Anda di halaman 1dari 3

.

Anemia Mikrositik
Anemia adalah kondisi berkurangnya bobot sel darah merah, atau berkurangnya jumlah
eritrosit per mm3 dan berkurangnya konsentrasi haemoglobin didalam darah dibawah nilai
normal fisiologi untuk oksigenasi jaringan. Anemia bukan merupakan diagnosa melainkan
merupakan tanda objektif dari suatu penyakit. Anemia menunjukkan kondisi patologi, berkaitan
dengan defisiensi nutrisi secara kronik dan akut, serta dapat disebabkan oleh obat. Anemia dapat
terjadi karena menurunnya produksi eritrosit disebabkan oleh gangguan proliferasi stem sel atau
diferensiasi. Anemia karena meningkatnya dekstruksi eritrosit dapat berupa efek sekunder proses
hemolisis. Gejala anemia akut adalah takikardi, tidak tahan cahaya, dan dispnea. Gejala anemia
kronis adalah kelelahan, sakit kepala, vertigo, pingsan, dan pucat (DiPiro, 2008).
II.6.1. Epidemiologi Anemia Mikrositik
Prevalensi anemia diperikirakan 30% dari populasi dunia dan sekitar 500 juta orang
diyakini menderita anemia defisiensi besi. Prevalensi anemia di Indonesia diperkirakan 40-50%
dan anemia defisiensi besi menempati urutan pertama, selain anemia pernisiosa, anemia aplastik,
dan anemia defisiensi asam folat (Tambun, 2019). Berdasarkan pemeriksaan darah tepi di RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau sepanjang tahun 2013-2014 menunjukkan data penderita anemia
normositik normokrom 18,8% dan anemia mikrositik hipokrom 16,7% (Fridayenti, 2015).
II.6.2. Etiologi Anemia Mikrositik
Anemia mikrositik termasuk golongan anemia defisiensi besi yang timbul karena
menurunnya jumlah besi dalam tubuh sehingga cadangan besi untuk eritropoiesis berkurang.
Kadar besi serum menurun, total iron biding capacity (TIBC) meningkat, saturasi transferrin
menurun, dan cadangan besi sumsum tulang negatif atau ferritin serum menurun serta adanya
respon terhadap pengobatan tablet zat besi (Tambun, 2019).
II.6.3. Tatalaksanaan Anemia
Anemia mikrositik (ukuran sel darah merah yang kecil) dan hipokromik (kadar
haemoglobin dalam sel darah merah kurang dari rata-rata) disebabkan oleh defisiensi besi yang
ditandai dengan menurunnya level ferrin dan serum iron sehingga menurunnya transferin
saturasi. Total kapasitas pengikatan zat besi meningkat. Terapi yang diberikan berupa zat besi
oral garam sulfat. Sedangkan secara parenteral dikhususkan untuk pasien tertentu.
Tabel II.5. Preparat besi oral (Basic Pharmacology, 2017)
Preparat Tablet Kadar Besi Fero Dosis
Ferous sulfat 300 mg 60 mg 1 tab diberikan 3 kali sehari
Ferous glukonat 300 mg 35 mg Tidak tersedia sebagai sediaan tunggal.
Melainkan kombinasi dengan vitamin dan
Ferous fumarat 200 mg 65 mg mineral lain

Vitamin B kompleks tiap tabletnya dapat mengandung vitamin B1, vitamin B2, vitamin
B6, vitamin B12, vitamin C dan E serta terdapat mineral Fe, Cu, Zn, Se, Ca, Mn dan Mg. Indikasi
vitamin dan mineral sebagai suplemen makanan mencakup vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6,
vitamin B12, niasin, asam pantotenat, biotib, kolin, inositol, PABA, dan asam folat untuk
defisiensi vitamin B karena ganggunan absorpsi, gangguan neuritis, dan anemia. Vitamin B
terutama digunakan untuk terapi anemia meganoblastik (ISO 50, 2016; Lexicomp, 2019).
Komponen Fe dalam vitamin B kompleks dapat terhambat absorpsinya jika dikonsumsi bersama
dengan telur dan susu.
DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM. 2008.Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach 7th Ed. The Mc Graw-Hill Companies Inc. United States of
America.

Tambun, A. F. 2019. Gambaran kadar hemoglobin dalam darah dan karakteristik ibu hamil di
RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2018.

Fridayenti, dkk. 2015. Profil pasien leukemia anak di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
periode 2013-2014. JIK, Jilid 9(2). Hal. 78-86.

Anda mungkin juga menyukai