Anda di halaman 1dari 18

NERVOUS SYSTEM

a. Struktur Saraf
Sistem saraf pada manusia terdiri dari sel saraf yang biasa disebut dengan neuron
dan sel gilial. Neuron berfungsi sebagai alat untuk menghantarkan impuls
(rangsangan) dari panca indra menuju otak dan kemudian hasil tanggapan dari otak
akan dikirim menuju otot. Sedangkan sel gilial berfungsi sebagai pemberi nutrisi
pada neuron.

1.1. Sel Saraf (Neuron)

Unit terkecil penyusun sistem saraf adalah sel saraf atau bisa juga disebut neuron.
Sel saraf adalah sebuah sel yang berfungsi untuk menghantarkan impuls
(rangsangan). Setiap satu sel saraf (neuron) terdiri atas tiga bagian utama yang
berupa badan sel saraf, dendrit, dan akson. Berikut adalah gambar dan bagian-
bagian struktur sel saraf (neuron) beserta penjelasannya:

1. Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang.


Dendrit merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk
menerima dan mengantarkan rangsangan ke badan sel.
2. Badan Sel adalah bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan sel
berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan
meneruskannya ke akson. Badan sel saraf mengandung inti sel dan
sitoplasma.
3. Nukleus adalah inti sel saraf yang berfungsi sebagai pengatur
kegiatan sel saraf (neuron).
4. Neurit (Akson) adalah tonjolan sitoplasma yang panjang (lebih
panjang daripada dendrit), berfungsi untuk menjalarkan impuls saraf
meninggalkan badan sel saraf ke neuron atau jaringan lainnya. Jumlah
akson biasanya hanya satu pada setiap neuron.
5. Selubung Mielin adalah sebuah selaput yang banyak mengandung
lemak yang berfungsi untuk melindungi akson dari kerusakan.
Selubung mielin bersegmen-segmen. Lekukan di antara dua segmen
disebut nodus ranvier.
6. Sel Schwann adalah jaringan yang membantu menyediakan makanan
untuk neurit (akson) dan membantu regenerasi neurit (akson).
7. Nodus ranvier berfungsi untuk mempercepat transmisi impuls saraf.
Adanya nodus ranvier tersebut memungkinkan saraf meloncat dari
satu nodus ke nodus yang lain, sehingga impuls lebih cepat sampai
pada tujuan.
8. Sinapsis adalah pertemuan antara ujung neurit (akson) di sel saraf
satu dan ujung dendrit di sel saraf lainnya. Pada setiap sinapsis
terdapat celah sinapsis. Pada bagian ujung akson terdapat kantong
yang disebut bulbus akson. Kantong tersebut berisi zat kimia yang
disebut neurotransmiter. Neurotransmiter dapat berupa asetilkolin dan
kolinesterase yang berfungsi dalam penyampaian impuls saraf pada
sinapsis.

b. berdasarkan sifat kerjanya saraf tak sadar dibedakan menjadi dua yaitu: saraf simpatik dan saraf
parasimpatik.

Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem
saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan “nervus vagus” bersama cabang-cabangnya ditambah
dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung. Untuk jelasnya mengenai fungsi
saraf otonom baik sistem saraf parasimpatik maupun sistem saraf simpatik dapat dilihat pada
tabel 2 berikut.
Tabel 2. Fungsi Saraf Otonom
Sistem Saraf Parasimpatik Sistem Saraf Simpatik
 Mengecilkan pupil Memperbesar pupil
 Menstimulasi aliran ludah Menghambat aliran ludah
 Memperlambat denyut jantung Mempercepat denyut jantung
 Membesarkan bronkus Mmengecilkan bronkus
 Menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan Menghambat sekresi kelenjar pencernaan

 Mengerutkan kantung kemih Menghambat kontraksi kandung kemih

Sistem saraf simpatik


 Merupakan 25 pasang simpul saraf (ganglion) yang terdapat di medulal spinalis.
 Disebut juga dengan sistem saraf thorakolumbar karena saraf ini keluar dari vertebrae thorak
ke-1 sampai ke-12 dan vertebrae kolumbar ke-1 sampai dengan ke-3.

 Beberapa fungsi sistem saraf simpatik yaitu :


 Mempercepat denyut jantung
 Memperlebar pembuluh darah
 Menghambat pengeluaran air mata
 Memperluas/memperlebar pupil
 Menghambat sekresi air ludah
 Memperbesar bronkus
 Mengurangi aktivitas kerja usus
 Menghambat pembentukan urine

b. Sistem saraf parasimpatik


 Merupakan sistemsaraf yang keluar dari daerah otak.
 Terdiri dari 4 saraf otak yaitu saraf nomor III (okulomotorik), nomor VII (Facial), nomor IX
(glosofaring), nomor X (vagus).
 Disebut juga dengan sistem saraf craniosakral karena saraf ini keluar dari daerah cranial dan
juga dearah sakral.
 Beberapa fungsi sistem saraf parasimpatik yaitu :
 Memperlambat denyut jantung
 Mempersempit pembuluh darah
 Memperlancar pengeluaran air mata
 Memperkecil pupil
 Memperlancar sekresi air ludah
 Menyempitkan bronkus
 Menambah aktivitas kerja usus
 Merangsang pembentukan urine

5. susunan saraf otonom

Sistem saraf otonom merupakan saraf yang bekerja tanpa disadari atau tanpa perintah sistem
saraf pusat. Sistem saraf autonom merupakan gabungan saraf sensoris dan saraf motoris. Sistem
ini dibedakan dua macam, yaitu:

1) Saraf simpatik merupakan saraf yang berpangkal pada medula spinalis di daerah leher dan
pinggang, sehingga disebut saraf torakolimbar. Berfungsi mengaktifkan organ tubuh. Beberapa
fungsi sistem saraf simpatik, yaitu:

a) Mempercepat denyut jantung


b) Memperlebar pembuluh darah
c) Menghambar pengeluaran air mata
d) Memperluas/memperlebar pupil
e) Menghambar seksresi air ludah
f) Memperbesar bronkus
g) Mengurangi aktivitas kerja usus, dan
h) Menghambat pembentukan urine.

2) Saraf parasimpatik merupakan saraf yang berpangkal pada medula oblongata. Kerjanya
antagonis dengan saraf simpatik, yaitu menghemat kerja organ tubuh.

Beberapa fungsi sistem saraf parasimpatik, yaitu

a) Memperlambat denyut jantung


b) Mmpersempit pembuluh darah
c) Memperlancar pengeluaran air mata
d) Memperkecil pupil
e) Memperlancar sekresi air ludah
f) Menyempitkan bronkus
g) Menambah aktivitas kerja usus, dan
h) Merangsang pembentukan urine.
Alat-alat yang dipengaruhi oleh kedua saraf tersebut adalah hati, limfa, sistem pencernaan,
sistem pernapasan, sistem peredaran darah, sistem ginjal, dan saluran kencing.

SISTEM SARAF

2. Ada 2 jenis sel glia :


1. Sel glia pada sistem saraf pusat
2. Sel glia pada sistem saraf tepi

A. SEL GLIA DI SISTEM SARAF PUSAT


Di dalam sistem saraf pusat, terdapat empat sel glia :
1. Astrosit
Astrosit yang diberi nama demikian karena berbentuk seperti bintang (astro artinya “bintang”, sit
artinya “sel”), adalah sel glia yang paling banyak. Sel ini memliki fungsi penting, diantaranya :
a. Sebagai “lem” (glia artinya “lem”) utama SSP, astrosit menyatukan neuron-neuron dalam
hubungan ruang yang benar.
b. Astrosit berfungsi sebagai perancah untuk menuntun neuron ke tujuan akhirnya selama
perkembangan otak masa janin.
c. Sel-sel glia ini memicu pembuluh darah halus otak menjalani perubahan anatomik dan
fungsional yang berperan dalam pembentukan sawar darah-otak suatu pembatas sangat selektif
antara darah dan otak yang akan segera dibahas secara lebih detail.
d. Astrosit penting dalam perbaikan cedera otak dan dalam pembentukan jaringan parut saraf.
e. Sel ini berperan dalam aktifitas neurontransmitter. Astrosit menyerap dan menguraikan glutamat
dan asam gama-amino butirat (GABA), yang masing-masing adalah neurotransmitter eksitatorik
dan inhibitorik, sehingga kerja pembawa-pembawa pesan kimiawi ini terhenti.
f. Astrosit menyerap kelebihan K+ dari CES otak ketika aktivitas potensial aksi yang tinggi
menglahkan kemampuan pompa Na+ - K+ mengembalikan K+ yang keluar kedalam neuron.
(Ingatlah bahwa K+ meninggalkan neuron ketika fase turun potensial aksi). Dengan menyerap
kelebihan K+, astrosit membantu mempertahankan konsentrasi ion CES otak yang sesuai agar
eksitabilitas saraf normal. Jika kadar K+ di CES otak dibiarkan meningkat maka gradien
konsentrasi K+ yang berkurang antara CIS neuron dan CES sekitar akan menurunkan membran
neuron mendekati ambang, bahkan saat istirahat. Hal ini akan meningkatkan kepekaan otak
terhadap rangsangan. Pada kenyataannya peningkatan konsentrasi K+ CES otak mungkin
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam lepas muatan konvulsif eksplosif sel otak yang
terjdi selama bangkitan (seizure) epileptik.
g. Dalam penelitian-penelitian terakhir astrosit bersama dengan sel glia lain diketahui
meningkatkan pembentukan sinaps dan memodifikasi transmisi sinaps. Astrosit berkomunikasi
dengan neuron dan dengan astrosit lain melalui sinyal kimiawi dengan dua cara. Pertama,
ditemukan adanya taut celah antara astrosit-astrosit itu sendiri dan antara astrosit dan neuron.
Sinyal kimiawi dapat berjalan langsung antara sel-sel melalui saluran penghubung kecil ini tanpa
masuk ke CES sekitar. Kedua, astrosit memiliki reseptor untuk neurotransmitter glutamat yang
sering dikeluarkan oleh neuron. Selain itu, pada sebagian kasus, pembentukan potensial aksi
neuron di otak memicu pelepasan ATP bersama dengan neurotransmitter klasik dari terminal
akson. Pengikatan glutamat ke reseptor astrosit dan/atau deteksi ATP ekstrasel oleh astrosit
menyebabkan influks kalsium ke dalam sel glia ini. Peningkatan kalsium intrasel kemudian
mendorong astrosit itu sendiri mengelurkan ATP sehingga sel-sel glia sekitar menjadi aktif.
Dengan cara ini, astrosit berbagi informasi dengan aktivitas potensil aksi suatu neuron di
sekitarnya. Karena itu, astrosit dapat berkomunikasi dengan sesamanya melalui pertautan antar-
astrosit di taut celah dan melalui perambatan gelombang kalsium. Lebih lanjut, astrosit dan sel
glia lain juga dapat mengeluarkan neurotransmitter yang sama dengan yang dikeluarkan oleh
neuron, serta sinyal kimiawi lain. Bahan-bahan kimia ekstrasel yang dikeluarkan oleh sel glia ini
dapat memengaruhi eksitabilitas neuron dan memperkuat aktivitas sinaps, misalnya dengan
meningkatkan pelepasan neurotransmitter oleh neuron atau mendorong pembentukan sinaps
baru. Modulasi aktivitas sinaps oleh sel glia kemungkinan besar penting dalam ingatan dan
belajar. Para ilmuan kini mencoba memilah-milah “percakapan” dua arah yang terjadi antara sel
glia dan neuron karena dialog ini berperan penting dalam memproses informasi di otak.
Terdapat dua jenis astrosit :
a. Astrosit protoplasmatis terdapat banyak pada substantia grisea. Sel-sel ini mempunyai tonjolan-
tonjolan sitoplasmatis yang meluas dari seluruh permukaan sel. Kadang-kadang tonjolan tersebut
berakhir pada pembuluh darah kecil sebagai cabang-cabang yang lebih kecil membentuk
"perivascular feet". Di dalam sitoplasmanya dapat diperlihatkan butir-butir yang dinamakan
gliosom.
b. Astrosit fibrosa sebaliknya terdapat lebih banyak dalam substanstia alba. Perbedaannya dengan
astrosit protoplasmatis dapat dilihat dari tonjolan-tonjolannya yang lebih panjang dan lurus de-
ngan sedikit percabangan. Di dalam tonjolan-tonjolan tersebut terdapat gambaran filamen.

2. Oligodendrosit
Oligodendroglia bentuknya lebih kecil daripada astrosit dengan cabang sitoplasmanya lebih
pendek dan jumlah cabang sedikit (oligo= sedikit). Intinya kecil, dan sitoplasma disekitar inti
sedikit, tampak sebagai pinggiran perinuklear. Mengandung ribosom, kompleks Golgi,
mikrotubulus dan neurofilamen.
Sel ini terutama ada di substansia grisea yang berhubungan erat dengan perikarion neuron
(sel-sel satelit perineuronal) dan di substansia alba dalam jumlah yang sedikit yang terletak di
antara berkas-berkas akson. Lainnya terletak dekat dengan pembuluh darah (perivaskular).
Fungsi oligodendroglia adalah membentuk selubung mielin di SSP dan sebagai sel
penyokong. Cabang sitoplasma yang serupa daun dari badan-badan sel meluas melingkar
mengitari serat-serat saraf secara spiral. Tiap oligodendroglia mempunyai beberapa cabang
sehingga dapat membentuk sarung-sarung myelin disekitar beberapa serat-serat saraf yang
berdekatan.
Oligondendrosit membentuk selubung mielin insulatif disekitar akson SSP. Oligodendrosit
memiliki beberapa juluran memanjang yang masing-masing membungkus (seperti dadar gulung)
sepotong akson antarneuron untuk membentuk segmen mielin.
Oligodendroglia atau oligodendrosit seperti astrosit memiliki silinder sitoplasma yang
panjang dan merupakan sel glia yang bertanggung jawab menghasilkan myelin dalam SSP.
Setiap oligodendroglia mengelilingi beberapa neuron dan membrane plasmanya membungkus
tonjolan neuron sehingga membentuk selubung mielin. Mielin pada SST dibentuk oleh sel
Schwann. Fungsi pada oligodendrosit adalah membentuk selubung mielin di SSP.

3. Mikroglia
Mikroglia adalah sel pertahanan imun SSP. Sel “pembersih” ini adalah “sepupu” monosit,
sejenis sel darah putih yang meninggalkan darah dan membentuk lini pertama pertahanan di
berbagai jaringan di seluruh tubuh. Mikroglia berasal dari jaringan sumsum tulang yang sama
dengan yang menghaslkan monosit. Selama perkembangan masa mudigah, bermigrasi ke SSP,
tempat sel-sel ini berdiam diri sampai diaktifkan oleh infeksi atau cedera.
Dalam keadaan istirahat, mikroglia adalah sel “berbulu” dengan banyak cabang panjang
yang memancar keluar. Mikroglia dalam keadaan istirahat bukan sekedar sel pengawas. Sel ini
mengeluarkan faktor-faktor pertumbuhan dalam konsentrasi yang rendah, misalnya faktor
pertumbuhan saraf, yang membantu neuron dan sel glia lain bertahan hidup dan tumbuh. Jika
terjadi masalah di SSP, mikroglia menarik cabang-cabangnya, membulat, dan menjadi sangat
mobile, bergerak menuju daerah yang bermasalah untuk menyingkirkan semua benda asing atau
sisa jaringan. Dalam keadaan aktif, mikroglia mengeluarkan bahan-bahan kimia dekstruktif
untuk menyerang sasaran mereka.

4. Sel Ependim
Sel Ependim melapisi bagian dalam rongga-rongga berisi cairan di SSP. Ketika system saraf
berkembang pada masa mudiga dari tabung saraf berongga, rongga sentral awal pada tabung ini
dipertahankan dan dimodifikasi untuk membentuk ventrikel dan kanalis sentralis. Ventrikel
terdiri dari empat rongga yang saling berhubungan didalam interior otak serta juga
bersambungan dengan kanalis sentralis sempit yang membentuk terowongan dibagian tengah
medulla spinalis. Sel-sel ependim yang melapisi ventrikel ikut membentuk cairan
serebrospinal,suatu topik yang akan segera kita bahas. Sel-sel ependim adalah salah satu dari
beberapa jenis sel yang memiliki silia. Gerakan silia sel ependim ikut berperan mengalirkan
cairan serebrospinal diseluruh ventrikel.
Yang menarik, riset-riset baru berhasil menemukan sel ependim yang sama sekali berbeda :
sel ini berfungsi sebagai sel punca neuron dengan potensi membentuk tidak saja sel glia lain
tetapi juga neuron. Pandangan tradisional telah lama menganggap bahwa otak dewasa tidak
membentuk neuron baru. Kemudian pada akhir 1990 an, para ilmuwan menemukan bahwa
neuron-neuron baru ternyata terbentuk disatu terbatas, yaitu dibagian tertentu hipokampus,suatu
struktur yang penting untuk belajar dan megingat. Neuron dibagian otak lainnya dianggap tidak
dapat digantikan. Tetapi penemuan bahwa sel ependim adalah prekurser bagi neuron-neuron baru
mengisyaratkan bahwa otak dewasa memiliki potensi lebih besar untuk memperbaiki bagian
yang rusak daripada yang selama ini dianggap. Saat ini belum ada bukti bahwa otak secara
spontan memperbaiki diri setelah gangguan yang merusak neuron misalnya trauma
kepala,stroke,penyakit neurodegenaratif. Tampaknya sebagian besar daerah otak tidak dapat
mengaktifkan mekanisme untuk mengganti neuron yang hilang,mungkin karena : “campuran”
bahan-bahan kimia penunjang yang diperlukan tidak tersedia.
Fungsi sel ependim adalah melapisi bagian dalam rongga otak dan medulla spinalis, ikut
membentuk cairan serebrospinal, berfungsi sebagai sel puncaneuron dengan potensi membentuk
neuron dan sel glia baru.

B. SEL GLIA DI SISTEM SARAF TEPI


Sel Schwann
Sel Schwann (bahasa Inggris: Schwann cell, neurolemmocyte) adalah sejenis sel glial
yang disebut menurut nama seorang ilmuwan Jerman yaitu Theodor Schwann. Pada akson sistem
saraf tepi, sel Schwann memungkinkan terjadinya transduksi sinyal elektrik dari dendrit menuju
terminal akson, dengan melilitkan membran plasmanya secara konsentrik sepanjang akson yang
dikenal sebagai selubung mielin. Pada sistem saraf pusat, selubung mielin terbentuk oleh
oligodendrosit. Sel Schwann sebagai neuron unipolar, sebagaimana oligodendrosit, membentuk
mielin dan neurolemma pada SST. Neurolema adalah membran sitoplasma halus yang dibentuk
oleh sel–sel Schwann yang membungkus serabut akson neuron dalam SST, baik yang bermielin
maupun tidak bermielin. Neurolema merupakan struktur penyokong dan pelindung bagi serabut
akson.
SELUBUNG MIELIN
Selubung mielin adalah lapisan yang melingkari akson secara konsentris dan terdiri atas lipid
dan neurokeratin. Pada susunan saraf pusat selubung mielin dibentuk oleh sel oligodendroglia
sedangkan pada susunan saraf tepi dibentuk oleh sel Schwann.
Dalam keadaaan segar selubung mielin sangat refraktil dan putih (mielin memberikan warna
putih pada substansia alba otak dan medula spinalis). Mielin yang terutama terdiri atas lipid,
melarut sesudah cara-cara fiksasi biasa, meninggalkan anyaman bahan-bahan protein yang
disebut neurokeratin disekeliling serat saraf. Mielin dapat difiksasi dan terpulas hitam osmium
tetraoksida. Sesudah difiksasi dengan bikromat, mielin dapat dapat diwarnai dengan
hematoksilin.
Dengan mikroskop cahaya, selubung mielin terlihat sebagai silinder yang tidak sempurna atau
terputus-putus, karena pada setiap jarak 0,1-1,5 mm terdapat celah pada selubung-selubung yang
dikenal sebagai nodus Ranvier atau pinggetan Ranvier. Pada pulasan perak nodus Ranvier akan
terisi oleh endapan perak yang dikenal sebagai palang Ranvier. Dengan mikroskop elektron
terlihat bahwa mielin merupakan suatu seri lapisan konsentris membran plasma sel Schwann
atau oligodendroglia.

Proses Pembentukan Selubung Mielin


Proses pembentukan selubung mielin diawali oleh terjadinya invaginasi serat saraf ke dalam
sitoplasma sel Schwann. Kedua ujung sitoplasma sel Schwann kemudian akan menyatu dan
membungkus serat saraf. Tempat penyatuan awal ini dikenal sebagai mesaxon interna. Mesaxon
kemudian meluas ke arah dalam membentuk lapisan atau lamel-lamel sitoplasma sel Schwann.
Sitoplasma sel Schwann kemudian menghilang dan ke dua sisi dalam membran sitoplasma akan
menyatu dan menebal membentuk garis perioda. Membran ekstraselular dari sitoplasma sel
Schwann kemudian mendekat tetapi tidak menyatu membentuk garis interperioda. Pada akhir
proses mielinisasi terjadi penyatuan dinding sitoplasma sel Schwann untuk kedua kali yang
disebut mesaxon eksterna.
Pada saat penyatuan kedua sisi dalam membran sitoplasma sel Schwann terdapat kegagalan di
beberapa tempat sehingga meninggalkan sejumlah kecil sitoplasma yang terjerat dalam selubung
milein yang dikenal sebagai celah atau insisura Schmidt Lanterman. Fiksasi dengan
menggunakan osmium tetraoksida dapat menunjukkan adanya celah Schmidt Lanterman.
Pada SSP, proses pembentukan selubung mielin berjalan serupa dengan proses pembentukan
di SST, tetapi pada SSP satu sel oligodendroglia dapat membuat selubung mielin untuk beberapa
serat saraf.
Hipotesis tentang pembentukan lamel-lamel mielin ini dikenal sebagai teori “Jelly Roll”.

Fungsi Selubung Mielin


Fungsi selubung mielin adalah seperti insulator pada kawat listrik. Arus listrik meloncat
dari dari nodus Ranvier yang satu ke nodus Ranvier berikutnya dengan sangat cepat (saltatory
conduction). Dengan demikian kecepatan rambat saraf listrik pada saraf yang bermielin jauh
lebih cepat dibandingkan dengan serat saraf tanpa mielin.
SISTEM ENDOKRIN

4. Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus didalamnya.
Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual
yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatina yang
biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali
ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil
biasanya melekat pada dasar lidah.
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut
kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam
kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa
makanan.
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil.
Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada
tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil
a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada
apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang
menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada
massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.
Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan dapat
meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.
Laringofaring (hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula epiglotis
berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan)
dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas
anteriornya adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra
servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat
muara esofagus.
Bila laringo faring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak
langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama
yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang
dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada
tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil´ ( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-
kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan
perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk omega)
ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar
dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita
suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika menelan minuman atau
bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Nervus
laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Hal ini
penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring dan laring pada tindakan
laringoskopi langsung.

HISTOLOGI TONSIL
Tonsil palatina dilindungi oleh selaput lendir rongga mulut 1 (epitel skuamosa berlapis lapis
nonkeratinizing). Amandel menunjukkan sekitar 15-20 dalam, sering bercabang kriptus 2
(fossulae tonsillares). Kriptus memperpanjang jauh ke dalam jaringan lymphoreticular tonsil.
Sebuah dinding lymphoreticular jaringan dengan folikel sekunder mengelilingi ruang bawah
tanah masing-masing. Sebuah kapsul jaringan ikat memisahkan tonsil palatina dari sekitarnya
dan otot Killian. Dalam gambar 3 (335), di, kanan dan kiri otot-otot lengkungan
palatopharyngeal 3 dipotong :
1 Epitel dari rongga mulut
2 Tonsillar kriptus

3 Killian otot, otot-otot dari


Lengkungan
palatopharyngeal
4 kapsul jaringan ikat

Bagian longitudinal dari sebuah ruang bawah dari tonsil palatina dengan berdekatan lapisan
jaringan lymphoreticular, yang merupakan bagian dari lamina propria dari mukosa membran.
Paranonkeratinizing berlapis-lapis epitel skuamosa di mulut ruang bawah tonsil dan permukaan
tonsil menunjukkan hampir tidak ada limfosit. Hanya di kedalaman ruang bawah tanah adalah
epitel skuamosa disusupi oleh limfosit. Akibatnya, epitel ada lebih longgar diselenggarakan dan
integritas struktural dari epitel berkurang (bdk. gambar 337). Pusat-pusat germinal menampilkan
lapisan yang tidak lengkap yang terlihat seperti tutup dengan bagian atas diarahkan ke ruang
bawah tonsil. Lapisan ini terdiri dari limfosit kecil (B-limfosit). Wilayah sel-T terletak di
interfollicular dalam 5 zona.
1 berlapis-lapis epitel skuamosa nonkeratinizing dari membran mukosa mulut
2 Crypt pusat

3 Germinal
4 folikel tutup (B-limfosit topi)
5 daerah Interfollicular
Tonsil Lingual (Gambar 338)
Akar lidah antara sulkus terminalis dan epiglotis fitur tonsil kriptus. Ini adalah gua-gua sempit
pendek (pelagica). Ttonsil kriptus dapat terus di dalam saluran yang keluar dari kelenjar lendir 2
atau memiliki buta akhir. Kriptus dilapisi oleh skuamosa berlapis-lapis nonkeratinizing epitel dan
dikelilingi oleh jaringan limfatik. Angka ini menunjukkan epitel skuamosa berlapis-lapis yang
meliputi akar lidah dan kriptus nya (pelagica, gua-gua). Lymphoreticular ini jaringan (biru tua
bernoda) di bawah epitel merupakan bagian dari lamina propria. Daerah yang lebih ringan
diwarnai banyak ditemukan di lymphoreticular yang jaringan. Ini adalah folikel sekunder.
Jaringan lymphoreticular dipisahkan dari jaringan sekitarnya dengan ikat lebih atau kurang
lengkap jaringan kapsul.
1 Tonsillar kriptus
2 mukosa kelenjar akar lidah, glandulae linguales posteriores
3 Epitel dari membran mukosa bahasa
4 Lymphoreticular jaringan dengan pusat-pusat germinal
5 kapsul jaringan ikat
Stain: tawas hematoxylin-eosin; perbesaran: × 14
(Gambar 339)
Bagian vertikal melalui akar lidah menunjukkan folikel lingual. Bagian atas gambar
mengungkapkan nonkeratinizing berlapis-lapis epitel skuamosa akar lidah mendasari
lymphoreticular jaringan 1. Lurik otot serat-serat otot lingual terlihat di bagian bawah
gambar. Sel-sel otot yang diselingi dengan lobulus kelenjar posterior mukosa jaringan ikat
yang diwarnai biru.
1 Lymphoreticular jaringan
2 Epitel dari akar lidah
3 Crypt
4 Lidah otot
5 mukosa kelenjar
Stain: azan; perbesaran: × 12
Tonsil Faringeal (Gambar 340)
Berbeda dengan amandel palatine dan lingual, tonsil pharyngeal memiliki epitel bersilia
berlapis-lapis 1. Kepulauan dari berlapis-lapisepitel skuamosa dapat mengganggu itu. Ini
epitel nonciliated mungkin berisi limfositl. Bentuk selaput lendir lipatan sagital, yaitu,
permukaan diperbesar bukan dengan pelagica dan tonsil lubang, tapi dengan pembentukan
microfolds. Seperti pada tonsil palatina, ada lapisan jaringan lymphoreticular dengan
pusat-pusat germinal langsung di bawah epitelium. Jaringan ikat yang diwarnai biru.
1 epitel bersilia berlapis-lapis berlapis dengan sel goblet
2 Lymphoreticular jaringan
3 Crypt antara dua microfolds dari membran mukosa
Stain: azan; perbesaran: × 25
5. Organ Limfoid Sekunder

Organ yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses-proses reaksi imun. Misalnya : ,
MALT (Mucosa Assosiated Lymphoid Tissue). Jaringan limfoid sekunder berfungsi sebagai
tempat menampung sel-sel limfosit yang telah mengalami diferensiasi dalam jaringan sentral
menjadi sel-sel yang imunokompeten yang berfungsi sebagai komponen imunitas tubuh. Dalam
jaringan limfoid sekunder, sebagai stroma terdapat sel retikuler yang berasal dari mesenkim
dengan banyak serabut-serabut retikuler.

Jaringan Limfoid Mukosal (MALT)


Terletak di tunika mukosa terutama lamina propria, traktus digestivus, respiratorius
dangenitourinarius. Terdiri dari sel T terutama CD8, sel B dan APC. Pada traktus
digestivusterdiri dari limfosit difus, limfonoduli soliter dan berkelompok (tonsila, plaque Peyeri).
Sedangkan pada traktus respiratorius dan genitourinarius terdiri dari limfosit difus,limfonoduli
soliter. Sistem imun mukosa pada jaringan limfoid mukosa merupakankomponen terbesar
sistem limfoid melebihi lien dan limfonodus

Jaringan Limfoid
Struktur jaringan limfoid membentuk sistem limfoid yang terdiri dari limfosit, sel epitelial, dan
sel stromal. Terdapat dua organ limfoid yaitu primer dan sekunder. Organ limfoid primer
merupakan tempat utama pembentukan limfosit (limfopoesis) yaitu timus dan sumsum tulang.
Limfosit dewasa yang diproduksi organ limfoid primer akan bermigrasi menuju organ limfoid
sekunder. Organ limfoid sekunder merupakan tempat terjadinya interaksi antara limfosit dengan
limfosit dan antara limfosit dengan antigen, dan diseminasi respons imun. Organ limfoid
sekunder yaitu limpa dan jaringan limfoid pada mukosa seperti tonsil, BALT (bronchus-
associated lymphoid tissue), GALT (gut-associated lymphoid tissue)/Peyer’s patch. Sirkulasi
limfe akan berlanjut menuju duktus torasikus yang akan berhubungan dengan sistem pembuluh
darah sehingga dapat mengirimkan berbagai unsur sistem limfoid.
Di dalam jaringan limfoid mukosa (MALT) terdapat sel dendrit yang berasal dari sumsum
tulang. Sel dendrit berfungsi sebagai Antigen Presenting Cell (APC) dan mengirim sinyal
aktivasi kepada limfosit T naive atau virgin untuk memulai respon imun, karena itu sel dendrit
disebut juga imunostimulatory cells. Sel dendrit dapat mengekspresikan MHC-kelas II sendiri
pada level yang tinggi serta MHC-kelas I dan reseptor komplemen tipe 3. Sinyal dari Th (CD4+)
akan menginduksi limfosit untuk menghasilkan sitokin. Aktivasi limfosit B dibantu oleh sel Th2
(IL-2, IL-4, IL-5) serta membentuk diferensiasi sel B menjadi klon yang memproduksi antibodi
berupa sekretorik IgA. MALT tidak ada di saluran napas bawah.

SISTEM LIMFATIS

1. Hipofisis (Yunani hypo, dibawah, + physis, pertumbuhan), atau Kelenjar Pituitari,


beratnya sekitar 0.5 gram, dan dimensi normalnya pada manusia sekitar 10 x 13 x 6
mm. Kelenjar ini berada di rongga tulang sphenoid—sella turcica—. Selama
embriogenesis, hipofisis berkembang sebagian dari ectoderm oral dan sebagian lagi
dari jaringan saraf. Komponen neural muncul sebagai sebuah evaginasi dari dasar
diencephalon dan tumbuh ke arah caudal sebagai batang tanpa melepaskan diri dari
otak.

Karena berasal dari dua sumber, hipofisis sebenarnya terdiri dari dua kelenjar yang bersatu
secara anatomis tapi mempunyai fungsi yang berbeda:

 neurohipofisis (bahasa Inggris: posterior pituitary, neurohypophysis, neural pituitary)


yang berkembang dari jaringan saraf, terdiri dari bagian yang besar, pars nervosa, dan
yang lebih kecil infundibulum. Infundibulum terdiri atas stem dan eminentia mediana.

Neurohipofisis merupakan perpanjangan dari hipotalamus yang terbentuk dari


sekelompok akson dari hypothalamic neurosecretory neurons yang berselingan dengan
sel glia.[1]
 adenohipofisis (bahasa Inggris: anterior pituitary, adenohypophysis, glandular pituitary)
merupakan bagian dari hipofisis yang muncul dari oral ectoderm dan terdiri dari tiga
bagian: pars distalis, atau lobus anterior; bagian cranial, pars tuberalis, yang mengelilingi
infundibulum; serta pars intermedia.

Dari studi mikroskopik terhadap adehipofisis, ditemukan tiga jenis sel yaitu asidofil,
basofil dan kromofob.[1]
5. Kelenjar pineal (juga disebut badan pineal, epiphysis cerebri, epiphysis, conarium atau
"Mata ketiga") adalah sebuah kelenjar endokrin pada otak vertebrata. Ia memproduksi serotonin
turunan dari melatonin, sebuah hormon yang mempengaruhi modulasi pola bangun/tidur dan
fungsi musiman. Bentuknya mirip dengan sebuah buah pohon cemara mungil (namanya
karenanya), dan dia terletak dekat dengan pusat otak, di antara dua belahan, terselip di sebuah
alur di mana dua badan thalamus bulat bergabung.

Daftar isi
 1 Lokasi
 2 Struktur dan komposisi
 3 Referensi
 4 Pranala luar

Lokasi

Kelenjar pineal berwarna abu-abu kemerahan dan sekitar ukuran sebutir beras (5–8 mm) pada
manusia, berlokasi hanya di rostro-dorsal dengan superior colliculus dan dibelakang dan dibawah
stria medullaris, di antara berposisi lateral badan thalamus. Dia adalah bagian dari epithalamus.

Kelenjar pineal adalah struktur berbentuk garis tengah seperti buah pohon cemara [1] , dan sering
terlihat di tengkorak X-ray, seperti yang sering kalsifikasi.

Struktur dan komposisi

Kelenjar pineal parenchyma dengan kalsifikasi.


Mikrograf dari kelenjar pineal yang normal

Tubuh kelenjar pineal pada manusia terdiri atas lobular parenkim dari pinealocytes dikelilingi
oleh ruangan jaringan pengikat. Permukaan kelenjar itu ditutupi oleh sebuah kapsul pial.

Kelenjar pineal terdiri utamanya dari pinealocytes, tetapi empat tipe sel telah teridentifikasi.
Karena Kelenjar pineal merupakan agak selular (dalam kaitan ke korteks dan zat putih) itu
mungkin keliru dari sebuah neoplasma.[2]

Jenis sel Deskripsi

Pinealocyte terdiri atas sel dengan 4-6 proses muncul. Mereka memproduksi dan
Pinealocytes
mengeluarkan melatonin.

Interstitial cells terletak di antara pinealosit. Mereka memiliki nukleus memanjang


Interstitial cells
dan sitoplasma yang berwarna lebih gelap dari pada pinealosit itu sendiri.

Ada banyak pembuluh dan phagosit di dalam kelenjar itu. Perivaskular terletak dekat
Perivascular
dengan pembuluh darah. Phagosit perivaskular adalah suatu antigen yang
phagocyte
menghadirkan sel - sel.

Pada vertebrata tingkat lebih tinggi, neuron terletak dalam kelenjar pineal. Namun, ini
Neuron pineal
tidak ditemukan pada binatang mengerat (rodents).

peptidergic Pada sejumlah spesies, ditemukan adanya sel-sel neuronal-like peptidergic. Sel-sel ini
neuron-like cells dapat memiliki fungsi pengaturan paracrine.

Anda mungkin juga menyukai