Anda di halaman 1dari 39

TUHAN DALAM FILSAFAT MUHAMMAD IQBAL

Oleh:

NUR KHAYATI AIDAH

NIM: 212241010

Pembimbing: Dr. Humaidi

Tesis ini diajukan kepada Islamic College for Advanced Studies (ICAS) Jakarta –
Universitas Paramadina untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Master di
bidang filsafat Islam
2016
Abstrak

Tuhan dalam fislasat adalah kajian klasik namun fundamental, Tuhan


dicitrakan dalam berbagai macam imaji para filosof dengan mendasarkan pada
argumen-argumen logis nan filosofis. Muhammad Iqbal menggunakan konsep Ego
Mutlak untuk menyebut Tuhan dengan segala konsekuensi logisnya, akan tetapi
konsep Ego Mutlak yang diusung oleh Iqbal ini seringkali dipahami sebagai
panteisme. Padahal pada kesempatan tertentu Iqbal mengkritik keras poin-poin
penting panteisme.

Iqbal berusaha menampilkan poros dimana Ego dan Ego Mutlak dapat
memenuhi tempatnya masing-masing dengan segala keunikan dan kekhasannya. Ego
Mutlak bagi Iqbal adalah hasrat dimana Ego terus menerus berproses, berjalan,
berkreasi dan memproduksi dalam skalanya sendiri.

Kata kunci: Tuhan, Ego Mutlak, Panteisme

iii
Kata Pengantar

Segala puji bagi Tuhan semesta alam yang telah memberikan kemurahan cinta-Nya,
dengan karunia yang sebesar itu akhirnya tesis ini bisa dirampungkan. Meski seluruhnya saya
yakin bahwa tiadalah sempurna naskah ini, di dalamnya masih banyak terdapat kekurangan-
kekurangan yang di sana diwajibkan atas saya untuk terus menerus menyempurnakannya. Tuhan
melalui banyak tangan telah dengan sabar dan ihlas membantu saya menyelesaikan naskah ini,
naskah yang pernah berbulan-bulan lamanya tak tersentuh dan terbengkalai. Kepada kanjeng
nabi Muhammad, kekasihnya para kekasih, saya haturkan banyak terima kasih atas kehadirannya
di muka bumi yang tandus ini. Dengan perilaku mulia dan kasih yang sempurna tak pernah lupa
menyertakan kami umatnya untuk tetap selamat di dunia maupun akhirat dalam do’anya, bahkan
ketika jasad dan ruh dalam detik perpisahan sekalipun. Betapa mungkin kami tidak mencintaimu
ya Rasullah?!.
Takdzim dan terima kasih penulis haturkan kepada kedua orang tua, terutama untuk ibu;
perempuan berumur lebih dari separuh abad yang tak pernah lelah berjuang dan selalu
menyematkan nama ini dalama do’a-do’a panjangnya. Untuk bapak terima kasih telah dengan
setia menyimpan tangis dalam diam saat kami tak berada di rumah. Dan untuk kakak serta adik
yang selalu ada walau jarak membentang sebegitu jauhnya, tapi seperti biasa kita selalu menang
karena mampu melipatnya dengan mudah bersama rindu.
Terima kasih yang dalam saya haturkan pada pembimbing tesis bapak Dr. Humaidi, yang
telah dengan sabar menerima naskah ini berkali-kali dan memberikan banyak masukan. Ucapan
terima kasih juga saya haturkan pada Dr. Khalid al Walid dan segenap staf akademik yang tiada
bosan memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan. Untuk segenap pegawai perpustakaan,
segenap cleaning service dan bapak satpam; tiadalah tesis ini akan rampung jikalau engkau
semua tak menunaikan tugas dengan baik.
Untuk segenap saudara di Rahima terima kasih, terima kasih telah memberikan
kesempatan menunaikan ibadah intelektual selama bertahun-tahun. Terima kasih untuk segenap
keluarga baru di Mizan, terutama Mizan Wacana yang selalu memberikan kemurahan ijin setiap
minggunya. Untuk mereka yang dengan sengaja ataupun tidak memberikan pembelajaran hidup
dalam pekerjaan semoga Tuhan memberikan kebagiaan dan kesehatan.

v
Diri kedua; sahabat, saya haturkan terima kasih atas perjalanan panjang selama ini yang
kita tempuh bersama. Sahabat sekampus, sahabat sekerjaan, sahabat sekehidupan, sahabat
sepermainan. Seluruhnya cinta akan kita nikmati dalam perjalanan seterusnya nanti, takkan ada
nama yang tersebut di sini karena nama-nama kalian telah terpatri dalam hati.
Terakhir, untuk segenap nama yang tak bisa disebut satu persatu yang telah
menghantarkan naskah ini berwujud. Untuk seluruh pedagang makanan yang berjualan, tukang
ojek onlien dan offline, supir angkot dan kopaja serta masinis kereta api. Tetaplah bekerja
dengan hati.

Jakarta, 27 Agustus 2016

Nurkhayati Aidah

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................................ii
ABSTRAK.....................................................................................................................................iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI............................................................................iv
KATA PENGANTAR....................................................................................................................v
DAFTAR ISI.................................................................................................................................vii
PEDOMAN TRANSLITERASI……………………………………….…………………………ix

BAB I. Pendahuluan

A. Latar Belakang…………………………………………………………………………....1
B. Identifikasi Masalah………………………………………………………...…………....12
C. Pembatasan Masalah……………………………………………………………………..13
D. Rumusan Masalah……………………………………………………………………......13
E. Tujuan Penelitian………………………………………………………………………...13
F. Manfaat/Signifikansi Penelitian……………………………………………………….....13
G. Kajian Pustaka…………………………………………………………………………...15
H. Metode Penelitian……………………………………………………………………......18
I. Sistematika Penulisan…………………………………………………………………....23

BAB II Biografi Intelektual Muhammad Iqbal

A. Perjalanan Pendidikan….…………………………………………………………….....25
B. Keadaan Sosial Politik.......................................................................................................28
C. Tokoh-tokoh yang mempengaruhi Iqbal………………………………………………...31
D. Kerja Intelektual..……………………………………………………………………......35
E. Menggali Istilah Tuhan dalam karya Muhammad Iqbal…….……………………….......40
1. Istilahdalam Sastra………..……………………………………………………...45
2. Istilahdalam Filsafat……………..…………………………………………….....50

vii
BAB III PemikiranFilsafat Muhammad Iqbal

A. Sumber Pengetahuan………………………………………………………………….....53
1. Intuisi………………………………………………………………………….....54
2. Kebenaran Intuisi………...………….……………………………………….......59
B. Prinsip Filsafat Muhammad Iqbal……………………………………………………......64
1. KonsepEgo…………………………………………………….……………........65
2. Waktu ………………………………………………………………………........67
3. Alam Materi…………… …………………… …………………………......….71
C. Tiga Fase Pandangan Tentang Tuhan ……… ……………………………………......…74

BAB IV Citra Tuhan dalam Pandangan Muhammad Iqbal

A. Tuhan Sebagai Ego.......…………………………………………………………….........81


1. Ahad dan Personalitas Tuhan………… ………………..………………….........82
2. Menjawab Do’a dan Keintiman…………………………………………….........87
3. Ego Bukan Keterbatasan.............…………………………………………….......89
4. Membuktikan Tuhan Sebagai Ego …………………………………………........90
B. Relasi Tuhan dan manusia……………………………………………………….......…..91
C. Relasi Tuhan dan Alam………………………………………………………...........….105
1. Keberadaan alam bagi Tuhan……………………………………………......... 106
2. Tuhan Sebagai Cahaya dan Panteisme………….………………………......….109

BAB V Penutup

Kesimpulan……………………………………………………………………………...........114

Daftar Pustaka...........................................................................................................................116

viii
PEDOMAN TRANSLITERASI (ARAB-LATIN)

A. Konsonan

Arab Latin Nama Keterangan


‫ﺍ‬ alif Tidak dilambangkan
‫ﺏ‬ b Ba Be
‫ﺕ‬ t Ta Te
‫ﺙ‬ Ts tsa, Tedan Es
‫ﺝ‬ J Jim Je
‫ﺡ‬ H Ha Ha dengan garis bawah
‫ﺥ‬ Kh Kha Kadan Ha
‫ﺩ‬ D Dal De
‫ﺫ‬ Dz Dza De dan Zet
‫ﺭ‬ R Ra Er
‫ﺯ‬ Z Zai Zet
‫ﺱ‬ S Sin Es
‫ﺵ‬ Sy Syin Esdan Ye
Shad Es dengan tanda petik di
‫ﺹ‬ Ś
atas
‫ﺽ‬ dl Dladh De dan El
ţ Tha Te dengan tanda petik di
‫ﻁ‬
atas
‫ﻅ‬ zh zha. Zet dan Ha
‫ﻉ‬ ‘ Iain Koma di atas
‫ﻍ‬ Gh Gha Ge dan Ha
‫ﻑ‬ F Fa Ef
‫ﻕ‬ Q Qaf Ki
‫ﻙ‬ K Kaf Ka
‫ﻝ‬ L Lam El
‫ﻡ‬ M Mim Em
‫ﻥ‬ N Nun En
‫ﻩ‬ H Ha Ha
‫ﻭ‬ W Waw We
‫ء‬ ‘ Hamzah Apostrop
‫ﻯ‬ AlifLayinah Tidak dilambangkan
‫ﻱ‬ Y Ya Ye

ix
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Tuhan seolah tidak pernah habis untuk terus didiskusikan dan tak
pernah selesai untuk didefiniskan1, Oleh setiap orang Tuhan dicitrakan
sedemikian rupa, oleh berbagai disipilin ilmu Tuhan diberi banyak makna,
dan dalam agama-agama Tuhan bersemat nama-nama. lalu filsafat adalah
area sentimentil dimana Tuhan bebas untuk dibentuk, diberikan citra atau
bahkan dibunuh2. Tuhan dalam pandangan filosof selalu dicitrakan sesuai
dengan pengalaman relijius yang mereka alami, seperti bayangan apa yang
mereka yakini dengan menyusun silogisme-silogisme penyokong
argumen.

Upaya para filosof membuat citra tentang Tuhan ini hanyalah satu
dari sekian upaya untuk mengatakan bahwa Tuhan itu ada, men-citra
Tuhan serupa perjalanan panjang yang tak pernah selesai untuk terus
diperjuangkan perjalannya. Setiap orang (meski ia bukan filosof)
mempunyai pemahaman tentang Tuhan dalam citranya masing-masing.
Citra yang disematkan pada Tuhan oleh para pemikir, filosof mempunyai
implikasi logis yang berbeda-beda.

1
Ikhlas Budiman seorang dosen filsafat ICAS Jakarta berpendapat bahwa Tuhan yang
selama ini kita pahami hanyalah yang dianggap Tuhan, dan bukan Tuhan itu sendiri. Lebih lanjut
Romo Frans Magnis Suseno mengatakan “…… Siapa dari kita yang pernah bertemu dengan
Allah?Paus mana, ulama mana, mahabiksu mana, brahmana mana yang dapat mengklaim
bertemu dengan Allah? Kita semua mendapatkan keyakinan keagamaan kita dari manusia lain. Itu
wajar, tetapi itu harus membuat kita menjadi rendah hati” lihat pidato Romo Frans Magnis
Suseno dalam Nurcholish Madjid Memorial Lecture pada Jumat, 31 Oktober 2014.
2
Friedrich Wilhelm Nietzche (15-10-1844) masyhur oleh khayalak sang pembunuh
Tuhan karena dalam sebuah alegori yang ditulisnya berjudul The Gay Science menyebut Gott ist
tot (Jerman) yang artinyaTuhan telah mati.

1
Oleh Suhrawardi Tuhan dicitrakan sebagai cahaya, argumen yang
diajukannya adalah jika terdapat sesuatu yang eksistensinya tidak
membutuhkan definisi dan penjelasan, itulah esensi yang tampak atau
manifestan. Karena tidak ada sesuatu yang lebih tampak daripada cahaya,
maka tidak ada sesuatu pun yang lebih swamandiri dari definisi selain
cahaya.

Lebih lanjut lagi Suhrawardi menjelaskan bahwa esensi yang


swamandiri adalah sesuatu yang zat, dan kesempurnaan dirinya tidak
bergantung kepada obyek lainnya, sedangkan esensi yang tidak
swamandiri adalah yang zat dan kesempurnaan dirinya bergantung kepada
obyek yang lain.

Suhrawardi melalui perumpamaan cahaya menjelaskan bahwa


sesungguhnya Tuhan tak butuh dijelaskan, Tuhan adalah sesuatu yang
sudah jelas tanpa penjelasan, yang kejelasannya terang benderang.

Ya‟qub Ibn Ishaq al Kindi mencitrakan Tuhan sebagai sebab


pertama, bagi al Kindi segala sesuatu pasti mempunyai sebab. Oleh karena
itu, harus ada Penggerak yang Tak Digerakkan untuk memulai
menggelindingkan bola3.

Pandangan yang lain oleh Abu Nasr al Farabi yang menyatakan


Tuhan sebagai Yang Pertama dari semua wujud. Aristoteles menegaskan
bahwa Tuhan adalah sebuah kemutlakan, memahaminya sebagai
penggerak yang tak digerakkan dan sebab final yang dengannya semua
berhubungan, sambil tetap bebas dan sempurna dan tidak berhubungan
dengan apa pun juga4. Sedangkan Anselmus mendefinisikan Tuhan
sebagai Ada Tertinggi; mutlak tetapi Maha Tahu5.

3
Karen Amstrong, Sejarah Tuhan.(Bandung:Mizan, 2007) hal. 238.
4
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002) hal. 40.
5
Lorens Bagus, Kamus Filsafat,hal. 40.

2
Pembacaan tentang Tuhan oleh Karen Amstrong pada para filosof
muslim menyebut bahwa Tuhan dicitrakan dalam kesederhaan: Tuhan itu
satu, tidak bisa dianalisis atau terpecah-pecah ke dalam kompenen atau
sifat-sifat6.

Mula-mula, manusia mencipta satu Tuhan yang merupakan


Penyebab Pertama bagi segala sesuatu dan Penguasa langit dan bumi. Dia
tak terwakili oleh gambaran apapun dan tidak memiliki kuil atau pendeta
yang mengabdi kepadanya. Dia terlalu luhur untuk ibadah manusia yang
tak memadai. Perlahan-lahan Dia memudar dari kesadaran umatnya. Dia
telah menjadi begitu jauh sehingga mereka memutuskan bahwa mereka
tidak lagi menginginkanNya7. Begitulah Amstrong mengutip Wilhelm
Schmidt asal mula bagaimana Tuhan yang ada dalam The Origin of the
Idea of God.

Sebagaimana filosof yang lain, Muhammad Iqbal yang juga


seorang penyair kebangsaan India8 memberikan citra pada Tuhan.
Pandangan Iqbal mengenai Tuhan tidaklah tunggal, dari masa ke masa
mengalami setidaknya mengalami 3 (tiga) perjalanan intelektual. Hal itu
pertama-tama bisa dilihat dari analisis yang dilontarkan oleh M. M.
Hashim, seorang yang dianggap paling otoritatif dalam pemikiran Iqbal,
dalam sebuah buku berjudul Iqbal; Tentang Tuhan dan Keindahan.
Belakangan beberapa penulis juga menyebut hal tersebut sebagaiaman
Hasyimsyah dan Suhermanto menyatakan bahwa Iqbal mengalami 3 (tiga)
fase perjalanan intelektual dengan keterpengaruhan pada tokoh-tokoh yang
berbeda.

6
Karen Amstrong, Sejarah Tuhan, hal. 249.
7
Karen Amstrong, Sejarah Tuhan, hal. 27.
8
Sebelum memisahkan diri menjadi Pakistan pada tahun 1947 Sialkot (Punjab)
merupakan wilayah India.Sialkot adalah sebuah kota peninggalan Dinasti Mughal India.

3
Perjalanan itu bisa dilihat dengan pandangannya yang
9
mengganggap Tuhan sebagai keindahan Abadi , yang ada-Nya tanpa
tergantung pada sesuatu. Tuhan menurut Iqbal masih bersifat tajalli, yaitu
Tuhan menampakan diri-Nya pada segala sesuatu, pada tahap inilah Iqbal
dianggap menganut paham panteisme. Jalaluddin Rumi dan Ibn Arabi
disebut sebagai orang yang mewarnai pemikiran Iqbal pada periode
pemikiran pertama ini. Kita bisa melacak konsepsi ini melalui sebuah puisi
yang ditulis oleh Iqbal dengan judul Zarathustra10,:

Cahaya ialah lautan, kegelapan hanyalah pantainya;


tiada arus seperti diriku yang pernah ada dalam hatinya.
Dadaku riuh dengan ombak-ombak yang gelisah senantiasa;
apa yang diperbuat arus kecuali merusak pantai lauatan?
Gambar yang tak berwarna, yang tak pernah kelihatan di mata
insan,
tak dapat dilukis kecuali dengan darah Ahriman.
Penampilan –itulah inti rahasia hidup ini,
hidup ialah menguji daya pukul kita sendiri.
Diri menjadi lebih matang karena penderitaan
Sehingga diri itu pun merobek tabir-tabir yang menyelubungi
Tuhan
Insan yang irfan Ilahi hanya melihat dirinya sendiri melalui Tuhan
menyerukan Tuhan Esa, tersirap darah di badannya.
Tersirap darah di badan ialah kehormatan besar bagi cinta;
isyarat, tongkat dan tali jerat – inilah pesta bagi cinta.
Di jalan cinta, apapun yang terbaik semata;
maka sambutlah dengan baik keramahan tak manis dari Yang
Tercinta!
Bukan mataku saja mendambakan penampilan diri Ilahi;
adalah dosa memandang keindahan seorang diri? Kepedihan,
kegairahan yang membakar dan kerinduan hati;
Bersama-sama hendaknya dalam melihat, seorang diri dalam
mencari.
Cinta dalam pengecilan diri ialah percakapan dengan Yang Esa;
bila cinta maju ke depan memperlihatkan diri, jadilah ia raja!

9
M. M. Sharif, Iqbal; Tentang Tuhan dan keindahan, terj. Yusuf Jamil (Bandung:
Mizan, 1984), hal. 28.
10
Javid Namah dianggap sebagai salah satu karya terpenting Iqbal setelah Asrar‟I
Khudi dan Rumuz‟I Bekhudi, bahkan ada sebagian kalangan yang menyebut Javid
Namah adalah magnum opus Muhammad Iqbal.

4
Pengucilan diri dan penampilan11

Iqbal memakai dua kata sekaligus untuk menggambarkan Tuhan,


pertama cahaya dan kedua laut. Untuk kata pertama yang digunakan
adalah cahaya, dimana cahaya dipakai untuk menjelaskan keberadaan
kegelapan. Kegelapan hanya ada jika cahaya wujud, ke-ada-aan kegelapan
bergantung sepenuhnya kepada cahaya. Hal ini agak sedikit
membingungkan, bagaimana kegelapan membutuhkan cahaya? Sedangkan
kegelapan adalah ketiadaan cahaya? Iqbal dalam hal ini menyatakan
bahwa tidak akan mungkin ada kegelapan jika tidak sumber cahaya,
karena kegelapan hanya akan hadir jika tidak ada sumber cahaya – jadi
yang hakiki bukanlah kegelapan akan tetapi cahaya itu sendiri.

Sedangkan kata kedua yang digunakan oleh Iqbal dalam


mencitrakan Tuhan adalah lautan, laut adalah wujud yang hakiki
sedangkan pantai hanyalah bibir dimana laut itu berbatas pasir. Yang
wujud sesungguhnya adalah Tuhan, sedangkan segala apa selain Tuhan
adalah wujud yang menunjukkan tentang wujud Tuhan.

Namun pada sisi yang lain, Iqbal menunjukkan sesuatu yang lain
yang menyatakan bahwa Tuhan sebagai poros utama dan selainnya adalah
ciptaan dan cermin. Itu dapat kita lihat dalam puisi yang lain tentang alam
semesta dan kekuatan pribadi:

Segala bentuk peristiwa adalah akibat dari sang Pribadi


Apapun yang engkau saksikan itu semata sebab rahasia Pribadi
Bila kepribadian bangkit mengatasi kesadaran
Diwujudkannya dunia ide dan pikiran sejati
Ratusan alam melingkup dala intisarinya
Mewujudkan dirimu melahirkan yang bukan pribadimu
Kepribadian menyemaikan bibit kehendak diatas dunia
Pertama dia anggap dirinya itu bukan dirinya

11
Iqbal, Javid Namah, terj. Hartojo Andangdjaja (Bandung: Pustaka jaya, 2003) hal. 54-
55.

5
Dari dirinya dilahirkan berjenis bentuk lain agar menambah warna-
warni kenikmaan perjuangan
Dia lemaskan tangannya
Agar dia menyadari tenaganya
Tipu daya terhadap diri sendiri ada;ah saripati kehidupan
Bagaikan bunga mawar sang pribadi hidup bermandikan darahnya
sendiri
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Muhammad adalah pendahulu alam semesta
Seluruh dunia berbati kepadanya sebagai tuan mereka
Pancaran kaifayat dari anggur cinta yang sejati
Dan sifat cinta adalah patuh sepatuh-patuhnya
Seperti orang suci dari Bistam yang amat taat
Yang selalu berpuasa dari makanan lezat
Wahai yang asyik, berkatilah engaku kepada Muhammad
Agar engkau menangkap Tuhan
Bersemayamlah sekejap dan hira kalbumu
Tinggalkan dirimu hijrah kepada Tuhan
Setelah engkau mendapatkan kuasanya
Kembalilah lagi
Kepada dirimu
Hancurkan kepala berhala Lat dan Uzza
Himpunlah bala serdadu dengan kekuatan Cinta
Ujudkan dirimu di bukit Faran cinta
Agar Tuhan dari ka‟bah melimpahakan anugrahnya bagimu
Dan terbukalah makna ayat: inni j‟ilun~~ sesungguhnya akan
kuciptakan kalifahku di muka bumi12.

Puisi panjang itu menjelaskan secara rinci tentang perbedaan citra


Tuhan dalam pandangan Iqbal dengan gagasan panteisme. Iqbal mengakui
tentang Wujud tunggal dalam alam semesta ini, akan tetapi Iqbal juga
mengakui tentang pribadi unik yang memiliki kreativitas dan kehendak
bebas.

Seraya mengutip ayat tentang tujuan diciptakan manusia di bumi


ini sebagai khalifah (pemimpin) yang memiliki otoritas terhadap
pribadinya sendiri untuk mengatur tata kelola bumi. Pada waktu
bersamaan pemahaman Iqbal tentang Tuhan mirip dengan panteisme
dengan konsep ketunggalan wujud, dan pada waktu yang sama juga Iqbal

12
Iqbal , Asrar Khudi (Aku), (Yogjakarta:Jalasutra, tanpa tahun), halaman 13-17.

6
menolak panteisme dengan mengajukan dalil adanya pribadi yang juga
menjadi poros, pribadi yang unik dan kreatif di dunia ini.

Donny Gahral Adian menyebut apa yang dimaksud dengan citra


Tuhan oleh Muhammad Iqbal dengan bahasa penenteistik13, sebuah

13
Istilah panenteisme telah diperkenalkan pertama kali oleh filosof idealis Jerman Karl
Friedrich Christian Krause (1781-1832). Panenteisme berasal dari kata Yunani pan berarti semua,
en berarti didalam dan theos yang berarti Tuhan. Dengan demikian, berarti Semua berada di
dalam Tuhan (all-in-God). Istilah ini merujuk kepada sebuah system kepercayaan yang
beranggapan bahwa dunia semesta berada dalam Tuhan. Dengan demikian, panenteisme
memposisikan Tuhan sebagai suatu kekuatan yang tetap ada di dalam semua ciptaan, dan teramat
kuasa atas semesta.
Bagi Krause (1781-1832) sebagai seorang Hegelian dan guru
Schopenhauer,mempergunakan kata panenteisme untuk mendamaikan konsepteisme dengan
panteisme. Istilah panenteisme muncul pertamakali sebagai sistem pemikiran filosofis dan religius
pada tahun1828. Kaum panenteis menganggap bahwa realitas Tuhan sebagai sesuatu yang
transenden sekaligus imanen, Tuhan ada melampaui semua makhluk, namun semua tetap di dalam
Tuhan. Gagasan ini telah lama ada berabad-abad sebelumnya di kalangan agama-agama dari
berbagai tradisi mistik. Gagasan ini diawali dari Hindu Kuno, yaitu Upanishads 2800 tahun yang
lalu, khususnya Brihadaranyaka dan Chandogya Upanishads. Di Barat, gagasan ini dipelopori oleh
panenteis Hellenis seperti Plotinus (205-70 M.) dan pengikutnya Neo-Platonisme. John Scottus
Eriugena (800-877), kepala Palatine Akademi, merupakan panenteis Kristen sekitar abad IX.
Para sufi awal di kalangan Muslim seperti Bayazid Bisthami dan Mansur al-Hallaj, Ibn
‟Arabi dan Jalal al-Din Rumi termasuk para tokoh yangmasuk dalam katagori ini. Begitu pula di
kalangan Yahudi muncul di tangan Maimonides dan mistikus Kabbalah seperti Musa dan
Cordovero Ishak Luria adalah panenteis. Sementara itu, pandangan panenteisme di abad XX dan
XXI dipengaruhi oleh gagasan teologi proses, yang cenderung menolak transendensi Tuhan,
kemahakuasaan, dan kemahatahuan. Para ilmuwan, kosmolog, filosof, dan Teolog di Barat sangat
tertarik dengan panenteisme. Mereka mencapai kesepakatan bahwa Tuhan tidak lain alam itu
sendiri, setidak-tidaknya ditempatkan sebagai bagian dari itu. Tapi hanya tersedia bagi pengalaman
mistik yang terdapat di dalamnya. Mungkin lebih tepat dikatakan bahwa dalam cahaya terbuka
"empat sisi" logika dari tradisi spiritual Timur, bahwa Tuhan adalah alam sekaligus melampaui
alam, sebagaimana Brockelman menunjukkan bahwa Tuhan bukanlah alam ataupun tidak
melampaui alam.
Panenteisme memahami Tuhan dan dunia saling terkait satu sama lain. Tuhan punya
relasi timbal balik dengan dunia, dunia berada di dalam Tuhan, dan Tuhan hadir berada di dalam
dunia. Gagasan ini menawarkan alternatif baru pemikiran yang semakin populer melalui sisntesis
pemikiran teisme tradisional dan panteisme. Panenteisme berusaha untuk menghindari gagasan
mengisolasi Tuhan dari dunia sebagamana dipahami teisme tradisional dan gagasan yang
meleburkan Tuhan dan dengan dunia sebagaimana panteisme. Sistem pemikiran teistik tradisional
menekankan perbedaan antara Tuhan dan dunia secara eksistensial ontologis, sedangkan
panenteisme menekankan kehadiran Tuhan aktif di dunia. Sementara itu, Panteisme menekankan
kehadiran Tuhan di dunia secara ketat dan utuh, tetapi panenteisme mempertahankan identitas dan
makna dari non-ilahi. Antisipasi pemahaman Tuhan yang panenteistik telah terdapat dalam tulisan
secara filosofis dan teologis sepanjang sejarah. Namun, keragaman pemahaman ketuhanan
panenteistik telah berkembang di dua abad terakhir, erutama dalam tradisi Kristen menanggapi
banyaknya pemikiran-pemikiran ilmiah. Lihat lebih lanjut Suhermanto Jakfar, Panenteisme dalam
Pemikiran Barat dan Timur, Ulumuna, Volume XIV Nomor 1 Juni 2010, hal 4-6 47

7
gagasan yang menolak peleburan dunia dengan Yang Ilahi, tetapi tidak
pula memisahkannya secara rigoris14.

Lebih lanjut Donny Gahral menyebut bahwa gagasan penenteisme


Iqbal tentang hubungan manusia dengan Tuhan merupakan alternatif
terhadap imanensi panteisme yang melenyapkan ego manusia maupun
transendensi antromorfis yang menekankan kemahkuasaan Tuhan atas
ciptaannya15.

Penulis lebih tertarik dengan penggunaan istilah Tuhan


berkehendak untuk manusia berkehendak16 untuk menggambarkan
pandangan Iqbal tentang Tuhan dan hubungannya dengan pribadi atau
individu. Jelas dimana keduanya memiliki otoritas yang sama untuk
melakukan kehendak dan sama-sama memiliki kreatifitas dan otoritas
terhadap semua yang dilakukan.

Melihat Tuhan dengan menjadikan pribadi atau individu sebagai


poros utama untuk menyatakan bahwa Tuhan adalah poros segala poros
kehidupan. Sampai disini terlihat seperti apa pandangan Muhammad Iqbal
tentang Tuhan, Tuhan dicitrakan sebagai sesuatu yang wujudnya hakiki,
sedangkan apa-apa saja selain Tuhan hanyalah batasan yang memberikan
pengertian tentang wujud Tuhan itu sendiri. Sekilas pandangan Iqbal
terlihat seperti mengikuti konsep panteisme dimana Tuhan dimaknai
sebagai perwujudan segala apa yang ada di langit dan bumi ini.

Periode kedua perjalanan intelektualnya, Iqbal menganggap Tuhan


Tuhan tidak lagi sebagai keindahan luar saja, melainkan menganggap

14
Donny Gahral, Muhammad Iqbal (Jakarta:Teraju, 2003) hal, 65.
15
Donny Gahral, Muhammad Iqbal, hal, 65.
16
Istilah ini pertama kali penulis dengar dari dr. Amar Fauzi dalam kelas Hikmah
Muta‟aliyah

8
keindahan sebagai sifat dari Tuhan itu sendiri.Tuhan menampakan darinya
bukan dalam dunia yang terindera, melainkan pada pribadi yang terbatas17.

Terakhir, Iqbal menyebut Tuhan sebagai Ego atau pribadi, atau


lebih tepatnya sebagai Ego Mutlak18. Iqbal menggunakan dasar ayat al-
qur‟an terkait gagasannya ini yaitu surah al-Ikhlas;

Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan


yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak
pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.

Juga pada pada surah al- Baqarah ayat 186:

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku,


Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

Persoalan yang kemudian muncul dari gagasan yang diajukan Iqbal


pada perjalanan intelektualnya yang terakhir adalah bagaimana mungkin
Tuhan maha dari segala maha, yang kemahaannya tak terbatas dan maha
mengetahuai dicitrakan sebagai ego? Sebagai sesuatu yang terbatas?.

Tentu saja citra yang diberikan oleh Iqbal pada Tuhan ini
menimbulkan kontradiksi, karena Tuhan dicitrakan sebagai sesuatu yang
terbatas, padahal Ia adalah sesuatu yang tak terbatas. Belum lagi persoalan
yang akan muncul ketika membahas bagaimana hubungan Tuhan dengan
manusia dan alam semesta.

Pemilihan sosok tokoh dan konsepnya tentang Tuhan didasarkan


pada bahwasanya Muhammad Iqbal merupakan pembaharu pemikiran
Islam. Iqbal tidak hanya mampu mengawinkan konsep filsafat Barat dan
Timur, akan tetapi dia juga mampu merumuskan gagasan filsafatnya

17
M. M. Sharif, Iqbal; Tentang Tuhan dan keindahan, hal. 35.
18
M. M. Sharif, Iqbal; Tentang Tuhan dan keindahan, hal. 36. Lihat juga Iqbal,
Rekontruksi Pemikiran Agama dalam Islam, hal 76.

9
sendiri. Dalam sebuah pengantar di tesis doktoral Iqbal yang
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Haidar Bagir bahkan menyebut
Iqbal telah melampaui apologetika kaum modernis, ia bahkan telah
melampaui zamannya sendiri. Dan pada zaman sedini itu, ia telah
menyadari perlunya penanaman kembali intelektualisme, tanpa
mengabaikan aktivisme.

Selain itu, Iqbal merupakan filosof yang tidak hanya menggunakan


medium prosa dalam menuangkan gagasannya, melainkan juga dengan
menggunakan puisi dan sajak. Hal ini bisa terlihat dari sekitar dua puluh
satu buku yang ditulis oleh Iqbal, hanya dua yang berbentuk prosa,
selebihnya adalah puisi dan sajak. Dua buku yang berbentuk prosa milik
Iqbal itu adalah The Reconstruction of Religious Thought in Islam dan
Development of Metaphysics in Persia; A Contibution on The History of
Muslim Philosopy. Namun tak bisa dipungkiri, nama Iqbal tetap masuk
dalam jajaran filosof yang punya andil besar dalam pembangunan
intelektual Islam. Meski dalam kerja intelektualnya Iqbal lebih banyak
menulis tentang puisi atau sajak19.

Haidar Bagir memberikan tanggapan sebab apa Iqbal dimasukkan


dalam jajaran filosof dan pemikir yaitu “puisi Iqbal bukan sekedar
megandung estetika, tetapi puisi-puisinya mengandung pemikiran
filosofis”20. Puisi dan sajak yang ditulis oleh Iqbal sarat dengan nilai
filosofis dan gagasan filsafat, Iqbal tidak hanya bermain kata dan olah
diksi. Puisi Iqbal bukan hanya memiliki keindahan estetika belaka21.
Seperti yang diketahui, Rumi bisa jadi adalah lakon dalam dunia Barat dari
Islam dengan puisi-puisinya. Melalui Matsnawi, Rumi membawa nilai-nlai
cinta dari risalah damai – Islam. Jelas bahwa yang dimaksudkan dalam

19
Nur Hayati Aidah, Intusi Iqbal dalam Hati Haidar Bagir, tulisan hasil wawancara
dengan Dr. Haidar Bagir. Tulisan dipublikasikan di Mizan.com
20
Nur Hayati Aidah, Intusi Iqbal dalam Hati Haidar Bagir, tulisan hasil wawancara
dengan Dr. Haidar Bagir. Tulisan pertama kali dipublikasikan di Mizan.com
21
Nur Hayati Aidah, Intusi Iqbal dalam Hati Haidar Bagir, tulisan hasil wawancara
dengan Dr. Haidar Bagir. Tulisan dipublikasikan di Mizan.com

10
pemikiran bukan hanya soal medium yang digunakan oleh pemikir,
melainkan karena pesan dan makna apa yang ingin disampaikan22.

Sastra sebagai medium untuk mengungkapkan gagasan memang


tidak bisa menjangkau seluruh lapisan. Sastra sebagai „jembatan‟
penghubung dari penyampai gagasan ke penerima gagasan bahkan akan
memilih atau menyeleksi pembacanya sendiri, dengan sendirinya seperti
hukum alam sastra memilih siapa pembacanya.

Jika dilihat memang tidak semua pemikir menggunakan bentuk


prosa dalam menyampaikan gagasannya, ini bisa dilihat dari karya Mantiq
al-Thair yang menggunakan sirah burung sebagai medium. Fabel menjadi
pilihan Fariduddin Attar, sebuah medium yang tak popular pada masanya.
Atau juga novel yang berjudul Hayy bin Yaqdzan karya Ibn Thufail yang
bercerita tentang seorang anak manusia yang diasuh oleh hewan. Jikapun
kita membaca kedua naskah itu, tidak bisa tidak kita tidak mendapatkan
kandungan makna yang disampaikan oleh penulisnya tentang pesan-pesan
filosofis.

Meskipun oleh beberapa kalangan sastra dianggap menjadi hanya


sebagai sampiran belaka dan tidak dimasukkan dalam kategori karangan
ilmiah, namun dasar-dasar dari sastra diambil dari data-data ilmiah. Oleh
kalangan ini, data-data yang ada dalam sastra juga tidak bisa dijadikan
dasar untuk pembuatan tulisan ilmiah. Agaknya, pendapat semacam ini
tidaklah sepenuhnya benar. Karena telah kita saksikan jika banyak dari
pemikir yang juga menggunakan medium sastra baik yang berbentuk sajak
atau puisi, ataupun prosa liris.

Sebelum buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam


terbit dan menjadi salah satu bukti inetelektual Iqbal dalam bidang filsafat.

22
Nur Hayati Aidah, Intusi Iqbal dalam Hati Haidar Bagir, tulisan hasil wawancara
dengan Dr. Haidar Bagir. Tulisan dipublikasikan di Mizan.com

11
Terlebih dahulu Iqbal menulis buku yang berisi yang berisi kumpulan
berjudul Asrar-i Khudi dan Rumuz-I Bekhudi yang mengulas tentang salah
satu konsep fundamental filsafal Iqbal, yakni khudi (pribadi, individu atau
ego). Bahkan menurut Haidar, buku Development of Metaphysics in
Persia; A Contibution on The History of Muslim Philosopy yang
merupakan disertasi doktoral Iqbal banyak berisi Syarh Manzhumah milik
Sabziwari. Seperti yang diketahui bahwa Syarh Manzhumah adalah
ringkasan yang berbentuk syair23.

B. Identifikasi Masalah

Jelas dalam pembahasan diatas bahwa Tuhan dalam pandangan


Muhammad Iqbal bukanlah panteisme, akan tetapi konsep yang dibangun
Iqbal tentang Tuhan yang disebutnya dengan Ego Mutlak/ Ego Tertinggi
mengindikasikan adanya irisan tentang konsep panteisme. Persoalan yang
harus dibahas adalah titik tekan konsep Ego Mutlak yang menjadikannya
berbeda dengan konsep panteisme.

Keberadaan Ego dan Ego Mutlak menjadi dua hal yang harus
dijelaskan hubungan diantara keduanya.Apakah Ego masih memiliki
otoritasnya sendiri dnegan segala kreatifitas dan kehendaknya, atau Ego
hanyalah bayang-bayang dari Ego Mutlak.

C. Pembatasan masalah

Pembahasan tentang Tuhan dalam pandangan Muhammad Iqbal ini


akan terfokus pada pemikiran Iqbal pada fase ketiga dalam tahapan
intelektualnya mengenai Tuhan, pembatasan ini diperlukan agar tetap
fokus dan tidak melebar pada pembahasan yang lain.

23
Nur Hayati Aidah, Intusi Iqbal dalam Hati Haidar Bagir, tulisan hasil wawancara
dengan Dr. Haidar Bagir. Tulisan dipublikasikan di Mizan.com

12
D. Rumusan masalah
Dengan konteks ini kemudian penulis merumuskan permasalahan
tesis dalam bentuk pertanyaan untuk memudahkan inti kajian yaitu:
1. Bagaimana konsep Tuhan dalam filsafat Muhammad Iqbal?
2. Bagaimana pandangan Muhammad Iqbal tentang konsep Ego
Mutlak dengan Panteisme?
3. Bagaimana relasi Tuhan dan Manusia dalam filsafat Muhammad
Iqbal?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menemukan jawaban-jawaban atas
persoalan yang muncul pada rumusan masalah yang telah diajukan diatas
yaitu:
1. Mendapatkan gambaran tentang konsep Tuhan dalam pemikiran
filsafat Muhammad Iqbal.
2. Mengetahui kejelasan dan perbedaan antara konsep Ego Mutlak
dan Panteisme.
3. Mengetahui relasi antara Tuhan dan manusia

F. Manfaat/Signifikansi Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah menemukan
jawaban-jawaban dari berbagai pertanyaan yang sudah diajukan.Untuk
menghindari praduga dan sangkaan tentang konsep Ego Mutlak yang
dianggap sebagai bagian dari konsep panteisme. Secara pribadi mandapat
dari penelitian ini adalah dorongan bagi penulis untuk terus membaca dan
mengaktualisasikan bacaan yang telah dibaca dalam sebuah karya tulis.
Yang menarik dari Iqbal bukan karena kebaharuannya, tapi upaya
Iqbal dengan sangat brilian mencoba melakukan sintesis antara pemikiran
Islam –yang relatif bersifat klasik dengan filsafat Barat – yang modern.
Dari sanalah Iqbal telah merintis dialog antara Barat dan Islam. Karena
sesungguhnya dari dua peradaban yang berbeda itu mampu mengahasilkan

13
kesejalanan, dan lebih dari itu saling memperkaya. Upaya seperti ini yang
masih kurang dilakukan pemikir muslim modern. Meski kita memiliki
pemikir seperti Arkoun, Hassan Hanafi. Iqbal tidak berhenti pada hal-hal
yang bersifat akademik, melainkan dia menulis untuk keperluan
transformasi –dialog Islam Barat, membandingkan pemikiran Islam dan
Barat modern – dengan cara itu menunjukkan relevansi-relevansinya.
Iqbal selalu bicara dengan memikirkan transformasi masyarakat
muslim. Itu yang menyebabkan pemikiran Iqbal masih relevan dengan
keadaan sekarang. Saat dia menulis konsep waktu, intuisi, elan vital, alam
–yang bukan merupakan block universe atau alam yang seklai diciptakan
oleh Tuhan lalu selesai.
Oleh karenanya, prinsip gerakan dalam Islam adalah ijtihad karena
Tuhan tidak pernah berhenti membubuhkan hal-hal baru dalam alam
semesta. Kalau mau menjadi manusia yang lebih baik dan masyarakat
yang lebih baik kita harus merespon, karena Tuhan memberikan sesuatu
yang baru supaya kita terus merespon. Jika kita terus merespon, maka kita
kana naik tingkat dan berkembang. Pemikiran Iqbal ini menekankan pada
umat Islam pentingnya berijtihad.
Tentunya juga manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai sumbangan akademik, meskipun penulis dalam kepayahan dan
keterbatasan saat melakukan penulisaan penelitiaan. Hingga meskipun
penelitian ini tidak layak menjadi sebuah bacaan akademik yang
berkualitas baik, setidaknya harapannya adalah tulisan ini bisa sekedar
menjadi tetesan air pelepas dahaga bagi mereka yang tertarik dengan
pembahasan Tuhan dalam pandangan Muhammad Iqbal.

14
G. Kajian Pustaka
Sumber realitas yang tak dapat dijangkau, yang tersembunyi itulah
yang disebut dengan Tuhan24.Tuhan memiliki banyak nama Inggris
menyebutnya dengan God25; Latin; Deus26; Sanskerta: Deva27.
Mencitrakan yang tak terjangkua bukanlah hal yang mudah, apalagi
memaknai simbol dalam pencitraan tersebut.
Sudah banyak orang baik penulis buku ataupun peneliti yang
mengakaji tentang Muhammad Iqbal. Beberapa kajian terdahulu yang
membahas tentang Tuhan dalam pandangan Muhammad Iqbal tidak
terfokus pada salah satu karyanya, akan tetapi menyeluruh pada
pandangan Muhammad Iqbal dan dikaitkan dengan hubungannya dengan
manusia. Kajian semacam itu dilakukan oleh Kaminiasih dengan judul
penelitian Relasi Manusia dan Tuhan Dalam Pemikiran Muhammad Iqbal,
penelitian ditulis sebagai syarat mendapatkan gelar magister di
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta pada tahun 2008.
Untuk mendapatkan gelas master di ICAS-UP. Paramadina Hawasi
menyusun sebuah tesis tentang Iqbal dengan titik tekan pengalaman
relijius yang dikaji dari pendekatan epistimologi. Detail judul Hawasi
adalah Mohammad Iqbal on Religious Eksperience: An Epistimological
study. Tesis yang ditulis pada tahun 2008 itu melihat karakteristik
pengalaman relijius, kemungkinan intuisi serta membadingkan
epistimologi Iqbal dengan Al Ghzali, Immanuel kant dan Willian James
dalam kaitannya pengalaman relijius. Selain Hawasi, Suhermanto Ja'far
menulis tesis dengan judul Konsep Iqbal Tentang Metafisika.
M. M. Sharif menulis sebuah buku berjudul Iqbal; Tentang Tuhan
dan Keindahan. Buku yang diterbitkan oleh Mizan pada tahun 1984 ini
diterjemahkan oleh Yusuf Jamil. M. M. Sharif memaparkan dengan jelas

24
Karen Amstrong, Sejarah Tuhan,hal. 518.
25
God tidak memiliki akar kata yang sama dengan good.
26
Deus tidak bisa dikaitkan dengan akar kata Indoeropa div (terang, surgawi).
27
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, hal.39.

15
bagaimana pertumbuhan intelektual Iqbal yang dalam masa hidupnya
mengalami tiga fase perubahan pandangan tentang Tuhan.
Sebagai orang yang hidup semasa dengan Iqbal, M.M. Sharif
mampu mendedah dengan gamblang konsepsi Tuhan Iqbal dengan sangat
baik. Hanya saja, buku ini memang tidak membahas dasar pemikiran
Iqbal, yaitu tentang metfisika. Selain pemikiran Iqbal tentang Ketuhanan,
di dalamnya juga dianalisis pemikirannya tentang seni dan keindahan -
suatu tema yang belum banyak digarap dalam konteks pemikiran
keislaman. Dengan demikian, buku ini mampu mengungkap satu sisi Iqbal
yang selama ini masih menjadi tanda tanya28.
Dalam kesempatan lain, penulis kenamaan Annemarie Schimmel
menulis sebuah buku panjang yang bercerita tentang gagasan relijius
Muhammad Iqbal. Dalam buku tersebut Annemarie Schimmel tidak
dengan khusus berbicara tentang Tuhan dalam pandangan Iqbal, hanya
saja satu sub bab yang berkaitan dengan keimanan ia menulis tentang
bagaimana Iqbal mengimani bahwa syahadatnya – bahwa Tuhan ada.
Buku tersebut bertajuk Sayap Jibril: Gagasan Relijius Muhammad
iqbal yang diterjemahkan oleh Shohifullah dari Gabriel’s Wing: A Study
into the Religious Ideas of Sir Muhammad Iqbal, buku tersebut diterbitkan
oleh penerbit Lazuardi pada tahun 2003.
Selain dalam bentuk buku, penelitian pendek mengenai pemikiran
Iqbal pernah dilakukan oleh beberapa akademisi yang termuat dalam
sejumlah jurnal, diantaranya adalah:
Penenteisme dalam Pemikiran Teologi Metafisik Muhammad Iqbal
yang ditulis oleh Suhermanto Ja‟far. Tulisan yang terbit di Kalam: Jurnal
Studi Agama dan Pemikiran Islam pada tahun 2012 ini menekankan
hubungan antara Tuhan dan alam, menelisik tentang pemikiran Iqbal
tentang panenteisme.

28
M.M. Syarif, penulis buku ini, adalah orang yang sangat, kalau tak bisa dibilang paling,
otoritatif di bidang pemikiran Iqbal. Ia, Sahabat dan orang kedua setelah Iqbal yang kuliah di
Jurusan Filsafat Universitas Cambridge, adalah pemikir dan penulis banyak buku terkemuka
tentang filsafat dan kebudayaan.

16
Suhermanto juga menjelaskan perjalanan intelektual Iqbal
(mengenai tentang Tuhan) yang tidak tunggal, yang dari masa ke masa
mengalami perubahan haluan. Tahapan pertama Iqbal mencitrakan Tuhan
sebagai Keindahan Abadi, yang ada-Nya tanpa tergantung pada sesuatu.
Tuhan menurut Iqbal masih bersifat tajalli, yaitu Tuhan menampakan diri-
Nya pada segala sesuatu. Tuhan menyatakan diriNya pada alam semesta
dan makhluk-Nya. Sedangkan pada tahapan kedua pemikiran Iqbal yang
bersifat rasional filosofis. Iqbal mencitrakan Tuhan sebagai Pribadi
Mutlak (Ego absolut). Konsep pribadi (khudi) menurut Iqbal merupakan
gerak yang merambah dengan menaklukan kesulitan halangan dan
rintangan. Menurut Iqbal Pribadi (khudi) tidak maujud (non eksistensi)
dalam waktu, tetapi waktulah yang merupakan gerak dari pribadi. Waktu
sebagai aksi, gerak adalah kehidupan itu sendiri. Sedangkan tahapan ketiga
Tuhan menurut Iqbal adalah hakikat keseluruhan yang bersifat spiritual.
Dengan kata lain, Tuhan bukanlah ego, melainkan Ego Mutlak. Tuhan
bersifat mutlak, karena meliputi segalanya dan tidak ada sesuatupun di luar
Dia.
Penelitian ini memiliki kekhasan tersendiri dari kajian-kajian yang
telah dilakukan terhadap pemikiran Iqbal tentang Tuhan, kekhasannya
penelitian ini adalah selain melihat bagaimana konsep Tuhan dalam
pandangan Iqbal, juga menelisik makna Tuhan bagi manusia, yakni Tuhan
yang berperan sebagai hasrat. Selain itu, penelitian ini tidak hanya
menggunakan dua buku filsafat yang ditulis oleh Iqbal, melainkan juga
melalui puisi dan sajak Iqbal dalam menelusuri pandangannya terhadap
Tuhan.

17
H. Metode Penelitian

Sebagai penelitian kepustakaan atau (library research) tulisan ini


mempergunakan bahan-bahan primer dan juga dengan pengumpulan
sumber-sumber sekunder. Setelah data terkumpul, proses penyusunan tesis
ini menggunakan metode deskriptif-analitis. “Deskriptif, yakni
memberikan gambaran terhadap data yang ada berikut penjelasan-
penjelasan. Penelitian dibahasakan menurut kekhususan dan
kekonkretannya sehingga menjadi terbuka bagi pemahaman
umum.”29Kemudian, bersifat analitis karena penulis melakukan
pemeriksaan dan pengkajian secara konseptual atas makna yang
dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan.30

Dalam penelitian ini penulis menggunakan 5 (lima) buku sebagai


sumber primer dalam penelitian. Buku kedua dan keempat merupakan
terjemahan dari buku pertama, dimana buku pertama ini memiliki
setidaknya 3 (tiga)31 versi penerjemahan dalam bahasa Indonesia:
1. The Reconstruction of Religious Thought in Islam oleh
Muhammad Iqbal versi digital yang diterbitkan oleh
www.ziaraat.com
2. Rekontruksi Pemikiran Religius dalam Islam oleh
Muhammad Iqbal diterjemahkan oleh Hawasi dan Musa
Kazim dengan Penerbit Mizan pada tahun 2016.
3. Rekontruksi Pemikiran Agama dalam Islam oleh
Muhammad Iqbal, diterjemahkan oleh Ali Audah, Taufik
Ismail dan Gunawab Muhammad dengan penerbit Jalasutra
pada tahun 2002.

29
Anton, Bakker dan Achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat
(Yogyakarta:Kanisius, 1990), hal. 54.
30
Lihat: Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, dari “Introduction of Philosophy”,
terjemahan oleh Soejono Soemargono (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1986), hal. 18.
31
Penulis lebih banyak menggunakan buku terjemahan yang diterbitkan Mizan, selain
karena terjemahan yang ada lebih jelas dan mudah dimengerti, juga karena pada buku itu memiliki
anotasi dari M. Saeed Sheikh.

18
4. Pembangunan Kembali alam pikiran Islam oleh
Muhammad Iqbal, diterjemahkan oleh Osman Raliby
dengan penerbit Bulan Bintang pada tahun 1966.
5. Metafisika Persia: Suatu Sumbangan untuk Sejarah
Filsafat Islam, oleh Muhammad Iqbal yang diterjemahkan
Joebaar Ayoeb dengan penerbit Mizan pada tahun 1995.
6. Asrar Khudi oleh Muhammad Iqbal, diterjemahkan oleh
Jimmy Johansyah dengan penerbit Jalasutra pada tahun
2001

Sedangkan untuk sumber sekunder penulis menggunakan beberapa


buku yang mengulas tentang Iqbal dan gagasan filsafatnya seperti:

1. Agama, Filsafat, Seni dalam Pemikiran Muhammad Iqbal


oleh Asif Iqbal Khan, diterjemhakan oleh Farida Arini
dengan penerbit Fajar Pustaka Baru pada tahun 2002.
2. Metafisika Iqbal oleh Dr. Ishrat Hasan Enver,
diterjemahkan oleh M. Fauzi Arifin dengan penerbit Pustka
Pelajar pada tahun 2004 .
3. Iqbal tentang Tuhan dan Keindahan oleh M.M. Sharif
dengan penerbit Mizan pada tahun 1984.
4. Mohammad Iqbal on Religious Eksperience: An
Epistimological study oleh Hawasi (Tesis, ICAS-UP),
2008.

Penelitian akan menggunakan beberapa metode penelitian


diantaranya yaitu:
 Metode deskripsi yaitu metode penulisan untuk
menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap
suatu objek penelitian. menurut Anton Bakker dan Achmad

19
Charis Zubair32 metode deskripsi adalah menguraikan dan
membahasakan secara benar seluruh konsepsi tokoh dengan
tujuan mendapatkan suatu pemahaman yang benar dari
pemikiran seorang tokoh dan lebih jauh lagi diharapkan
dapat melahirkan suatu pemahaman baru.
 Metode komparatif yaitu usaha untuk memperbandingkan
sifat hakiki dalam obyek penelitian sehingga dapat
ditentukan secara jelas tentang persamaan dan
perbedaannya. Dalam pandangan Winarno Surakhmad33
metode komparasi adalah metode yang membandingkan
antara pendapat yang satu dengan yang lain untuk
memperoleh suatu kesimpulan dalam meneliti faktor-faktor
yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang
diselidiki atau dibandingkan dengan masalah tersebut.
Sedangkan menurut Anton Bakker dan Achmad Charis
Zubair, menyebutkan metode komparatif adalah usaha
untuk memperbandingkan sifat hakiki dalam obyek
penelitian sehingga dapat ditentukan secara jelas tentang
persamaan dan perbedaannya34.
 Metode ini sebagai kelanjutan dari Metode Pengumpulan
data yaitu suatu metode penyusunan dan penganalisisan
data secara sistematis dan obyektif. Metode content
analysis adalah metode analisis ilmiah tentang isi pesan
suatu komunikasi.
Disini penulis berusaha menganalisis substansi pemikiran
Muhammad Iqbal yang terdapat dalam berbagai karyanya
yang mempunyai relevansi dengan topik penelitian.
Penelitian kepustakaan ini mengumpulkan deskripsi-

32
Anton Bakker dan Ahmad Haris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat ( Yogjakarta:
Kanisius, 1994), hal. 109.
33
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung:Tarsito, 1985), hal 143.
34
Anton Bakker dan Ahmad Haris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, hal.51.

20
deskripsi dan hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan
oleh ahli-ahli dibidang lain, dengan percaya atas
kompetensi mereka. Karena merupakan bahan mentah
refleksi filosofis, maka dalam bahan itu dicari garis-garis
besar, struktur fundamental dan prinsip-prinsip dasarnya.
Sedapat mungkin dilakukan secara mendetail dan bahan
yang kurang relevan diabaikan.
 Metode hermeutika, lebih khusus hermenutika yang
dikembangkan oleh Paul Ricoeur35. Dalam teori yang
dikembangkannya untuk memahami teks, yaitu
menggabungkan antara pemahaman (verstehen) dan
penjelasan (erklaren) yang telah menjadi perdebatan lama
para hermeneut. Ricoeur berargumen bahwa keduanya
(verstehen dan erklaren) dibutuhkan untuk membongkar
makna yang terkandung dalam teks. Menurutnya,
penjelasan (erklaren) akan memperjelas atau membuka
jajaran posisi dan makna sementara dengan pemahaman
(verstehen) kita akan memahami atau mengerti makna
parsial secara keseluruhan dalam suatu upaya sintesis.
Dengan demikian, menurut Ricoeur, membaca adalah
menafsirkan dan menafsirkan adalah memahami dan
menjelaskan Ricoeur bermaksud mengintegrasikan antara
pemahaman (verstehen) dan penjelasan (erklaren) dalam
satu proses penafsiran seperti terlihat dalam momen awal
interpretasi teks. Secara sederhana, dalam teori interpretasi
Ricoeur ada tiga momen:
Pertama, adalah proses menafsirkan teks berawal
dengan menebak atau mengira-ngira makna teks karena
pembaca sebenarnya tidak mempunyai akses untuk

35
Muhammad Akmaluddin al-Qudsiyyi, Membaca Tafsir: Hermeneutika Paul Ricoeur,
(Makalah, tidak dipublikasi 17 Jumadil Awwal 1435 H / 19 Maret 2014 M).

21
mengetahui maksud pengarang. Bagi Ricoeur, inilah proses
pemahaman (verstehen) paling awal dan kita mencoba
memahami makna teks secara umum, belum sampai
mendetail (pre-reflective understanding). Pada momen
awal ini, teks kemungkinan menyuguhkan beragam makna.
Kedua, adalah kita mulai mencari penjelasan kritis
dan metodis menyangkut pemaknaan awal yang dihasilkan
melalui pre-reflective understanding. Pemahaman itu bisa
saja divalidasi, dikoreksi atau diperdalam dengan
mempertimbangkan struktur obyektif teks. Di sini terlihat
pemahaman mendetail harus diperoleh melalui momen
penjelasan metodis (suatu proses yang bersifat
argumentatifrasional).
Ketiga, adalah apa yang disebut appropriation yaitu
proses memahami diri sendiri di hadapan dunia yang
diproyeksikan teks dan merupakan puncak dari proses
penafsiran di mana seseorang menjadi lebih memahami
dirinya sendiri. Pada momen ini terjadi dialog antara
pembaca dan teks.

Adapun teknik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini


adalah sebagai berikut:

 Mengumpulkan data-data dan mengamatinya, terutama dari


aspek kelengkapan dan validitas serta relevansi dengan
tema pembahasan (penelitian).
 Mengklarifikasi dan mensistemasikan data-data, kemudian
diformulasikan dengan pokok masalah yang ada.
 Melakukan analisis lanjutan terhadap data-data yang telah
diklasifikasikan, teori-teori dan konsep-konsep pendekatan

22
yang sesuai sehingga memperoleh kesimpulan berdasarkan
uraian yang telah ada.36
 Setelah data terkumpul, dilakukan proses pengolahan data
dengan cara menganalisis dan menginterpretasi37.

I. Sistematika Penulisan
Tesis ini akan berisi lima bab, bab I dengan isi latar belakang,
pembatasan masalah, rumusan masalah, pernyataan tesis, tujuan penelitian,
metodologi penelitian, kajian pustaka, dan sistematika penulisan.
Bab II membahas tentang latar belakang pendidikan, karya-karya
yang dihasilkan, tokoh-tokoh yang mempengarhi Muhammad Iqbal. Serta
istilah-istilah yang digunakan Muhammad Iqbal untuk menyebut Tuhan
dalam karya-karyanya.
Bab III membahas tentang struktur pemikiran Muhammad Iqbal
yang akan berisi tentang epistimologi Iqbal yakni bagaimana pengetahuan
diperoleh dan melalui apa, juga membahas tentang intuisi dan posisi
kesahihan intuisi sebagai sumber pengetauan. Konsep metafisikanya yang
menyasar pada konsepnya tentang ego, waktu murni. Dan bagian akhir,
akan dijelaskan tiga fase perjalanan filsafat teologi Iqbal.
Adapun bab IV akan membahas tentang bagaiamana pandangan
Iqbal tentang Tuhan. Pembuktian Tuhan sebagai Edo Mutlak, hubungan
Tuhan dengan manusia dan tentu juga dengan alam, dan implikasi-
implikasinya. Serta didalmnya juga akan menjelaskan mengapa Tuhan
yang Maha Kaya dan Maha dari segala Maha dikonsepsi sebagai sebuah
individu, sebagai sebuah khudi. Konsepsi cahaya untuk kritik terhadap
panteisme.

36
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: bagian penerbit Fak. Ekonomi
UGM, 1988), hal. 36.
37
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), hal. 419-438.

23
Bab V adalah penutup yang akan berisi tentang kesimpulan, yang
akan menjawab tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam
penelitian.

24
Daftar Pustaka

-----, Antology Islam; Sebuah Risalah Tematis dari Keluarga Nabi,


diterjemahkan oleh Rofiksuhud dkk, Jakarta; Penerbit Al Huda, 2005.
-----, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam (BukuDua), diterjemahkan
oleh Tim PenerjemahMizan, Bandung: Mizan, 2003.
----,Moral dan Religi Menurut Emile Durkheim dan Henri
Bergson, Jakarta: Penerbit Kanisius, 1994.

‘Abd al-Bāqī, AḥmadFu’ad, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-


Qur’ān al- Karīm, Indonesia: MaktabahDahlan, tth.
Abdul Baqi’, al-Lu’lu u wa al-Marjān, Surabaya: BinaIlmu, 2007.
Abdul Mun’inKhufaji, Muhammad, Al adab Fi At Turast AsShufi,
terj. Pahrurrozi M. Bukhori, Tangerang: Paradigma, 2007.
Abdul Wahhab Azzam, Filsafatdan Puisi Iqbal, Bandung:
PerebitPustaka, 2001.
Adian, Donny Gahral, Muhammad Iqbal, Jakarta :Teraju, 2003
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu; Metodologi Posmodernis
Bogor: Akademia, 2004
Akmaluddin al-Qudsiyyi, Muhammad, Membaca Tafsir:
Hermeneutika Paul Ricoeur, Makalah, tidak dipublikasi 17 Jumadil
Awwal 1435 H / 19 Maret 2014 M.
Al Walid, Khalid,Perjalanan Jiwa Menuju Akhirat; Filsafat
Eskatologi Mulla Sadra, Jakarta: Sadra Press, 2012.
Altizer, J. J. Thomas, Toward a New Christianity: Reading in the
Death of God Theology, New York: Harcourt-Brace&Word Inc., 1967.

Andi Haryadi (penterjemah), Muhammad Iqbal Dalam Pandangan


Para PemikirSyiah, Jakarta: Al-Huda, cet II. 2003.

Anton Bakker dan Ahmad HarisZubair, Metodologi Penelitian


Filsafat, Yogjakarta: Kanisius, 1994.

Armstrong, Karen, Masa Depan Tuhan,diterjemahkan oleh Yuliani


Liputo, Bandung; Mizan, 2013.
Armstrong, Karen, Sejarah Tuhan,diterjemahkan olehZ aimul Am,
Bandung; Mizan, 2007.

116
Asy-Sya’rani, al Yawaqitwa al Jawahir Mesir: tanpa penerbit,
1351.
Audah, Ali, dkk, Membangun Pikiran Kembali Pikiran Agama
Dalam Islam, Jakarta: Tintamas, 1982.
Azzam, Abdul Wahab, Filsafatdan PuisiI qbal, terj. Ahmad
Rofi’IUtsman, Bandung : Pustaka, 1985
Bagir, Haidar, Belajar Hidup dari Rumi; Serpihan-serpihan Puisi
Penerang Jiwa, Bandung: Mizan 2015.

Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: PT.


GramediaPustakaUtama, 2002
Bahri, Media Zainul, Satu Tuhan Banyak Agama, Bandung: Mizan,
2011

Bertens, K, Filsafat Barat Kontomporer Perancis, Jakarta: PT


Gramedia, 2001
Bukhari, Imam, Shahih al-Bukhari, Semarang: Thoha Putra, tth.
Danusuri, Epistimologi Dalam TasawufIqbal, Yogyakarta:
PustakaPelajar, 1996.
Efendi, Djohan, dan Abdul Hadi.W.M, Iqbal: Pemikir Sosial Islam
dan Sajak-sajaknya, Jakarta: Pantja Sakti, 1986.

El-Mahdi, Lathifatul lzzah, Hermeneutika Fenomenologi Paul


Ricoeur: dari Pembacaan Simbol hingga Pembecaan Teks-teksSejarah,
dalam Hermeneia, Jurnal Kajian Islam Interdisipliner Vol. 6, Nomor l,
Januari-Juni 2007
Endarmoko, Eko,Tesaurus Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia
PustakaUtama, 2006
Enver, IshratHasan, Metafisika Iqbal,terj. M. FauziArifin, Jakarta:
Pustaka Pelajar, 2004.

Esack, Farid, On Being A Muslim; Menjadi Muslim di Dunia


Modern, diterjemahkan oleh Dadi Darmadidkk, Jakarta: Penebit Erlangga,
2001
Fahmi Muqaddas, Muhammad, Konsepsi Manusia Menurut Islam,
Jakarta: Grafiti Pres, 1985.
Fauzi, Ihsan Ali, danNurulAgustina, SisiManusiawiIqbal,
Bandung: Mizan, 1992.

117
Gharawiyan, Mohsen, Pengantar Memahami Buku Daras Filsafat
Islam, Jakarta: Sadra Press, 2012.

Gharawiyan, Mohsen, Pengantar Memahami Buku Daras Filsafat


Islam; Penjelasan Untuk Mendekati Analisi Teori Filasafatnya,
diterjemahkanoleh Muhammad Nur Al Jabir, Jakarta: PenerbitSadra Press,
2012
Gram, H.H. Bill, Iqbal Sekilas Tentang Hidupdan Pikiran-
Pikirannya, terj.Djohan Effendi, Jakarta :BulanBintang, 1982
Hadi, Abdul W.M. (editor), Iqbal Pemikir Sosial Islam dalam
Syair-Syairnya, Jakarta : HLMT Pantja Simpati, 1986
Hamdi, Ahmad Zainul, Insan Kamil RelasiTuhan-Insandalam
Filsafa tIqbal, Antologi Kajian Islam, Cet. I, Surabaya: Pasca Sarjana
IAIN SunanAmpel, 1999
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juzu’ I, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2005.

Hardiman, F. Budi. Kriti k Ideologi. Yogyakarta: Kanisius, 2009


Henry D. Aiken, Abad Ideologi, Yogjakarta: Yayasan
BentangBudaya, 2002.

Hidayat, Asep Ahmad, Filsafat Bahasa, Mengungkap Hakikat


Bahasa, Maknadan Tanda, Bandung; PT Remaja Rosda Karya, 2009
Iqbal, M., Rekonstruksi Pemikiran Iqbal: Studi tentang Kontribusi
Gagasan Iqbal dalam Pembaharuan Islam, Padang: Kalam Mulia, 1994.
Iqbal, Mohammad, Metafisika Persia, terj. Joebar Ayoeb,
Bandung: Mizan, 1990.
Iqbal, Mohammad, Pesandari Timur, terj. Abdul Hadi W.M,
Bandung: Pustaka, 1985.
Iqbal, Muhammad, ,Asrar Khudi (Aku), Yogjakarta: Jalasutra,
tanpatahun.

Iqbal, Muhammad, Javid Namah, Bandung: Pustaka Jaya, 2003.

Iqbal, Muhammad, Pembangunan Kembali AlamPikiran Islam,


diterjemahkan oleh Osman Raliby, Jakarta: BulanBintang, 1978
Iqbal, Muhammad, Rahasia dan Tenaga Pribadi, Medan: Pustaka
Andalas, 1954.

118
Jalaluddin Al Mahalli & Jalaluddin As Suyuti, Tafsir Jalalain,
Terj. Feraz Hamza, Jordan: Royal Al Bayt Institute For Islamic Tought,
2007.

Johan Efendidan Abdul Hadi WM (Editor), Iqbal Pemikir Sosial


Islam dan Sajak-Sajaknya, Jakarta: PT PancaSimpati, 1986.

K. Bertens, Filsafat Kontemporer Prancis, Jakarta: PT. Gramedia


PustakaUtama, 2001.
K.G Sayyidain, Percikan Filsafat Iqbal Mengenai Pendidikan, terj.
AM.Soelaeman, Bandung; CV. Diponegoro, 1981.
Khan, Asif Iqbal Agama, Fisafat, Seni dalam Pemikiran
Muhammad Iqbal, terj. Farida Arini, Yogjakarta: Fajar Pustaka Baru,
2002.
Khan, Asif Iqbal, Agama, Filsafat, Seni dalam Pemikiran Iqbal,
terj. Farida Arini Yogyakarta: Fajar PustakaBaru, 2002
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: PT.
GramediaPustakaUtama, 2002.
M. Sharif, M. Iqbal; Tentang Tuhan dan keindahan, terj. Yusuf
Jamil, Bandung: Mizan, 1984.
Mahmur Gharab, Rahmatun Min Rahiman fi Tafsirwa Isyarat al
Qur’an, Juz 1, Damaskus: Matba’ah Nadlar, 2007.
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, (Jakarta: Dunia Pustaka,
1987).
Nazir, Moh. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998.
Quraish Shihab, M. Tafsir Al Misbah, Volume. 15 (Jakarta:
Lentera Hati, 2002)

Quthb, Sayyid, CiriKhusus Citra Islam dan Landasan Dasarnya,


diterjemakanoleh Abu Laila dkk, Bandung: PT Al Ma’arif, 1988
Rashid al-Din Maybudi, Kashf al-Asrārwa Uddat al-Abrār, Terj.
William C. Chittick ( Jordan: Royal Al Bayt Institute For Islamic Tought,
2015
Schimmel, Annemarie SayapJibril, Gagasan Religius Muhammad
Iqbal, Yogjakarta:Lazuardi, 2003.

Sherif, Faruq, Al Qur’an Menurut Alqur’an, diterjemahkanoleh M.


H. Assagaf dkk, Jakarta: Serambi, 2001

119
Smith, Huston, Agama-Agama Manusia, diterjemahkan oleh
Saafroedin Bahar, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001
SuhermantoJa’far, Panenteisme dalam Pemikiran Teologi
Metafisika Moh. Iqbal (Jakarta: Kalam: Jurnal Studi Agama danPemikiran
Islam Volume 6, Nomor 2, Desember 2012.
Suhrawardi, Majmu’ah Rasa’il al Ilahiyah Istanbul:
Mathba’ahassa’adah, 1325 H
Syarif, M.M. Iqbal Tentang Tuhandan Keindahan, terj: Yusuf
Jamil, Bandung: Mizan, 1994
Tim Tafsir Salam ITB, Tafsir Salman; Tafsir Ilmiah Atas Juz
‘Amma, Bandung: Mizan, 2014.
Usman.Rekonstruksiatas Rekontruksi Pemikiran Islam Muhammad
Iqbal, jurnal studi islam mukaddimah, UIN Sunan Nalijaga, kopertais
Wilayah III. Yogyakarta. 2004
Wahbah az Zuhaili, Tafsir Fi Dhilalil Qur’an, ( Cairo).
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung:
Tarsito, 1985.

120
Kreasi dan penciptaan menimbulan kesan adanya tidak sempurnya Tuhan,
padahal perubahan serial dalam kehidupan alam semesta dan manusia
menyiratkan keinginan, keterbatasan dan ketidaksempurnaan. Tuhan yang
dalam hal ini adalah Ego Mutlak merupakan keseluruhan Hakikat itu. Ia tidak
dikelilingi oleh jagat asing lainnya. Karena itu, perubahan sebagai gerak dari
keadaan tidak sempurna, atau sebaliknya, tidak dapat diterapkan atas-Nya.
Konsepsi waktu serial tidak berarti bagi-Nya. Dia adalah kreasi yang terus
menerus. Oleh karena itu, Dia adalah perubahan-perubahan hanya dalam arti
suatu kreasi yang terus menerus atau suatu aliran energi dapat dikatakan
sebagai berubah. Tetapi, perubahan sebagai kreasi yang terus menerus tidak
menyiratkan suatu ketidaksempurnaan.

4. Panteisme yang dituduhkan pada Iqbal hanyalah kesalahpahaman pada


gagasannya tentang Ego Mutlak dan ego terbatas. Iqbal, secara tegas menolak
gagasan panteisme dengan menajukan dalil pancaran cahaya. Pada periode
pertama dalam perkembangan pemikiran mengenai Tuhan, Iqbal pernah
meyakini gagasan panteisme ini, akan tetapi pada periode kedua dan ketiga
dalam perkembangan pemikirannya ia sendiri merevisi keyakinannya atas
konsep panteisme.

115

Anda mungkin juga menyukai