug/sumbat bawah dan reducer.

g) Pencabutan pipa konduktor sementara, penyemenan atau grouting.

h) Pemasangan tutup sumur, patok tanda sumur, dan kunci pengaman

i) Pengisian semen atau "grouting" kedalam rongga disekeliling pipa jambang.

j) Pembongkaran mesin bor.

k) Pengembalian site/ pemulihan site lokasi pemboran

Dalam modul ini hanya dibahas sampai disain dan konstruksi sumur saja, sedangkan development, pemompaan
uji dan pengambilan contoh air untuk analisa kualitas air dibahas dalam modul yang lain.

3.3 Persiapan
Jenis rig atau mesin bor yang digunakan dapat dipilih sesuai kondisi medan, dan ketersediaan alat, jika kondisi jalan
dan jalan masuk ke lokasi cukup baik, rata dan mampu dilewati truck maka rig yang digunakan adalah truck mounted,
atau tractor mounted. Tetapi bila kondisi medan tidak mungkin dilalui kendaraan berat, maka dapat digunakan jenis
skid mounted yang dapat menyeret dirinya ke titik lokasi dengan menggunakan kabel baja serta memanfaatkan drum
liner/ sand liner yang ada pada rig atau mesin bor tersebut.

Rencana jalan yang dilewati atau route harus di cek kondisinya, apakah terdapat jembatan yang tidak mampu dilewati
mobilisasi (terutama jika menggunakan mesin bor alat berat). Kemungkinan perlu tidaknya perkuatan jembatan/
gorong-gorong yang akan dilalui. Kondisi jalan berlumpur atau berbatu yang mungkin perlu perekayasaan perkerasan
atau perataan.

Persiapan site adalah mempersiapkan lokasi pemboran sedemikian sehingga peralatan dapat masuk dengan mudah,
aman dan tertata rapi sehingga memudahkan dan cukup leluasa melakukan kegiatan operasional pemboran. Lokasi
pekerjaan harus dibebaskan dari kondisi becek, berlumpur atau berdebu, bila perlu dilakukan penimbunan, perataan
dan perkerasan.
Persiapan alat pemboran sedapat mungkin dibuatkan list atau tabel namaperalatan, jumlah dan kondisinya. Peralatan
yang akandibawa ke lapangan, peralatan khususnya mesin-mesin harus di cek terlebih dahulu, sehingga peralatan
langsung dapat digunakan di lapangan.
Persiapan bahan meliputi bahan bahan lumpur pemboran berupa bentonite termasuk bahan additive-nya untuk
menanggulangi kesulitan yang tiba tiba muncul di lapangan. Bahan konstruksi, casing, screen, pump cassing,
reducer,centralizer, bottom plug, gravel pack, kawat las, lem pipa, mur-baut, bahan bakar, pelumas, air accu dan lain
sebagainya.

Gambar 3.4. Mesin Bor (RIG) Model Skid Mounted Dengan Pemutar Spindle Head

Penataan bahan harus cukup aman dan tidak mengakibatkan kerusakan atau turunya mutu bahan. Penataan pipa pipa
termasuk saringan harus disusun ditempat yang teduh rata dan tidak terinjak hewan, misalnya pipa PVC harus diganjal
minimal 3 tempat sehingga tumpukan material rata horisontal tidak melengkung.

Penyimpanan gravel pack tidak terganggu atau terinjak-injak orang atau hewan, dan tidak kebanjiran atau berceceran
tercampur tanah atau lumpur. Bentonite dan bahan additives serta bahan lain yang peka terhadap hujan dan panas
harus dibuatkan peneduh atau disimpan di direksi keet / gudang lapangan.

Perijinan masuk lokasi harus sudah tuntas diurus ke desa, warga pemukiman disekitar lokasi.

Untuk keperluan pekerjaan pemboran perlu penyediaan air untuk sirkulasi dan kebutuhan lain proses pemboran, harus
dijamin kelancaran penyediaannya. Mutu air harus bersih dan tawar, Air yang payau atau asam (air gambut) akan
mempengaruhi kualitas lumpur pemboran sehingga dapat menimbulkan gangguan pengambilan cutting, keruntuhan
lubang bor karena viskositas dan densitas lumpur berubah yang disebabkan adanya reaksi kimia antara air tersebut
dengan bentonite. Bahkan air keruh, berpasir atau asam dapat merusak pompa lumpur dan ausnya mata bor. Jumlah
air yang disediakan harus dapat diperhitungkan kebutuhannya, jika lokasipengambilan atau penyaluran air cukup jauh
dan tersendat-sendat, perlu disiapkan tangki atau tandon air sementara didekat lokasi pemboran.

5
3.4 Jalan Masuk
Pekerjaan Pemboran tidak selalu menggunakan alat berat, rig atau mesin bor dapat menggunakan jenis yang ringan
seperti jenis skid mounted, dapat menggunakan juga alat berat, baik tractor mounted, maupun truck mounted,
disamping itu juga perlu diperhatikan mobilitas peralatan bantu lainya, misalnya penggunaan truck kargo atau truck
crane atau picup.

Mungkin dengan drilling rig tipe tractor mounted dapat saja masuk ke lokasi rencana titik pemboran, tetapi truck cargo
sebagai alat bantu yang menggunakan roda biasa tidak dapat masuk atau tidak sesuai dengan jalan yang ada,
sehingga dapat mengganggu pelaksanaan pekerjaan

Kondisi jalan masuk juga sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lainya, dan musimnya, apakah musim hujan
yang berlumpur, atau musim kemarau yang berdebu, apakah tersedia jalan masuk ke lokasi dari jalan utama yang
cukup baik atau cukup sesuai dengan peralatan, ada tidak yang perlu memperbaiki atau memperkuat jalan masuk
yang disesuaikan dengan perlatan nya.

Beberapa cara perkuatan jalan masuk jika diperlukan diantaranya adalah :

a) Pemakaian Perforated Steel

Perforated steel berupa lempengan lempengan pelat baja yang berlubang, antara lempengan yang satu dengan
lainya terdapat pengait yang dapat saling dikaitkan lempeng yang satu dengan lainya.

Ukuran perforated steel ini kurang lebih 3 (tiga) meter dengan lebar 0,5 meter, di pasaran banyak variasi ukuran.

Pemasanganya dengan menggelar lempengan lempengan ini pada jalan tanah lunak agar tidak ambles ketika
dilewati alat berat, lempeng yang satu dikaitkan dengan lempeng lainya agar saling memperkuat dan tidak
berpindah.

Gambar 3.5. Perforated Steel Digunakan Untuk Perkuatan Tanah Lunak

b) Perkuatan batu kali, pasir atau tanah

Pada tanah sangat lunak atau berlumpur perlu ditimbun dengan batu kali dari jalan utama sampai titik lokasi,
jumlah penimbunan tergantung peralatan yang akan melewati.

Penimbunan dapat diratakan dengan urugan pasir atau tanah yang berkualitas bagus, tidak lengket sehingga
memudahkan mobilisasi.

Jika tidak tersedia batu berukuran besar, pelapisan dengan geotektile atau anyaman bambu (bambu kepang)
perlu digunakan sebagai pembatas antara tanah lunak (lumpur) dengan urugan perkuatan.
Gambar 3.6. Penggunaan Geotextile Pada Perkuatan Jalan Masuk

3.5 Pemasangan dan Penempatan Peralatan


Pemasangan dan penempatan mesin bor harus dipasang dengan hati - hati dibuatkan pondasi yang kuat, rata, datar
sehingga stang bor yang dipasang dapat tegak lurus, agar dapat memberikan hasil pemboran yang baik dan
mencegah kerusakan mesin bor itu sendiri, serta menghindari kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap personil
atau tenaga kerja pemboran hingga diperoleh lubang bor yang tegak dan lurus.

Gambar 3.7. Pemasangan Rig Dengan Perkuatan Pondasi

Gambar 3.8. Ketegaklurusan Pemasangan Rig

7
Pengecekan ketegak lurusan ini terutama ditujukan pada kelly, dikontrol dengan water pas baik bagian dasar mesin,
menara bor dan kelly-nya.

Penempatan pompa lumpur harus sedemikian sehingga operator pompa lumpur dapat komunikasi dengan operator
mesin bor (saling dapat melihat dan memberi isyarat perintah).

3.6 Pengaman Lokasi


Keamanan peralatan, bahan pemboran termasuk pipa-pipa dan semua perlengkapan yang terdapat dilokasi
pemboran, termasuk disini adalah pengamanan personil baik pekerja maupun pengunjung/ penonton harus dijaga,
dan harus menjaga semua bangunan, saluran, pipa saluran, pohon, jalan dan lain-lainnya disekitar lokasi pemboran
supaya tidak terganggu selama pekerjaan berlangsung.

Pengamanan lokasi dapat dilakukan dengan membuat pagar pembatas medan kerja, memasang tanda tanda
peringatan.

3.7 Pipa Konduktor


Pemasangan pipa konduktor dan pemboran atau penggalian lubang diameter tertentu, misalnya 22” dari permukaan
tanah sampai pada kedalaman 4 - 6 m atau sesuai ketebalan tanah penutup, atau tanah permukaan yang mudah
longsor, untuk dipasang pipa konduktor atau casing sementara.
Pipa konduktor atau casing sementara berdiameter lebih besar dari rencana pump casing, untuk pump casing
diameter 12“digunakan pipa konduktor atau temporary casing 20 "atau 22 ”.
Pipa Konduktor ("Conductor Pipe/Surface Casing") yang digunakan dapat berupa pipa casing diameter lebih besar dari
rencana pump casing atau dapat dibuat dari drum yang dirangkai dengan di las total panjang sesuai kondisi soil di
lapangan.
Fungsi dari pipa konduktor ini adalah membuat perlindungan, agar soil atau tanah permukaan yang kondisinya porous
dan lepas atau tidak kompak, dapat ditahan agar tidak runtuh, dan juga tidak terjadi rembesan baik ke permukaan
tanah dari lubang bor, maupun dari lingkungan masuk ke lubang bor.

Gambar 3.9. Pemasangan Pipa Konduktor, Dapat Dibuat Dari Drum


Beberapa daerah, didalam tanah pada kedalaman dangkal banyak ditemui berangkal atau boulder yang banyak
dikenal sebagai batu mangga yang lepas, jika pemboran tanpa pipa konduktor sudah mencapai kedalaman yang
cukup dalam, goncangan atau getaran drill string (stang bor dan mata bor) dan mein bor dapat menyebabkan batu
mangga terjatuh menimpa diatas mata bor dan mengunci sehingga mata bor terjepit, tidak dapat diangkat atau diputar,
perlu di ingat bahwa mata bor hanya tajam ke bawah, dan tidak dapat menghancurkan apa yang menindih diatasnya.

Pipa konduktor umumnya dipasang pada kedalaman 6 - 12 m. kedalaman tersebut umumnya adalah tebal dari soil
atau tanah permukaan ditempat tersebut.

3.8 Kolam Lumpur (Kolam Flurida)


Pemboran yang dilaksanakan dengan cara Direct Circulation Mud Flush perlu disediakan 2 (dua) kolam lumpur,
berukuran 2 m x 2 m x 1,5 m, dinding kolam dibuat miring, di beri pasangan batu bata dan disemen agar dinding kolam
lumpur tidak mudah longsor atau runtuh.
Kolam tersebut dihubungkan satu dengan lainnya ke lubang bor melalui kanal dengan ukuran lebar 0,2 m pada bagian
dasarnya, kedalaman 0,2 m. Kanal dilengkapi dengan kolam pengedap kecil berukuran 0,5 m x 0,5 m x 0,5 m yang
terletak antara lubang bor dengan kolam pertama.

Gambar 3.10. Tata Letak Secara Umum Kolam Fluida Pemboran

Gambar 3.11. Kolam Fluida Pemboran Dan Alat Pencampur Bentonite

9
Bangunan kolam lumpur harus diperhitungkan mampu menampung setidaknya 2 (dua) – 3 (tiga) kali rencana volume
lubang bor sebelum diinstalasi.

Fluida pemboran untuk sirkulasi biasanya dicampur berdekatan dengan rig pemboran di kolam galian seperti diuraikan
diatas, dapat pula dibuat bak portabel dari plat besi. Kapasitas kolam portabel untuk rig putar langsung berkisar antara
200 sampai 10.000 gal. Kolam besar, 20.000 sampai 80.000 gal, cocok untuk pemboran sirkulasi balik. Ukuran kolam
lumpur ditentukan oleh volume cairan pemboran yang akan digunakan untuk membuat lubang bor dan kebutuhan akan
volume cadangan, yang bervariasi sesuai dengan kondisi tempat. Biasanya volume kolam adalah dua sampai tiga kali
volume lubang bor selesai. Untuk pemboran rotary terbalik, dimana kehilangan cairan pemboran biasanya tinggi,
volume kolam umumnya tiga kali lipat dari lubang bor yang selesai.

Desain kolam lumpur harus mempertimbangkan beberapa faktor (Gambar 5.3). Tujuan utama dari kolam ini adalah
untuk menyimpan volume cairan pemboranyang memadai dan untuk bertindak sebagai tempat pembuangan yang
efektif untuk cutting yang diendapkan. Untuk pemindahan cutting yang tersuspensi secara efisien, kolam harus
dibangun dalam dua bagian pengendapan dan bagian isap.Namun kenyataannya banyak pengebor menggunakan
kolam tunggal yang melayani kedua fungsi ini.

Kecepatan cairan pemboran saat bergerak melalui kolam pengendap lumpur harus serendah mungkin. Hal ini dapat
dicapai dengan mengubah arah aliran saat cairan pemboran bergerak melalui kolam, dan juga dengan memperdalam
bagian kolam atau dengan menggunakan saringan dan pelimpah. Parit dibuat lebih dalam daripada lebih luas, hal ini
lebih memuaskan dalam mengurangi kecepatan sehingga memberi kesempatan mengendanya fluida pemboran.
Selang hisap harus dilengkapi strainer atau saringan dan dipasang di dasar kolam. Bagian bawah galian kolam lumpur
harus ditutup dengan lembaran plastik atau dilapisi lempung yang dipadatkan

3.9 Flurida Pemboran


1.9.1 Jenis Fluida Pemboran
Fluida pemboran yang digunakan di industri sumur air meliputi sistem berbasis air dan berbasis udara. Fluida berbasis
air terdiri dari (1) fase cair, (2) fase tersuspensi (koloidal), dan (3) cutting yang masuk selama pemboran. Fasa koloid
bisa berkisar kurang dari 1 persen sampai 50 persen volume. Fluida udara hanya terdiri dari fase udara kering, namun
lebih sering mengandung beberapa air jikka ditambahkan surfaktan (sabun) untuk menghasilkan busa.
Banyak penambah khusus lainnya, seperti flocculants, agen pengencer (dispersan), bahan pemberat, penghambat
korosi, pengencer filtrat, pelumas, pengawet, bakterisida, dan material anti lost-circulation, digunakan untuk
menyesuaikan sifat fluida pemboran lebih lanjut.
Sistem fluida sirkulasi yang tepat yang dipilih, akan tergantung terutama pada sifat batuan atau stratigrafi yang akan
dihadapi atau diperkirakan dan peralatan yang tersedia. Pemboran di batuan keras misalnya, memerlukan prosedur
yang berbeda dengan pemboran batuan sedimen atau endapan yang tidak konsolidasi. Sistem pemboran sumur bor
dengan penambah lempung atau polimer biasanya digunakan dalam formasi yang tidak konsolidasi; Sistim pemboran
sirkulasi udara digunakan pada batuan dan sedimen yang terkonsolidasi atau setengah konsolidasi.
Fluida air bersih saja, digunakan dengan peralatan bor putar sirkulasi air terbalik (rotary reverse circulation water flush)
untuk sumur berdiameter besar dengan endapan yang tidak terkonsolidasi, semikonsolidasi, dan tidak sensitive (tidak
mudah runtuh), dan endapan tidak megembang (nonswelling).

1.9.2 Fungsi Fluida Pemboran


Fluida dapat melakukan banyak fungsi, tergantung kondisi fisik dan kimia yang ditemukan di lubang bor. Fungsi
utamanya adalah:

1) Mengangkat cutting. Tujuan utama sistem fluida adalah membuang cutting dari lubang bor selama pemboran,
kemampuan melepas cutting tergantung pada kekentalan, densitas, dan kecepatan uphole velocity fluida, dan
ukuran, bentuk, dan densitas cutting. Idealnya, cairan harus membawa cutting ke permukaan, dan
memungkinkan mengendap sebelum cairan disirkulasi.

2) Menstabilkan lubang bor. Fluida menstabilkan dinding lubang bor dan mencegah pembengkakan lempung yang
mengembang. Bila menggunakan sistem berbasis air, fluida harus memberikan tekanan lebih besar dari yang
ada pada formasi yang ditembus. Fluida harus mencegah formasi lempung agar tidak berkembang ke lubang bor
selama pemboran. Beberapa lempung hidrasi dapat menyerap sejumlah besar air, sehingga meningkatkan
dimensi fisik lempung.

3) Mendinginkan dan melumasi mata bor. Cairan yang beredar melalui drill string mendinginkan dan melumasi
mata bor, sehingga menghindari keausan.

4) Mengontrol kehilangan cairan. Semua sistem pemboran berbasis air harus mengendalikan kehilangan fluida
pemboran dalam formasi yang permeabel dengan menciptakan filter-cake lempung yang hampir kedap air di
dinding bor.

5) Membawa cutting ke dalam bak pengendap sehingga tidak disirkulasikan ulang.

6) Memfasilitasi perolehan informasi tentang formasi yang ditembus. Sistem fluida pemboran harus memfasilitasi
kemudahan pembersihan potongan cutting yang representatif dan memungkinkan logging geofisika yang akurat
terhadap sumur.

7) Mempertahankan cutting di lubang bor saat fluida tidak beredar, selama waktu cairan pemboran tidak bergerak,
cutting cenderung untuk dipertahankan menetap di lubang bor dan tidak mengendap. Jika tingkat pengendapan
berlebihan, cutting bisa mengendap turun ke dasar lubang bor dan menimbun mata bor atau stabilizer hingga
memungkinkan terjadinya jepitan drill string.

Selama pemboran, tujuan utamanya adalah untuk menjaga fluida pemboran dalam kondisi yang sesuai meskipun
terjadi perubahan kondisi di bawah dan diatas permukaan.

Pemantauan terus menerus fluida pemboran diperlukan untuk mencapai hasil terbaik.

1.9.3 Sifat Fluida Pemboran Berbasis Air


Sifat fluida pemboran yang seharusnya dipahami adalah :

a) Densitas (bert jenis)


b) Kekentalan (viscocity)
c) Yield Point
d) Gel Strength
e) Filtrasi - Fluid-loss-control effectiveness
f) Sifat Pelumasan (Lubricity)
Namun untuk kepentingan praktis dalam pemboran sumur air tanah, beberapa sifat fluida dijelaskan dibawah ini,
sedangkan sifat sifat yang tidak dijelaskan di sini hanya penting untuk pemboran minyak.

a) Densitas

Paling tidak, semua kru pemboran putar harus dapat mengukur densitas fluida pemboran dan kekentalan fluida
pemboran di lapangan, dan memahami hubungan sifat-sifat ini dengan stabilitas lubang, pengambilan cutting
dan kontrol fluid loss (hilangnya fluida).

Densitas fluida pemboran diukur dengan mudah memakai timbangan lumpur skala atau dikenal dengan
namamud balance.

11
Pemilihan dan pemeliharaan densitas fluida pemboran yang tepat mencegah keruntuhan lubang dan aliran air
meresap ke lubang bor. Untuk menjaga lubang bor tetap terbuka, tekanan yang diberikan oleh kolom fluida
pemboran harus melebihi tekanan pori (air dan gas) dalam akuifer. Biasanya, tekanan dilebihkan minimum 5 psi
dari tekanan dalam akuifer sudah cukup, walaupun persyaratan tekanan ini dapat lebih tinggi bila ditemukan
formasi tertekan (confined akuifer).

Kru pemboran harus dapat menghitung downhole pressures fluida untuk menentukan apakah tekanan
hidrostatiknya cukup untuk mengendalikan tekanan pori dalam formasi atau tidak. Persamaan sederhana untuk
menentukan tekanan hidrostatik yang diberikan oleh fluida pemboran dalam lubang bor diberikan sbb:

Tekanan hidrostatik = kepadatan cairan • tinggi kolom fluida • 0,052

Dimana tekanan hidrostatik ada di psi, densitas lb / gal dan tinggi pada ft.

Pada kebanyakan kondisi pemboran, tekanan hidrostatik yang diberikan oleh berat kolom fluida di atas
permukaan air statis di lubang bor cukup untuk menciptakan tekanan positif di lubang bor; Artinya, tekanan
hidrostatik yang diciptakan oleh fluida pemboran cukup besar untuk menjaga lubang bor agar tetap terbuka.

Jika ada lanau, lempung, atau serpih terkonsolidasi lemah, densitas fluida pemboran akan menjadi naik,
kenaikan densitasnya mungkin signifikan dan air harus ditambahkan atau padatan diambil untuk mengurangi
perbandingan padatan/ fluida.

Peningkatan densitas yang terlalu besar dapat mempengaruhi proses pemboran sebagai berikut:

1) Fluida pemboran dan cutting dengan volume besar dapat terpaksa masuk kedalam akuifer selama
pemboran. Resikonya fluida pemboran dan cutting selama proses pencucian sumur atau development bisa
sangat sulit, terutama jika penambah lempung digunakan.

2) Biaya bahan meningkat karena kehilangan fluida yang banyak, terutama di daerah di mana sulit didapat air
atau mahal atau harus diangkut dari jarak jauh.

3) Tingkat penetrasi berkurang.

4) Pengumpulan sampel lebih sulit dan kurang dapat diandalkan karena cutting tidak keluar dari fluida di
permukaan.

5) Pemakaian pompa lumpur meningkat dan bekerja keras karena harus tetap sirkulasi dengan volume tinggi.

6) Biaya pemompaan meningkat karena padatan terus-menerus ikut tersirkulasikan.

Karakteristik aliran fluida pemboran dari faktor kekentalan fluida, kekuatan gel, dan yield point tergantung
terutama pada ukuran, bentuk, dan struktur molekul partikel dalam fluida. Partikel lempung berukuran kurang
dari 4 mikron, lanau dan barit adalah 4 sampai 63 mikron, dan pasir halus sampai medium adalah 63 sampai 500
mikron. Lanau dan barit, jika ada adalah penyumbang utama densitas, sedangkan partikel lempung
meningkatkan karakteristik kekentalan dan filtrasi seperti yang dijelaskan di bawah ini.

Partikel polimer biasanya jauh lebih kecil dari lempung. Misalnya partikel partikel polimer halus berukuran sekitar
0,0001mikron. Penambahan sedikit volume polimer ke fluida dapat memiliki efek yang signifikan terhadap
kekentalan.

Bentuk partikel penting dalam menentukan bagaimana aliran fluida. Partikel bentuk lempeng dan tabular memiliki
luas permukaan yang besar untuk ukurannya dan dapat "mengikat" volume air yang relatif besar. Beberapa
partikel kecil, seperti koloid lempung, memiliki muatan listrik yang kuat yang mempengaruhi cairan saat sedang
bergerak dan saat terhenti. Sebaliknya, partikel polimer memiliki struktur molekul berantai panjang yang
menyebabkan perubahan khas pada karakteristik aliran fluida, tergantung pada jumlah tekanan yang diterapkan
pada berbagai titik dalam sistem sirkulasi.

b) Kekentalan

Kekentalan adalah resistensi yang ditawarkan oleh cairan yang mengalir, atau, dalam kasus ini, dipompa. Tidak
memiliki hubungan dengan densitas dan diukur dalam unit yang berbeda. Kekentalan dan uphole velociy adalah
faktor utama yang menentukan kemampuan fluida untuk menghilangkan cutting dari sekitar bit dan
memindahkannya ke lubang bor. Kekentalan fluida bergantung pada banyak faktor: (1) kekentalan cairan dasar
yang digunakan, (2) jumlah partikel (padatan) per satuan volume fluida, (3) densitas, ukuran, dan bentuk partikel,
dan (4) kekuatan menarik atau menolak antara partikel padat dan antara keduanya padatan dan cairan dasar
(potensi hidrasi).

Secara umum, fluida kekentalan tinggi diperlukan untuk mengangkat pasir kasar atau kerikil, sedangkan fluida
kekentalan yang lebih rendah cukup untuk mengangkat pasir halus dan lanau.

Sifat kental fluida pemboran yang dibuat dengan bahan penambah lempung berasal dari partikel ukuran kecil,
lempung (kurang dari 4 mikron) dan luas permukaannya relatif besar.

Sebagian besar partikel lempung memiliki struktur mirip tumpukan lempeng atau pelat. Partikel lempung
umumnya membengkak saat terkena air karena molekul air secara elektrik tertarik ke permukaan tiap pelat dan
dengan demikian memaksa pelat terpisah dari susunannya. Hal ini menyebabkan partikel lempung menempati
ruang yang lebih besar, yang menyebabkan cairan lebih kental.

Berbagai jenis lempung memiliki berbagai potensi hidrasi. Lempung yang hidrat efektif lebih disukai karena
menghasilkan fluida rendah padatan tetapi dengan kekentalan tinggi.

Lempung jenis montmorillonit, kaolinit, dan ilit adalah lempung utama yang digunakan untuk fluida air tawar,
tetapi montmorillonit adalah satu-satunya lempung dari ketiga yang tersedia secara komersial.

Pembentuk karakteristik kekentalan terbesar adalah lempung natrium montmorilonit, karena lembaran atom yang
membentuk partikel lempeng lempung jauh lebih tipis dan mudah terselip air daripada lempung lainnya.
Lempung yang digunakan untuk fluida pemboran dinilai berdasarkan hasil (yield) nya, yang didefinisikan sebagai
terbentuknya sejumlah 42 galon lumpur pemboran dengan apparent viscosity 15 centipoise yang dihasilkan dari
campuran 2.000 lb lempung dengan air.

Air pada suhu 68 ° F memiliki kekentalan 1,005 centipoise. Istilah "bentonit" digunakan sebagai nama komersial
untuk lempung yang didominansi natrium montmorillonite. Jenis wyomingbentonite adalah jenis bentonit kelas
terbaik sebagai penambah fluida pemboran yang paling baik dan umum digunakan di industri sumur air.

Tabel 3.1. Kekentalan (Viskositas) Fluida Pemboran Untuk Material Tak Terkonsolidasi (Material Lepas)

Material Formasi Viskositas (dalam sekon

Pasir halus 35 - 45

13
Pasir sedang 45 - 55

Pasir kasar 55 – 65

Kerikill 66 – 75

Kerikil Kasar 75 - 85

c) Yield Point

Besaran gaya tarik menarik antara partikel yang disebabkan muatan positif dan negative dalam fluida
pemboran, besarnya kekuatan menyebabkan lumpur bersifat “gel” dalam kondisi fluida pemboran tidak bergerak.
Yield point menunjukkan tingkat minimum stres harus dibuat sebelum lumpur mengalir Satuan dalam lb / 100ft2.

Yield point adalah tekanan yang dibutuhkan agar pompa mulai menggerakkan fluida pemboran. Yield point
dikontrol oleh gaya antara tiap partikel dalam fluida. Fluida pemboran menjadi bersifat newtonian jika yield point
meningkat diluar nilai, hubungan stress dan strain kurang lebih konstan, menunjukkan viskositas tidak berubah
dengan tambahnya stress. Sebelum yield point meningkat, vskositas berubah kontinyu sesuai dengan
meningkatnya stress. Stress yang dibutuhkan untuk menimbulkan aliran diukur pada viskositas fluida pemboran.

Yield point digunakan untuk mengevaluasi kemampuan lumpur untuk mengangkat cutting dalam anulus. Yield
point yang tinggi menyiratkan fluida non-Newtonian, yang membawa cutting lebih baik dari pada fluida dengan
densitas serupa namun yield point rendah. Yield point diturunkan dengan menambahkan deflocculant ke fluida
berbasis lempung dan meningkat dengan menambahkan lempung baru yang flokulan, seperti gamping.

Gambar 3.12. Hubungan Antara Stress - Strain Dan Yield Point Pada Fluida Pemboran

d) Gel Strength

Gel strength adalah ukuran kemampuan fluida pemboran untuk mendukung atau mempertahankan kondisi
partikel tersuspensi saat cairan sedang terhenti atau diam. Jika dikenakan stres (agitasi) yang cukup pada fluida
pemboran oleh pompa, gel akan memecah atau rusak.

Struktur gel fluida pemboran yang dibuat dengan penambah lempung dihasilkan saat tumpukan/untaian pelat
(platelet) lempung menyatukan diri untuk bergabungnya muatan positif dan negatif. Ujung pelat yang bermuatan
positif berhadapan dengan ujung pelat bermuatan negatif dari pelat yang berdekatan, dan saling tarik dalam
kondisi seimbang. Struktur ini memberikan bentuk plastik cair dengan kekuatan gel strength. Jika diberikan stres
(agitasi) yang cukup dikenakan pada fluida oleh pompa, sifat gel akan rusak dan kekuatan gel akan menurun.

Bila fluida pemboran terhenti, beberapa lempeng lempung akan mengatur diri untuk menyeimbangkan muatan
listrik di tepinya dan permukaan datar pelat. Proses ini disebut flokulasi dan merupakan penyebab utama
kekuatan gel.

Fluida umumnya menunjukkan lebih dari satu kondisi fisik. Empat keadaan fluida pemboran yang umum adalah:

1) Aggregated-Flocculated,
2) Aggregated-Deflocculated,
3) Dispersed-Flocculated,
4) Dispersed-Deflocculated.

Kekuatan gel terbesar terjadi bila fluida berada dalam keadaan dispersed-flocculated. Misalnya, jika driller telah
melakukan pekerjaan menyeluruh untuk mencampur penambah lempung sehingga platelets terdispersi, dan
fluida pemboran kemudian dibiarkan tetap berada dalam kondisi diam atau tidak ada sirkulasi, fluida akan
mengasumsikan keadaan flokulasi tersubstitusi yang menyebabkan kekuatan gel meningkat dan kandungan
padatan seragam.

Jika fluida dengan penambah lempung dibiarkan berdiam di lubang bor atau kolam lumpur untuk beberapa
waktu, ia memperoleh kekuatan gel, karena meningkatnya jumlah pelat lempung yang berjajar berhadapan.
Kualitas ini disebut thixotropy. Apabila fluida dibiarkan untuk tetap terdiam selama beberapa waktu, kekuatan gel
yang terlalu tinggi dapat membutuhkan begitu banyak tekanan pompa jika ingin melanjutkan sirkulasi, sehingga
fluida dapat dipaksa masuk ke formasi yang retak retak atau lemah.

Menambahkan bentonit akan meningkatkan kekuatan gel, namun harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak
menambahkan begitu banyak atau tiba-tiba, yang menyebabkan setiap cutting di bak melambat mengendap di
kolam pengendap. Cukup bentonit hanya digunakan untuk mengangkat cutting dan mendukung bahan pemberat
pada tingkat pemompaan lumpur yang diinginkan.

Kimia air juga mempengaruhi kekuatan gel fluida yang dibuat dengan penambah lempung. Penggunaan air lunak
membantu penambah lempung mencapai kondisi flokulasi yang baik, sedangkan pada kelompok air sadah
platelet lempung cenderung tetap bersama dan kekuatan gel agak kurang.

e) Filtrasi

Salah satu persyaratan utama untuk fluida pemboran adalah untuk mencegah kehilangan cairan dengan
membentuk saringan cake(filter cake) atau lapisan tipis dengan permeabilitas rendah pada bidang permukaan
yang porous didalam lubang bor.

15
Gambar 3.13. Skema Pengaruh Kualitas Air Terhadap Kondisi Gel Strength Pada Fluida Bentonite Dalam Pemboran

Waktu berlangsung pemboran, tekanan hidrostatik akan mendorong fluida mengalir memasuki pori batuan, jika
fluida mengandung partikel suspensi atau serbuk bor (cutting), maka akan menyumbat pori dan akan
membentuk “mud cake” pada dinding sumur yang akan menahan masuknya fluida lebih lanjut kedalam pori.
Dalam hal ini disebut pembentukan filtrasi.

Kecepatan pembentukan filtrasi diukur dengan alat filtration test, biasa digunakan untuk test karakter kehilangan
air pada kombinasi bentonite dengan zat pengental (viscosifiers) misalnya Serbuk Polyanionic cellulose, Carboxy
Methyl Cellulose (CMC), dan PHP.

Sifat penyumbatan bidang permukaan porous, bergantung pada jumlahnya dan sifat bahan koloid dalam cairan
pemboran. Filter cake yang dihasilkan oleh lempung dan film tipis yang dibuat oleh koloid polimer secara fisik
berbeda, karena ukuran dan bentuk partikelnya berbeda dan kemampuan mereka untuk hidrat berbeda secara
signifikan.

Partikel koloid dan stek yang masuk tersuspensi selama pemboran adalah komponen penting dari padatan total
yang membuat cake filter atau film. Dengan demikian, sifat filtrasi dari semua fluida pemboran, sebagian,
dipasok oleh bahan yang berasal dari lubang bor.

Saat pemboran dimulai, karena adanya tekanan hidrostatik di lubang bor menyebabkan fluida pemboran
mengalir masuk ke pori formasi batuan. Untuk fluida pemboran yang dibuat dengan lempung, cairan dan
beberapa partikel lempung pada awalnya masuk kedalam pori formasi tanpa hambatan; Tapi karena padatan
tersuspensi dan cutting terus terbawa fluida, sebagian akan menutup pori-pori formasi batuan, partikel lempung
menyaring dan membentuk cake di dinding lubang bor. Pori-pori yang tersisa di sekitar lubang bor menjadi
tersumbat dengan partikel tersebut, semakin sedikit volume air bisa masuk ke formasi. Pada waktunya, filter
cake secara efektif membatasi aliran air melalui dinding lubang bor kecuali di zona yang sangat permeabel
dimana sering terjadi sirkulasi yang hilang (lost circulation).
Selama pemboran, ketebalan cake lempung akan bervariasi sesuai dengan tingkat erosi yang disebabkan oleh
gesekan dari rotasi alat (drill pipe) dan kecepatan pemompaan fluida pemboran (kecepatan aliran / debit pompa
lumpur mempengaruhi proses erosi dalam lubang bor). Selain itu, cake filter lebih tebal akan terbentuk dalam
formasi yang memiliki konduktivitas hidrolik lebih tinggi. Saat sirkulasi berhenti, saringan cakeakan terus terentuk
di dinding lubang bor.

Pembentukan Mud Cake pada dinding sumur, sebaiknya tipis tetapi mampu menahan runtuhan dan menahan air
masuk ke formasi.

Mud Cake yang terlalu tebal justru menimbulkan masalah Karena akan lengket di drill pipe dan menyulitkan saat
melaksanakan development sumur.

Gambar 3.14. Filter Cake (= Mud Cake = Cake Saringan) Terbentuk Pada Dinding Lubang Bor

Gambar 3.15. Efek Pembentukan Filter Cake Yang Terlalu Tebal

Meskipun filter cake dibutuhkan selama pemboran, setiap lempung residu yang menempel di dinding lubang bor
dan di akuifer setelah sumur selesai di bor, sangat merugikan produktivitas sumur. Prosedur pencucian atau
development sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah sumur selesai dibor. Jika tidak, pengangkatan
fluida pemboran dan filter cake lengkap bisa menjadi tidak mungkin. Pelepasan atau pembuangan filter cake
selama development dapat dilakukan terutama dengan cara mekanis, walaupun penambahan polifosfat dapat
membantu.

f) Sifat Pelumasan

17
Bahan Penambah (Aditives) pelumas adalah Bahan penambah lumpur untuk menurunkan torsi (rotary friction)
dan seretan (gesekan aksial) di sumur bor dan untuk melumasi bantalan (laker) mata bor jika tidak disegel.

Pelumas bisa berupa padatan, seperti butir-butir plastik, butir-butir kaca, kacang dan grafit, atau cairan, seperti
minyak, cairan sintetis, glikol, modifikasi minyak nabati, sabun asam lemak dan surfaktan atau mungkin
mengandung bahan berbasis hidrokarbon, atau dapat diformulasikan secara khusus untuk penggunaan di
daerah di mana peraturan lingkungan melarang penggunaan aditif berbasis minyak.

Pelumas dirancang untuk mengurangi gesekan pada kontak logam-ke-logam, dalam hal ini sangat berpengaruh
terhadap keausan mata bor terutama pada roller bit dan juga untuk memberi pelumasan di lubang bor
terbuka(open hole), terutama di sumur yang sedang proses di bor, dan bengkok, atau kelurusanya menyimpang,
dimana drillstring cenderung kontak bergesekan terus menerus di suatu atau beberapa tempat dengan dinding
sumur bor.

Pada mata bor dan drill string pelumasan dimaksudkan agar tidak terjadi penempelan cutting dan lempung
formasi batuan pada mata bor, stabilizer, drill collar dan drill pipe yang ber potensi menghentikan sirkulasi atau
menyumbat.

3.10 Bahan Penambah (Additiv Materials)


Bahan penambah pada pemboran sumur air digunakan untuk memenuhi keberhasian pemboran sumur air, namun
bahan–bahan ini tidak sebanyak seperti dalam pemboran minyak, geothermal atau eksplorasi bahan tambang.
Beberapa bahan penambah yang perlu diuraikan disini adalah:

a) Air
Zat tunggal paling penting yang terlibat dalam teknologi fluida pemboran. Air adalah komponen lumpur yang
utama (ditinjau dari volumenya).

Sifat air sangat istimewa dibandingkan dengan cairan lainnya, antara lain - tegangan permukaannya tertinggi,
dielektrikkonstane, panas fusi, panas penguapan dan mempunyai kemampuan superior melarutkan berbagai zat.
Disosiasi garam, asam dan basa terjadi di air. Sifat lumpur pemboran ditentukan oleh reaksi antara permukaan
air dan permukaan lempung dan efek elektrolit.

b) Bentonit
Minimum 85% lempung montmorilonit): berat jenis 2,45-2,55. Terbentuk sebagai endapan alam. Terdapat dua
macam, bentonit natrium dan bentonit kalsium. Dari segi performanya juga terdapat betonit tiggi dan bentonit
rendah.

Bentonit adalah material dasar lumur pemboran. Berguna untuk mengurangi resapan air atau filtrasi ke formasi
permeabel. Untuk meningkatkan kapasitas pembersihan lubang. Untuk membentuk kue saringan (filter cake) tipis
dengan permeabilitas rendah. Untuk meningkatkan stabilitas lubang pada formasi lepas Untuk menghindari atau
mengatasi kehilangan sirkulasi.

Dosis: (a) 3 sampai 7% tergantung pada sistem lumpur. (b) 7 sampai 10% untuk menstabilkan pembentukan
caving. (c) 8 sampai 11% untuk kehilangan sirkulasi. Suspensi disiapkan di air tawar karena hidrasinya tidak
terjadi pada air asin.

c) Barite (BaSO4)
Serbuk berwarna abu-abu dengan ukuran butir, 97% bahan lolos melalui 200 mesh saringan; 90 ± 5% bahan
lolos 300 mesh saringan, Berat jenis 4.2 - 4.25 hampir tidak larut dalam air dan tidak bereaksi dengan komponen
lumpur lainnya,
Terbentuk secara alami dan kadang kadang terdapat kalsium sulfat (Gypsum) sebagai pengotor menyebabkan
kontaminasi pada lumpur air tawar.

Digunakan untuk meningkatkan berat jenis lumpur guna mengendalikan tekanan formasi, runtuhan/longsoran
lubang sumur.

Maksimum berat jenis campuran dapat dicapai dengan barit 2.2

Dosis: Sesuai kebutuhan berat jenis. Bahan pemberat lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan berat
jenis lumpur menjadi lebih dari 2,2 adalah:

1) Hematit, bijih besi Fe2O3, Berat jenis 4,7


2) Galena PbS Berat Jenis: 7,4 -7,7 . Digunakan hanya untuk lumpur yang sangat berat karena mahal.
d) Soda Api (NaOH) (Caustic Soda)
Digunakan untuk meningkatkan pH lumpur. Berat Jenis 2,13. Untuk membuat larutan ditambahkan secara
perlahan, karena bersifat reaksi eksotermik. Larutan yang ditambahkan kedalam lumpur juga dilakukan dengan
sedikit demi sedikit untuk menghindari kenaikkan pH lumpur yang mendadak tinggi, karena akan mengakibatkan
dekomposisi polimer. Digunakan juga untuk menaikkan viskositas lumpur bentonit.

Dosis: 0,15%, Hindari kontak dengan kulit, pakaian, barang-barang dari kulit dll. bersifat korosif dan berbahaya
bagi kesehatan. Jangan berkontak dengan zat ini pada kulit, mata atau kain. Jika bersentuhan segera cuci
dengan banyak air selama 15 menit. Tangani barang ini dengan kacamata kimia & sarung tangan tahan kimia.

e) Caustic Potash (KOH)


Digunakan untuk meningkatkan atau memperbaiki pH lumpur dengan kandungan kaliumnya dan juga untuk
melarutkan lignit. Berat Jenis 2,04

Dosis: 0,1 - 0,2% untuk perbaikan lumpur normal dan 0,8% untuk melarutkan lignit. Untuk membuat larutan
dalam air ditambahkan secara perlahan lahan karena pada pembuatan larutan berlangsung reaksi eksotermik.

Penambahan larutan kedalam lumpur dilakukan sedikit demi sedikit untuk menghindari pH lumpur melonjak tinggi
mendadak yang dapat mengakibatkan dekomposisi polimer dan kenaikan viskositas mendadak yang tidak
diinginkan pada lumpur bentonit.

Hindari kontak dengan kulit, pakaian dan bahan kulit dll.

Material ini bersifat korosif dan berbahaya bagi kesehatan. Jangan berkontak dengan kulit, mata atau kain. Jika
bersentuhan segera cuci dengan air setidaknya selama 15 menit. Tangani dengan kacamata kimia dan sarung
tangan tahan bahan kimia.

f) CMC (Sodium carboxymethyl cellulose)


Aditif fluida pemboran yang terutama digunakan untuk pengendalian kehilangan cairan, diproduksi dengan
mereaksikan selulosa alami dengan asam monokloroasetat dan natrium hidroksida [NaOH] untuk membentuk
garam natrium CMC. Sampai 20% berat CMC mungkin NaCl, produk sampingan dari pembuatan, namun nilai
yang dimurnikan dari CMC hanya mengandung sejumlah kecil NaCl.

Polimer organik yang paling banyak digunakan, Berupa serbuk terdispersi, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
beracun & tidak berfermentasi dalam kondisi pemakaian normal. Ada 2 tipe: 1) CMC-LVG; 2) CMC-HVG

Berupa polimer anionik dan teradsorpsi dengan lempung. Digunakan untuk meningkatkan viskositas &
mengurangi kehilangan filtrasi. Filtrasi berkurang tajam dengan konsentrasi CMC rendah (0,75-1,0%).

Suspensinya akan mengecilkan gaya geseran (shear); memiliki viskositas tinggi pada kecepatan geseran (shear)
rendah. Viskositas semu menurun seiring dengan kenaikan suhu.

19
Viskositas pada 300 ° F (150 ° C) kira-kira sepersepuluhnya viskositas pada suhu 80 ° F (27 ° C).

Degradasi termalnya dimulai sejak temperatur mendekati 300 ° F (150oC). Efektivitasnya menurun seiring
konsentrasi garam dalam lumpur yang meningkat.

Lumpur yang mengandung kalsium diencerkan oleh penambahan sedikit CMC, CMC mengendap bersama
dengan kalsium & magnesium dengan menaikkan pH.Dosis: 0,75-1%.

g) Garam ( Common Salt)


Digunakan untuk penghambatan atau untuk mencegah pembengkakan lempung sehingga menjaga porositas &
permeabilitas pada zona produksi

Maksimum berat jenis dari air asin 1,20. Dosis: minimal 3% untuk penghambatan.

h) Kalsium Karbonat (CaCo3)


Senyawa dengan formula CaCO3 yang terdapat secara alami sebagai batu gamping.Berat Jenis 2,6 – 2,8.
Kalsium karbonat digunakan untuk meningkatkan densitas lumpur menjadi sekitar 12 lbm / gal [1,44 kg / m3],
atau material pemberat, dan lebih disukai daripada menggunakan barit karena dapat larut dalam asam misalnya
dilarutkan dengan asam hidroklorida untuk membersihkan zona produksi. Penggunaan utamanya adalah sebagai
bahan "bridging" lumpur pemboran dan cairan pembersih. Partikel kalsium karbonat, mengendalikan kehilangan
cairan dalam air asin atau lumpur bor. Dosis: sesuai kebutuhan.

i) PAC (Poly Anionic Cellulose)


Karena keterbatasan CMC dalam larutan garam sehingga dikembangkan "polimer selulosa polianionik dengan
berat molekul tinggi" atau PAC. Berat Jenis PAC 1,5 -1,6.
Berfungsi untuk mengentalkan larutan garam & merupakan elektrolit polimer yang ramah lingkungan.
Memiliki kualitas penghilang serpih, larutan 1% memiliki pH 5-8. Digunakan untuk kontrol kekentalan dan Filtrasi.
Stabilitas sampai 120 ° C.Dosis: 0,5-1%.

j) Kalium Khlorida (Potassium Chloride)


Digunakan untuk stabilisasi serpih berfungsi untuk menggantikan Na+ pada bentonit (natriummontmorillonit)
dengan K+ sehingga mencegah pembengkakan pada lempung Dosis untuk lumpur 3 sampai 8% atau sesuai
kebutuhan. Dosis untuk air garam (minimal untuk penghambatan) -1%.
3.11 Pemboran Lubang Pandu
3.11.1 Pemboran
Pemboran lubang pandu dilaksanakan dengan mata bor berukuran diameter 4” - 8 3/4" sampai target rencana
pemboran, kemudian dilakukan pengambilan contoh batuan dan disimpan dalam kotak sample.
Pemilihan diameter dipertimbangkan dengan rencana instalasi dan ketersediaan peralatan yang digunakan serta
waktu.
Lubang 4 “ relatif cepat dicapai target, sampel batuan yang keluar lebih akurat dan cepat, tetapi ketika reaming atau
pelebaran menjadi 14 “ atau lebih akan memakan waktu yang lebih lama. Pemilihan diameter 4” mempunyai resiko
terjepitnya peralatan pemboran makin besar, bila pencapaian kedalaman pemboran diameter 4“ makin dalam, hal
tersebut disebabkan oleh karena sifat stang bor yang berdiameter makin kecil, maka simpangan atau kelurusan di
bagian ujung mata bor juga makin besar, bengkoknya lubang bor akan memperbesar resiko terjepit.
Semua kejadian dan proses dalam pemboran harus dicatat, catatan kecepatan penetrasi pemboran disebut log bor.
Contoh terlampir.
3.11.2 Pengumpulan Contoh Bantuan (Sample)
Contoh batuan atau sampel yang diambil dari cutting formasi yang di bor diambil untuk mewakili litologi setiap meter
pemboran (pengambilan dilakukan tiap meter), kemudian disimpan dalam kantong plastik tembus pandang/ transparan
dan ditempatkan pada kotak wadah sampel.
Masing-masing contoh beratnya tidak kurang dari 1 Kg, dan dibebaskan dari lumpur bor dengan cara mencuci agar
bentonitenya hilang tetapi tanpa menghilangkan sampel bila ada yang berupa lempung. Pada masing-masing kantong
dicantumkan tulisan kedalaman. Kantong plastik yang berisi sample di tempatkan dalam kotak wadah sample.
Kotak wadah sample harus tersedia di lokasi untuk menyimpan/ menempatkan kantong-kantong sampel hasil
pemboran. Kotak sampel harus ditempatkan pada tempat yang aman, dan tidak terguyur hujan, tidak terkena sinar
mata hari langsung yang dapat berakibat mengerasnya sampel. Dijaga agar tidak ada kemungkinan bercampur dari
satu kedalaman dengan kedalaman lainya.

3.11.3 Pemerian Sampel/ Contoh Batuan


Pemerian contoh batuan (deskripsi litologi) dilakukan terhadap setiap sampel contoh batuan yang dikumpulkan, di
deskripsi dan dicatat batas kedalaman setiap litologi yang ditembus.
Pemerian sample sample batuan mengikuti klasifikasi ukuran butir, (grain size classification) warna, kekerasan,
kekompakan, serta ditambahkan penjelasan yang ada, dan mengacu pada kecepatan penetrasi.
Wentworth (1922) memberikan klasifikasi batuan endapan berdasarkan ukuran butir yang dapat digunakan untuk
pemerian sampel batuan. Untuk yang bukan batuan endapan dapat digunakan klasifikasi berdasarkan genetik,
komposisi mineralogi atau lainya, yang sudah harus dipahami oleh ahli geologi, hal ini lebih lanjut dapat dipelajari pada
modul geologi atau lainya yang berkaitan.
Deskriptor atau petugas yang melaksanakan deskripsi sedapat mungkin seorang geolog atau wakilnya yang terlatih
dan berpengalaman.
Hasil pemerian litologi, selanjutnya digambarkan dalam kolom terskala dengan simbol simbol dan kode batuan yang
sesuai. Gambar ini nantinya digunakan sebagai acuan pemasangan pipa dan screen. Contoh format deskripsi sampel
terlampir.

3.11.4 Pencatatan dalam Pemboran (Drilling Log)


Juru bor (driller) mencatat kecepatan penetrasi pemboran setiap meter yang ditembus, waktu sirkulasi, pemakaian
bentonite dan bahan additive serta hal-hal yang penting dalam pelaksanaan pemboran.

Dalam perencanaan sudah harus ditentukan petugas dan format blangko pencatatan tersebut. Kecepatan penetrasi
dicatat dalam format log bor terlampir.

21
Tabel 3.2. Klasifikasi Batuan Berdasarkan Ukuran Buir (Wentwort, 1922)

Gambar 3.16. Deskripsi Sampel Batuan Dari Cutting Hasil Pemboran

3.11.5 Pengawasan Lumpur Pemboran


Lumpur yang disebut-sebut sebagai istilah yang ada pada paragraf ini karena mengcu pada penjelasan terdahulu,
yaitu fluida pemboran yang dibuat dari campuran air dan lempung, hal ini juga mengacu pada kebanyakan pekerjaan
pemboran sumur air tanah di Indonesia yang menggunakan metode sirkulasi lempung langsung (direct circulation mud
flush). Lempung yang digunakan dalam nama perdagangan adalah bentonite, namun bentonite mempunyai kualitas
yang berbeda beda, bentonite terbaik adalah jenis wyoming.
Apabila oleh karena sesuatu alasan, sehingga sirkulasi lumpur pemboran harus dihentikan dalam waktu yang cukup
lama, pada waktu pekerjaan pemboran belum selesai, untuk alasan keamanan, maka mata bor dan stang bor harus
segera diangkat dari dasar lubang sumur setidaknya sepanjang 12 meter ke atas, artinya mata bor diposisikan 12 m
diatas dasar lubang bor yang telah tercapai, hal tersebut guna menghindari tertimbunya mata bor/stang bor terbawah
dari runtuhan, atau endapan lumpur dan lempung selama tidak berlangsung sirkulasi. Dalam kondisi diam tidak ada
sirkulasi, cutting muatan lumpur dalam lubang bor akan sedikit demi sedikit mengendap, jika terakumulasi, endapan
inilah yang sering menimbulkan masalah tertimbunya mata bor, drill collar, stabiliser, dan drill pipe bagian bawah, yang
umumnya dikatakan terjepit.

Selama pelaksanaan pemboran baik pemboran lubang pandu maupun pemboran pelebaran atau reaming kondisi
lumpur harus tetap dijaga agar tidakberubah sifat. Pengukuran densitas, viskositas dan pH lumur harus sering di ukur.
Pengukuran lumpur dengan menggunakan mud balance,marsh funneldanpH meter.

Perubahan lumpur dapat terjadi karena kontaminasi dari akuifer, pengaruh formasi batuan, misalnya banyak
kandungan mineral karbonat atau gamping, banyak kandungan tanah gambut atau batu bara, pemboran didaerah
yang banyak mengandung pasir halus atau abu volkanik, atau karena sifat atau kualitas bahan air pelarut bentonit
memang berubah.

Apabila selama pemboran terjadi perubahan sifat seperti diuraikan diatas, dan lumpur telah banyak mengandung pasir
halus yang sulit mengendap atau tercampur material lain, sehingga berubah kekentalanya dan berat jenisnya, maka
lumpur tersebut harus diganti total. Dalam kasus demikian, maka saat perencanaan di cadangkan bentonite bahan
lumpur pemboran yang cukup.

3.11.6 Sirkulasi Pembilasan Lubang Sumur


Untuk memperoleh lubang bor dan contoh batuan atau sampel yang baik, maka dilaksanakan sirkulasi pembilasan
lubang bor dengan lumpur pemboran, atau sirkulasi lumpur tanpa penetrasi setiap operasi pemboran akan melakukan
penyambungan drill pipe, sirkulasi tersebut dimaksudkan agar tidak terdapat lagi sisa sisa cutting dalam lubang bor
yang berpotensi mengendap atau menyumbat pada dasar lubang bor.

Gambar 3.17. Sirkulasi Fluida Pemboran Dan Pembersihan Cutting Untuk Sampel Batuan

Pencucian dilakukan dengan sirkulasi lumpur tanpa menambah kedalaman lubang (sedikit menggantungkan mata bor)
sampai lubang bor bersih dari material-material hancuran batuan (cutting). Dalam perencanaan sudah harus
ditetapkan minimal lama sirkulasinya.

23
Apabila terjadi mud lost, atau hilangnya lumpur sirkulasi secara tiba tiba, maka segera diambil langkah langkah
pengamanan.diantaranya dengan segera mengangkat mata bor dan stang bor, dan bila perlu merubah komposisi
lumpur dengan menambahkan bahan additive yang dijelaskan berikutnya.

3.12 Logging Geofisik


Berbagai macam logging dikenal untuk mempermudah perencanaan, baik dalam air tanah maupun dalam industri
minyak. Namun pemakaian logging geofisik untuk sumur bor yang paling banyak di gunakan adalah electric logging
dan beberapa juga menggunakan logging sinar gamma.

Electric logging sendiri terdiri dari resistivity logging dan self potential logging. Walaupun dua macam logging namun
kebanyakan keduanya dijadikan dalam satu alat, karena untuk interpretasinya keduanya saling melengkapi. Kedua
logging ini sering disebut sebagai E-Logging.

Perencanaan kegiatan logging, adalah membersihkan lubang bor dengan cara flushing atau sirkulasi lumpur pemboran
sampai lubang bor bersih dari cutting, menyiapkan lumpur bor, kolam lumpur disiapkan penuh, karena selama logging
dapat saja terjadi hilangnya atau banyak berkurangnya fluida didalam lubang bor. Jika kondisi dibiarkan dapat
mengganggu fluida pemboran dalam sumur, bahkan dapat menyebabkan keruntuhan lubang bor.

Logging diperlukan dalam perencanaan konstruksi sumur, karena dari logging dapat diketahui berbagai karakter atau
sifat perlapisan batuan, apakah suatu lapisan batuan bersifat akuifer atau bukan, bahkan dapat memberikan indikasi
kualitas air apakah termasuk air asin atau payau atau air tawar.

Hasil rekaman logging di korelasikan dengan log penetrasi pemboran serta pemerian litologi atau deskripsi sampel
pemboran digunakan untuk membuat perencanaan saat itu, dimana akan dipasang saringan (screen) dan dimana
akan dipasang pipa buta (blank casing) atau dengan kata lain, pada bagian mana sumur akan disadap.

Logging geofisik yang digunakan dalam pemboran sumur air di Indonesia, umumnya adalahPoint Resistivity (PR)Log
dan Self Potential(SP) Log. Bila formasi batuan yang di bor diperkirakan banyak mengandung sisipan-sisipan atau
perlapisan lempung, perlu direncanakan untuk menggunakan logging sinar gamma (Gamma Ray Log) atau sering
disingkat menjadi log gamma. Namun harus di ingat bahwa log gamma ini akan sulit interpretasinya pada daerah
dengan litologi yang kaya mineral felspar yang berasal dari produk gunung apiatau pada derah batuan beku, padahal
sebagian besar wilayah indonesia banyak terdapat penyebaran kedua material tersebut secara vertikal maupun
horisontal.

Pekerjaan Logging dihentikan sementara pada saat terjadinya hujan atau banyak terjadi petir, untuk menjaga
ketepatan data yang bebas dari gangguan elektris.

3.12.1 Logging Resistivitas (Resistivity Logging)

Logging resistivitas lubang bor (resistivity well logging)biasanya disebut log listrik (electric logging) bila digabungkan
dengan kurva logging potensial spontan (spontneous lioggig) sering di sebut SP-Logging digunakan untuk memastikan
desain dan konstruksi sumur.

Hasil logging yang baik dapat memberikan gambaran rinci tentang karakter dan ketebalan berbagai perlapisan batuan
didalam sumur dan juga dapat memberikan indikasi kualitas air melalui logging resistivitas dalam lubang sumur. Hal ini
memungkinkan perencana menempatkan screenpada posisi yang paling diminati dengan akurasi yang jauh lebih baik
daripada hanya mengandalkan deskripsi sampel yang diambil dari cutting hasil pemboran.

Prosedur electric logging, adalah dengan menurunkan satu atau lebih elektroda yang dihubungkan dengan kabel dan
diturunkan masuk ke dalam lubang bor yang masih berisi fluida pemboran. Kemudian arus listrik dialirkan ke elektroda
ini dan ke elektroda lain yang berada di permukaan tanah dekat sumur. Alat logging listrik kemudian mengukur
kerugian arus antara dua elektroda.
Electroda didalam sumur, saat digerakkan naik atau turun dalam lubang bor, akan mempengaruhi arus listrik kareana
adanya perbedaan media yang menyebabkan perbedaan resistivitas disepanjang gerakan elektroda tersebut.
Perubahan tahanan listrik dari keseluruhan sirkuit dicatat pada tiap kedalaman untuk menghasilkan grafik atau kurva
yang disebut log listrik, "E" log, atau log resistivitas.
Perubahan resistivitas terutama disebabkan oleh perbedaan karakter lapisan bawah permukaan dan kandungan
mineral air yang terkandung dalam formasi.
Persyaratan dalam proses logging listrik ini adalah bahwa logging hanya dapat dilakukan pada lubang bor yang tidak
dipasang casing (open holle)tetapi masih terisi fluida pemboran atau air.
Fluida dalam lubang bor akan mempengaruhi pengukuran resistivitas. Sehingga data yang drekam sebenarnya terdiri
dari data resistivitas fluida lubang bor dan filter cake serta resistivitas formasi, sedangkan nilai resistivitas disekitar
lubang bor makin jauh juga makin berubah, dari kondisi tersebut, maka dirancang beberapa konfigurasi elektroda
untuk dapat memberikan informasi spesifik tentang material pada berbagai jarak dari sumur bor. Tiga pengaturan
umum ditunjukkan pada Gambar 3.20.

Gambar 3.18. Susunan Elektroda Dan Sirkuit Untuk 3 Macam Elektrik Logging (Driscoll, 1987)

a) Resistivitas Elektroda Tunggal (Singgle Point Resistivity)

Electric logging yang paling sederhana dapat dilakukan dengan metode resistansi satu titik, di mana satu
elektroda arus dimasukkan ke dalam lubang bor dan satu elektroda berada di permukaan.

Arus dialirkan ke elektroda lubang bor dimana ia menyebar ke dalam formasi sekitar lubang bor. Arus yang
kembali diterima elektroda permukaan dimana penurunan arus diukur.

Meskipun metode single-point tidak lagi disukai, karena jangkauan penyelidikan terbatas dan data resistansi
sangat terpengaruh oleh fluida pemboran, namun memiliki beberapa keunggulan. Metode single-point memiliki
resolusi vertikal yang baik, menggunakan kabel konektor tunggal, dan tidak mahal untuk dibeli dan dioperasikan.
Metode single-point sangat berguna untuk melengkapi log listrik lainnya.

b) Resistivitas Normal

25
Jika elektroda dengan pengaturan dua elektroda disebut log normal. Bila spasi atau jarak masing-masing
elektroda berukuran 16 in (406 mm) atau kurang, konfigurasinya disebut short normal ; Jika dipisahkan dengan
64 in (1.630 mm), itu disebut long normal. Jarak dari elektroda arus dan potensial menentukan kedalaman
jangkauan penetrasi ke dalam formasi pada diameter lubang sumur tertentu. Semakin dalam penetrasi akan
semakin rendah resolusi perlapisan.

Pengaturan tiga elektroda terdiri dari satu elektroda arus dan dua elektroda potensial di lubang bor. Jarak antara
elektroda arus dan potensial adalah 16 dan 64 inci. Karakteristik pembeda dari pengaturan ini adalah bahwa
kedua elektrodes potensial ditempatkan di lubang bor.

3.12.2 Interpretasi Nilai Resistivitas

Formasi batuan yang kering adalah konduktor listrik yang buruk sehingga akan menunjukkan resistivitas yang sangat
tinggi. Resistivitas akan menjadi rendah karena adanya porositas, namun perlu beberapa syarat. Hal ini terjadi karena
air adalah konduktor listrik, sehingga kehadirannya di pori-pori yang saling berhubungan menyebabkan menurunya
resistivitas formasi. Lanau, lempung, dan serpih, memiliki resistivitas terendah; akuifer yang lanauan atau kotor
memiliki resistivitas rendah sampai sedang; Pasir dan kerikil dengan air tawar memiliki resistivitas sedang hingga
tinggi. Nilai resistivitas tertinggi ditemukan pada batupasir dan batu kapur yang jenuh dengan air tawar, juga pada
batuan beku dan metamorf padat seperti granit dan batu sabak (slate) kering. Resistivitas tidak hanya dipengaruhi
satu faktor jenis material, atau jenis batuan saja, kualitas air juga mempengaruhi resistivitas.
Air di dalam pori-pori lempung sangat termineralisasi karena melarutkan mineral, akibatnya, lempung basah
menunjukkan resistivitas yang relatif rendah. Sebaliknya, formasi pasir yang jenuh dengan air tawar memiliki nilai
reabilitas yang relatif tinggi karena air hanya mengambil sejumlah kecil mineral dari partikel pasir.
Secara umum, resistivitas formasi akan berubah secara terbalik dengan total padatan terlarut (TDS) yang terkandung
dalam air. Jika semua kondisi lainnya tetap sama, resistivitas berkurang saat TDS meningkat. Misalnya, formasi pasir
dan kerikil dengan air asin akan mencatat nilai resistivitas rendah. Rendahnya konsumsi air asin hampir sepenuhnya
membayangi resistivitas pasir yang lebih tinggi.
Penafsiran yang benar terhadap data resistivitas lubang bor adalah meminimalkan efek resistivitas fluida pemboran
terhadap data. Idealnya, diameter lubang bor harus dijaga sekecil mungkin. Dalam lubang bor lebih besar dari 8 inci
(203 mm), waktu menurunkan probe harus diletakkan di samping dinding lubang bor.

3.12.3 Log Potensial Spontan

Log potensial spontan (Spontaneous Potential Logging) biasa disingkat Log-SP dilakukan bersamaan dengan log
resistivitas. Sebenarnya, kurva SP adalah log litologis pertama yang dilakukan dengan teknik logging listrik (Pirson,
1977, dalam Driscoll, 1987).
Potensi spontan adalah potensi listrik (voltase) alami yang diakibatkan oleh perubahan kimia dan fisika pada kontak
antara berbagai jenis bahan geologi bawah permukaan. Misalnya, potensi listrik terjadi secara spontan pada
permukaan kontak antara lapisan lempung dan lapisan pasir dibawahnya. Dalam sumur bor, potensi juga terjadi
antara fluida pemboran dan formasi, dan antara fluida pemboran dan mud cake (Guyod, 1964 dalam Driscoll, 1987).
Log SP juga dapat dipengaruhi oleh "potensi streaming" dan Log SP mengukur potensi yang dihasilkan oleh fluida
yang bergerak masuk atau keluar dari formasi batuan yang permeabel (kejadian streaming). Potensi ini menjadi lebih
terasa saat tekanan di lubang bor sangat melebihi tekanan dalam formasi sehingga ada pergerakan dari lubang bor
kedalam formasi batuan.
Untuk mengukur potensi spontan pada berbagai kedalaman, elektroda diturunkan ke dalam lubang bor yang tidak di
pasang casing tetapi masih terisi fluida pemboran, dengan menggunakan kabel listrik yang terhubung ke satu terminal
meter dan perekam milimeter. Terminal instrumen lainnya dihubungkan ke ground terminal di permukaan yang sering
ditempatkan di kolam lumpur.
Tidak ada sumber arus listrik eksternal yang terhubung ke sirkuit ini. Elektroda lubang yang diturunkan biasanya
negatif berlawanan dengan elektroda permukaan.
Setiap arus di sirkuit yang dihasilkan dari aksi elektrokimia antara fluida pemboran dan formasi batuan atau air yang
terkandung dalam formasi batua dikonduksikan ke permukaan lewat kolom fluida pemboran. Meter millivolt yang
terhubung di antara kedua elektroda tersebut mengukur penurunan potensial antara elektroda yang diturunkan dan
elektroda permukaan yang selanjutnya direkam.
Karena elektroda dalam lubang sumur digerakkan kebawah dan ke atas (naik – turun), meter akan mencatat variasi
potensial spontan dari formasi yang berbeda dari tiap tempat yang berbeda. Sebuah kurva yang menunjukkan potensi
ini diplot terhadap kedalaman mendapatkan apa yang disebut rekaman kurva SP log tersebut.
Meskipun kurva SP dapat mengindikasikan zona permeabel, tidak ada hubungan yang pasti antara besarnya defleksi
SP dan permeabilitas atau porositas formasi batuan. Variasi yang ditunjukkan oleh kurva SP ditafsirkan bersamaan
dengan variasi resistivitas yang ditunjukkan oleh kurva resistivitas. Kedua lekuk dari dua log itu, disatukan
disebandingkan, secara keseluruhan membentuk apa yang biasa disebut log listrik.
Log SP diplot di sisi kiri lembar kurva tempat ia dapat dibandingkan dengan mudah dengan log resistivitas di sisi
kanan.
Pada log ideal yang ditunjukkan pada Gambar 8.24, garis vertikal yang ditarik untuk menghubungkan potensi yang
sesuai dengan berbagai lapisan lempung yang kedap adalah baseline lempung. Lendutan kurva SP ke kiri baseline
menunjukkan formasi pasir permeabel yang mengandung air.
Untuk formasi pasir yang mengandung air tawar, variasi SP berhubungan dengan puncak kurva resistivitas yang
nampak di log sebelah kanan. Untuk formasi pasir yang mengandung air asin, hanya log SP yang menunjukkan
adanya lapisan permeabel karena resistivitas formasi yang asin ini berasal dari lapisan lempung.
Secara umum, pengamatan berikut sangat membantu dalam menafsirkan log SP untuk formasi yang mengandung air
tawar:
a) Kurva SP seringkali sulit untuk ditafsirkan pada kedalaman dangkal. Di samping itu. Lendutan SP lebih terasa
pada kedalaman yang dalam di sumur dalam, karena seiring meningkatnya kedalaman airtanah cenderung
menjadi lebih tinggi mineralisasinya.

b) Langkah pertama dalam interpretasi adalah menetapkan garis dasar lempung (shale line) pada log. Jika tidak
terdapat lapisan lempung, log SP sedikit memerlukan tambahan interpretasi. kebanyakan sumur, kurva SP
nilainya kecil karena variasi skala pada kurva mungkin tidak signifikan

c) Perhatikan defleksi ke sisi kiri (negatif) atau ke sisi kanan (positif) baseline lempung. Formasi yang memiliki
defleksi ke kiri umumnya menunjukkan airtanah yang memiliki aktivitas kimia lebih tinggi daripada formasi yang
memiliki defleksi ke kanan.

d) Lendutan ini menunjukkan posisi dan ketebalan akuifer yang mengandung air tawar. Lendutan pada kurva SP
mungkin menjadi tidak signifikanpada ketebalan kurang dari 4 kaki (1,2 m).

e) Kesimpulan diambil dari kurva SP umumnya berkorelasi dengan data dari kurva resistivitas, meskipun kurva
biasanya akan bergerak berlawanan arah.

f) Garis dasar lempung bisa bergeser secara bertahap atau miring atau tiba-tiba pada kedalaman tertentu
meningkat tanpa alasan yang jelas.

27
Gambar 3.19. Kurva SP Dan Kurva Resistiviti Ideal yang Menunjukkan Respons Log-Elektrik Terhadap Perselingan
Lapisan Lempung Dan Pasir

g) Kurva SP harus selalu digunakan secara bersama dengan resistivitas atau log lainnya karena mungkin sangat
sulit untuk dilakukan penafsiran kurva SP secara sendiri.

Seperti telah dijelaskan, defleksi yang berlawanan dengan formasi yang mengandung air tawar mungkin kecil bila air
fluida pemboran kira-kira kualitasnya sama dengan formasi air.

Dalam beberapa kasus, defleksi dapat ditingkatkan dengan menambahkan garam ke fluida pemboran agar lebih
banyak garam dalam fluida pemboran daripada air dari formasi, Ini berarti membalikkan polaritas potensi yang
menyebabkan defleksi ke kanan dari garis dasar lempung saat formasi yang mengandung air tawar ditemui. Efikasi
prosedur ini bervariasi dengan jenis formasi di lubang bor dan kualitas air formasi. Hasil yang lebih baik dapat
diperoleh dengan menggunakan metode log lain, daripada mengubah karakteristik fluida pemboran.

3.12.4 Log Gamma

Pada loging gamma, (sering disebut logging sinar gamma) pengukuran dilakukan terhadap radiasi alami yang berasal
dari bahan yang ditemukan di lubang bor. Rekaman radiasi gamma digunakan sebagai panduan kualitatif untuk
korelasi stratigrafi dan permeabilitas. Di beberapa daerah, terdapat hubungan langsung radiasi gamma dan
permeabilitas batuan.
Radiasi gamma dipancarkan dari unsur-unsur tertentu dalam material geologis yang tidak stabil yang “membusuk”
secara spontan ke elemen lain yang lebih stabil.
Sinar gamma mirip dengan sinar-X karena mereka memiliki kemampuan yang hebat untuk menembus material lain,
namun sinar gamma memiliki panjang gelombang yang lebih pendek.
Kehilangan massa dari struktur atom unsur dihasilkan dari emisi sinar gamma. Emisi gamma adalah satu dari tiga
jenis radiasi; yang lainnya adalah emisi alfa dan beta.
Unsur radioaktif tertentu terjadi secara alami pada batuan beku dan metamorf dan sebagai partikel hasil rombakanya
yang kemudian mengalami pengendapan menjadi batuan sedimen.
Lempung dan serpih mengandung konsentrasi isotop radioaktif yang tinggi, biasanya selalu potassium. Pasir dan
kerikil, di sisi lain, mengandung silika, zat yang stabil, dan karena itu hanya menghasilkan radiasi yang sangat rendah.
Batugamping dan dolomit juga memancarkan radionya kecil. Keys dan MacCary (1971), dalam Driscoll 1987,
mencatat bahwa untuk beberapa batupasir belum menghasilkan atau yang tersemen dengan kalsium karbonat,
sebagian besar radiasi dapat berasal dari partikel uranium dan torium.
Meskipun jenis emisi energi lainnya dilepaskan oleh radioaktif alami, hanya sinar gamma yang diukur dengan baik
karena hanya dapat menembus bahan dengan kepadatan tinggi seperti casing dan semen. Logging sinar gamma
memiliki keuntungan mendasar dibandingkan dengan logging listrik, logging sinar gamma dapat dilakukan di sumur
sumur yang sudah dipasang casing atau di lubang bor terbuka yang mengandung udara, air, atau fluida pemboran,
sedangkan logging listrik hanya dapat dilakukan di lubang bor yang tanpa casing yang diisi dengan fluida. Oleh karena
itu, peralatan sinar gamma dapat mencatat data sumur yang ada walaupun log asli telah hilang atau hancur.
Deteksi emisi sinar gamma melibatkan dua proses acak. Pertama, sinar diberikan secara acak oleh mineral radioaktif.
Ini berarti bahwa jumlah pulsa energi yang dipancarkan per detik atau per menit bervariasi dengan nilai minimum dan
maksimum tertentu. Kedua, pulsa yang tidak beraturan ini bertabrakan dengan elemen pendeteksi dalam probe
logging. Tidak semua pulsa yang dilepaskan oleh bahan radioaktif diukur oleh detektor dan proporsi yang menyerang
detektor bervariasi tidak teratur. Kedua fakta ini dan sifat acak dari emisi sinar gamma harus dipertimbangkan dalam
membaca atau menafsirkan log sinar gamma.
Unit sinar gamma adalah instrumen sederhana yang beroperasi karena tidak ada garis permukaan atau pancang yang
diperlukan, seperti dalam logging elektrik semua peralatan yang diperlukan terkandung dalam logger dan probe. Probe
terdiri dari rangkaian penerima dan rangkaian penghitung kilau (scintilator). Intensitas radiasi dari bahan geologi
tertentu diukur dengan jumlah pulsa yang terdeteksi oleh instrumen per satuan waktu. Intensitas ini dinyatakan
sebagai jumlah rata-rata hitungan per detik atau per menit, dan biasanya selalu dicatat selama periode tertentu.
Periode dimana pulsa atau hitungan dirata-ratakan disebut konstanta waktu (time constant).
Pemilihan konstanta waktu akan bergantung pada frekuensi emisi gamma, tingkat probe dinaikkan atau diturunkan di
lubang bor, dan resolusi yang dibutuhkan. Konstanta waktu dan tingkat probe dinaikkan harus dikoordinasikan dengan
benar untuk mendapatkan log yang baik; Artinya, jumlah yang cukup harus dicatat sepanjang waktu konstan.
Untuk logger otomatis di mana kabel dinaikkan dan diturunkan secara mekanis, kecepatan kabel diatur sehingga
jumlah yang cukup dapat direkam.
Dengan logger yang dioperasikan secara manual, pengukuran diskrit dilakukan dengan alat tulis probe untuk jangka
waktu tertentu pada setiap interval kedalaman. Dengan jenis sistem logging ini, pengukuran dicatat di lapangan dan
diplot secara manual di kantor.
Untuk menggambarkan pengaruh konstanta waktu, misalkan 400 hitungan dicatat dalam 20 detik dengan probe
diposisikan 200 kaki (61 m) di bawahtanah. Ini akan mewakili rata-rata 20 hitungan per detik selama periode 20 detik,
atau setara dengan 1.200 jumlah per menit. Jumlah sebenarnya per detik akan sangat bervariasi dari nilai rata-rata.
Sirkuit elektronik dari logger gamma terdiri dari detektor, catu daya tegangan tinggi, penguat denyut, regulator voltase,
dan timer elektronik. Sebagian besar dilengkapi dengan scintillation crystal detector - natrium yang diberi thallium
yodida - namun probe ini tidak dapat digunakan pada suhu di atas 500 ° F (260 ° C), tergantung pada pabriknya. Di
sisi lain, beberapa unit sumur air yang lebih tua dilengkapi dengan tabung gas Geiger-Mueller(G-M) yang terisi gas
sebagai detektor. Tabung Geiger-Mueller kurang sensitif dibanding probe scintillator, namun umumnya lebih kecil
diameternya.
Sinar gamma yang terdeteksi oleh probe berasal dari bahan dalam jarak dekat di luar lubang bor. Telah diperkirakan
bahwa 90 persen sinar gamma yang terdeteksi saat logging berasal dari 6 sampai 12 inci (152 sampai 305 mm)
dinding lubang bor. Dengan demikian, volume material yang relatif kecil kira-kira bulat memberi kontribusi sebagian
besar radiasi yang diambil oleh detektor. Jari-jari bola ini disebut "radius investigasi" dari logger. Lubang bor termasuk

29
dalam radius penyelidikan. Dengan demikian, ukuran lubang bor dan posisi probe berhadapan dinding lubang bor
memiliki beberapa efek pada pengukuran sinar gamma.

Gambar 3.20. Urutan Posisi Sinar Gamma Menunjukkan Jangkauan Jari-Jari Pada Lapisan Lempung Diantara Lapisan
Pasir (Driscoll, 1987)

Gambar 3.22. menunjukkan konsep radius investigasi. Perubahan hitungan per detik tidak terjadi secara tiba-tiba di
antarmuka dua lapisan batuan. Sebaliknya, bentuk kurva log agak membulat dalam rentang kedalaman yang pendek
saat probe melewati satu formasi ke bentuk lainnya. Ini harus diperhitungkan saat log digunakan untuk menentukan
ketebalan formasi tertentu. Juga harus diakui bahwa perlapisan batuan yang lebih tipis dari jari-jari penyelidikan
mungkin dikaburkan pada log sinar gamma.

Mineral yang biasanya ditemukan pada bahan sedimen seperti lempung, batugamping, dan batu pasir mengandung
sejumlah kecil potasium radioaktif-40, dan produk peluruhan uranium dan torium. Kalium merupakan unsur penting
dari lempung, mika, feldspar, dan serpih. Sekitar 0,012 persen dari kandungan kalium total dalam bahan ini adalah
isotop radioaktif potasium-40, yang memancarkan sinar gamma. Pasir kuarsa tidak mengandung potassium atau
kalium radioaktif-40. Oleh karena itu, formasi pasir kuarsa, memancarkan sinar gamma pada tingkat yang sangat
rendah. Biasanya, log gamma-ray menunjukkan jumlah lebih banyak per menit pada kedalaman yang sesuai dengan
lapisan lempung atau serpih, dan jumlah yang lebih sedikit per menit pada kedalaman yang sesuai dengan lapisan
pasir atau lapisan batupasir jika pasir sebagian besar adalah kuarsa.

Masalah dalam interpretasi log gamma muncul pada saat pasir mengandung mineral feldspar dengan proporsi yang
tinggi.

Tidak seperti kuarsa, feldspar mengandung potassium dan radioaktif potassium-40. Pasir yang kaya feldspardapat
memancarkan sinar gamma dengan intensitas mendekati lempung.

Kontras sinar gamma antara lempung dan jenis pasir ini akan menjadi tidak sebesar antara lempung dan kuarsa.
Akibatnya, log tidak mengidentifikasi lapisan pasir kaya feldspar sejelas mungkin. Ini adalah hal yang penting untuk
diperhatikan di logging sumur di endapan glasial atau dekat sumber batuan beku, dimana jumlah butir pasir yang
signifikan terdiri dari feldspar.

Pengalaman logging dan pengetahuan geologi lokal diperlukan untuk membuat interpretasi yang benar tentang loging
di daerah-daerah ini.

Interpretasi log sinar gamma sangat sulit dimana batu pasir atau formasi lainnya termasuk fragmen batuan vulkanik,
seperti riolit, yang mengandung mineral radioaktif dalam jumlah relatif tinggi. Biasanya, bijih uranium dan batuan
radioaktif lainnya terjadi di daerah yang sangat kecil.

Masalah interpretasi lainnya terkait dengan diameter lubang. Dimana lempung yang bersifat mudah runtuh (caving
clay) dan batu sabak (shales) ditemui dan longsoran terjadi, log sinar gamma akan menunjukkan tingkat radioaktif
yang lebih rendah dibandingkan dengan lubang pembesaran yang membesar. Dengan demikian log akan muncul
untuk menunjukkan lapisan pasir. Sampel lubang bor, log driller, dan kaliper log dapat digunakan untuk meminimalkan
kesulitan dalam interpretasi ini.

3.13 Perbesaran Lubang Bor (Reaming)


Pemboran lubang pandu (pilot hole) bila sudah mencapai target dan telah dilakukan logging geophysics, (untuk
selanjutnya disebut logging) maka dilakukan pelebaran lubang sumur (reaming), untuk selanjutnya disebut reaming.
Ukuran lebar reaming disesuaikan dengan rencana disain sumur yang sudah harus dikerjakan atau sudah ada sesaat
sesudah logging.
Pedoman dalam menentukan diameter reaming adalah perlu diperhatikan bahwa masih ada rencana memasukkan
gravel pack kedalam anulus sumur, namun juga perlu di ingat bahwa gravel pack yang terlalu tebal akan menyulitkan
waktu development, sehingga selisih diameter antara casing dan screen hendaknya tidak terlalu jauh, tetapi apabila
selisih ini terlalu sempit, bila ada kemungkinan terjadinya pengembangan lapisan lempung dalam formasi batuan,
maka akan menghalangi masuknya gravel pack atau bahkan menyumbat. Jika sumbatan terjadi, dan untuk sementara
gravel pack tidak masuk sempurna, maka akan terjadi ruang-ruang kosong didalam anulus.
Ruang anulus adalah ruang antara dinding lubang bor dengan instalasi pipa casing dan pipa saringan.
Ruang kosong anulus yang terjadi, bilamana proses pembuatan sumur sudah selesai dan dilakukan development,
setidaknya ada dua kemungkinan, yang pertama adalah bilamana gravel pack yang tertahan kemudian turun jatuh
oleh sebab proses development, maka ada kemungkinan membengkokkan susunan instalasi pipa sumur atau bahkan
patah atau runtuhnya permukaan tanah karena longsoran.
Kemungkinan kedua adalah bilamana selama development gravel pack tidak jatuh kedalam ruang kosong, maka
formasi batuan yang akan runtuh (colapse), akibatnya screen tidak berfungsi karena tertimbun dan tersumbat material
formasi, jika runtuhan formasinya cukup permeable maka masih ada sedikit harapan berproduksi, tetapi jika yang
menutup screen adalah material kedap, maka sumur dapat tidak produktif atau sedikit menghasilkan air.
Lebar anulus atau jarak antara dinding lubang bor dan instalasi biasanya diambil kurang lebih 3 (tiga) inci kiri kanan,
atau 6 inci selisih total diameternya.
Agar mendapatkan selisih tersebut, maka untuk reaming digunakan matabor yang berdiameter 6 (enam) inci lebih
besar dari diameter instalasi pipa sumur.
Konstruksi sumur, khususnya yang biasa digunakan dalam irigasi air tanah dengan debit pemompaan antara 15 – 60
l/dt atau lebih, akan menggunakan konstruksi dengan diameter bagian jambang pompa lebih besar dari bagian
produksi, biasanya dengan susunan 12 inci pada bagian jambang pompa dan 6 inci pada bagian pipa buta dan screen.
Perbedaan diameter tersebut dimaksudkan untuk mengakomodir diameter pompa yang cukup longgar berada dalam
pipa jambang, diameter yang kurang besar mengakibatkan pompa tidak dapat masuk atau terlalu dekat atau bahkan

31
menempel pada pipa jambang yang dapat menyebabkan pipa jambang pecah karena getaran dan gesekan dengan
pompa sewaktu operasi.
Dalam kondisi ini maka panduan reaming juga mengikuti, yaitu dengan diameter reaming pada bagian jambang pompa
lebih besar dari bagian pipa buta dan screen.
Reaming yang berbeda diameter mengaharuskan prosesnya dilakukan dua atau tiga kali reaming, dengan mengganti
mata bor yang sesuai dengan diameternya.
Dalam perencanaan sudah harus direncanakan jenis atau ukuran mata bor yang harus disiapkan agar tidak menjadi
kendala.
Bilamana reaming sudah selesai semuanya, lubang bor perlu disirkulasikan ulang sampai bersih, tidak ada endapan
yang berpotensi mengganjal ketika dimasukkan instalasi pipa-pipa sumurnya, jika memungkinkan, sirkulasi ini
sekaligus menipiskan mud cake dengan sirkulasi encer, filtrasi kecil tetapi densitasnya masih cukup besar.
Selama proses reaming, persiapan instalasi sudah harus dilakukan, misalnya penyambungan pipa-pipa instalasi yang
pendek, penyiapan las, atau lem dan baut serta penguatnya, penyiapan centralizer, membersihkan atau bila perlu
mencuci gravel pack, penomoran dan pengurutan susunan pipa-pipa instalasi.

3.14 Desain dan Konstruksi Sumur


3.14.1 Material Sumur

Material sumur yang direncanakan untuk instalasi sumur terdiri dari:

a) Pipa jambang umumnya untuk irigasi sampai debit 40 l/dt berdiameter 12", atau sesuai dengan design sumur
dan spesifikasi rencana pompa yang akan dipasang atau rencana debit operasi. Fungsi pipa jambang adalah
sebagai tempat atau jambang pompa yang umumnya berdiameter lebih besar dari screen, pipa penghantar/ pipa
buta.

b) Pipa sebagai penghantar air yang diperoleh dari penyadapan akuifer oleh screen sering disebut sebagai pipa
buta. Diameter dapat 6 ", 5”, 4” dan 3” SNI sesuai kebutuham. Dapat berupa PVC, Black Mild Steel, atau Fibre
glass (sekarang jarang digunakan).

c) Pipa Saringan diameter dapat 6", 5”, 4” dan 3 “ sesuai kebutuhan, Dapat berupa PVC, Black Mild Steel,
Stainless Steel atau Fibre glass (sekarang jarang digunakan).Tipe lubang saringan atau slot dapat berupa wire
wound slot, bridging slot, perforated slot, hand cut slot ataucelah gergaji tangan, yang biasa dibuat sendiri.

d) Reducer untuk menyambung pipa/screen yang berbeda diameternya. Dengan bahan yang samadengan pipa
lainya yang dipasang.

e) Centraliser dengan diameter sesuai pipa/ screen yang dipasang.

f) Pipa kantong lumpur, berupa pipa buta berdiameter sama dengan screen dipasang pada ujung paling bawah
konstruksi dan diakhiri dengan tutup bawah sumur. Fungsi pipa ini untuk menampung endapan baik berupa
pasir, lempung atau benda lain yang mengendap dan tidak ikut terpompa, suatu saat pada periode operasi
pemeliharaan secara berkala endapan ini dikeluarkan dengan pencucian sumur atau redevelopment.

g) Tutup atas, kunci dan tutup dasar sumur (top cap & bottom plug).Tutup dasar sumur dapat dibuat dari besi,
plastik dan kayu tua yang keras (kayu tahan lapuk jika terendam terus dalam air)

h) Gravel pack, Untuk daerah aluvial Indonesia, umumnya digunakan butiran bergradasi berdiameter antara 8 mm
– 20 mm. bebas dari kotoran dan material karbonat serta material lain yang mudah pecah atau remuk, bentuk
butir membulat tanggung sampai membulat.

i) Penempatan gravel pack ke dalam rongga di antara lubang bor dan pipa produksi
j) Semen / mortar digunakan untuk menutup bagian lubang bor atas agar tidak terjadi rembesan dan kontaminasi
air permukaan.

k) Bahan bahan penyambung, lem, mur, baut, las.

Semua bahan tersebut harus telah tersedia sebelum pemboran dimulai.

3.14.2 Pemasangan Pipa Sumur

Setelah pemboran selesai sesuai dengan kedalaman yang ditentukan, maka dilakukan sirkulasi lumpur tanpa
penetrasi, rata rata selama 4 (empat) jam atau sampai lubang bor betul-betul bersih dari sisa cutting. Kemudian pipa
dan pipa saringan dipasang didalam lubang bor pada posisi yang tepat sesuai dengan desain sumur.
Sebelum pipa-pipa dan saringan sumur dipasang, harus diberi nomor urut dari pipa terbawah, hal ini untuk mencegah
kekeliruan pemasangan.
Pemasangan kemudian dilakukan secara berurutan, yang pertama paling bawah, kemudian pipa diatasnya,
seterusnya. Pipa dan pipa saringan disambung cukup kuat, dan dipasak dengan baut sesuai ketebalan pipa.
Pipa dan pipa saringan yang dipasang dijaga tepat berada di tengah lubang bor dengan menggunakan centralizer
(terbuat dari besi plat atau bahan lainnya) yang dipasang setiap 12 meter.
Panjang masing-masing pipa dan posisi kedalaaman pipa saringan termasuk reduser, dan jumlah pemasangan di tiap
sumur, diukur dan dicatat dengan teliti.

Gambar 3.21. Bahan Pipa Casing dan Screen Siap Dilapangan

3.14.3 Panjang Screen

Panjang screen yang harus dipasang tergantung pada jenis dan keberadaan material formasi batuan, serta debit yang
diharapkan. Secara mudah untuk mendapatkan debit yang besar diperlukan screenyang penjang pula.

Secara umum, pemasangan screen diletakkan berhadapan dengan akuifer, namun dari segi ekonomis pada akuifer
yang tebal, jika dipasang screen semuanya akan mahal.

Deskripsi sample formasi batuan dikombinasikan dengan penetration log atau catatan kecepatan pemboran serta
interpretasi rekaman electric logging setidaknya akan dapat menentukan keberadaan lapisan lepung, pasir halus dan
pasir.

Pemasangan saringan mengacu pada data tersebut, pada lapisan lempung tidak perlu dipasang screen, karena tidak
produktif, demikian juga pada lapisan batuan yang terdiri dari pasir halus lepas tidak konsolidasi jika dipasang screen
akan terjadi korosi dan merusak pompa.

33
Beberapa cara pemasangan screen diuraikan sebagai berikut:

a) Akuifer bebas, material lepas

Pada akuifer jenis ini jika seluruhnya dipasang screenakan boros. Pemasanga hanya dilakukan pada lapisan
pasir kasar. Untuk lapisan pasir kasar yang tebal cukup dipasang pada bagian ujung bawah. Untuk lapisan yang
berlapis tipis, dapat dipasang di setiap segmen lapisan.

Pada akuifer homogen tidak tertekan, pemasangan saringan (screen) pada sepertiga bagian bawah zona jenuh
akuifer homogen yang tidak tertekan biasanya memberikan desain yang optimal.

Pemasangan saringan pada beberapa kasus, diletakkan pada setengah bagian bawah lapisan jenuh (akuifer)
lebih diinginkan untuk mendapatkan kapasitas spesifik yang lebih besar.

Pada akuifer bebas kapasitas spesifik yang lebih besar diperoleh dengan menggunakan saringan (screen)
sepanjang mungkin, karena garis aliran konvergen dan kecepatan masuk melalui saringan (screen) sumur
diminimalkan.Tetapi jika screen dipasang lebih pendek, maka dawdown akan menjadi lebih besar.

b) Akuifer tertekan homogen

Perhitungkan permukaan air akibat pemompaan tidak akan turun sampai di bawah puncak akuifer(karena
berakibat akuifer tidak menjadi tertekan), kemudian gunakan aturan umum untuk panjang saringan (screen) yang
dipasang pada akuifer tertekan sebagai adalah:

1) Ketebalan akuifer kurang dari 8 m, screen 70% dari akuifer.

2) Ketebalan akuifer antara 8 - 16 m, screen 75% dari akuifer.

3) Ketebalan akuifer lebih tebal dari 16 m, screen 80% dari akuifer.

Dalam banyak pemakaiann screen penuh suatu akuifer tebal yang uniform tidak disarankan, karena disamping
mahal juga akan menghasilkan kecepatan aliran air masuk melalui saringan (screen) sumur menjadi terlalu
lambat.

Pada akuifer tertekan yang homogen dan tebal tidak disarankan untuk memasang screen penuh seluruh
ketebalan, karena tidak ekonomis dan kecepatan masuk aliran air dri akuifer menjadi sangat lambat, hasil terbaik
jika saringan dibagi menjadi beberapa bagian sama panjang diselingi dengan blank casing. Dengan membagi
saringan tersebut maka efek konvergensi aliran menjadi kecil agar sumur mempunyai kinerja yang baik.

c) Akuifer tertekan heterogen

Dalam akuifer yang heterogen atau berlapis-lapis, zona yang paling permeabel yang di pasang screen, zona ini
dapat ditentukan dengan beberapa metode berikut:

2) Metode uji permeabilitas (Tes falling head dan constan head, jarang dilakukan)

3) Analisa ayakan (sieves analysis) kemudian membandingan kurva ukuran butir masing-masing sample,
sebagai berikut :

(a) Jika kemiringan kurva hasil analisa ukuran butir kira-kira sama, permeabilitas relatif dua sampel atau
lebih diperkirakan sama dengan kuadrat dari ukuran efektif masing-masing sampel. Misalnya pasir
yang memiliki ukuran butir efektif 0,2 mm akan memiliki sekitar 4 kali konduktivitas hidrolik pasir yang
memiliki ukuran butir efektif 0,1 mm.
(b) Jika dua sampel memiliki ukuran efektif yang sama, maka sampel dengan kurva yang memiliki
kemiringan paling curam biasanya memiliki konduktivitas hidrolik terbesar.

(c) Survei kecepatan aliran sumur, jika memungkinkan, dapat mencoba memompa sumur sebelum
selesai, dengan memasang casing sementara yang berlubang atau screen sementara di lubang bor;
(dengan coba coba – jarang dilakukan).

(d) Interpretasi logging geofisika lubang bor (membutuhkan tenaga ahli yang sangat berpengalaman).

Gambar 3.22. Saran Penentuan Posisi Saringan Sumur di Berbagai Formasi Akuifer

35
Gambar 3.23. Konvergensi Garis Aliran Ke Interval yang Dipasang Screen

Pada akuifer heterogen atau berlapis-lapis, lapisan yang paling permeabel yang dipasang saringan (screen).
Biasanya antara 80% sampai 90% tebal akuifer.

3.14.4 Diameter Screen

Aturan praktisnya adalah bahwa batas kecepatan upflow 1,5 m/dt akan menghasilkan sumur dengan upflow losses
yang masuk akal.

Prosedur desain diameter saringan (screen) adalah memilih ukuran saringan (screen) yang mengurangi nilai ini
beberapa persen. Ukuran standar saringan biasanya 6 inci, untuk desain ukuran kecil dikurangi 1 inci, sedang untuk
desain ukuran besar ditambah 2 inci. Penggunaan diameter saringan yang besar hanya akan disarankan jika terdapat
masalah:

a) Sumur yang jelek (kondisi hidrogeologi miskin air)


b) Ancaman terjadi pengkerakan
c) Ancaman terjadi korosi saringan.
Diameter sarigan dipilih untuk memenuhi prinsip utama yaitu untuk memperoleh luas area bukaan (opening area)
saringan agar diperoleh kecepatan aliran masuk yang tidak melebihi standar disain.

Diameter dapat bervariasi setelah panjang dan ukuran bukaan saringan (screen) telah dipilih.

Seringkali, panjang saringan dan ukuran celah saringan (slot) ditentukan oleh karakteristik alami formasi; Dengan
demikian diameter saringan adalah sangat variabel.

Pengujian dan pengalaman laboratorium menunjukkan bahwa jika kecepatan masuk saringan dipertahankan sekitar
0,03 m/detik, maka kehilangan gesekan pada bukaan screen akan dapat diabaikan, pengkerakan akan minimal, dan
korosi juga akan minimal.

Kecepatan masuk sama dengan debit yang diharapkan atau yang diinginkan dibagi dengan luas total bukaan di
saringan. Jika kecepatan masuk lebih besar dari 0,03 m / det., maka diameter harus diperbesar untuk memperoleh
area terbuka yang cukup sehingga kecepatan masuk menjadi sekitar 0,03 m/det.

Untuk mendapatkan kecepatan tersebut, juga dapat mengatur debit pemompaan, namun kebanyakan debit
pemompaan adalah target, sehingga sulit menguranginya.
3.14.5 Tipe Screen

Saringan (screen) yang bagus dibuat dari berbagai bahan dan berkisar dari buatan tangan hingga model yang awet
dan sangat efisien yang dibuat dengan mesin. Penilaian saringantergantung pada seberapa efektif kontribusi nya
terhadap keberhasilan sebuah sumur
Kriteria dan fungsi saringan (screen):
a) Kriteria
1) Persentase area terbuka yang lebih besar
2) Celah (slot) tidak tersumbat (nonclogging)
3) Tahan terhadap korosi
4) Kekuatan kolom dan kerutuhan yang cukup (tahan kempes atau rusak)
b) Fungsi
1) Mudah di development
2) Tendensi incrustasi minimal
3) Kehilangan head melalui saringan (screen) rendah
4) Mencegah pemompaan pasir di semua jenis akuifer
Memaksimalkan masing-masing kriteria dalam mengkonstruksi saringantidak selalu mungkin. Misalnya, area terbuka
dari celah (slot)ted casing diperbesar, maka kekuatan kolom tidak mencukupi untuk mendukung casing atau instalasi
diatasnya selama proses pemasangan konstruksi
Akan tetapi, pada saringan (screen)celah (slot) kontinyu (buatan pabrik) umumnya diperoleh area terbuka 30 sampai
50 persen tanpa kehilangan kekuatan kolom.
Pada kondisi air tanah bersifat korosif tinggi, penggunaan plastik sangat diinginkan, namun kekuatannya yang relatif
rendah membuat penggunaannya tidak praktis untuk sumur dalam.
Saringan (screen) bercelah kontinyu banyak digunakan untuk sumur air. Saringan ini dibuat dengan memutar
(melilitkan) gulungan kawat.

Gambar 3.24. Celah (Slot) Berbentuk “V” Mengurangi Penyumbatan

Berpenampang segitiga di sekeliling tiang longitudinal dengan susunan melingkar. Bukaan celah menerus di sekitar
keliling saringan (screen) memungkinkan aksesibilitas maksimum ke akuifer sehingga development dapat dilakukan
dengan efisien.

Bukaan celah (slot) individu harus berbentuk V, dan melebar ke dalam untuk mengurangi penyumbatan pada celah
(slot) juga dapat mengendalikan pemompaan pasir (Gambar 3.13.)

37
3.14.6 Tipe dan Ukuran Celah Screen

Setidaknya terdapat 4 macam konfigurasi celah saringan (screen):

a) Continuous slot screen


b) Bride slot screen
c) Louvered slot screen
d) slotted pipe
Sumur yang didevelopment secara alami (tanpa gravel pack), bukaan celah (slot) saringansumur perlu dipilih
berdasarkan dari analisis ayakan untuk sampel yang mewakili dari formasi akuifer. Untuk formasi homogen yang terdiri
dari pasir halus dan seragam, ukuran bukaan saringan (ukuran celah) dipilih ukuran yang 50 – 60 % pasir lewat
(Johnson Division, 1975) atau 40 - 50 % tertahan.

Nilai lolos 60 % digunakan di daerah air tanah tidak terlalu korosif, dan atau adanya keraguan keandalan sampel
batuan. Nilai lolos 50 % digunakan pada daerah dengan air bersifat korosif atau jika ada keraguan keandalan sampel;
nilai lolos 50 % adalah desain yang lebih konservatif.

Secara umum, pemilihan ukuran celah yang lebih besar memungkinkan zona development yang lebih tebal di sekitar
saringan (screen), dan karena itu meningkatkan kapasitas spesifik. Selain itu, jika airnya bersifat mengkerak.

(Encrusting), penggunaan celah yang lebih besar ukurannya akan memperpanjang masa pakai. Namun, penggunaan
ukuran celah yang lebih besar akan memerlukan waktu development yang lebih lama untuk menghasilkan kondisi
bebas pasir.

Gambar 3.25. Konfigurasi Celah (Slot)


Gambar 3.26. Pemilihan Celah Saringan Ntuk Formasi Pasir Homogen

Pilihan celah (slot) ukuran yang lebih konservatif (misalnya, nilai kelulusan 50%) dipilih jika ada keraguan keandalan
deskripsi sampel; Jika akuifer menutupi atau ditutupi oleh material halus, material lepas; atau jika waktu development
mahal.

Secara umum, teknik analisis saringan (screen) yang sama dapat digunakan untuk akuifer heterogen atau berlapis
kecuali sebagai berikut:

39
Gambar 3.27. Sketsa Pemaangan Saringan (A) Bagian Stratigrafi Yang Akan Dipasang Saringan Dan (B) Sketsa
Pemasangan Saringan Yang Menunjukkan Ukuran Celah

a) Jika lapisan yang menutupi akuifer yang dievaluasi bersifat kompak, digunakan ukuran celah (slot) yang sesuai
dengan 70% nilai lolos

b) Jika lapisan yang menutupi akuifer yang dievaluasi bersifat lepas, digunakan ukuran celah (slot) yang sesuai
dengan 50% nilai lolos

c) Jika beberapa saringan (screen) digunakan dan jika material halus menutupi material kasar.

Perpanjangkan pemasangan saringan (screen) berukuran celah (slot) yang berhadapan material halus ke bagian kasar
sedikitnya 0,9 m (3ft).

Ukuran celah pada material kasar tidak boleh lebih dua kali lipat ukuran celah untuk material halus yang ada tepat
diatasnya. Menggandakan ukuran celah (slot) harus dilakukan di atas saringan (screen) naik 2 kaki (0,6 m) atau lebih.

3.14.7 Ketegak – Lurusan Instalasi

Instalasi dibuat benar-benar vertikal dan tegak lurus untuk menjamin kelancaran pemasangan gravel pack, serta
pemasangan pompa. Driller setiap saat melakukan checking terhadap ketegak lurusan Instalasi.

3.14.8 Pengisian Gravel Pack

Setelah pemasangan pipa sumur selesai dan sesuai dengan yang direncanakan maka gravel pack dengan ukuran
yang telah ditentukan dimasukkan kedalam rongga di antara pipa sumur dan lubang bor (ruang anulus).
Gambar 3.28. Gravel Pack Dengan Ukuran Butir Sesuai Screen

Cara penuangan gravel pack kedalam ruang anulus dilakukan dengan hati-hati, dengan menggunakan wadah, gayung
atau ember dan memasukkanya tidak hanya dari satu sisi.

Selama proses pengisian gravel, sirkulasi lumpur bor tetap dijalankan, kekentalan dikurangi dan dipertahankan pada
33 detik marsh funnel.

Pengisian gravel dilaksanakan hati - hati agar pipa sumur terbungkus secara merata dengan baik oleh gravel pack
mulai dari dasar lubang sumur sampai pada kedalaman rencana penyemenan (kurang lebih 20 m dari permukaan
tanah).

Volume gravel pack yang telah dimasukkan dicatat dan diukur posisi kedalaman gravel dalam lubang pemboran.
Setelah pengisian gravel cukup maka penyempurnaan dan development sumur dapat dimulai.

3.15 Penyelesaian Sumur


Setelah sumur selesai dikonstruksi, dilakukan pekerjaan development dan uji pemompaan kedua pekerjaan ini tidak
diuraikan disini, akan tetapi diuraikan dalam modul tersendiri, kemudian setelah pekerjaan development dan pekerjaan
pemompaan uji sumur selesai, pipa konduktor dicabut maka masih terdapat rongga sisa lubang bor dengan pipa
jambang diluar pipa jambang sumur yang harus diisi semen atau grouting mulai kedalaman tertentu atau mulai
permukaan gravel pack sampai ke permukaan tanah. Fungsipenyemenan ini disamping memperkuat daya dukung
tanah disekitar lubang bor untuk mempersiapkan pondasi pompa dan rumah pompa, juga untuk menahan agar tidak
terjadi rembesan air permukaan atau soil water kedalam sumur. Fungsi lain adalah mencegah adanya kontaminasi dari
rembesan soil water.
Perencanaan pemilihan bahan harus sesuai dengan fungsinya, yaitu material kedap dan keras, dapat berupa semen,
mortar, atau semen denga campuran bentonite (jika daya dukung tanah untuk pondasi sudah cukup).

Volume diperhitungkan dari permukaan gravel pack sampai permukaan tanah sebanyak ruang anulus atau lebih. Pada
bagian atas grouting dibangun platform untuk menghindari erosi di permukaan tanah.

Apabila pemompaan uji telah selesai dilaksanakan, kemudian dipasang tutup sumur lengkap dengan kuncinya untuk
mencegah material-material asing masuk ke dalam sumur baik sengaja atau tidak.

Setelah sumur tertutup, dipasang patok tanda pengenal sumur dimana tercantum nomor sumur, tahun pembuatan dan
tanda pengenal/nama pelaksana dan nama pemilik/ pengelola sumur.

Semua kegiatan dalam pemboran memiliki format format yang dapat dibuat sesuai kebutuhan atau mengacu contoh
terlampir, hasil gambar akhir kegiatan (as built drawing) digambarsebagai composite well logging yang memuat semua
catatan pemboran termasuk denah lokasinya.

41

Anda mungkin juga menyukai