Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TUTORIAL

BLOK KELUHAN BERKAITAN DENGAN SISTEM DIGESTIF

SKENARIO 1

ANAKKU BERAK DARAH

OLEH : KELOMPOK 3

DOSEN TUTOR : dr. Husna Dharma Putera, M.Si, Sp. OT (K)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2020
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK

1. JORDY ADITYA RAHARJO 1810911110021


2. GHAITSA ZAHIRA SHOFA 1810911120004
3. RAHAYU PERTIWI 1810911120017
4. MAR’ATUS SHALEHAH 1810911120030
5. MOHAMMAD SYAHRU RAMADHAN 1810911210019
6. FADHIL MUHAMMAD DZAKIAMIR 1810911210074
7. RIDHA NUR MASTITI 1810911220001
8. RISWENTY ARIYANI 1810911220021
9. WAFA AHDIYA 1810911220036
10. SITI ARIKA BULAN SHABHANA 1810911220053
11. VIVIN NURUL ISLAMI 1810911220069
12. QOIDDAZI DEWANTORO 1810911310025
13. TRIANA NORWIDIANTI 1810911320016
14. ICA PRATIWI 1810911320039
SKENARIO

ANAKKU BERAK DARAH


Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dibawa keluarganya ke Instalasi Gawat Darurat RS Dr.
H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin dengan keluhan BAB cair sebanyak ±5 kali sejak tadi pagi
dengan konsistensi cair, warna kekuningan, lendir (+), darah (+) warna merah segar, ampas (-)
dan setiap BAB sekitar 1/4 gelas. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri perut seperti melilit
disertai mules, mual dan muntah 5 kali dengan isi seperti makanan yang dimakan dan cairan,
setiap muntah sekitar ¼ gelas. Pasien juga mengeluhkan demam, lemas, dan pusing seperti
berputar. Saat ini pasien merasa haus, selalu ingin minum, dan kencingnya mulai berkurang.
Pasien mempunyai kebiasaan berenang di sungai kecil dekat rumah yang juga menjadi sumber
air penduduk yang tinggal di sekitarnya. Sebagian penduduk di sekitar sungai tersebut juga
masih BAB dan membuang sampah di sungai.
LANGKAH 1. IDENTIFIKASI DAN KLARIFIKASI ISTILAH
BAB cair : Feses yang berbentuk cair dan tidak padat

Lendir : Barang cair yang pekat dihasilkan oleh kelenjar yang menyebabkan permukaan basah

Ampas : Sisa barang atau zat yang telah diambil sarinya

LANGKAH 2. MEMBUAT DAFTAR MASALAH

1. Bagaimana warna feses normal ?


2. Apa makna klinis dari demam, lemas dan pusing?
3. Mengapa pasien sering haus tapi kencing berkurang?
4. Mengapa perut terasa melilit dan mulas?
5. Apa penyebab BAB cair?
6. Mengapa pasien mual muntah kurang lebih 5 kali?
7. Apa makna adanya lendir pada feses?
8. Apa hubungan air sungai dengan keluhan?
9. Bagaimana penanganan awal yang harus dilakukan?
10. Mengapa feses disertai darah?
11. Apakah ini termasuk kegawatdaruratan?
12. Berapa volume feses normal?
13. Apa kompensasi tubuh dari BAB cair?
14. Organ apa saja yang berperan dalam mual, muntah dan BAB cair?
15. Apakah ada hubungannya keluhan dengan usia?
16. Pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis?
17. Apa hubungan feses yang ada pada sungai terhadap kualitas air?
18. Apa saja pencegahan yang dapat dilakukan?
19. Apa macam-macam warna darah yang dapat keluar dengan feses?
20. Mengapa BAB cair sebanyak 5 kali dalam 1 hari?
LANGKAH 3. ANALISIS MASALAH

1. Warna feses normal biasanya kecoklatan atau kekuningan

2. Makna klinis dari demam, lemas dan pusing sebernanya merupakan salah satu gejala dari
diare karena telah banyak kehilangan cairan dalam tubuh dan merupakan tanda tanda
dehidrasi
3. Sering haus tetapi kencing berkurang sebenarnya merupakan salah satu tanda dehidrasi
ringan-sedang karena telah banyak mengeluarkan cairan pada saat BAB, keinginan untuk
kencing berkurang walaupun selalu haus dan ingin terus minum merupakan salah satu
kompensasi tubuh agar cairan yang dikeluarkan tidak terlalu banyak serta tidak
memperparah dehidrasi
4. Berkerut atau meregangnya organ dalam perut menimbulkan rasa nyeri yang
bergelombang (melilit) disebut kolik. Kolik usus biasanya disertai dengan kembung dan
perut buncit, hal ini terjadi apabila otot polos usus berkerut atau kejang usus.
5. Ada beberapa penyebab BAB cair (diare) dari berbagai faktor :
a. Faktor Infeksi yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti
bakteri (Invasif seperti Shigella dan Salmonella & Noninvasif seperti E. coli dan
Vibrio sp.); virus (rotavirus, adenovirus, norwalk virus); parasit golongan
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli); cacing
(Askaris, Trikuris, Strongylodeus) dan jamur (Candida)
b. Faktor Malabsorbsi (karbohidrat, lemak dan protein) merupakan kegagalan dalam
melakukan absorbsi yang mengakibatkan osmotik meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus dan dapat meningkatkan isi rongga
usus sehingga terjadi diare
c. Faktor Makanan terjadi jika toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik
sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare
d. Faktor Psikologi seperti cemas, gugup, takut dapat menyebabkan hiperperistaltik
usus dan membuat penyerapan makanan diusus menurun sehingga terjadi diare
6. Dicurigai terjadinya infeksi pada saluran pencernaan pasien yang mana akan menyebabkan
terjadinya mekanisme antiperistaltik di mana akan menyebab kan seseorang mengalami
gejala mual dan muntah.
7. Lendir yang berlebih di dalam feses menandakan beberapa masalah kesehatan. Bisa jadi,
Anda mengalami masalah pada sistem pencernaan. Menurut World Journal of
Gastroenterology, peradangan pada saluran pencernaan biasanya akan membuat produksi
lendir dalam feses berlebih. Selain itu, beberapa masalah kesehatan lain juga bisa menjadi
penyebab BAB berlendir
8. Pada skenario air sungai tidak hanya dijadikan sebagai sumber air tetapi juga untuk BAB
dan ada juga penduduk yang membuang sampah disungai sehingga menyebabkan air
sungai terkontaminasi dengan berbagai bakteri yang dapat menyebabkan diare jadi jika
pasien meminum air sungai atau pada saat berenang, tidak sengaja menelan air sungai
mungkin dapat menyebabkan diare
9. Cairan rehidrasi oral yang mengandung elektrolit, misalnya oralit, adalah jenis cairan yang
direkomendasikan, pemberian cairan ini yakni 1 gelas setiap kali mencret atau muntah,
diselingin minum air putih sebanyak minimal 1,5 liter per hari. Namun bagi penderita diare
yang memiliki riwayat penyakit ginjal, asupan cairan harus dibatasi. Karena itu,
berkonsultasilah terlebih dahulu kepada dokter sebelum mengonsumsi cairan tambahan.
10. Feses yang disertai darah menandakan adanya perdarahan pada saluran cerna baik bagian
atas maupun bagian bawah yang bergantung pada warna darah feses
11. Diare dikatakan kegawatdaruratan jika disertai dengan dehidrasi berat yang dapat
menyebabkan kehilangan lebih dari 10% cairan tubuh dan dapat menyebabkan kematian
tetapi jika diare disertai dehidrasi ringan-sedang (kehilangan 3-9% cairan tubuh) atau tanpa
dehidrasi (kehilangan kurang dari 3% cairan tubuh) maka tidak dapat dikatakan sebagai
kegawatdaruratan karena masih bisa diatasi dengan mudah, jadi kegawatdaruratan atau
tidak itu tergantung dari seberapa parahnya diare
12. Sebenarnya tidak ada berapa volume normal yang pasti karena volume feses setiap orang
berbeda, ada orang yang BAB 1-3 kali sehari dan ada juga orang yang dikatakan BAB 3
kali seminggu yang mana hal itu masih dalam batas normal
13. Tubuh sulit mengontrol suhunya, Berhenti berkeringat, Lemas, Pemompaan jantung yang
meningkat
14. Lambung, Eesofagus, Usus halus, Saluran Empedu, Hepar, Pankreas
15. Usia dapat mempengaruhi terjadinya diare karena diare itu biasanya terjadi pada anak
anak yang daya tahan tubuhnya masih belum terlalu kuat, kurang memperhatikan
kesehatan, makan sembarangan tetapi diare juga dapat terjadi pada orang dewasa walaupun
kasusnya tidak sebanyak anak anak
16. Pemeriksaan fisik serta Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik Feses
17. Jika penduduk BAB disungai bukan ditempat seharusnya maka air sungai akan
terkontaminasi dengan berbagai bakteri yang ada di feses penduduk sehingga kualitas air di
sungai itu menjadi tercemar dan tidak dapat dijadikan sebagai sumber air lagi karena dapat
menyebabkan penyakit
18. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
a. Hindari makanan pedas, asam dan santan serta makanan lain yang memicu mulas
b. Perbanyak minum air putih untuk mencegah dehidrasi yang lebih parah
c. Istirahat yang cukup
d. Mencuci tangan terutama sebelum dan sesudah makan
e. Membersihkan benda-benda yang terkontaminasi misalnya permukaan meja yang
sebelumnya terkontaminasi muntahan atau kotoran
f. Mencuci bahan makanan yang akan diolah hingga bersih
g. Memasak makanan hingga matang
19. Warna darah pada feses dikaitkan dengan lokasi perdarahan yang terjadi di saluran
pencernaan seperti warna merah cerah yang berarti perdarahan terjadi disekitar anus
sedangkan warna merah tua berarti perdarahan di usus besar dan warna kehitaman berarti
perdarahan terjadi di usus halus, lambung dan saluran cerna bagian atas yang lain
20. BAB cair yang dialami pasien sebanyak 5 kali dalam sehari mungkin ada hubungannya
dengan kebiasaan berenang disungai yang juga terkontaminasi dengan feses penduduk
yang banyak mengandung bakteri dan mungkin pada saat berenang disungai pasien tidak
sengaja menelan air sungai yang mengandung bakteri sehingga menyebabkan diare
LANGKAH 4. POHON MASALAH

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Amebiasis Disentri Basillaris InflammatoryBowe


lD
Laki-laki, 12 tahun + + +
BAB Cair 5x + + ?
Dehidrasi + + ?
Mual dan muntah + + ?
5x
Feses darah(+), + + +
lendir(+)
Nyeri perut, mules + + +
TTV + + +
Infeksi E. + - -
histolytica
LANGKAH 5. SASARAN BELAJAR

1. Definisi Amebiasis
2. Epidemiologi Amebiasis
3. Etiologi Amebiasis
4. Faktor Resiko Amebiasis
5. Klasifikasi Amebiasis
6. Manifestasi Klinis Amebiasis
7. Diagnosis Amebiasis
8. Patofisiologi Amebiasis
9. Tatalaksana Amebiasis
10. Pencegahan Amebiasis
11. Komplikasi Amebiasis
12. Prognosis Amebiasis

LANGKAH 6. BELAJAR MANDIRI

LANGKAH 7. SINTESIS HASIL BELAJAR

1. DEFINISI

Amebiasis atau disentri amuba adalah infeksi enteral parasit yang umum. Ini disebabkan
oleh salah satu amuba dari kelompok Entamoeba . Amoebiasis dapat muncul tanpa gejala atau
gejala ringan hingga berat termasuk nyeri perut, diare, atau diare berdarah.[13]

2. ETIOLOGI

Secara umum disentri dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, faktor makanan dan minum,
serta faktor infeksi. Dari skenario ini diketahui bahwa etiologinya disebabkan oleh infeksi
protozoa jenis Entamoeba histolytica.[11]

Dalam daur hidupnya Entamoeba histolytica mempunyai 3 stadium yaitu bentuk histolitika,
minuta dan kista. Bentuk histolitika dan minuta adalah bentuk trofozoit. Perbedaan antara kedua
bentuk trofozoit tersebut adalah bentuk histolitika bersifat patogen dan mempunyai ukuran yang
lebih besar dari bentuk minuta. Bentuk histolitika bersifat patogen dan dapat hidup di jaringan
hati, paru, usus besar, kulit,otak, dan vagina. Bentuk ini berkembang biak secara belah pasang di
jaringan dan dapat merusak jaringan tersebut. Minuta adalah bentuk pokok dan tanpa bentuk
minuta daur hidup tak dapat berlangsung. Kista dibentuk di rongga usus besar dan dalam tinja,
berinti 1 atau 4 dan tidak patogen, tetapi dapat merupakan bentuk infektif. Dengan adanya
dinding kista, bentuk kista dapat bertahan hidup terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia.
Kista matang yang tertelan mencapai lambung masih dalam keadaan utuh karena kista tahan
terhadap asam lambung. Di rongga usus halus terjadi ekskistasi dan keluarlah bentuk-bentuk
minuta yang masuk ke dalam rongga usus besar. Bentuk minuta ini berubah menjadi bentuk
histolitika yang patogen dan hidup di mukosa usus besar serta menimbulkan gejala.[11]

3. EPIDEMIOLOGI

Sebelum membahas epidemiologi atau distribusi penyebari disentri amoeba atau amebiasis,
berikut adalah beberap data mengenai diare. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ) tahun
2007 menunjukkan prevalensi nasional diare (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan
keluhan responden) adalah 9%. Ada 14 provinsi yang prevalensinya di atas
prevalensnasional,tertinggi adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (18,9%) dan terendah
adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (4,2%).[4]

Distribusi berdasarkan kelompok umur, prevalens diare tertinggi terdapat pada Balita sebesar
16,7%. Prevalensi diare 13% lebih banyak terdapat didaerah perdesaan dibandingkan dengan
daerah perkotaan. Dalam hal mortalitas, penyebabkematian karena diare dengan proporsi
kematian untuk seluruh kelompok umur sebesar 3,5%,berada dalam urutan 13 dari 22 penyebab
kematian baik penyakit menular atau pun penyakit tidak menular. Jika dikelompokkan
berdasarkan kelompok penyakit menular maka proporsi kematian karena diare adalah sebesar
13,2% yang berada pada urutan ke 4 dari 10 penyebab kematian. Penyebab kematian karena
diare tertinggi pada kelompok usia 29 hari - 11 bulan (31,4%) dan usia 1-4 tahun (25,2%).4
Selama tahun 2008 dilaporkan telah terjadi KLB diare pada 15 provinsi dengan jumlah penderita
sebanyak 8.443 orang, meninggal 209 orang (CaseFatality Rate/CFR = 2,48%).5 Dari data-data
tersebut di atas; tampak bahwa diare, baik yang disebabkan oleh virus, bakteri dan protozoa.
Data diatas adalah data yang bersumber dari buletin diare tahun 2011.[4]

Setelah membahas mengenai diare secara umum, maka berikutnya akan kita bahas lebih
khusus mengenai amebiasis atau disentri amoeba. Entamoeba histolytica (E.histolytica)
merupakan penyebab disentri pada anak yang usianya di atas lima tahun dan jarang ditemukan
pada balita, karena pada umumnya disentri yang terjadi pada anak dibawah balita atau kurang

dari 5 tahun disebabkan oleh Shigella Dysentrieae.. Infeksi amoeba di seluruh dunia bervariasi
dari 5-81%, diperkirakan 10% dari populasi di seluruh dunia pernah terinfeksi E. histolytica,
terutama di negara dengan iklim tropis yang mempunyai kondisi lingkungan yang buruk, sanitasi
perorangan yang jelek, dan hidup dalam kemiskinan. Infeksi E. histolytica dapat mencapai 50
juta kasus di seluruh dunia, dengan kematian 70-100 ribu per tahun. Disentri amuba disebabkan
oleh invasi pada mukosa usus yang terjadi kira-kira 1-17% dari subyek yang terinfeksi.
Penyebaran parasit ke organ lain seperti hati terjadi pada sebagian kecil individu dan pada anak
lebih jarang dibandingkan dewasa. Meskipun amebiasis sangat endemik di Afrika, Amerika
Latin, India dan Asia Tenggara, amebiasis juga terjadi di Amerika Serikat dengan prevalens 1-
4% dan terutama terjadi pada anak dengan retardasi mental, laki-laki homoseksual, imigran
(terutama Meksiko) dan yang telah bepergian dari daerah endemik. Manusia merupakan pejamu
alami (natural host) dan reservoir E. histolytica, meskipun pernah juga dilaporkan terdapat pada
anjing, kucing, babi dan ikan. Infeksi disebarkan melalui kontaminasi makanan dan minuman,
juga dapat melalui kontak langsung dengan feses yang terinfeksi.[5]

4. KLASIFIKASI
Bedasarkan gejala :[3]

 Asymptomatic
 Symptomatic :
I. Intestinal Amoebiasis
- Dysentery
- Non Dysentery Coliti
- Amoebic Appendicitis
II. Extra Intestinal Amoebiasis
- Hepatic
- Cutaneous
- Terlibat organ lain

Berdasarkan durasinya :[3]

 Amoebiasis Akut
- Inkubasi : 4-5 hari
 Amoebiasis Kronis

5. PATOFISIOLOGI

Entamuba histolytica terdapat dalam dua bentuk, yaitu sebagai kista dan trofozoit. Infeksi
terjadi karena tertelannya kista dari makanan atau minuman yang terkontaminasi, sedangkan
tertelannya bentuk trofozoit tidak menimbulkan infeksi karena tidak tahan terhadap lingkungan
asam dalam lambung. Ukuran kista 10-18 um, berisi 4 inti dan resisten terhadap kondisi
lingkungan seperti temperatur yang rendah dan konsentrasi klor yang biasa digunakan untuk
penjernihan air, parasit dapat terbunuh dengan pemanasan 550C. Setelah kista tertelan, dan
resisten terhadap asam lambung serta enzim pencernaan, kemudian masuk ke alam usus kecil
menjadi 8 trofozoit, yang bergerak aktif, merupakan koloni dalam lumen usus besar dan dapat
menimbulkan invasi pada mukosa. Trofozoit mempunyai diameter rata-rata 20 um,
sitoplasmanya mengandung zona yang jernih di sebelah dalam, yang berisi inti yang terbentuk
sferis dengan sentral kariosom yang kecil dan bahan kromatin granular yang halus. Endoplasma
juga mengandung vakuola, tempat eritrosit dapat terlihat pada kasus amebiasis yang invasif.[2]

Kista matang yang tertelan mencapai lambung masih dalam keadaan utuh karena kista tahan
terhadap asam lambung. Di rongga usus halus terjadi ekskistasi dan keluarlah bentuk-bentuk
minuta yang masuk ke dalam rongga usus besar. Bentuk minuta ini berubah menjadi bentuk
histolitika yang patogen dan hidup di mukosa usus besar. Bentuk histolitika memasuki mukosa
usus besar yang utuh dan mengeluarkan enzim sistein proteinase yang dapat menghancurkan
jaringan yang disebut histolisin. Kemudian, bentuk histolitika memasuki submukosa dengan
menembus lapisan muskularis mukosa, bersarang di submukosa dan membuat kerusakan yang
lebih luas daripada di mukosa usus, sehingga terjadi luka yang disebut ulkus amuba. Lesi ini
biasanya merupakan ulkus-ulkus kecil yang letaknya tersebar di mukosa usus, bentuk rongga
ulkus seperti botol dengan lubang sempit dan dasar yang lebar, dengan tepi yang tidak teratur
agak meninggi dan menggaung. Proses yang terjadi terutama nekrosis dengan lisis sel jaringan.
Bila terdapat infeksi sekunder, terjadilah proses peradangan yang dapat meluas di submukosa
dan melebar ke lateral sepanjang sumbu usus. Kerusakan dapat menjadi luas sekali sehingga
ulkus-ulkus saling berhubungan dan terbentuk sinus-sinus dibawah mukosa. Dengan peristaltik
usus, bentuk histolitika dikeluarkan bersama isi ulkus ke rongga usus kemudian menyerang lagi
mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja.[3]

E. histolytica di dalam tinja dapat ditemukan sebagai: (1) trofozoit, (2) prekista, dan (3)
kista.9 Parasit ini ditularkan sebagian besar oleh manusia yang terinfeksi olehnya. Penularan
melalui kontak seksual oral-anal dapat pula terjadi. Meskipun E. histolytica banyak
berhubungan dengan hewan (kucing, anjing, primata, dll.), tidak ada laporan mengenai
transmisi antara hewan dan manusia melalui zoospora.[6]

Siklus hidup E. histolytica relatif sederhana, terdiri oleh stadium kista dan trofozoit. Kista
adalah stadium yang infektif. Trofozoit merupakan bentuk vegetatif yang aktif dan dapat
dibedakan dengan amoeba usus lainnya karena mempunyai sifat morfologi yang penting untuk
diagnosis. Ukurannya antara 10 sampai 60 mikron, sebagian besar antara 15 sampai 30 mikron.
Sepertiga bagian dari seluruh amoeba ini berupa ektoplasma hialin yang lebar, jernih dan
membias cahaya, terpisah jelas dari endoplasma. Pseudopodium berbentuk tipis seperti jari-
jari, yang dikeluarkan secara mendadak oleh ektoplasma. Endoplasmanya bergranula halus,
biasanya mengandung bakteri atau benda-benda asing. Ciri khas E. histolityca yang
membedakannya dengan amoeba usus yang lain adalah dalam endoplasmanya sering ditemui
sel darah merah dalam berbagai tingkat kerusakan.[7]

Sista E. histolytica akan masuk melewati lambung, akan berkembang di usus halus, tetapi
kolon merupakan tempat utama yang diserang trofozoit E. histolytica.. Di kolon tersebut, E.
histolytica akan menginvasi sel epitel mukosa usus (Sawasvirojwong, dkk.,2013).Epitel usus
memiliki beberapa lapisan sebagai sistem pertahanan yang berfungsi sebagai penghalang
mikroba. Lapisan tersebut terdiri dari 4 komponen utama yaitu mikroba komensal, integrity
epithelium, rapid inthelial turnover dan mucosal (Ashida at al, 2011). Mikroba komensal di
lumen usus dapat bersaingdengan m.o yang akan tumbuh dengan cara mengganggu kolonisas
m.o patogen di permukaan mukosa. Integrity epithelium ditopang oleh sel-sel adheren yang
menjadi penghalang fisik dan biologis terhadap mikroba, Rapid epithelial turnover ditutupi oleh
lapisan musin yang tebal sehingga dapat mencegah mikrobamencapai permukaan sel epitel.
Mukosa sebagai sistem kekebalan tubuh berfungsi sebagai pertahanan biologis terhadap infeksi
mikroba. Meskipun pertahan berlapis, pathogen gastrointestinal seperti E. histolytica mampu
melewati penghalang usus dan membentuk kolonisasi (Ashida at al, 2011). Epitel usus
mempunyai beberapa lapisan system pertahanan yang berfungsi sebagai penghalang mikroba.
Lapisan tersebut terdiri dari 4 komponen utama yaitu commensal microba, integrity epithelium,
rapid epithelial turmover dan mikosal. (Ashida, Ogawa, Kimet al., 2011). Commensal microbiota
di lumen di ususdapat bersaing dengan bakteri asing yang akan tumbuh dengan cara
mengganggu kolonisasi bakteri di permukaan mukosa. Integrity epithelium ditopang oleh sel-sel
adheren yang menjadi penghalang fisi dan biologis terhadap mikroba. Rapidepithelial turmover
ditutupi oleh lapisan musin yang tebal sehingga dapat mencegah mikroba mencapai permukaan
sel epitel. Mukosa sebagai system kekebalan tubuh berfungsi sebagai pertahanan biologis
terhadap infeksi mikroba. Meskipun pertahanan berlapis, ptogen gastrointestinal seperti E.
histolytica mampu melewati penghalang usus dan membentuk kolonisasi (Ashida, Ogawa,
Kimet al., 2011).Adhesi merupakan tahap inisiasi dari proses kolonisasi bakteri. Bakteri patogen
harus menempel pada sel inang untuk memulai terjadinya infeksi. Proses ini diperlukan untuk
kolonisasi pada jaringan inang dan dimediasi oleh permukaan bakteri yang mempunyai sifat
adesif, seperti lectins yang mampu mengenali oligosakarida residu glikoprotein atau reseptor
glikolipid pada sel inang (Anderson at al, 2007).

Kemampuan adhesi ini diperantarai oleh keberadaan hemaglutinin pada permukaan


bakteri. Hemaglutinin (HA) adalah suatu zat yang dapat berperan dalam proses penggumpalan
sel darah merah. Proses hemaglutinin yang berbanding dengan aktivitas enzim protease (HA/P)
(Naka at al, 1993)

Kemampuan adhesi bakteri pada permukaan sel inang ada hubungannya dengan peran antigen
permukaan untuk melekat pada reseptor permukaan baik yang spesifik maupun yang tidak
spesifik. Pada adhesi yang bersifat spesifik, perlekatan bakteri diperantarai oleh reseptor sel
inang yang mampu berikatan dengan antigen permukaan bakteri. Antigen permukaan ini secara
umum disebut adhesin dan dapat berupa pili, fimbria, kapsul, atau komponen struktural lainnya
(Wibawan et al., 1993).Keberadaan hemaglutinin pada permukaan bakteri sangat menentukan
proses adhesi. Bakteri yang tidak memiliki hemaglutinin maka kemampuan adhesinnya akan
lemah. Hal ini sangat mempengaruhi patogenisitas dari m.o E. histolytica dapat memasuki sel
epitel melalui sel M. Sel M merupakan struktuf folikel limfoid yang tersebar di seluruh
permukaan sel usus kecil, usus besar dan rectum. Sel M relatif jarang, ditemukankurang dari 0,1
% eptel pada lapisan usus[7]

Sel M memiliki aktifitas endositik yang tinggi berfungsi untuk mengangkut larutan dan
partikulat antigen di sitoplasma, sehingga sel M menjadi target pintu masuk bagi banyak bakteri
pathogen. Sel M jugamengekspresikan molekul pad permukaannya yang berfungsi reseptor
untuk bakteri patogen (Selvanantham, Escalante, Tleugabulovaet a.l, 2013).Bakteri patogen
harus menempel pada sel inang untuk memulai terjadinya infeksi. Proses ini diperlukan untuk
kolonisasi pada jaringan inang dan dimediasi oleh permukaan bakteri yang mempunyai sifat
adhesian, seperti lectins, mengenali oligosaccharide residu glikoprotein atau reseptor glycolipid
pada sel inang (Anderson, Ding and Thomas, 2007).

6. MANIFESTASI KLINIS

Seseorang dengan disentri amuba mungkin memiliki:

• sakit perut

• demam dan kedinginan

• mual dan muntah

• diare berair, yang bisa mengandung darah, lendir, atau nanah

• buang air besar yang menyakitkan

• kelelahan

• sembelit intermiten

Jika terowongan amoeba menembus dinding usus, mereka dapat menyebar ke aliran
darah dan menginfeksi organ lain[14]

7. FAKTOR RESIKO
a. Usia : sebagian besar amebiasis terjadi pada usia balita yang tidak diberi ASI dan
memiliki gizi yang buruk sedangkan yang terjadi pada orang dewasa disebabkan
karena faktor perilakunya yang memakan makanan yang tidak sehat
b. Variasi musiman : negara yang beriklim tropis lebih beresiko terkena amebiasis
daripada negara beriklim subtropis
c. Lingkungan dan sanitasi : sanitasi yang buruk, tinggal dekat dengan kandang babi,
sumber air minum yang tidak higenis juga akan menambah faktor resiko terjadinya
amebiasis
d. Infeksi asimptomatik[1]

8. DIAGNOSIS

ANAMNESIS[8]

• Diagnosis akurat sangat penting 90% bersifat asimptomatik (tidak ada gejala khas) shg
perlu pemeriksaan laboratorium yang sesuai.
• Keluhan dapat berupa:

1. Diare dengan tinja berdarah, lembek dan

berlendir.

2. Frekuensi diare 10 kali/hari.

3. Terdapat nyeri perut dan BB menurun

PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN DISENTRI[9]

Pada pasien asimtomatik, pemeriksaan fisik secara umum menunjukkan hasil yang normal.

• Inspeksi : normal.

• Palpasi : turgor menurun karena dehidrasi

• Perkusi : hipertimpani indikasi adanya udara bebas yang terdapat di dalam rongga usus.

• Auskultasi : hiperperistaltik disebabkan karena adanya radang / obstruksi pada usus.

• Nyeri tekan lepas titik Mc Burney : negatif tidak ada indikasi appendisitis

Infeksi oleh E. histolytica dapat terjadi secara fulminan. Pada infeksi fulminan ini biasanya
pasien tampak toksik, mengalami demam tinggi, dan disertai gejala syok dan peritonitis.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DISENTRI AMUBA (AMEBIASIS)

1. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK[10]
Entamoeba Hystolitica

• Dilakukan paling sedikit 3kali dalam 1 minggu.

• Hasil :

- Penderita diare : ditemukan sel darah merah dalam sitoplasma sedang berada pada stadium
trofozoit.

- Penderita Non-diare : terdapat kista berbentuk mutiara


• Kesulitan:

- Jarak dan waktu

- Jumlah tinja tidak cukup

- Wadah terkontaminasi

- Penggunaan antibiotik

2. PEMERIKSAAN LAINNYA[10]

A. Serologi deteksi antibodi

- Membantu menegakkan diagnosis pada kelompok yang tidak tinggal di daerah endemis.

- Hasil : positif bila amuba telah menembus jaringan (invasif)

B. Deteksi antigen

- Antigen amuba (Gal/Gal-Nac-Lectin) dapat ditemukan pada tinja.

- Teknik yang praktis, sensitif, spesifik untuk amebiasis intestinal

- Syarat : tinja HARUS segar atau disimpan dalam lemari pendingin.

9. TATALAKSANA

Tatalaksana pada anak secara umum berupa: Isolasi, pemberian cairan yang adekuat,
pengobatan penyulit, monitor pemeriksaan feses 3 kali untuk memastikan apakah infeksi
sudah dapat dieradikasi. Sedangkan secara spesifik dapat berupa terapi medikamentosa
sebagai berikut:[4]

1. Infeksi usus asimtomatik


Diloksanid furoat (furamid) 7-10 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, atau iodokuinol
(diiodohidroksi kuinin) 10 mg/kgBB/hari selama 3 dosis atau Paromomisin (humatin) 8
mg/kgBB/hari dalam 3 dosis. Obat-obat tersebut diberikan selama 7-10 hari.

2. Infeksi usus ringan sampai sedang


Metronidazol (flagyl) 15 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, selama 10 hari. Efek samping
kebanyakan ringan, berupa ruam, kadang-kadang ataksia atau parestesia. Pada percobaan
binatang bila diberikan dalam dosis tinggi/lama bersifat karsinogenik.
3. Infeksi usus berat dan abses amuba hati
Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis, peroral atau
intravena, selama 10 hari, atau dehidroemetin 0,5-1
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis intramuskular selama 5 hari,
maksimal 90 mg/hari

Terapi lini pertama untuk amebiasis intestinal simptomatik


dan penyakit ekstraintestinal adalah tissue amoebicides.beberapa
obat tissue amoebicides antara lain metronidazole, tinidazole, secnidazole, nitazoxanide.[3]

Pemberian tissue amoebicides ini sebaiknya diikuti dengan luminal amoebicides untuk
eradikasi amoeba dan mencegah kekambuhan. Beberapa obat yang bekerja sebagai luminal
amoebicides adalah diloxanide furoate, quiniodochlor, iodochlorhydroxyquin, dan
paromomycin.[3]

10. KOMPLIKASI

Tropozoit Entamoeba histolytica dapat masuk ke dalam aliran darah dan menyebar ke
jaringan tubuh lain, umumnya ke hati (masuk dari usus melalui vena porta). Invasi ke hati oleh
amebic trophozoites merusak jaringan dengan penarikan neutrophil ke tempat infeksi, nekrosis
seluler, dan pembentukan mikroabses yang secara bertahap menyatu. Abses hepar umumnya
ditandai dengan demam, menggigil, rigor, dan banyak berkeringat. Komplikasi mencakup
infeksi bakteri sekunder, perforasi ke rongga peritoneal, pleura, dan pericardial, syok septik, dan
kematian.

- Hepatic Amoebiasis
Keterlibatan hati adalah komplikasi ekstraintestinal yang paling umum amoebiasis.
Meskipun trofozoit mencapai hati pada sebagian besar kasus disentri amuba, hanya
sebagian kecil yang berhasil mereka tampung dan berkembang biak di sana. Di daerah
tropis, sekitar 2-10% dari individu yang terinfeksi E. histolytica menderita komplikasi
hati. Beberapa pasien dengan kolitis amuba memperlihatkan hati yang membesar tanpa
gangguan fungsi hati atau demam yang dapat dideteksi. Keterlibatan hati akut ini
(hepatitis amuba) mungkin karena invasi berulang oleh amuba dari infeksi kolon aktif
atau karena zat beracun dari usus besar yang mencapai hati. Kemungkinan kerusakan hati
tidak disebabkan langsung oleh amuba, tetapi oleh enzim lisosom dan sitokin dari sel
inflamasi yang mengelilingi trofozoit.[13]
- Abses Hepar
Pada sekitar 5-10% orang dengan amoebiasis usus, abses hati dapat terjadi Bagian tengah
abses mengandung cokelat kental, yang merupakan jaringan hati nekrotik cair. Secara
bakteriologis steril dan bebas dari amuba. Di permukaan, ada jaringan hati yang hampir
normal, yang mengandung amuba yang menyerang. Abses hati bisa multipel atau lebih
sering soliter, biasanya terletak di lobus kanan atas hati. Penyakit kuning berkembang
hanya ketika lesi multipel atau ketika mereka menekan saluran empedu. Abses yang tidak
diobati cenderung pecah ke jaringan yang berdekatan melalui diafragma ke paru-paru
atau rongga pleura, perikardium, rongga peritoneum, lambung, usus, atau vena cava
inferior atau eksternal melalui dinding perut dan kulit. Insiden abses hati lebih jarang
terjadi pada wanita dan jarang terjadi pada anak di bawah 10 tahun.[13]

- Pulmonary Amoebiasis
Sangat jarang, amoebiasis primer pada paru dapat terjadi penyebaran hematogen
langsung dari usus besar melewati hati, tetapi paling sering mengikuti ekstensi abses hati
melalui diafragma dan karenanya, bagian bawah paru kanan adalah area yang biasa
terkena. Fistula hepatobronkial biasanya terjadi dengan pengeluaran dahak coklat.
Empiema amuba berkembang lebih jarang. Pasien mengalami nyeri dada pleuritik parah,
dispnea, dan batuk tidak produktif.[13]

- Metastatic Amoebiasis
Keterlibatan organ yang jauh adalah dengan penyebaran gen hemato dan melalui limfatik.
Abses di ginjal, otak, limpa, dan adrenal telah diketahui. Menyebar ke otak menyebabkan
kerusakan parah pada jaringan otak dan berakibat fatal.[13]

- Cutaneous Amoebiasis
Ini terjadi dengan ekstensi langsung di sekitar anus, situs kolostomi, atau tempat
mengeluarkan sinus dari abses amuba. Kehancuran gangren yang luas pada kulit terjadi.
Lesi mungkin keliru untuk kondiloma atau epitel.[13]

- Genitourinary Amoebiasis
Kulit khatan dan kelenjar dipengaruhi dalam penis amoebiasis yang diperoleh melalui
hubungan seks anal. Lesi serupa pada wanita dapat terjadi pada vulva, vagina, atau
serviks dengan penyebaran dari perineum. Lesi ulseratif yang merusak menyerupai
karsinoma.[13]
11. PENCEGAHAN

1. Selalu mencuci tangan dengan air dan sabun, terutama sebelum makan, memasak, menyiapkan
makanan, dan setelah BAB.

2. Hindari kontak langsung dengan pengidap disentri.

12. PROGNOSIS

Dengan pengobatan yang benar, sebagian besar kasus disentri amuba dan bakteri mereda
dalam waktu 10 hari, dan sebagian besar individu mencapai pemulihan penuh dalam dua hingga
empat minggu setelah memulai pengobatan yang tepat. Jika penyakit dibiarkan tidak diobati,
prognosis bervariasi dengan status kekebalan pasien individu dan tingkat keparahan penyakit.
Dehidrasi ekstrem dapat menunda pemulihan dan secara signifikan meningkatkan risiko
komplikasi serius.[1]
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V.
Jakarta: Interna Publishing; 2010.
2. http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/TI26_Amebiasis-Q.pdf
3. Herbowo, Agus Firmansyah. Sari Pediatri : Diare Akibat Infeksi. 2003. Vol.4 No.4
4. KEMENKES. 2011. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Situasi Diare di
Indonesia. Vol.2, 1,6, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.
5. Tim Penyusun. 2016. Modul Penyakit Tropik Infeksi Divisi Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya: FK UNAIR
6. Paustin T, 2016. Microbiologi dan Bakteriologi. Universitas Indonesia, Jakarta.
7. Wachhsmuth IK, Blake PA, Olsvik O, 2015. Molecular to Global Perspectives American
Society for Microbiology, Washington DC.
8. Simadibrata M, Daldiyono. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. VI Jilid II hal. 1901-
1902. Jakarta: Interna Publishing.
9. Lilihata G, Syam AF. 2014. Kapita Selekta Ed. IV Jilid II hal. 584- 586. Jakarta: Media
Aesculapius.
10. Shirley DA, Moonah S. Fulminant amebic colitis after corticosteroid therapy: a systematic
review. PLoS Negl Trop Dis 2016; 10:e0004879
11. Herbowo, Agus Firmansyah. Diare Akibat Infeksi Parasit. Sari pediatri : 2003
12. Paniker, CJ. 2013. Paniker’s Textbook of Medical Parasitology. Edisi VII. Jaypee Brothers
Medical Publishers: New Delhi, India
13. Hassam Zulfiqar 1 ; George Mathew 2 ; Shawn Horrall 3 .Amebiasis. NCBI. StatPearls Publishing LLC.
14. Buku Ajar Penyakit Dalam.FKUI:Jakarta.Hembing, 2006. Jangan Anggap Remeh Disentri.
Diakses dari http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybermed. Simanjuntak C. H., 1991.

Anda mungkin juga menyukai