Anda di halaman 1dari 15

Case

DENGAN DEHIDRASI RINGAN-SEDANG + TUBERCULOSIS PARU


Case Ini Dibuat Untuk Melengkapi Persyaratan Kepanitraan Klinik Senior di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Pirngadi Medan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung dan Universitas Islam Sumatra Utara

GASTROENTERITIS

Oleh, AGUS KELANA B.K (1) POPPY NOVITARINI (2) NIM. 96310131 NIM. 961001086

Pembimbing,

Dr. TERAPUL Br. TARIGAN, Sp.A.

SMF ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI (1) UNIVERSITAS ISLAM SUMATRA UTARA (2) RSU Dr. PIRNGADI MEDAN

GASTROENTERITIS + TB PARU
1. PENDAHULUAN
Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Walaupun telah banyak hasil diperoleh dibidang penanggulangan diare tapi hingga kini diare masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada bayi dan balita di negara berkembang. Menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 1986 angka kematian karena diare merupakan 12% diantara seluruh angka kematian kasar yang besarnya 7/1000 penduduk. Sekitar 15% penyebab kematian pada bayi dan 26% penyebab kematian anak balita disebabkan oleh diare. Angka ini merupakan angka yang tertinggi di antara semua penyebab kematian.

2003

2.

DEFINISI

Diare adalah keluarnya tinja berbentuk cair sebanyak 3 kali atau lebih dalam sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lender dalam tinja. Sedangkan diare akut adalah buang air besar yang terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya nampak sehat dengan frekuensi 3 kali atau lebih per hari disertai perubahan tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah.

3.

EPIDEMIOLOGI

Diare akut masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas bayi dan anak di berbagai negara yang sedang berkembang. Setiap tahun diperkirakan lebih dari 1 milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Penelitian WHO mendapatkan bahwa episode diare pada bayi dan balita berkisar antara 2 8 kali pertahun, bahkan tidak jarang di beberapa tempat sekitar 15 20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare. Sebagian besar diare berlangsung antara 2 5 hari, namun sekitar 3 20% berlangsung lebih dari 5 hari, bahkan dapat lebih daripada 2 minggu dan menjadi diare kronik. Cara penularan diare adalah melalui orafecal, melalui: 1) makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh enteropatogen, 2) kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat atau dikenal dengan 4 F yaitu food, feces, finger, flly. Faktor resiko terjadinya diare yang dapat meningkatkan transmisi enteropatogen adalah: 1) tidak cukup tersedianya air bersih, 2) tercemarnya air oleh tinja, 3) tidak ada/kurangnya sarana MCK (mandi, cuci, kakus), 4) hygiene perorangan dan lingkungan yang buruk, 5) cara penyimpanan dan penyediaan makanan yang tidak hygiene, 6) cara penyapihan bayi yang tidak baik (terlalu cepat disapih, terlalu cepat diberi susu botol, dan terlalu cepat diberi makanan padat.

Sedangkan faktor resiko pada penjamu (host) yang dapat meningkatkan kerentanan penjamu terhadap enteropatogen di antaranya adalah malnutrisi, BBLR, immunodefisiensi/ immunodefresi, rendahnya kadar asam lambung, peningkatan motilitas usus, dan lain-lain. Di negara yang beriklim 4 musim, diare yang disebabkan oleh bakteri sering terjadi pada musim panas, dan yang disebabkan oleh virus di musim dingin. Di Indonesia diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan puncak kejadian pada pertengahan musim kemarau (Juli Agustus) sedangkan disebabkan oleh bakteri puncaknya pada pertengahan musim hujan (Januari Februari).

4.

ETIOLOGI

Pada 25 tahun yang lalu penyebab diare sebagian besar belum diketahui, akan tetapi kini telah lebih dari 80% penyebabnya telah diketahui. Penyebab diare dapat digolongkan kembali ke dalam penyakit yang ditimbulkan adanya virus, bakteri dan parasit. Berdasar penyebab diare akut yang telah terbukti dapat menyebabkan diare pada manusia adalah sebagai berikut: 1. Faktor infeksi I. 1. 2. 3. 4. 5. 6. II. 1. 2. 3. 4. III. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Golongan Bakteri Aeromonas hidrophilia Bacillus cereus Campylobacter jejuni Clostridium difficile Clostridium perfringens Escherichia coli Golongan Virus Adenovirus Rotavirus Virus norwolk Astrovirus Golongan Parasit Balantidium coli Capillaria philippinensis Cryptosporioiom Entamoeba histoilitica Giardia lamblia Strongyloides stercoralis 7. 8. 9. 10. 11. 12. 5. 6. 7. 8. 7. 8. 9. 10. 11. Salmonella spp. Shigella spp. Staphylococcus aureus Vibrio cholera Vibrio parahaemoliticus Yersinia enterocolitica. Calicivirus Coronavirus Minirotavirus Virus bulat kecil Faciolopsis buski Sarcocystis suihominis Trichuris trichiura Candida spp. Isospora belli.

2. Faktor Ma labsorpsi a. Mal absorpsi karbohidrat b. Mal absorpsi lemak c. Mal absorpsi protein 3. Faktor makanan : makanan basi, makanan beracun, alergi terhadap makanan 4. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas.

5. PATOGENESIS
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah : 1. Gangguan osmotic Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserab akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2. Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. 3. Gangguan motalitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan kekurangan kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Berdasarkan penyebabnya diare, patogenesis timbulnya diare sangat berbedabeda dan bervariasi dari satu penyebab ke penyebab lainnya, oleh karena itu di sini hanya akan dikemukakan secara garis besarnya saja. Patogenesis terjadinya diare oleh karena virus adalah sebagai berikut: virus masuk ke dalam traktus digestivus bersama makanan dan minuman, kemudian berkembang biak di dalam usus, setelah itu virus masuk ke dalam epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian apikal vili usus halus. Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti oleh sel dari bagian kripta yang belum matang, berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya sel-sel epitel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan. Sebagai akibat lebih lanjut akan terjadi diare osmotik. Villi usus kemudian akan memendek sehingga kemampuan untuk menyerap dan mencerna makanan pun akan berkurang. Pada saat inilah biasanya diare mulai timbul, setelah itu sel retikulum akan melebar dan kemudian akan terjadi infiltrasi sel limfoid dari lamina propia untuk mengatasi infeksi sampai terjadi penyembuhan. Patogenesis terjadinya diare oleh karena bakteri adalah sebagai berikut, bakteri masuk kedalam traktus digestivus, kemudian berkembang biak di dalam traktus digestivus tersebut, bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang akan merangsang epitel usus sehingga terjadi peningktan aktivitas enzim adenil siklase (bila toksin bersifat tidak tahan panas disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil siklase (bila toksin bersifat tahan panas disebut stabile toxin = ST). Sebagai akibat peningkatan enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP atau cGMP yang mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium dan air dari dalam sel ke lumen usus serta menghambat sekresi absorbsi natrium, klorida dan air dari lumen usus ke dalam sel, sehingga menyebabkan peninggian tekanan osmotik di dalam lumen usus (hiperosmolar), kemudian akan terjaadi hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam lumen usus, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar (kolon). Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang atau sekresi cairan melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare.

6. GAMBARAN KLINIS
Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab :
Gejala Klinik Masa tunas Panas Mual & muntah Nyeri perut Nyeri kepala Lamanya sakit Sifat tinja : - Volume - Frekuensi - Konsistensi - Lendir/darah - Bau - Warna Leukosit Lain-lain sedang 5-10 kali/hari cair kuning hijau anoreksia sedikit > 10 kali/hari lembek sering +/merah - hijau + kejang +/sedikit sering lembek kadangkadang busuk banyak sering cair + sedikit sering lembek + tidak banyak terus menerus cair amis (khas) seperti air cucian beras +/Rotavirus 12 - 17 jam ++ sering tenesmus 5 - 7 hari Shigella 24- 48 jam ++ jarang Tenesmus, kram + > 7 hari Salmonella 6 - 72 jam ++ sering Tenesmus, kolik + 3 - 7 hari ETEC 6 - 72 jam + 2- 3 hari EIEC 6 - 72 jam ++ Tenesmus, kram variasi Cholera 48 - 72 jam sering kram 3 hari

kehijauan (-) berwarna merah-hijau + sepsis +/Meteorismus + infeksi sistemik

Sedangkan gejala klinis yang timbul apabila penderita jatuh ke dalam dehidrasi adalah sebagai berikut :
Penilaian Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan Sedang Dehidrasi Berat

LIHAT
- Keadaan umum - Mata - Air mata - Mulut dan lidah - Rasa haus PERIKSA Kembali cepat Turgor Kembali lambat Kembali sangat lambat Baik, sadar Normal Ada Basah Minum biasa, tidak haus Gelisah, rewel Cekung Tidak ada Kering Haus, ingin minum banyak Lesu, lunglai atau tidak sadar Sangat cekung dan kering Tidak ada Sangat kering Tidak mau minum

7. DIAGNOSIS
Diagnosis pada pasien gastroenteritis ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Langkahlangkah dalam mendiagnosis sebagai berikut : 1. Anamnesis dan penimbangan berat badan 2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksan laboratorium seperti : Feces rutin Darah rutin Urin rutin 4. Pemeriksaan penunjang lain : Foto toraks EKG Kultur tinja maupun darah Disamping itu perlu juga menentukan derajat dehidrasi (ringan, sedang,berat) dan menentukan penyakit penyerta kompilkasi diare.

8.

KOMPLIKASI

Kompilkaasi yang timbul pada diare berupa : Hiponatremia, hipernatremia, hipokalemia, hiperkalemia, asidosis metabolik, demam, kejang, hipoglikemia.

9.

PENATALAKSANAAN

9.1. Pengobatan Diare tanpa Dehidrasi


Penderita diare ringan tanpa dehidrasi (diare tidak lebih dari 1x setiap 2 jam/lebih atau kurang dari 5 ml tinja/kgBB/jam) Harus segera diberikan cairan rumah tangga seperti larutan gula garam, larutan air tajin, kuah sayur-sayuran dan sebagianya Jumlah cairan yang diberikan ialah 100 ml/kgBB/hari setengahnya (50 ml/kgBB) diberikan dalam 4 jam dan sisanya ad libitum (sebanyak anak mau minum) atau secara kasar dapat diberikan setiap kali diare. Untuk anak < 1 tahun diberikan gelas (100 cc) cairan rumah tangga. Anak 1 5 tahun diberikan 1gelas ((200 cc). Anak besar/dewasa diberikan 2 gelas (400 cc). Apabila dengan pengobatan di atas diare makin berlanjut dan bertambah hebat dan keadaan anak bertambah berat segera obati dengan pemberian oralit atau dirujuk ke RS/Puskesmas.

9.2. Pengobatan Diare dengan Dehidrasi Ringan Sedang


Apabila diare berlangsung > 4 kali sehari dan volume setiap kali BAB cukup banyak (25 100 ml/KgBB/hari) atau setiap jam lebih dari 2 kali maka penderita akan jatuh ke dalam dehidrasi ringan/sedang, maka harus segera diberikan cairan rehidrasi oral lengkap (oralit), seperti pada tabel. Bagan pengobatan dehidrasi ringan sedang: Jumlah oralit yang diberikan selama 4 6 jam (WHO, 1985) BB Umur 3 5 7 8 10
Bulan Dewasa

9 12 18

11 24

2 4 6

13 15 27 39 50 2 3 4 6 8 15
Tahun

40

Jumlah (ml)

200-400

400-600

600-800

800-1000

1000 - 2000

2000-4000

Jumlah cairan rehidrasi oral (CRO/oralit) yang diberikan tergantung pada penderita sendiri: Bila BB anak sebelumnya telah diketahui jumlah CRO yang harus diberikan ialah sebanyak 100 ml/kgBB dan habis dalam 3 jam. Bila penderita masih haus dan masih ingin minum terus diberi lagi. Bila dengan jumlah di atas kelopak mata menjadi bengkak, maka pemberian CRO harus dihentikan sementara dan beri air putih/air tawar. Dan bila edema kelopak mata sudah hilang CRO dapat diberikan lagi. Bila penderita muntah, tunggu 10 menit dan kemudian beri sedikit demi sedikit tapi sering (frequent small drinking). Bila minuman per oral tidak dapat diberikan dapat melalui nasogastrik dengan jumlah cairan yang sama dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Selain CRO/oralit, ASI dan makanan sehari-hari yang tidak merangsang harus tetap diberikan setelah 3 jam dievaluasi.

Bila membaik dapat diberikan cairan rumat (maintenance) sbb: Bayi < 1 tahun diberikan oralit sebanyak 100 ml/ gelas setiap kali BAB. Anak balita 200 ml (1 gelas). Diatas 5 tahun 400 ml (2 gelas). Diatas 12 tahun dewasa 600 ml (3 gelas).

9.3. Pengobatan Diare dengan Dehidrasi Berat


Pengobatan terbaik ialah dengan pemberian cairan parenteral dan dibawa ke rumah sakit atau puskesmas. Sebelum penderita dibawa ke RS/puskesmas diberikan cairan rehidrasi oral ad libitum (250 ml/kgBB/hari). Cairan rehidrasi yang digunakan cairan Ringer Laktat/Parrow Glukosa AA. Caranya:
Umur (Berat) 0 - 2 th (3 10 kg) Jenis Cairan Cara Pemberian Ringer Laktat dengan Ana Oralit Oralit IV Jumlah Cairan 70 ml/kgBB Jadwal Pemberian Cairan 3 jam 3 jam 24 jam 4 jam (bila syok sebelumnya guyur sampai nadi teraba) Tiap jam Tiap jam 24 jam

Bila masih dehidrasi Per oral 40 ml/kgBB Seterusnya maintenance 10 ml/kgBB (ad Per oral libitum) IV 110 ml/kgBB

> 2 th (10 kg) Dewasa


Anak Dewasa

Ringer Laktat

Oralit Oralit Oralit

Bila masih dehidrasi 200 - 300 ml 500 - 750 ml Seterusnya maintenance 10 ml/kgBB (ad Per oral libitum) Per oral Per oral

9.4. Dietetik ( pemberian makanan)


Makanan tidak perlu di batasi karena meneruskan pemberian makanan makanan mempercepat penyembuhan. ASI diteruskan Susu formula biasanya yang rendah/bebas laktogen dapat diberikan selama tidak memperburuk keadaan diare.

9.5. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain ( gula, air tajin, tepung beras). Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin karena tidak ada manfaatnya untuk kebanyakan kasus termasuk diare berat kecuali pada disentri suspect kolera dengan dehidrasi berat.

10. DAFTAR RUJUKAN


1. Markum AH. Penyakit Radang Usus: Infeksi. Dalam Buku Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Jakarta. 1991; 448 66. 2. Suharyono, et al. Gastroenterologi Akut Anak Praktis. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2003; 51 69. 3. Daldiyono. Diare. Dalam Buku Gastroenterologi Hepatologi. CV Agung Seto. Jakarta. 1990; 21 23. 4. Mansyoer A, et al. Gastroenterologi Anak. Dalam Buku Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi III. Media Ausculapius FK UI. Jakarta. 2000; 470 78. 5. Behrman RE. Voughan VC. Diare. Dalam Buku Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Vol I. Edisi ke-12. EGC. Jakarta. 1998; 420 25.

TUBERKULOSIS

I. PENDAHULUAN
Tuberkulosis masih merupakan satu diantara 10 penyebab kematian utama di dunia.(1) Penyakit ini sangat banyak dijumpai dinegara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, baik pada anak maupun orang dewasa yang juga dapat menjadi sumber infeksi.(2) Menurut penyelidikan WHO dan UNICEF di daerah Yogyakarta 0,6 % penduduk menderita tuberkulosis dengan basil tuberkulosis positif dalam dahaknya, dengan perbedaan prevalensi antara di kota dan di desa masing-masing 0,5 0,8 % dan 0,3 0,4 %. Uji tuberkulin (Uji Mantoux) pada 50 % penduduk menunjukkkan hasil positif dengan perincian berdasarkan golongan umur sebagai berikut : 1 6 tahun 7 14 tahun > 15 tahun : 25,9 % : 42,4 % : 58,6 %

Kemajuan besar telah tercapai dalam masalah pengendalian penyakit ini di berbagai masyarakat industri, misalnya di Amerika Serikat mortalitas penyakit ini telah menurun secara teratur sejak permulaan abad ke 19 ke tingkat sekarang sebesar kurang lebih 1,4 / 100.000 penduduk. Lebih dari 30.000 kasus tuberkulosis terus terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, bentuk yang berat terutama ditemukan diantara anak-anak muda dam remaja. Dengan demkian, tuberkulosis dalam bermacam bentuknya tetap merupakan masalah klinis penting, baik di negara-negara sedang berkembang maupun di negaranegara maju.(3)

10

II. PEMBAHASAN
II.1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.(1) II.2. Penyebab Disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis atau Mycobacterium africanum.(4) Terkadang janin bisa tertular tuberkulosis dari ibunya. Sebelum atau selama kelahiran dengan bernapas pada cairan amniotik atau menerima cairan amniotik yang terinfeksi. Dan seorang bayi bisa menderita tuberkulosis setelah kelahiran karena bernapas dalam udara yang mengandung penyebab infeksi. Pada negara berkembang anak-anak bisa terinfeksi Mycobacterium lainnya yang menyebabkan tuberculosis yang di sebut Mycobacterium bovis yang ditransumsikan dalam susu yang tidak di pasteurisasi.(4) II.3. Patofisiologi Penularan kuman terjadi melalui udara dan diperlukan hubungan yang erat untuk penularannya. Selain itu jumlah kuman yang terdapat pada saat batuk lebih banyak pada tuberkulosis laring di banding dengan tuberkulosis pada organ lainnya. Tuberkulosis yang mempunyai kaverne dan tuberkulosis yang belum mendapat pengobatan mempunyai angka penularan yang tinggi. Berdasarkan penularannya maka tuberkulosis dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yakni : 1. Tuberkulosis Primer Terdapat pada anak-anak setelah tertular 6 8 minggu kemudian mulai dibentuk mekanisme imunitas dalam tubuh, sehingga tes tuberkulin menjadi positif. Di dalam alveoli yang kemasukan kuman terjadi penghancuran (lisis) bakteri yang dilakukan oleh makrofag dan dengan terdapatnya sel langhans, yakni makrofag yang mempunyai inti di perifer, maka mulailah terjadi pembentukan granulasi. Keadaan ini disertai pula dengan fibrosis dan kalsifikasi yang terjadi di lobus bawah paru. Proses infeksi yang terjadi di lobus bawah paru disertai dengan pembesaran dari kelenjar limfe yang terdapat di hilus, disebut dengan kompleks Ghon yang sebenarnya merupakan

11

permulaan infeksi yang terjadi di alveoli atau di kelenjar limfe hilus. Kuman tuberkulosis akan mengalami penyebaran secara hematogen ke apeks paru yang kaya dengan oksigen dan kemudian berdiam diri (dorman) untuk menunggu reaksi yang lebih lanjut.

2. Reaktivasi dari tuberkulosis primer 10 % dari infeksi tuberkulosis primer akan mengalami reaktivasi, terutama setelah 2 tahun dari infeksi primer. Reaktivasi ini di sebut juga dengan tuberkulosis post primer. Kuman akan disebarkan secara hematogen ke bagian segmen apikal posterior. Reaktivasi dapat juga terjadi melelui metastasis hematogen ke berbagai jaringan tubuh. 3. Tipe Reinfeksi Infeksi yang baru terjadi setelah infeksi primer adalah jarang terjadi. Mungkin dapat terjadi apabila terdapat penurunan dari imunitas tubuh atau terjadi penularan secara terus menerus oleh kuman tersebut dalam suatu keluarga.(4) II.4. Gejala Tuberkulosis Gejala umum/non sesifik tuberkulosis pada anak adalah : Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi. Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure of thrive). Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran napas akut), dapat disertai keringat malam. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel. Batuk lama lebih dari 30 hari. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.(1)

Gejala spesifik sesuai organ yang terkena :(5) Tempat infeksi Rongga perut Gejala atau komplikasi Perasaan lelah, sedikit perih, rasa nyeri seperti sakit usus buntu.
12

Kandung kemih Otak Perikardium Tulang sendi Ginjal Organ reproduksi : Pada pria Pada wanita Tulang punggung II.5. Penanggulangan

Rasa nyeri saat berkemih Demam, sakit kepala, mual, mengantuk, kerusakan otak yang menyebabkan koma. Demam, pembengkakan vena leher, napas terengah-engah. Gejala seperti arthritis. Kerusakan ginjal, infeksi sekitar ginjal. Gumpalan dalam skrotum. Sterilitas (kemandulan). Nyeri, menyebabkan kollaps pada vertebra dan paralisis kaki

Regimen dasar pengobatan TB adalah kombinasi INH dan Rifampisin selama 6 bulan dengan Pirazinamid pada 2 bulan pertama. Pada TB berat dan ekstrapulmonal biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4 5 obat selama 2 bulan (ditambah Etambutol dan Streptomisin) dilanjutkan dengan Isoniazid dan Rifampisin selama 4 10 bulan sesuai dengan perkembangan klinis. Pada meningitis TB, perikarditis, TB milier dan effusi pleura diberikan kortiksteroid yaitu ; prednison 1 2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu, diturunkan perlahan (tapering off) sampai 2 6 minggu.(1) Obat Anti Tuberkulosis : NAMA Isoniazid (INH) Rifampisin (RIF) DOSIS (mg/kgBB/hari) 5 15 (300 mg) 10 20 (600 mg) KOMPLIKASI Hepatitis, neuritis perifer, hipersisitif Gastrointestinal, hepatitis, tubuh warna orange Hepatotoksik, Pirazinamid (PZA) Streptomisin (harus parenteral) Etambutol (EMB) 15 25 (1 gram) 25 35 (2 gram) 15 40 (1 gram) Neuritis optik ; ketajaman mata berkurang terhadap warna merah hijau,hipersensitif,gastrointestinal gastrointestinal Ototoksik, nefrotoksik atralgia, erupsi kulit, cairan trombositopenia,

13

Catatan : dosis dalam kurung adalah dosis maksimal perhari.(1)

II.6. Pencegahan 1. Vaksinasi BCG Pemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis yang virulen. Imunitas timbul 6 8 minggu setelah pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga masih mungkin terjadi super infeksi meskipun biasanya tidak progresif dan menimbulkan komplikasi yang berat.(2) 2. Kemoprofilaksis Kemoprofilaksis primer diberikan pada anak yang belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif) tetapi kontak dengan penderita TB aktif. Obat yang digunakan adalah INH 5 10 mg/kgBB/hari selama 2 3 bulan. Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan uji tuberkulin positif tanpa gejala klinis, dan foto paru normal, tetapi memiliki faktor resiko menjadi TB aktif. Golongan ini adalah balita, anak yang mendapatkan pengobatan kortikosteroid atau imunosupresan lain. Penderita penyakit keganasan, terinfeksi virus (HIV, morbili), gizi buruk, masa akil balik, atau infeksi baru TB konversi. Uji tuberkulin kurang dari kurang dari 12 bulan, obat yang digunakan adalah INH 5 10 mg/kgBB/hari selama 6 12 bulan.(1)

III. KESIMPULAN
Tuberkulosis merupakan satu diantara 10 penyebab kematian utama di dunia,
(1)

dan masih merupakan masalah yang cukup serius di negara-negara yang sedang

berkembang terutama di Indonesia.(2) Penyakit ini dapat menyerang semua umur, baik pada anak maupun orang dewasa. Penyebab penyakit ini adalah kuman Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri tahan asam. Penyakit ini memerlukan pengobatan yang lama dan teratur sehingga memerlukan kesabaran dan peran serta dari keluarga dan dokter yang memberi pengobatan.

14

Upaya untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan pemberian vaksinasi BCG sewaktu anak baru lahir atau dengan kemoprofilaksis primer dan sekunder.(5)

IV. DAFTAR PUSTAKA


1. Mansjoer A, Wardhani WI, Kapita Selekta Kedokteran ; Tuberkulosis Anak, Edisi 3, Jilid 2, Penerbit Media Aesculapius FK UI, Jakarta 2000, hal : 459 461 2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah Kesehatan Anak : Tuberkulosis, Jilid 2, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1985, hal : 573 583 3. Behrman R.E, Vaughan V.C, Nelson. Ilmu Kesehatan Anak ; Tuberkulosis, Jilid 2, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1992. hal : 151 156 4. Tabrani, RAB. Ilmu Penyakit Paru ; Tuberkulosis Paru, Penerbit Hipokrates, Jakarta,1996. hal : 236 245 5. http/www.google.com/medicastore/tuberculosis.htm

15

Anda mungkin juga menyukai