Asuhan Keperawatan Kateterisasi
Asuhan Keperawatan Kateterisasi
Disusun oleh :
Indah Kartikasari
P1337420618020
2. Pengkajian nyeri
Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Keluhan sensori yang dinyatakan
sebagai pegal, linu, ngilu, keju, kemeng, dan sebagainya dapat dianggap sebagai
modalitas nyeri. Penting bagi setisp perawat untuk mempercayai pasien yang
melaporkan rasa nyeri. Selain itu yang sama pentingnya adalah waspada terhadap
pasien yang mengabaikan nyeri. Misalnya mengungkapkan kenyataan bahwa
gangguan atau prosedur biasanya menimbulkan nyeri atau bahwa pasien tampak
meringis saat bergerak atau menghindari gerakan. Menggali alas an mengapa pasien
mengabaikan rasa nyeri juga sangat membantu. Banyak orang yang menyangkal nyeri
yang dialaminya karena mereka takut dengan pengobatan/tindakan yang mungkin
diberikan jika mereka mengeluh nyeri, atau takut menjadi ketergantungan jika obat-
obat ini diberikan untuk mengatasi nyerinya. Kondisi penyakit dan posisi dapat
menimbulkan nyeri pada pasien, perawat perlu mengkaji pengalaman nyeri pasien
sebelumnya, metode pengontrolan nyeri yang digunakan, sekap pasien dalam
menggunakan obat-obatan penghilang rasa nyeri, respons perilaku tehadap nyeri,
pengetahuan pasien, harapan, dan metode manajemen nyeri yang dipilih karena akan
memberi dasar bagi perawat dalam memantau perubahan kondisi pasien. Pengkajian
nyeri yang benar memungkinkan perawat perioperative untuk menetapkan status nyeri
pasien, lebih bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap perawatan yang
diberikan, dan lebih berorientasi pada sifat kemitraan dalam melakukan
penatalaksanaan nyeri. Perawat harus mengembangkan hbungan terapeutik yang
positif dan memberi waktu kepada pasien untuk mendiskusikan nyeri. Perawat juga
harus mempelajari cara verbal dan nonverbal pasien dalam mengomunikasikan rasa
ketidaknyamanan. Meringis, menekuk salah satu bagian tubuh, dan postur tubuh yang
tidak lazim merupakan contoh ekspresi nyeri secara nonverbal.
3. Pengkajian Psikososisokultural
Berbagai dampak psikologis yang dapat muncul adalah adanya ketidaktahuan akan
pengalaman pembedahan yang dapat mengakibatkan kecemasan dalam berbagai
bentuk seperti marah, menolak, atau apatis terhadap kegiatan keperawatan. Pasien
yang cemas sering mengalami ketakutan atau perasaan tidak tenang. Berbagai bentuk
ketakutan muncul seperti ketakutan akan perubahan citra diri da konsep diri.
Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan stressor yang dapat
menurunkan sistem imunitas tubuh. Prosedur pembedahan akan memberikan suatu
reaksi emosional bagi pasien, untuk membedakan reaksi tersebut jelas atau
tersembuyi, ormal atau abnormal, sebagai contoh kecemasan pre operative merupakan
suatu respons antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien
sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam hidup, Integritas tubuh, atau bahkan
kehidupan itu sendiri, dapat diketahui bahwa pikiran yang bermasalah secara langsung
akan mempengaruhi fungsi tubuh. Oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi
ansietas yang dialami pasien. Denga mengumpulkan riwayat kesehatan secara cermat,
perawat akan menemukan kekhawatiran pasien yang didapat menjadi beban langsung
selama proses pembedahan. Pasien yang menghadapi pembedahan akan menemukan
kekhawatiran pasien yang didapat menjadi beban langsung selama proses
pembedahan. Pasien yang menghadapi pembedahan akan mengalami ketakutan,
termasuk ketakutan akan ketidaktahuan, kematian, anestesi dan kanker, kekhawatiran
mengenai kehilangan waktu kerja, kemungkinan kehilangan pekerjaan, tanggung
jawab terhadap keluarga, dan ancaman ketidakmampuan permanen yang lebih jauh.
Menurut potter (2005) reaksi pasien terhadap pembedahan didasarkn banyak faktor,
meliputi ketidaknyamanan dan perubahan-perubahan yang diantisipasi baik fisik,
finansial, psiklogis, spiritual, sosial, atau hasil akhir pembedahan yang diharapakan.
Bagian terpenting dari pengkajian kecemasan pre operative adalah untuk menggali
peran orang terdekat, baik dari keluarga, sahabat, adanya sumber dukungan orang
terdekat akan menurunkan kecemasan.
Pasien dengan konsep diri positif lebih baik mampu menerima operasi yang
dialaminya dengan tepat. Perawat mengkaji konsep diri pasien dengan cara meminta
pasien mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dirinya, pasien yang cepat
mengkritik mungkin mempunyai harga diri yang mudah atau sedang menguji
pendapat perawat tentang karakter mereka. Konsep diri yang buruk mengganggu
kemampuan beradaptasi dengan stress pembedahan dan memperburuk rasa bersalah
atau ketidakmampuannya.
B. Post Operatif
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif.
Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien
pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan
komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali
pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman. Upaya yang dapat dilakukan
diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah yang kemungkinan muncul
pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan
untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan dirumah sakit atau
membahayakan diri pasien. Memperhatiakn hal ini asuhan keperawatan postoperative
sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
Faktor yang mempengaruhi yaitu :
1. Mempertahankan jalan nafas
Mempertahankan jalan nafas dengan mengatur posisi, memasanag suction
dan pemasangan NPA.
2. Mempertahankan ventilasi atau oksiegen
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan
nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul.
3. Mempertahankan sirkulasi darah
Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan dengan pemberian cairan
plasma ekspander.
4. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan
pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin
saja terjadi akibat pengaruh anestesi sehingga perlu dipantau kondisi
vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan observasi
terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
4. Balance cairan
Harus diperhatiakn untuk mengetahui input dan output cairan klien. Cairan
harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat
perdarahan atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi
jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
5. Mempertahankan kenyamanan dan mencegah resiko injury
pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan
beresiko besar untuk jauh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang
nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien,
diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan terkait
dengan agen pemblok nyerinya.
IV. Perencanaan
A. Pre Tindakan
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang
akan dilaksanakan dan hasil akhir pasca operatif
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam tingkat kecemasan
pasien berkurang atau hilang dengan kriteria hasil:
a. Pasien menyatakan kecemasannya berkurang
b. Pasien mampu mengenali perasaan ansietasnya.
c. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang
mempengaruhi ansietasnya.
d. Pasien kooperatif terhadap tindakan
e. Wajah pasien tampak rileks
Intervensi:
a. Bantu pasien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan dan takut.
b. Kaji tanda ansietas verbal dan non verbal. Dampingi pasien dan lakukan
tindakan bila pasien mulai menunjukkan perilaku merusak.
c. Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis operasi.
d. Beri dukungan pra bedah.
e. Hindari konfrontasi
f. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
g. Tingkatkan kontrol sensasi pasien.
h. Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapkan.
i. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya.
j. Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat
k. Kolaborasi: pemberian anticemas sesuai indikasi contohnya diazepam.
2. Defisiensi pengetahuan (tindakan kateterisasi) berhubungan dengan kurang
pengalaman sebelumnya, kurang pemanjanan informasi, kurang kemampuan
mengingat kembali, kurang familier dengan sumber-sumber informasi.
Tujuan : Pasien dan keluarga akan mampu memperlihatkan pemahaman
mengenai tindakan kateterisasi jantung. menambah pendidikan kesehatan pasien
dan keluarag untuk mengurangi kecemasan / ketakutan pasien, mulai mencari
informasi/ mengajukan pertanyaan, berpartisipasi dalam proses belajar.
a. Periksa keakuratan umpan balik untuk memastikan bahwa pasien
memahami program terapi dan informasi lainnya yang relevan.
b. Beri penyuluhan sesuai tingkat pemahaman pasien, ulangi informasi
bila diperlukan.
c. Gunakan berbagai pendekatan penyuluhan seperti redemontrsi dan
berikan umpan balik secara verbal dan tertulis.
d. Bina hubungan saling percaya.
e. Ikut sertakan keluarga atau orang terdekat bila perlu.
B. Post Tindakan
1. Resiko penurunan cardiac output berhubungan dengan gangguan kontratilitas,
gangguan frekuensi, iskemia ventrikel.
Tujuan: diharapakan penurunan curah jantung teratasi, dengan kriteria klien akan,
menunjukkan tanda vital dalam batas normal, disritmia terkontrol atau hilang dan
bebas gejala gagal jantung warna kulit normal, melaporkan penurunan episode
dispnea, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
a. Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung
b. Catat bunyi jantung
c. Palpasi nadi perifer
d. Pantau tekanan darah
e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
f. Pantau haluaran urin, catat penurunan haluaran dan kepekatan/kosentrasi
urin
g. Kaji perubahan pada sensori, contoh latergi, bingung, disorientasi, cemas,
depresi.
h. Berikan istirahat pada tempat tidur atau kursi.
i. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang; menjelaskan
manajemen medik/ keperawatan; membantu pasien menghindari situasi
stress, mendengr/ berespons terhadap ekspresi perasaan/ takut.
j. Istrirahatkan klien dengan tirah baring optimal dalam lingkungan yang
tenang.
k. Berikan pispot di samping tempat tidur. Hindari aktivitas respon valsalva,
contoh mengejan selama defekasi, menambah nafas selama perubahan posisi
l. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/ masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi)
m. Berikan obat sesuai indikasi (contohnya DIuretik, Vasodilator, Captopril,
Morfin sulfat, sedatif, antikoagulan)
n. Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi. Hindri cairan
garam
o. pantau/ ganti elektrolit
p. Panatau seri EKG dan perubahan foto dada.
q. Pantau pemeriksaan laboratorium (fungsi ginjal, fungsi hati,pemeriksaan
koagulasi)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar,
udema paru akut
Tujuan: Pasien akan menunjukkan ekspansi paru simetris, mempunyai kecepatan dan
irama pernafasan normal, tidak mengalami ortopneu.
a. Kaji suara paru, rekuensi nafas, kedalaman dan usaha nafas
b. Pantau adanya pucat dan sianosis
c. Pantau saturasi oksigen
d. Pantau kader elektrolit dan statuse mental
e. Auskultasi suara nafas.
f. Berikan pasien posisi nyaman.
g. Berikan terapi oksigen jika diperlukan.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (prosedur kateterissi)
Tujuan : menunjukkan perilaku/teknik untuk meningkatkan penyembuhan,
mencegah komplikasi, menunjukkan penyembuhan luka tepat waktu.
a. Lihat tempat insisi, evaluasi proses penyembuhan
b. Anjurkan menggunakan baju/celana yang tidak sempit, biarkan insisi
terbuka terhadap udara sebanyak mungkin.
c. perhatikan /laporkan pada dokter insisi yang tidak sembuh, pembukaan
kembali insisi yang telah sembuh, adanya darinase berupa darah atau
perulen, area lokal yang bengkak dengan kemerahan, rasa nyeri meningkat,
dan panas pada sentuhan.
d. Tingkatkan nutrisi dan masukan cairan adekuat.
Haryani, Sri, Novita, Dwi, Dahliyanti. Efektivitas Support Family System Terhadap
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Kateterisasi Jantung di SMC RS Telogorejo.
Nursing Jurnal.