Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


A. Anemia pada ibu hamil
1. Pengertian Anemia
Anemia adalah tingkat kekurangan zat besi yang paling berat dan terjadi
bila konsentrasi hemoglobin (Hb) jauh dibawah ambang batas yang
ditentukan. Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar (Hb) dalam darahnya
kurang dari 12 gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu
dengan kadar Hb di bawah 11 gr% pada trimester I dan trimester II
(Muryanti, 2006).
Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena kekurangan zat gizi,
jenis pengobatannya relatif mudah bahkan murah. Kurangnya zat besi (Fe)
dalam tubuh pada ibu hamil karena perdarahan menahun atau berulang di
semua bagian tubuh. Faktor resiko defisiensi zat besi (Fe) terjadi pada ibu
hamil karena cadangan besi dalam tubuh lebih sedikit sedangkan
kebutuhannya lebih tinggi yaitu antara 1-2 mg zat besi (Fe) secara normal
(Muryanti, 2006).
2. Klasifikasi anemia dalam kehamilan
Menurut Mochtar (1998) klasifikasi anemia dalam kehamilan adalah
sebagai berikut:
a. Anemia defisiensi besi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Pengobatannya yaitu bagi wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi
yang memerlukan asupan zat besi dianjurkan untuk diberikan tablet besi.
Untuk menegakkan diagnosa anemia defisiensi besi dapat dilakukan
dengan anamnesa. Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata
mendekati 800 mg.
b. Anemia megaloblastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam
folik, jarang sekali karena kekurangan vitamin B

12.
c. Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang,
membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan
pemeriksaan diantaranya darah tepi lengkap, pemeriksaan fungsi ekternal
dan pemeriksaan retikulasi.
d. Anemia hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan oleh penghancuran atau
pemecahan sel darah merah yang lebih cepat pembuatannya. Gejala utama
dengan kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan serta gejala
komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.

3. Kebutuhan zat besi pada ibu hamil
a. Zat besi
Zat besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin, ketika tubuh
kekurangan zat besi (Fe), produksi hemoglobin akan menurun. Penurunan
hemoglobin sebetulnya akan terjadi jika cadangan zat besi (Fe) dalam
tubuh sudah benar-benar habis. Kebutuhan zat besi (Fe) pada ibu hamil
terjadi peningkatan, dimana asupan kurang atau rendah, sehingga tidak
mencukupi tingkat yang dibutuhkan yang menimbulkan anemia
(Soeprono, 1998).
Kebutuhan Fe pada ibu hamil yaitu dianjurkan kombinasi 60 mg
besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Manuaba,
2001). Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati
800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari sekitar 300 mg diperlukan untuk janin
dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa
maternal. Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari ibu hamil akan
menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi
masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).
Faktor resiko terjadinya anemia akibat dari kekurangan zat besi (Fe)
lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Cadangan besi dalam
tubuh wanita lebih sedikit sedangkan kebutuhan per harinya justru lebih
tinggi. Seorang wanita dalam sehari akan kehilangan sekitar 1-2 mg zat
besi melalui ekskresi secara normal. Pada saat haid, kehilangan zat besi
bisa bertambah hingga 1 mg (Soeprono, 1998).
b. Mengkonsumsi tablet zat besi (Fe)
Tablet zat besi (Fe) adalah tablet untuk suplementasi
penanggulangan anemia gizi yang setiap tablet mengandung fero sulfat
200 mg atau setara 60 mg besi elemental dan 0.25 mg asam folat.
Pelayanan pada ibu hamil baik pada K1 maupun K4 ibu hamil akan
dibekali dengan tablet zat besi (Wasito, 1998).
Konsumsi suplemen zat besi (Fe) sebaiknya dilakukan secara hati-
hati sesuai dengan dosis yang dianjurkan, karena asupan zat besi (Fe)
secara berlebihan tidak dibenarkan tetapi dapat menimbulkan gangguan
kesehatan. Mengkonsumsi suplemen zat besi (Fe) dapat menimbulkan
mual, nyeri lambung, konstipasi, ataupun diare sebagai efek sampingnya.
Untuk mengatasinya dengan mengkonsumsi setengah dosis yang
ditingkatkan secara berlahan-lahan sampai mencapai dosis yang
dianjurkan (Depkes, 1998).
4. Efek anemia pada ibu hamil
a. Efek anemia pada ibu hamil yaitu sebagai berikut :
1) Trimester I : anemia dapat mengakibatkan abortus, missed abortus
dan kelainan kongenital
2) Trimester II : mengakibatkan persalinan prematur, perdarahan
antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia
aintrauterin sampai kematian, berat badan bayi lahir rendah, gestosis
dan mudah terkena infeksi, IQ rendah dan bahkan bisa mengakibatkan
kematian.
3) Trimester III : merupakan saat inpartu anemia dapat menimbulkan
gangguan his baik primer maupun sekunder. J anin akan lahir dengan
anemia dan persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu
cepat lelah. Setelah post partum anemia dapat menyebabkan atonia
uteri, tensio placenta, perlukaan sukar sembuh, mudah terjadi febris
puerpurolis dan gangguan involusio uteri.
b. Akibat kekurangan zat besi (Fe) Pada ibu hamil yaitu sebagai berikut :
1) Anemia Gizi
Anemia gizi adalah kekurangan kadar (Hb) dalam darah yang
disebabkan karena kekurangan zat besi yang (Fe) diperlukan untuk
pembentukan haemoglobin. Sebagian besar anemia terjadi pada ibu
hamil karena kekurangan zat besi (Fe) yang disebut anemia
kekurangan zat besi atau anemia gizi besi (Muryanti, 2006).
Anemia gizi besi dapat terjadi karena kandungan zat besi (Fe)
yang berasal dari makanan yang dikonsumsi ibu hamil tidak
mencukupi kebutuhan dimana makanan yang kaya akan kandungan
zat besi (Fe) seperti makanan sumber hewani (daging, ikan) serta
makanan yang mengandung sumber nabati (sayuran hijau), serta
meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi (Fe) yaitu pada masa
hamil. Kebutuhan zat besi (Fe) meningkat karena zat besi (Fe)
diperlukan untuk pertumbuhan janin serta untuk kebutuhan ibu sendiri
(Depkes, 1998).
2) Anemia defisiensi zat besi (Fe)
Anemia defisiensi zat besi (Fe) merupakan anemia yang terjadi
karena kebutuhan zat besi (Fe) untuk erithopoetic tidak cukup,
biasanya ditandai dengan eritrosit mikrositik, kadar besi serum
rendah, satu rasi transferin mengurang dan tidak adanya zat besi (Fe)
pada sumsum tulang dan tempat cadangan zat besi (Fe) yang lain.
Pemeriksaan dan pengawasan haemoglobin dapat dilakukan dengan
menggunakan alat Sahli. Berkurangnya kadar haemoglobin pada
wanita hamil menurut WHO adalah, normal (11 gr%), anemia ringan
(10-11 gr%), anemia sedang (7-0 gr%), anemia berat (<7 gr%) (De
Meyer, 1995).
Pada ibu hamil jika terjadi anemia defisiensi zat besi (Fe) dapat
menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan, meningkatnya
risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR <2,5
kg). Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu atau
bayinya, untuk itu dibutuhkan suatu penangganan defisiensi zat besi
(Fe) melalui pencegahan dengan memberikan tablet zat besi (Fe) pada
ibu hamil yang dibagikan pada waktu memeriksakan kehamilan,
dimana suplemen tablet besi (Fe) merupakan salah satu cara yang
paling efektif meningkatkan kadar zat besi (Fe) dalam jangka pendek
(BPS, 2005).
5. Kadar Hemoglobin
a. Pengertian
Hemoglobin adalah protein majemuk yang tersusun atas protein
sederhana yaitu globin dan radikal prostetik yang berwarna, yang disebut
heme. Protein ini terdapat dalam butir-butir darah merah dan dapat
dipisahkan daripadanya dengan cara pemusingan. Berat molekulnya yang
ditentukan dengan ultrasentrifuge sebesar 68.000, merupakan protein
pertama yang diperoleh dalam bentuk hablur (Manuaba, 2001).
Hemoglobin merupakan protein pembawa oksigen dalam darah. Tiap liter
darah mengandung kira-kira 150 gr hemoglobin. Kadar hemoglobin
adalah jumlah K
3
Fe (CN)
6
akan diubah menjadi methemoglobin yang
kemudian diubah menjadi hemoglobin sianida (HiCN) oleh KCN dengan
batas ambang berat bila Hb <8 gr/dl, anemia ringan jika Hb >8 11 gr/dl
dan normal pada ibu hamil Hb >11 gr/dl (Manuaba, 2001).
Kadar hemoglobin pada darah dikatakan anemia apabila kadar Hb
dasar pada pria <13 gr/%, wanita <12 gr/% dan pada ibu hamil <11
gr/%. Gangguan medis yang paling umum ditemui pada masa hamil,
mempengaruhi sekurang kurangnya 20% wanita hamil. Wanita hamil
memiliki insiden komplikasi puerperal yang lebih tinggi, dari pada wanita
hamil dengan nilai hematology normal. Dikatakan anemia bila kadar Hb
pada wanita hamil trimester I <11 gr/dl, trimester II <10,5 gr/dl dan
trimester III <10 gr/dl (Mansjoer, 2000).
Kadar Hb ibu hamil terjadi jika produksi sel darah merah
meningkat, nilai normal hemoglobin (12 sampai 16 gr/%) dan nilai
normal hematokrit (37% sampai 47%) menurun secara menyolok.
Penurunan lebih jelas terlihat selama trimester kedua, saat terjadi ekspansi
volume darah yang cepat. Apabila nilai hematokrit turun sampai 35% atau
lebih, wanita dalam keadaan anemia (Husaini, 1999).
Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah mulai sejak
kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan
antara 32 dan 36 minggu. Dari kehamilan 8 minggu sampai 40 hari
postpartum, kadar Hb, jumlah eritrosit dan nilai hematokrit, ketiganya
turun sehingga kehamilan sampai 7 hari postpartum. Setelah itu ketiga
nilai meningkat pada dan pada 40 hari postpartum mencapai angka yang
kira-kira sama dengan diluar kehamilan. Batas terendah untuk kadar Hb
dalam kehamilan nilai 10 gr/dl, bila kurang dari itu disebut anemia dalam
kehamilan. Menurut klasifikasi WHO kadar Hb untuk ibu hamil
ditetapkan menjadi tiga kategori yaitu Normal (>11 gr/%), anemia
ringan (8-11 gr/%) dan anemia berat (<8 gr/% ) (Husaini, 1999).
6. Mengukur kadar Hb
Untuk mengetahui status gizi ibu hamil dengan mengukur kadar Hb
dalam darahnya, bila kurang dari 11 gr% maka ibu hamil tergolong anemia.
Hal ini juga menyebabkan gangguan nutrisi yang salah satunya berakibat
berat bayi yang dilahirkan kurang dari normal (Polarto, 1999). Pada
pemeriksaan dan pengawasan haemoglobin dapat dilakukan dengan
mengunakan metode sachli yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan
yaitu trimester I dan trimester III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat
digolongkan sebagai berikut (Manuaba, 2001) : a) Hb 11 gr% : tidak
anemia, b) Hb 9-10gr% : anemia ringan, c) Hb <9 gr%.: anemia Hb <7
gr%.
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil
a. Umur
Umur adalah usia ibu yang secara garis besar menjadi indikator
dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan yang mengacu
pada setiap pengalamannya. Umur sangat berpengaruh pada kepatuhan
ibu mengkonsumsi tablet Fe (zat besi), dimana semakin muda umur yang
ibu
hamil maka dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menerima
sebuah kehamilan yang berdampak pada terjadinya gangguan selama
kehamilan misalnya akan terjadi anemia (Nasoetion, 1998).
Usia seorang perempuan dapat mempengaruhi emosi selama
kehamilannya. Usia antara 20-30 tahun merupakan periode yang paling
aman untuk melahirkan. Sebab pada usia tersebut fungsi alat reproduksi
dalam keadaan optimal. Sedangkan pada umur kurang dari 20 tahun
kondisi masih dalam pertumbuhan, sehingga masukan makanan banyak
dipakai untuk ibu yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Di
negara berkembang sekitar 10-20% bayi dilahirkan dari ibu dengan usia
remaja (Prawirohardjo, 1999).
b. Pendidikan
Tingkat rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan tingkat
pengertian tentang zat besi (Fe) serta kesadarannya terhadap konsumsi
tablet zat besi (Fe) untuk ibu hamil. Keadaan defisiensi zat besi (Fe) pada
ibu hamil sangat ditentukan oleh banyak faktor antara lain tingkat
pendidikan ibu hamil. Tingkat pendidikan ibu hamil yang rendah
mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan tentang zat
besi (Fe) menjadi terbatas dan berdampak pada terjadinya defisiensi zat
besi (Nasoetion, 1998).

c. Pekerjaan
Banyak ibu-ibu bekerja mencari nafkah, baik untuk kepentingan
sendiri maupun keluarga. Faktor bekerja saja nampak belum berperan
sebagai timbulnya suatu masalah pada ibu hamil, tetapi kondisi kerja yang
menonjol, aktifitas yang berlebih dan kurangnya istirahat saat bekerja
berpengaruh pada kurangnya zat besi. Selain itu penyediaan makanan dari
perusahaan tempat ibu hamil bekerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan
gizi ibu hamil akan berisiko kekurangan anemia gizi, jika hal ini terjadi
dalam waktu panjang (Depkes, 2002)
d. Pendapatan
Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas
maupun kualitas makanan sehingga ada hubungan yang erat antara
pendapatan dengan kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) pada ibu
hamil. Pendapatan yang kurang dapat mempengaruhi daya beli ibu hamil
dalam membeli bahan makanan yang dibutuhkan selama kehamilan, Hal
ini berdampak pada asupan makan yang kurang dan berisiko terjadinya
anemia gizi selama kehamilan (Berg, 1996).
e. Pengetahuan Ibu Hamil
Pengetahuan merupakan hasil dari akibat proses penginderaan
terhadap suatu obyek baik meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang atau terbentuknya praktek. Karena
dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara
dengan alat bantu kuisioner yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
dengan tingkatan-tingkatan (Notoatmodjo, 2002).
f. Paritas
Salah satu yang mempengaruhi anemia adalah jumlah anak dan
jarak antara kelahiran yang pendek. Di Negara yang sedang berkembang
terutama didaerah pedesaan, ibu-ibu yang berasal dari tingkat sosial
ekonomi yang rendah dengan jumlah anak yang banyak dan jarak
kehamilan pendek serta masih menyusui untuk waktu yang panjang tanpa
memperhatikan gizi saat laktasi akan sangat berbahaya bagi kelangsungan
hidup anak dan sering menimbulkan anemia pada ibu hamil (Husaini,
1999).
J umlah anak yang dilahirkan wanita selama hidupnya sangat
mempengaruhi kesehatan. Kelahiran yang pertama disertai bahaya
komplikasi yang agak tinggi atau kematian ibu dan anak dibandingkan
dengan kelahiran yang kedua atau ketiga, terutama karena kelahiran
pertama menunjukan kelemahan-kelemahan fisik atau ketidak normalan
keturunan ibu. Kelahiran kedua atau ketiga pada umumnya lebih aman
dari pada kelahiran keempat, kematian ibu, bayi lahir mati dan angka
kematian bayi meningkat. Angka kematian bayi dan anak semakin
meningkat dengan kelahiran anak kelima dan setiap anak yang menyusul
sesudahnya.
g. Status Gizi
Menurut Almatzsier (2001) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat konsumsi makanan dan pengunaan zat-zat gizi, dibedakan menjadi
status gizi buruk, kurang, baik dan lebih atau keadaan tubuh akibat
interaksi antara makanan, tubuh, manusia dan lingkungan hidup manusia.
Salah satu masalah gizi pada ibu hamil yaitu Kekurangan Energi Kronik
(KEK) adalah suatu keadaan pada wanita usia subur termasuk ibu hamil
yang menderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun
(kronis), sehingga mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan
(Sediaoetama,1999).
1) Penilaian status gizi ibu hamil
Penilaian status gizi ibu hamil dapat dilakukan secara langsung
dan tidak langsung, (Supariasa, 2001) meliputi :
a) Penilaian status gizi secara langsung adalah dengan antropometri,
pemeriksaan fisik seperti gejala-gejala klinis biokimia dan biofisik
b) Penilaian status gizi secara tidak langsung yaitu penilaian status
gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga, yaitu: survei
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
c) Metode Antropometri yaitu metode penilaian status gizi yang
umum dipakai adalah pencatatan berat badan secara teratur selama
kehamilan dan dibandingkan dengan berat badan sebelum hamil.
Penambahan berat badan normal yaitu 12,5 kg sampai 17,5 kg
(Anies, 1997). Pengukuran alternatif dengan pendekatan Lingkar
Lengan Atas (LLA) lebih banyak digunakan untuk melihat status
gizi ibu hamil (Kartini, 1996).
2) Cara pemantauan status gizi
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui
status gizi ibu hamil antara lain memantau pertambahan berat badan
selama hamil, mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA) untuk
mengetahui apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronis (KEK,
dan mengukur kadar Hb untuk mengetahui kondisi ibu apakah
menderita anemia gizi. Pertambahan berat badan selama hamil sekitar
10-12 kg, dimana pada trimester I pertambahan kurang dari 1 kg,
trimester II sekitar 3 kg, dan trimester III sekitar 6 kg. Pertambahan
berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan
janin.
LLA merupakan salah satu pengukuran antropometri untuk
mengetahui faktor penentu apakah ibu hamil tersebut KEK dan
memiliki risiko melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) atau normal. Pengukuran LLA dengan menggunakan pita
LLA dengan ketelitian 0,1 cm dan ambang batas 23,5 cm. Bila
pengukuran di bawah 23,5 cm artinya ibu hamil tersebut menderita
KEK dan jika diatas 23,5 cm berarti ibu hamil berstatus gizinya baik
atau normal (Askandar, 1993).
Penggunaan LLA sebagai indikator status gizi lebih mudah
dipakai dibandingkan dengan metode antropometri lainnya sehingga
untuk memprediksi hasil kehamilan, beberapa penelitian
merekomendasikan LLA sebagai alat screening pada ibu hamil. LLA
relatif stabil selama masa hamil sehingga pengukuran LLA dianjurkan
satu kali pada saat pertama kali diukur atau pada bulan pertama
kehamilan (Husaini, 2000). Adapun ambang batas LLA WUS dengan
risiko KEK di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2.1 Klasifikasi Resiko KEK Menurut Pengukuran LLA WUS

Nilai ambang batas LLA (cm) KEK
<23,5
>23,5
Risiko
Tidak risiko
Sumber : Supariasa, 2001

B. Ibu Hamil
1. Pengertian
Ibu hamil adalah salah satu kelompok didalam masyarakat yang paling
mudah menderita gangguan kesehatan atau rawan kekurangan gizi, sehingga
pada masa kehamilan ibu hamil, memerlukan unsur-unsur gizi lebih banyak
dibandingkan dengan keadaan biasanya (Hall, 2000). Selama kehamilan, ibu
hamil akan mengalami proses fisiologis yaitu keadaan kesehatan fisik dan
mental sebelum dan selama hamil berpengaruh terhadap keadaan janin dan
waktu persalinan.
2. Diagnosa Kehamilan
Lamanya kehamilan mulai ovulasi sampai partus adalah kira-kira 280
hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu). Dimana
kehamilan 40 minggu disebut sebagai kehamilan matur (cukup bulan), bila
kehamilan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan postmatur, sedangkan
kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur. Kehamilan
yang ditinjau dari umur kehamilan dibagi dalam tiga bagian, yaitu kehamilan
trimester I yaitu 0-12 minggu, trimester II adalah 12-28 minggu dan trimester
III mulai 28 - 40 minggu (Wiknjosastro, 1999).
3. Tanda-tanda kehamilan
Menurut Wiknjosastro (1999) menyebutkan bahwa tanda-tanda awal
dari kehamilan yaitu sebagai berikut :
a. Siklus haid yang terhenti sementara atau siklus haid yang tidak normal
b. Sering pening, mual, dan muntah
c. Libido yang berubah
d. Memiliki keinginan berbeda dari biasa (ngidam)
e. Seringnya frekuensi buang air kecil
f. Bertambah besarnya ukuran payudara, payudara mengencang dan puting
susu mengeras yang terjadi setelah dua atau tiga minggu
g. Kejang perut disertai bercak merah diman bercak merah sebagai tanda
bahwa embrio sedang menannamkan diri pada dinding rahim yang terjadi
setelah hari kedelapan hingga ke sepuluh sejak evolusi bulan berjalan
h. Areola (lingkaran sekitar puting payudara) berwarna lebih gelap
i. Lelah berlebihan dan mudah mengantuk
4. Asupan Gizi Pada Ibu Hamil
a. Kebutuhan gizi ibu hamil
Di Indonesia berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi
VI tahun 2004 ditentukan angka 285 Kkal perhari selama kehamilan.
Angka ini tentunya tidak termasuk penambahan akibat perubahan
temperatur ruangan, kegiatan fisik, dan pertumbuhan. Sama halnya
dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein juga meningkat
bahkan mencapai 68% dari sebelum hamil. J umlah protein yang harus
tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 gr yang
tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin (Depkes, 2002).
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi,
karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama
kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ
kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu.
Kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan pada saat hamil dapat
menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna (Zulhaida Lubis, 2003).
Kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal perlu tambahan
kira-kira 80.000 kalori selama masa kurang lebih 280 hari. Hal ini berarti
perlu tambahan ekstra sebanyak kurang lebih 300 kalori setiap hari
selama hamil. Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir sebanyak
5180 Kkal, dan lemak 36.337 Kkal. Agar energi ini bisa ditabung masih
dibutuhkan tambahan energi sebanyak 26.244 Kkal, yang digunakan
untuk mengubah energi yang terikat dalam makanan menjadi energi yang
bisa dimetabolisme. Dengan demikian jumlah total energi yang harus
tersedia selama kehamilan adalah 74.537 Kkal. Untuk memperoleh
besaran energi per hari, hasil penjumlahan ini kemudian dibagi dengan
angka 250 (perkiraaan lamanya kehamilan dalam hari) sehingga diperoleh
angka 300 Kkal (Nasoetion, 1998).
b. Tahap-tahap kebutuhan gizi ibu hamil
Terdapat beberapa tahap kebutuhan ibu hamil berdasarkan
trimester yaitu :
1) Trimester I : kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara
optimal, dimana ibu hamil sering mengalami morning sick, sehingga
menyebabkan ibu memerlukan asupan yang bervariasi dengan
frekuensi sedikit tapi sering.
2) Trimester II : kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir
kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk
pemekaran jaringan ibu seperti penambahan volume darah,
pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak.
3) Trimester III : energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin
dan plasenta. Karena banyaknya perbedaan kebutuhan energi selama
hamil, maka WHO menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150 Kkal
sehari pada trimester I menjadi 350 Kkal sehari (Moehji, 2003).


c. Asupan gizi selama kehamilan
Kebutuhan ibu hamil selama kehamilannya antara lain sebagai
berikut (Almatsier, 2001) :
1) Energi
Sebagai salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein,
lemak, dimana kebutuhan energi selama ibu hamil adalah untuk
membentuk atau membangun jaringan baru misalnya fetus, plasenta,
uterus, cairan amniotic, breast, peningkatan volume darah dan
mensuplai jaringan baru. Sumber energi dari karbohidrat seperti beras,
jagung, oeat, serealia, sumber protein (seperti daging, ikan, telur,
susu), sumber lemak (seperti minyak, buah berlemak, biji berlemak).
Bahan pangan yang dijadikan sumber protein sebaiknya (2/3 bagian)
pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan,
telur, susu dan hasil olahannya. Protein yang berasal dari tumbuhan
(nilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian. Kenaikan volume darah
selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi (Fe).
J umlah Fe pada yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat
meningkatnya volume darah adalah 500 mg (Zulhaida Lubis, 2003).
2) Zat gizi mikro
Selama kehamilan selain zat gizi makro yaitu energi dan
protein, ibu juga membutuhkan tambahan zat gizi mikro seperti
diuraikan berikut :
a) Asam Folat
Kekurangan asam folat pada ibu hamil akan menyebabkan
resiko terjadinya cacat tabung syaraf (Neural Tube Defects), berat
bayi lahir rendah (BBLR) dan resiko bayi lahir prematur. Sumber
pangan yang banyak mengandung asam folat seperti brokoli,
jeruk, bayam, roti dan susu.
b) Vitamin A
Vitamin A dalam bentuk retinoic acid mengatur
pertumbuhan dan pembelahan sel dalam jaringan. Namun
demikian ibu tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi suplementasi
vitamin A selama hamil karena dosis tinggi vitamin A
memberikan efek teratogenik (keracunan). Dengan mengkonsumsi
buah-buahan, daging, unggas, ikan, telur, sayuran berdaun hijau,
akar dan umbi-umbian sehari-hari, akan membantu ibu memenuhi
kebutuhan vitaminnya setiap hari.
c) Kalsium
Kalsium dibutuhkan untuk membantu pertumbuhan
tulang, gigi, jantung yang sehat, saraf dan otot. Kekurangan
kalsium akan menyebabkan pertumbuhan tulang dan gigi jadi
terhambat pada janin. Sumber pangan yang banyak mengandung
kalsium seperti susu, ikan, biji-bijian sayuran hijau dan kacang-
kacangan.
d) Magnesium
Magnesium merupakan zat gizi lainnya yang berperan
dalam membantu membangun dan memperbaiki jaringan tubuh.
Kekurangan magnesium akan menyebabkan preeklamsia, bayi
cacat dan kematian bayi. Sumber pangan yang banyak
mengandung magnesium seperti sayur-sayuran, sumber makanan
laut, ikan tawar segar, kacang-kacangan daging.
e) Zat Besi
Kekurangan zat besi akan menghambat pembentukan
hemoglobin yang berakibat pada terhambatnya pembentukan sel
darah merah. Ibu hamil dan ibu menyusui merupakan kelompok
yang beresiko tinggi terhadap anemia yang disebabkan oleh
kekurangan zat besi. Sumber pangan yang banyak mengandung
zat besi adalah nabati kedelai, kacang-kacangan, sayuran daun
hijau dan rumput laut. Kendala dalam mencukupi kebutuhan
makanan yang bersumber zat besi (Fe) pada ibu hamil
dipengaruhi oleh kebiasaan makanan ibu hamil, ketersediaan
bahan makanan dan daya beli yang rendah.
f) Iodium
Kekurangan iodium selama hamil akan berefek pada
keguguran, penyimpangan perkembangan otak janin, berat bayi
lahir rendah dan kretinisme. Sumber pangan yang banyak
mengandung iodium (seperti ikan, kerang dan rumput laut).









C. Kerangka Teori







Gambar 2.1. Kerangka Teori : Sumber: Manuaba (2001), Supariasa (2001),
Almatzer (2001), Wiknjosastro (1999)


Faktor yang mempengaruhi anemi :
1 Umur
2 Pendidikan
3 Pekerjaan
4 Pendapatan
5 Pengetahuan
6 Paritas
7 Status gizi
Anemia
Pada Ibu Hamil Trimester III
1 Tidak anemia
2 Anemia ringan
3 Anemia
D. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen







Gambar 2.2. Kerangka Konsep











Anemia
Pada Ibu Hamil Trimester III

Status gizi ibu hamil
E. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen : Status gizi ibu hamil
2. Variabel Dependen : Anemia pada ibu hamil trimester III

F. Hipotesis
Ha: Ada hubungan status gizi dengan anemia pada ibu hamil trimester III di
wilayah kerja Puskesmas Mendenrejo Kabupaten Blora.

Anda mungkin juga menyukai