Disusun Oleh:
Kelompok 1
DELLA PRAWESTI
MARNO ( A )
REGI SAPUTRA
NOVI ADRYANDI
Dosen Pembimbing:
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Sistem perkemihan. Dalam makalah ini kami membahas tentang “Konsep
keperawatan ibu resiko HIV” .
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami membuka
diri untuk menerima berbagai masukan dan kritikan dari pembimbing dan teman
sekalian.Kami berharap makalah ini bermanfaat Amin.
Kelompok
2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang.................................................................................. 2
Tujuan................................................................................................ 2
Rumusan masalah.............................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian........................................................................................... 3
Gejala................................................................................................... 6
Penularan.............................................................................................. 7
Pencegahan......................................................................................... 14
BAB III
PENUTUP........................................................................................... 17
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
4
2. Tujuan Penulisan
3. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain:
4. Manfaat Penulisan
5. Metode Penulisan
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian HIV/AIDS
Menurut Ayu (2012), HIV, virus penyebab AIDS, juga dapat menular dari ibu
yang terinfeksi HIV ke bayinya. Tanpa upaya pencegahan, kurang-lebih 30 persen
bayi dari ibu yang terinfeksi HIV menjadi tertular juga. Ibu dengan viral load
tinggi lebih mungkin menularkan HIV kepada bayinya. Namun tidak ada jumlah
viral load yang cukup rendah untuk dianggap "aman". Infeksi dapat terjadi kapan
saja selama kehamilan, namun biasanya terjadi beberapa saat sebelum atau selama
persalinan. Bayi lebih mungkin terinfeksi bila proses persalinan berlangsung
6
lama. Selama persalinan, bayi yang baru lahir terpajan darah ibunya. Meminum
air susu dari ibu yang terinfeksi dapat juga mengakibatkan infeksi pada si bayi.
Ibu yang HIV-positif sebaiknya tidak memberi ASI kepada bayinya. Untuk
mengurangi risiko infeksi ketika sang ayah yang HIV-positif, banyak pasangan
yang menggunakan pencucian sperma dan inseminasi buatan.
AIDS bukan penyakit turunan, oleh sebab itu dapat menulari siapa
saja.Virusnya sendiri bernama HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan
pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor . Meskipun
penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun
penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. Penyakit ini kadang disebut
“infeksi oportunistik”, karena penyakit ini menyerang dengan cara memanfaatkan
kesempatan ketika kekebalan tubuh menurun sehingga kanker dan infeksi
oportunistik inilah yang dapat menyebabkan kematian.
Virus HIV dikenal secara terpisah oleh para peneliti di Institut Pasteur
Perancis pada tahun 1983 dan NIH yaitu sebuah institut kesehatan nasional di
Amerika Serikat pada tahun 1984. Meskipun tim dari Institute Pasteur Perancis
yang dipimpin oleh Dr. Luc Montagnie, yang pertama kali mengumumkan
penemuan ini di awal tahun 1983 namun penghargaan untuk penemuan virus ini
tetap diberikan kepada para peneliti baik yang berasal dari Perancis maupun
Amerika. Peneliti Perancis memberi nama virus ini LAV atau Lymphadenopathy
Associated Virus. Tim dari Amerika yang dipimpin Dr. Robert Gallo menyebut
virus ini HTLV-3 atau Human T-cell Lymphotropic Virustype-3 (Ayu, 2012).
7
Kemudian Komite Internasional untuk Taksonomi Virus memutuskan untuk
menetapkan nama Human Immunodeficiency Virus (HIV) sebagai nama yang
dikenal sampai sekarang. Maka para peneliti tersebut juga sepakat untuk
menggunakan istilah HIV. Sesuai dengan namanya, virus ini “memakan” imunitas
tubuh (Ayu, 2012).
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for
Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia
pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui
disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual diLos
Angeles (Ayu, 2012).
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat
kontak dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan
daging. Teori yang lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV
AIDS, menyatakan bahwa epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an
diKongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary
Koprowski terhadap vaksin polio. Namun demikian, komunitas ilmiah umumnya
berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada
(Ayu, 2012).
Menurut Ayu (2012), berdasarkan hal tersebut diatas maka penderita AIDS
dimasyarakat digolongkan kedalam 2 kategori yaitu :
1. Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan gejala klinis (penderita
AIDS positif).
8
2. Penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan gejala klinis
(penderita AIDS negatif).
Sampai saat ini obat dan vaksin yang diharapkan dapat membantu
memecahkan masalah penanggulangan HIV/AIDS belum ditemukan. Salah satu
alternatif dalam upaya menanggulangi problematik jumlah penderita yang terus
meningkat adalah upaya pencegahan yang dilakukan semua pihak yang
mengharuskan kita untuk tidak terlibat dalam lingkungan transmisi yang
memungkinkan dapat terserang HIV (Ayu, 2012).
Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak
memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam
selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak
virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan
tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya
menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu
cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV
terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko
terkena virus HIV (Andy, 2011).
Menurut Andy (2011), adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita
penyakit AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini :
9
· Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala
seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit
jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang
kronik.
· Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting
syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal
karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang
dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan absorbsi/penyerapan
makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi
letih dan lemah kurang bertenaga.
10
3. Penularan Penyakit HIV/AIDS
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak
ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Pada cairan tubuh lain
bisa juga ditemukan, misalnya air susu ibu dan juga air liur, tapi jumlahnya sangat
sedikit (Andy, 2011)..
Sejumlah 75-85% penularan virus ini terjadi melalui hubungan seks (5-10%
diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang
tercemar (terutama para pemakai narkoba suntik yang dipakai bergantian), 3-5%
dapat terjadi melalui transfusi darah yang tercemar (Andy, 2011).
Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia
produktif (15-50 tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita
cenderung meningkat (Andy, 2011).
Infeksi pada bayi dan anak-anak 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV.
sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan ibu yang terinfeksi HIV, akan tertular virus
tersebut melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, proses persalinan
dan pemberian ASI (Andy, 2011).
a. Transmisi Seksual
11
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun
Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi.
Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi
dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya.
Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah
pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan
resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan
seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering
berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia
yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV (Yopan, 2012).
· Transmisi Parenral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik)
yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang
menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat
juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa
disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari
1%.
· Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko
sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu
menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko
rendah (Yopan, 2012).
12
HIV dapat ditularkan dari ibu ke bayinya dengan tiga cara yaitu di dalam
uterus (lewat plasenta), sewaktu persalinan dan melalui air susu ibu. Pada bayi
yang menyusui kira-kira separuhnya transmisi terjadi sewaktu sekitar persalinan,
sepertiganya melalui menyusui ibu dan sebagian kecil di dalam uterus. Bayi
terinfeksi yang tidak disusui ibunya, kira-kira dua pertiga dari transmisi terjadi
sewaktu atau dekat dengan persalinan dan sepertiganya di dalam uterus (Ayu,
2012).
Kehamilan
Menurut Ayu (2012), kehamilan bisa berbahaya bagi wanita dengan HIV atau
AIDS selama persalinan dan melahirkan. Ibu sering akan mengalami masalah-
masalah sebagai berikut :
1) Keguguran
3) Infeksi serius setelah melahirkan, yang sukar untuk di rawat dan mungkin
mengancam jiwa ibu.
Melahirkan
Setelah melahirkan cucilah alat genitalia 2 kali sehari dengan sabun dan air
bersih sehingga terlindungi dari infeksi (Yopan, 2012).
Menyusui
13
4. Penanganan Penyakit HIV/AIDS
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode
satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran
kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretrovirus secara langsung
setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-exposure
prophylaxis (PEP). PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut
banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan
seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah (Yopan, 2012).
14
Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat
aktif (highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Terapi ini telah
sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu
setelah ditemukannya HAART yang menggunakan protease inhibitor. Pilihan
terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat (
disebut koktail ) yang terdiri dari paling sedikit dua macam ( atau kelas )
bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside
analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor,
atau dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena
penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-anak daripada pada orang
dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk anak-anak
daripada untuk orang dewasa. Di negara-negara berkembang yang menyediakan
perawatan HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban
virus, kecepatan berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih
waktu memulai perawatan awal (Yopan, 2012).
15
antiretrovirus sebelumnya yang tidak efektif, dan infeksi HIV tertentu yang
resisten obat (Yopan, 2012).
Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan
epidemik global (pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya
pengobatan lainnya, sehingga negara-negara berkembang mampu mengadakannya
dan pasien tidak membutuhkan perawatan harian. Namun setelah lebih dari 20
tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan target yang sulit bagi vaksin (Yopan,
2012).
16
terinfeksi. Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga
disarankan mendapatkan terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia
pneumosistis,demikian demikian pasien toksoplasmosis dan kriptokokus
meningitis yang akan banyak pula mendapatkan manfaat dari terapi propilaktik
tersebut (Yopan, 2012).
Pengobatan alternatif
17
Menurut Yopan (2012), penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui
empat cara, mulai saat hamil, saat melahirkan, dan setelah lahir yaitu:
Bayi dari ibu yang terinfeksi HIV memperlihatkan antibody terhadap virus
tersebut hingga 10 sampai 18 bulan setelah lahir karena penyaluran IgG anti-HIV
ibu menembus plasenta. Karena itu, uji terhadap serum bayi untuk mencari ada
tidaknya antibodi IgG ,erupakan hal yang sia-sia, karena uji ini tidak dapat
membedakan antibody bayi dari antibody ibu. Sebagian besar dari bayi ini, seiring
dengan waktu, akan berhenti memperlihatkan antibody ibu dan juga tidak
membentuk sendiri antibody terhadap virus, yang menunjukkan status seronegatif.
Pada bayi, infeksi HIV sejati dapat diketahui melalui pemeriksaan-pemeriksaan
seperti biakan virus, antigen p24, atau analisis PCR untuk RNA atau DNA virus.
PCR DNA HIV adalah uji virologik yang dianjurkan karena sensitive untuk
mendiagnosis infeksi HIV selama masa neonatus (Yopan, 2012).
Selama ini, mekanisme penularan HIV dari ibu kepada janinnya masih belum
diketahui pasti. Angka penularan bervariasi dari sekitar 25% pada populasi yang
tidak menyusui dan tidak diobati di negara-negara industri sampai sekitar 40%
pada populasi serupa di negara-negara yang sedang berkembang. Tanpa
menyusui, sekitar 20% dari infeksi HIV pada bayi terjadi in utero dan 80% terjadi
selama persalinan dan pelahiran. Penularan pascapartus dapat terjadi melalui
kolostrum dan ASI dan diperkirakan menimbulkan tambahan risiko 15%
penularan perinatal (Yopan, 2012).
Menurut Yopan (2012), factor ibu yang berkaitan dengan peningkatan risiko
penularan mencakup penyakit ibu yang lanjut, kadar virus dalam serum yang
tinggi, dan hitung sel T CD4+ yang rendah. Pada tahun 1994, studi 076 dari the
Pediatric AIDS Clinical Trials Group (PACTG) membuktikan bahwa pemberian
zidovudin kepada perempuan hamil yang terinfeksi HIV mengurangi penularan
ibu ke bayi sebesar dua pertiga dari 25% menjadi 8%. Di Amerika Serikat, insiden
AIDS yang ditularkan pada masa perinatal turun 67% dari tahun 1992 sampai
18
1997 akibat uji HIV ibu prenatal dan profilaksis prenatal dengan terapi zidovudin.
Perempuan merupakan sekitar 20% dari kasus HIV-AIDS di Amerika Serikat.
Perempuan dari kaum minoritas (Amerika Afrika dan keturunan Spanyol) lebih
banyak terkena, merupakan 85% dari seluruh kasus AIDS. Selain pemberian
zidovudin oral kepada ibu positif HIV selama masa hamil, tindakan-tindakan lain
yang dianjurkan untuk mengurangi risiko penularan HIV ibu kepada anak antaea
lain:
Perjalanan infeksi HIV pada anak dan dewasa memiliki kemiripan dan
perbedaan. Pada anak sering terjadi disfungsi sel B sebelum terjadi perubahan
dalam jumlah limfosit CD4+. Akibat disfungsi sistem imun ini, anak rentan
mengalami infeksi bakteri rekuren. Invasi oleh pathogen-patogen bakteri ini
menyebabkan berbagai sindrom klinis pada anak seperti otitis media, sinusitis,
infeksi saluran kemih, meningitis infeksi pernapasan, penyakit GI, dan penyakit
lain (Yopan, 2012).
19
Dari 430.000 infeksi baru, antara 280 dan 360.000.000 diperoleh selama
persalinan danpada periode pra-melahirkan. Dari infeksi baruyang tersisa,
sebagian besar diperoleh selama menyusui. Pada bayi yang terjangkit HIV selama
waktu persalinan, perkembangan penyakit terjadi sangat cepat dalam beberapa
bulanp ertama kehidupan, sering menyebabkan kematian. Untuk mengaktifkan
antiretroviral (ARV) profilaksis harus diberikan kepada bayi sesegera mungkin
setelah lahir, semua bayi yang memiliki status pajanan HIV harus diketahui sejak
lahir (Yopan, 2012).
20
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan
saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik
21
DAFTAR PUSTAKA
Yopan. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil Dengan HIV/AIDS. Jakarta:
Komisi penangulangan HIV
22