Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembagian ilmu pengetahuan manusia (Human Knowledge) umumnyadapat
diklarifikasi atas tiga kelompok besar yaitu : pertama, ilmu-ilmu alamiah(Natural Sciences),
kedua ilmu-ilmu sosial(social Sciences), dan ke tiga ilmu-ilmu kemanusiaan(Humanities
Sciences). (Wilson G, 1950:1) atau dikenal juga dengan Humaniora. (Sartono Kartodirdjo,
1992:126-128). Bahkan Waldo GEE Leland yang dikutip oleh Wilson GEE mengumpamakan
semua pengetahuan itu sebagai sebuah segitiga. Pada sudut pertama terdapat ilmu alamiah
yang mengkaji lingkungan hidup manusia. Disudut kedua terdapat ilmu-ilmu sosial yang
mempelajari manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia lain. Kemudian disudut
ketiga terdapat ilmu-ilmu kemanusiaan yang mempelajari manifestasi-manifestasi kehadiran
(eksistensi), kejiwaan(spiritual).(G, 1950:23)
Semua cabang ilmu pengetahun yang lansung mengkaji objek-objek alami termasuk
biologi dan cabang-cabangnya, mineralogi, geologi, kimia, fisika, dan lain-lain disebut ilmu
alamiah.(Ibid:9). Ilmu-ilmu alamiah ini dibagi lagi atas dua golongan: ilmu-ilmu
fisikal(physical science) dan ilmu-ilmu biologikal(biological science). Adapun yang
dimaksud dengan ilmu fisikal ialah semua ilmu pengetahun non-organik, termasuk
didalamnya fisika murni(pure physics) atau ilmu-ilmu sejenisnya seperti kimia, mineralogi,
petrologi, geologi, astronomi, meteorologi, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk ilmu-
ilmu biological ialah ilmu pengetahuan organik, dalam arti luas ialah yang mengkaji benda-
benda hidup dalam semua bentuk dan fenomenanya seperti botani yaitu kajian tentang
tumbuh-tumbuhan, dan zoologi yaitu kajian tentang binatang-binatang.(Ibid). Perlu juga
ditambahkan disini bahwa perkembangan ilmu pengetahuan melalui penemuan-penemuan
dan ekperimen-eksperimen ilmiah telah menghasilkan penemuan-penemuan dalam bidang
teknologi. Di Eropa, revolusi ilmu pengetahun(kk.1500-kk.1700) melanjut kepada revolusi
industri sebagai hasil nyata dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.(Leon,1969:14-
17, 53-55)
Kecuali ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu-lmu sosial yang akandibicarakan lebih rinci,
ilmu-ilmu alamiah yang disebut diatas tidak akan dibicarakan lebih lanjut dalam bab ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian sejarah sebagai ilmu sosial?
2. Bagaimana hubungan sejarah sebagai ilmu sosial?
3. Apa kegunaan sejarah untuk ilmu-ilmu sosial?
4. Apa kegunaan ilmu-ilmu sosial untuk sejarah?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian sejarah sebagai ilmu sosial
2. Untuk hubungan sejarah sebagai ilmu sosial
3. Untuk kegunaan sejarah untuk ilmu-ilmu sosial
4. Untuk kegunaan ilmu-ilmu sosial untuk sejarah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH SEBAGAI ILMU SOSIAL


1. Sejarah dan ilmu sosial
Sejarah sebagai ilmu karna mempunyai metodologi penelitian ilmiah yang
bisa dipertanggungjawabkan. Langkah-langkah heuristik dan kritik-kritik sumber
yang dilakukan adalah metode-metode objek ilmiah yang umum sekali dalam
penelitian sejarah. Sejarah sebagai ilmu, sejarah termasuk sebagai salah satu dari
ilmu sosial karena fokus kajinya adalah juga manusia seperti sosiologi
antropologi, psikologi, geografi, dll. Bahkan Karl Popper dengan tegas
mengatakan bahwa ilmu sosial adalah sejarah. Bahkan ilmu-ilmu sosial pun
menggunakan pendekatan historis.

SEJARAH ILMU SOSIAL


Temporal-spasial Atemporal-aspasial
Diakronik Sinkronik
Ideografik Nomotetik
Partikularistik Generalistik

Faktor waktu ini yang amat membedakan sejarah dengan ilmu-ilmu


sosial,sehingga sering dikatakan sejarah adalah kajian yang berkaitan dengan
manusia dan masyarakat pada masa lalu, sedangkan ilmu sosial adalah kajian
tentang manusia atau masyarakat manusia pada masa sekarang.
Selain faktor waktu, kajian sejarah terikatpada tempat tertentu. Suatu peristiwa
atau kejadian-kejadian yang berhubungan dengan manusia atau masyarakat
manusia pasti terjadi disuatu tempat tertentu.
Selanjutnya antara sejarah dan ilmu-ilmu sosial berbeda dalam pendekatan
atau perspektif. Jika sejarah menggunakan perspektif diakronik maka ilmu-ilmu
sosial menggunakan perspektif sinkronik jika perspektif diakronik vertikal maka
perspektif sinkronik diibaratkan lintang(horizontal).
Perbedaannya bukan karena pada waktu dan tempat, melainkan juga sebab dan
pelakunya. Oleh sebab itu, sejarah akan mempelajari secara individual. Misalnya
sejarah Amerika akan dilihat masa-masa sebelum pecah revolusi pada tahun 1776.
Ilmu sosial melihat buakan pada “persamaan” adanya situasi atau kondisi
revolusi atau peperangan. Adapun data sejarah dari masing-masing negara yang
dipergunakan oleh ilmu-ilmu sosial adalah sekedaralat untuk memperkuat
argumentasi bagi generalisasi atu hukum yang ingin ditarik. Yang disebut kajian
sinkronik. Misalnya revolusi Amerika dikaji lebih mendalam mengenai sebab-
musabab serta perkembangan revolusi sehingga tampak kekhasannya jika
seandainya dibandingkan dengan revolusi-revolusi di negara lain. Sejarah
melukiskan dan menafsirkan peristiwa yang terjadi hanya satu kali. Sedangkan
ilmu-ilmu sosial menekankan pada fenomena yang sama di semua negara
sehingga dapat ditarik suatu generalisasi yang dapat berlaku umum.

2
Dikronik (pembagian dua) antara sejarah dikronik-ideografik-partikularistik
dengan ilmu-ilmu sosial lain yang sinkronik-nomotik-generalistik mempunyai
kelemahan-kelemahan yang mendasar yaitu terlalu mengotak-kotakkan ilmu-ilmu
yang seolah-olah satu sama lain tidak mempunyai hubungan.

B. HUBUNGAN SEJARAH DAN ILMU-ILMU SOSIAL


a. Rapproshement (saling mendekat) antara sejarh dan ilmu-ilmu sosial.
Dibandingkan dengan perkembangan ilmu-ilmu sosial lain yang bergerak
pesat, sejarah termasuk sejarah termasuk. Perkembangan metodelogi sejarah ini
sangat erat sekali hubunganya dan usaha-usaha saling mendekat antara sejarah
dan ilmu-ilmu sosial.
Penggunaan konsep-konsep ilmu sosial membuat banyak pertanyaan-
pertanyaan penelitian yang bisa diajukan yang pada gilirannya jawaban-jawaban
yang pada giliran jawaban-jawaban yang diberikan.
Pendekatan antara sejarah dan ilmu-ilmu sosial ini ada hubungannya dengan
ketidakpuasan. Penulisan-penulisan sejarah tidk ditinggalkan sama sekali tetapi
sudah tidak segan-segan menggunakan konsep-konsep ilmu sosial lain, bahkan
jika memang relevan menggunakan teori, hipotesis tau generalisasi-generalisasi .
pada gilirannya ilmu-ilmu sosialpun menggunakan pendekatan sejarah.

2. Sejarah ditengah konsep-konsep ilmu sosial


Perkembangan penelitian dan penulisan sejarah modern telah mulai
membiasakan para sejarawan mengenal dan mrenggunakan sejumlah konsep-
konsep, baik yang dikenal diri dalam diri sejarah sendiri maupun diangkat dari
ilmu-ilmu sosial. Pendekatan interdisiplin atau multidimensional maksudnya ialah
dalam menganalisis peristiwa atau fenomena masa lalu masa lalu, sejarah
menggunakan konsep-konsep dari berbagai ilmu sosial tertentu yang relevan
dengan pokok kajiannya. . Peggunaan berbagai konsep disiplin ilmu sosial ini
akan memungkinkan suatu masalh seah dapat dilihat dari berbagai dimensi
sehingga pemahaman tentang masalah itu, baik keluasan maupun kedalam nya,
akan semakin jelas.
3. Berbagai cabang atau tema sejarah
Sehubungan dengan perkembangan metodelogi sejarah, terutama dengan
pengguanan secara luas konsep – konsep ilmu – ilmu sosial yang relevan seperti
disebutkan diatas, maka muncul berbagai cabang sejarah sesuai dengan tema-
tema yang memberiakan sifat atau karakteristik berbagai ragam historiografi
yang dihasilkan. Contohbebrapacabangsejarah.
a. Sejarah social ilmiah
Jenis sejarah ini dekat dengan sosiologi. Karena teori di identikkan dengan
ilmiah, maka sejarah social ditambahkan label”scientific” paling tidak dikenal
tiga teori besar:

3
1. Teori evaluasi
Menurut teori ini sejarah masyarakat manusia berkembang secara
evolusioner dari keadaan homogen yang tidak kohern menujuk keadaan
heterogen yang kohern.
Teori evolusi ini ada dua cabang yaitu unilinier dan multilinier .menurut
teori evaluasi unilinier dari spencer, semua bentuk kehidupan sama ,
semuabentukkehidupanmenempuhperkembangan yang samaseoah-seolah
melalu istrategi . sebaliknya teori multilinier mempunyai asumsi bahwa
perkembangan setiap kelompok masyarakat mungkin melalui cara yang
berbeda-beda.
2. Teori structural atau sistematis
Masyarakat dilihat sebagai suatu totalitas yang berhubungan sama lain dan
yang mmepunyai suatu dinamika dalam dirinya.
3 .Teori marxisme
Teorinya tentang historis materialistis memenekankan kepada determinisme
ekonomi.

Bebarapa karakteristik terbesar dan sejarah social – ilmiah ialah:


1. Menghasilakan sejarah kolektif yaitu sejarah yang secara langsung
mengaitkan pengalama-pengalaman tercatat dari sejumlah manusia atau
unit-unit social.
2. Sejarah social-ilmiah mencoba membahas atau memahami pola-pola
tingkah laku kolektif menurut konsep-konsep teoritis dan model-model.
3. Sejarawan ilmiah sangat bersandar komperasi-proses-proses fenomena
social politik yang sama dalam setting geografis yang berbeda secara
sistematis dan dianalisis untuk mentes dan mengembankan ide-ide umum
mengenai berbagai proses atau fenomena-fenomena itu berlangsung.
4. Dapat disebutkan kekhasan lain dari sejarah sebagai ilmu social ialah
bersandar pada kuantifikasi , penggunaan computer dan alat-alat lain utuk
data prosesing yang mekanis.

b. Sejarah Ekonomi
Sejarah ekonomi adalah cabang sejarah yang paling cocok dengan teknik-teknik
kuantitatif sehingga dianggap sebagai sains atau ilmu social.
Dalam sejarah ekonomi ada dua aliran:
1. Mazhab Perancis Annales
Annalesd’historeeconomiqueetsociale Menurut jurnal yang diterbitkannya aliran
ini umumnya menaruh perhatian yang besar pada aspek-aspek ekonomi dari masa
silam.
Hanya berbeda dengan mazhab sejarah ekonomi baru, para pengikut annals dalam
melakukan pendekatan kuantitatif pada masa silam.Sesuai dengan nama jurnalnya
aliran Annales tidak hanya mengkaji sejarah ekonomi tetapi juga sejarah social.
2. Sejarah ekonomi
Penganut aliran ini meneliti aspek-aspek ekonomi dengan bantuan teori-teori
ekonomi yang sudah jauh berkembang selama ini. Karya A.H. Conrad dan J.R.
Meyer berjudul Economic Theory, Statisticalinferance and economi history tahun

4
1957 dianggap sebagai awal lahirnya ekonomi baru ini. Pjarawara sejarawan
aliran ini umumnya berangkat mula-mula sebagai ahli-ahli ekonomi sebelum
memasuki sejarah ekonomi. Jadi kebalikan dari sejarawan Annales.

c. Sajarah Politik
Sebagai konsekuensi dari Sejarah Baru, sejarah politik menurut model
Sejarah Lama yang mengutamakan diplomasi dan perang serta peranan tokoh-
tokoh besar dan pa hlawan sudah tidak lagi memuaskan para sejarawan.
Pemaparan desktiptif naratif pada sejarah politik gaya lama digantikan dengan
analisis kritis ilmiah karena sejarah politik model baru telah menggunakan
pendekatan dari berbagai ilmu-ilmu sosial. Cakrawala analisis semakin luas dan
mendalam karena yang dibahas seperti soal struktur kekuasaan,
kepemimpinan,para elit, otaritas, budaya politik, proses mobilisasi, jaringan-
jaringan politik dalam hubungannya dengan sistim sosial, ekonomi dan
sebagainya (Sartono Kattoclirdjo: 165-169). Tidak jarang pemilihan umum dan
perilaku para pemilih (electoral behavior) menjadi kajian dengan penggunaan
analisis kuantitatif. Peranan komputer cukup besar dalam memproses ratusan
biograti dan mentes kebenaran (verifikasi) kecenderungan arah dan luas cakupan
mobilitas sosial. Salah satu contoh sejarah politik di Indonesia telah pula ditulis,
misalnya olh Alfian pada tahun 1970 mengenai "Islamic Modernism in
Indonesian Politics:The Muhammadiyah During Colonial Period", disertasinya di
University of Wisconsin,Amerika Serikat. (Taufik Abdullah dan Abdurachman
Surjomohardjo,1985:48)

4. Sejarah kebudayaan
Ruang lingkup sejarah kebudayaan sangat luas. Semua bentuk manifestasi
keberadaan manusia berupa bukti atau saksi seperti artifact (fakta benda),
mentifact (fakta mental-kejiwaan), dan sociofact (fakta atau hubungan sosial)
termasuk dalam kebudayaan. Semua perwujudan berupa struktur dan proses
kegiatan manusia menurut dimensi ideasional, etis, dan estetis adalah kebudayaan
(Sartono Kartodirdjo: 17, 176, 195, 199).
Pernah sejarah kebudayaan lndonesia diartikan sempit yaitu yang
berhubungan dengan arkeologi. Termasuk di dalamnya peninggalan-peninggalan
zaman kuno seperti dari masa-masa prasejarah,Hindu-Budha, dan islam yang
berkaitan dengan kepercayaan atau agama,senisastra, seni bangunan, seni pahat
dan lain-lain. Tetapi sejarah kebudayaan gaya baru mempunyai ruang cakup yang
lebihluas lagi.Termasuk di antaranya ialah berbagai aspek gaya hidup, etika,
etiket pergaulan, upacara adat, siklus kehidupan, kehidupan dalam keluarga
sehari-hari, pendidikan, permainan, olah raga, mode, sampai kepada jenis
masakan (Ibid.: 195).
Tokoh yang dianggap perintis sejarah kebudayaan ialah Voltaire (1694-
1778) yang tulisannya berjudul Essay on Monners and Customs. Karya-karya
lainnya ialah oleh Jacob Burckhardt berjudul The Civilization of the

5
Reanoissance ia Italy ; J. Huizinga karyanya berjudul The Waning
oftheMiddleAges. Juga karya Arnold J.Toynbee,A Study of History. Buku
Toynbee terdiri dari 12 jilid, memuat kajian komparatif mengenai 26 buah
peradaban dunia yang di antaranya 15 buah sudah tidak ada lagi. (Ibid.:198-199)
5. Sejarah intelektual
Seringkali kajian sejarah intelektual dianggap tumpang tindih dengan
sejarah mentalitas karena kedua-duanya bersumber pada mentifact, fakta
kejiwaan atau mentalitas. Tetapi untuk mudahnya dibedakan sejarah intelektual
mempelajari “ide ide” (idea) sedangkan sejarah mentalitas mengkaji
“kepercayaan rakyat dan sikap-sikap“ (popular beliefs and attirudes).( Sartono
Kartodirdjo:170-171) .
Alam pikiran pada masa lalu pada akhirnya menjadi perhatian utama
sejarah intelektual. Alam pikiran itu mempunyai struktur-struktur dan struktur-
struktur ini dianggap lebih dapat bertahan lama daripada struktur sosial ekonomis.
Pengaruh alam pikiran ini dianggap lebih langsung terhadap perbuatan manusia
daripada struktur sosial ekonomis.Contoh konkret misalnya ideologi-idologi
politik seperti liberalisme,sosialisme,konservatisme dan sebagainya. Pandangan-
pandangan Johhn Locke (1632-1704), Barou de Montesquieu (1689-1755), J.J.
Rousseau (1712-1778), Hegel (1770-1831) dan lain-lain mengenai bidang teori
politik mempunyai bekas yang mendalam dalam sejarah politik dan kelembagaan
pemerintahan di dunia Barat (Ankersmit: 302 303). Akhirnya segala sesuatu yang
berhasil dicapai oleh akal budi manusia pada masa lampau merupakan objek
penelitian sejarah intelektual. Hasil-hasil dari Revolusi llmu Pengetahuan pada
"Zaman Akal" (Age of Reason, 1650-1815) dengan segala macam aspeknya serta
Revolusi Intelektual sejak dari Darwin dengan teori evolusinya, Freud dengan
psikoanalisisnya, sampai kepada Einstein dengan teori relativitasnya menjadi
kajian sejarah intelektual. Begitu pula dengan hasil-hasil filsafat. sejarah,susastra,
seni lukis,seni patung, arsitektur dan musik dari masalalu yang sama. (Joseph M
Leon 1969: 14-23;100-114)

6. Sejarah Demografi
Sejarah demografi sebenarnya bukan suatu lapangan baru. Para ahli
demografi sendiri mencatat bahwa disiplin ini telah ada sejak publikasi John
Graunt, Natural and Political Observations Made Upon the Bills of Mortality
pada tahun 1662. Karya ini berhubungan dengan data kependudukan lnggis pada
abad ke 16. Tetapi sejarah demografi adalah suatu bidang yang diperbaharui
kembali. karena sejak tahun 1940 para sarjana kependudukan telah
mengembangkan ide-ide dan prosedur-prosedur yang kuat untuk
mengembangkan analisis masa sekarang dengan analisis masa lalu. Sekarang ini
para ahli demografi dengan mempertimbangkan pengalaman di Barat dan
penduduk-penduduk bagian dunia lainnya lelah mengembangkan suara teori
tentang transisi demografik (demographic transition) yang mereka harap akan
dapat meramalkan dampat insdustrialisasi atas penduduk di seluruh dunia.

6
Roger Revelle merangkum : Pada masa lalu, menurut teori ini, penduduk
manusia dapat mempertahankan diri atau bertambah perlahan-lahan dibawah
kondisi 'kematian yang tinggi seimbang dengan tingginya kesuburan yang tidak
terkendali. Selama Revolusi Industri, kesuburan tetap tinggi dan tidak terkendali
sementara waktu, dan rata-rata panjangnya usia bertambah Akibatnya,penduduk
bertambah cepat didunia Barat, pada angka rata-rata lebih tinggi daripada
apayang pemah dialami sebelumnya. Selama abad ke19 dan awal abad ke-20,
rata-rata kelahiran berkurang,mulamula di Perancis dan Amerika Serikat, karena
pengendalian kelahiran yang disengaja oleh pasangan-pasangan individual.
Menurutnya kesuburan lambat-laun memperlambat pertambahan Jumlah
penduduk...(Landes & Tilly: 57.)

7. Sejarah Psikologis dan Psikohistori


Ternyata bahwa pengetahuan psikologi amat berguna bagi para peneliti
sejarah. Dengan bekal pengetahuan ini para sejarawan dapat mengkaji berbagai
aspek perilaku manusia pada masalalu.Psikologi untuk pengkajian sejarah ini ada
dua macam: psikologi kelompok dan psikologi individual. Masing-masing
melahirkan cabang-cabang sejarah yang mengkaji dan menganalisis kelompok-
kelompdk manusia dan individu-individu pada masa'silam Cabang pertama
disebut “sejarah mentalitas" dan cabang kedua disebut “psikohistori”
(psychohistory) yaitu pengkajian sejarah yang menggunakan psikologi.
(Ankersmit: 256) '
1) Sejarah mentalitas mempunyai cakupan yang cukup luas yang
berhubungan dengan ide, ideologi,'orientasi nilai,-sikap, watak, mitos dan segala
hal yang berkaitan dengan struktur kesadaran. Dalam sejarah mentalitas yang
menjadi perhatian ialah bagaimana ide atau semangat mempengaruhi proses
sejarah tertentu. Dalam praktiknya melihat bagaimana interkasi antara ide dan
aksi, terutama sebagai mentalitas kolektif atau kelompok (Sartono
Kartodirdjo:170-172; Ankersmit: 256-262). Prof. Sartono menunjukkan contoh
sejarah mentalitas pada periode pergerakan nasional Indonesia Begitu juga bahan-
bahan mentah untuk sejarah mentalitas ini dapat digali dari folklore (cerita
rakyat), folkbelief (kepercayaan rakyat), folksong (lagu rakyat) dan tradisi tradisi
lisan (oral), yang semuanya menjadi milik kolektif kelompok (Sartono
Kartodirdjo: 173). Sementara itu pada pihak lain psikologi kelompok juga
membantu sejarah menganalisis tindakan tindakan tantangan seperti pemogokan
demonstrasi, kekerasan di jalan jalan (street riots), tingkah laku kerumunan
(mob), dan pemberontakan-pemberontakan pada masa lalu. Komponen
komponen psikologis tampak pada efek-efek kegairahan menghadapi risiko dan
pengorbanan,kehangatan dalam kebersamaan,penyerahan bulat-bulat pada
perjuangan untuk suatu ideologi, dorongan bagi anak-anak muda untuk
menunjukkan kejantanan dengan penggunaan kekerasan, atau daya tarik wanita
pada kejantanan lakilaki dan sebagainya (Landes & Tilly: 70).

7
2) Psikohistori. Banyak sejarawan pernah mendengar tentang Sigmund
Freud tetapi tidak pernah membaca sendiri tentangnya apalagi . mempelajari
tulisan tulisannya. Mereka yang mungkin menjadi sejarawan psikologis atau
psikoanalis, ada yang pernah mendapat pendidikan psikologi, ada pula hanya di
bidang sejarah saja, tetapi jarang mendapat kedua-duanya. Jika ahli psikoanalisis
sendiri sudah mengalami kesulitan dengan seorang pasien hidup yang berbaring
di sofa ruang praktiknya, tentu akan lebih sulit lagi bagi ahli psikiatri dan
psikoanalisis untuk mengaplikasikan teknik ini pada sejarah. Meskipun demikian
psikohistori tetap saja tumbuh. Tokohnya ialah Erik H. Erikson yang karyanya
Young Man Luther: A Study in Psychoanalysis and History (1958) adalah
prototipe psikohistoris biografrs. Erikson memasuki sejarah berangkat dari
psikiatri. Para pengikutnya jarang mendapat latihan psikoanalisis. Modelnya
adalah mengenai perkembangan pribadi (individu) yang berasal dari pengalaman
Barat yang masyarakatnya industrialis dan kaya. Untuk individu-individu dari
tempat-tempat dan waktu-waktu lain non Barat dan non industri mungkin harus
dilakukan modifikasi modifikasi. Tetapi jelas bahwa dengan dimasukkannya
pertimbangan psikologis ke dalam analisis biografis memperkaya pemahaman
kita tentang tingkah laku manusia.. (Landes & Tilly: 69)
C. KEGUNAAN SEJARAH UNTUK ILMU-ILMU SOSIAL
Sejarah mempunyai kegunaan untuk ilmu-ilmu sosial dalam tiga hal : (1)
Sejarah sebagai kritik terhadap generalisasi ilmu-ilmu sosial, (2) permasalahan
sejarah dapat menjadi permasalahan ilmu-ilmu sosial, dan (3) pendekatan sejarah
yang bersifat diakronis menambah dimensi baru pada ilmu-ilmu sosial yang
sinkronis.
Sejarah sebagai kritik sebagai generalisasi ilmu-ilmu sosial
Max Weber (1864-1920) dalam metodologi ilmu-ilmu sosial menggunakan
ideal type(tipe yang abstrak) untuk mempermudah penelitian, yang sangat berguna
bagi sejarawan. Namun, ketika dihadapkan pada kenyataan historis yang faktual,
ternyata tipe ideal itu banyak yang tidak mempunya dasar faktual. Buku Weber yang
terkenal, The Prrotestant Ethic and the Spirit of Capitalism(dalam bahasa Jerman
keluar tahun 1904-1905, dalam terjemahan Inggris 1930), menyatakan bahwa
timbulnya kapitalisme ialah karena adanya semangat protestantismeyang
memperkenankan orang untuk menimbun kekayaan, tidak untuk dinikmati, tetapi
untuk menghabdi pada Tuhan. Jadi orang mulai menanam dan menanam modal.
Buku Weber yang lain, The Religion of China, banyak dikecam karena mengandung
kelemahan, Weber tidak peka dengan periodesasi sejarah. Dalam buku itu dia
membuat kesimpulan-kesimpulan umum mengenai Cina dengan menghubungkan
fakta-fakta dari periode yang berlainan.
Buku Karl Wittfogel, Oriental Despotism, yang berisi teori tentang hydraulic
society yang diambil dari studi tentang adanya despotis me dalam masyarakat
pengguna air sungai – di sekitar sungai-sungai Nil, Indus, dan Yang Tse Kiang.
Disana bisa timbul raja yang berkuasa mutlak untuk membagikan air. Bila teori
hidraulic society itu akan dipakai untuk menganalisis birokrasi di Jawa. Misalnya
pertanyaan apakah di tempat ini ini benar-benar ada patrimonialisme, tetapi

8
kekerasan dan kekejaman yang ada sifatnya individual, tidak masal, sebab di Jawa
raja tidak bisa membiayai tentara yang jumlahnya besar. Ketika Sultan Agung
menyerbu Batavia pada 1628, ia menggunakan bupati pantai utara Bahureksa. Di
Bali teori itu akan dihadapkan pada fakta sejarah, karena urusan air di Bali diatur
oleh lembaga subak, dan tidak oleh negara.
Permasalahan sejarah dapat menjadi permasalahan ilmu-ilmu sosial
Untuk Indonesia, banyak tulisan sudah dikerjakan oleh sosiologi pedesaan
dengan permasalahan Tanam Paksa. Soedjito Sosrodihardjo sudah menulis tentang
struktur masyarakat Jawa dan Loekman Soetrisno tentang perubahan pedesaan,
kedua-duanya adalah sosiolog.
Contoh lain yang paling spektakuler ialah buku Barrington Moore, Jr., Social
Origins of Dictatorship and Democracy: Lord and Peasant in the Making of the
Modern World, yang membuat generalisasi tentang revolusi Inggris, Perancis,
Amerika, Cina, Jepang, dan India. Barrington Moore, Jr. Membuat generalisasi
tentang tiga jalan menuju kapitalisme dan demokrasi parlementer, seperti ditempuh
Revolusi Puritan, Revolusi Perancis, dan Revolusi Amerika. Jalan kedua ialah juga
kapitalisme, tetapi peran negara sangat dominan, sehingga ada revolusi dari atas
yang bermuara pada fasisme, seperti dialami Jerman dan Jepang. Jalan ketiga adalah
lewat komunisme, seperti dialami oleh Rusia dan China. Adapun India, tidak
mengenal revolusi borjuis, revolusi konservatif, atau revolusi komunis. Karna itu
India mengalami stagnasi pada tahun 1960-an. Mengenai peranan petani
dikatakannya bahwa petani menentukan dalam revolusi di Rusia dan China, penting
di Peraancis, kecil di Jepang, tidak penting di India , dan meragukan (trivial) di
Jerman dan Inggris.
Ada lagi Roland Mousnier yang membandingkan revolusi petani dan Eric R.
Wolf mengenai perang petani pada abad ke-20.

Pendekatan sejarah yang bersifat diakronis menambah dimensi baru pada ilmu-ilmu
sosial yang sinkronatis
Dua buku Glifford Geertz, Agricultural Involution The Process of Ecological
Change in Indonesia dan The Social History of an Indonesia Town adalah conto
penggunaan pendekatan sejarah untuk antropologi.
Buku pertama, yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Geertz
melakukan analisis atas perubahan atas ekologi di Jawa. Dengan membedakan
Indonesia dalam dan Indonesia luar, yang mempunyai ekologi yang berbeda, yaitu
sawah dan ladang. Geertz bertanya mengapa Jawa dapat menampung pertambahan
penduduk. Kunciya terletak karena sejak abad ke-19 di Jawa ditanam tebu. Ternyata
tebu dapat bersimbiose dengan padi. Demikianlah, di Jawa ada shared poverty,
kemiskinan, tetapi Jawa dapat menampung banyak penduduk.
Dalam buku yang kedua, Geertz melukiskan bahwa kuto Mojokuto yang
ditelitinya berdiri pada abad ke-19 di jalan di mana perusahaan-perusahaan pertanian
mulai beroprasi. Kota itu dapat menjadi contoh bagibanyak kota di ujung Jawa

9
Timur, yang merupakan wilayah fronttier yang baru dibuka bersamaan dengan
pembukaan perkebunan. Penduduk kota-kota itu adalah migran dari tempat-tempat
lain yang tenaga kerjanya mngalami tekanan karena tanam paksa.
Kedua buku itu menjadi contoh bagaimana sejarah lebih menekankan proses
dapat membantu ilmu-ilmu sosial yang menekankan struktur.
Buku Elly Touwen-Bouwsma, Staat, Imlam en locale leiders in West Madura,
Indonesia: Een bistorisch-antrhopologisch studie, selain riset antropologi dengan
penelitian lapangan, juga dikombinasikan dengan penemuan-penemuan sejarah.
Selai dia, juga tentunya lebih banyak lagi penelitian dari jurusan Niet-westerse
sociologie yang berbuat serupa.
Hasil dari perpaduan itu tetap diakui sebagai ilmu sosial dan bukan sejarah.
Misalnya, kita kenal historical sociology dan historical demography. Batas antara
keduanya seringkali kabur.
D.KEGUNAAN ILMU – ILMU SOSIAL UNTUK SEJARAH

Sejarah Baru yang memang lahir dari adanya perkembangan ilmu- ilmu sosial menjadi bukti
bagaimana besar pengaruh ilmu – ilmu sosial pada sejarah. Pengaruh ilmu – ilmu sosial pada
sejarah dapat kita golongkan ke dalam empat macam, yaitu (1) konsep, (2) teori, (3)
permasalahan dan
(4) pendekatan.
Meskipun demikian, penggunaan ilmu – ilmu sosialdalam sejarah itu bervariasi. Variasi
adalah (1) yang menolak sama sekali, (2) yang menggunakan secara implisit, dan (3) yang
menggunakan secara eksplisit. Tentu saja ada varian campuran dan kekaburan batas.
Yang menolak sama sekali penggunaan ilmu – ilmu sosial berpendapat:
(1) Bahwa penggunaan ilmu – ilmu sosial akan berarti hilangnya jatidiri sejarah sebagai
ilmu yang diakui keberadaannya, jadi sejarah cukup dengan common sense (akal, sehat, nalar
umum, akal sehari – hari) dan penggunaanya dokumen secara kritis. Tanpa ilmu – ilmu sosial
sejarah dapatnya dapat menjadi dirinya sendiri. Sejarah itu harus mendekati obyeknya tanpa
prasangka intelektual (memakai semacam grounded research). Dari penelitian akan timbul
dengan timbul dengan sendirinya pengelompokan – pengelompokan, dari dalam kita akan
dapat insight, tidak dari luar melalui ilmu – ilmu sosial. Misalnya, tanpa konsep intelektual
apapun kita tahu bahwa ada revolusi antara tahun 1945- 1950.
(2) Penggunaan ilmu – ilmu sosial hanya akan menjadikan sejarah ilmu yang tertutup secara
akademis dan personal. Dari sudut pandang akademis, tanpa ilmu – ilmu sosial sejarah bersifat
multidisipliner. Dengan ilmu – ilmu sosial, sejarah akan kehilangan sifat kemandiriannya sebagai
the ultimate interdisciplinarian.Secara personal, sejarah akan punya peristilahan teknis, dan ini
tidak menguntungkan. Sebab, orang yang “hanya” berbicara dengan bahasa sehari hari akan
menyingkir. Kemana mereka, kalau tidak ke sejarah? Begitu banyak orang berbakat yang tetap
menjadi amatir, hanya karena sejarah menggunakan ilmu – ilmu sosial.
Ternyata, tanpa ilmu ilmu sosial, sejarah dapat ditulis dengan baik. Tulisan Taufik Abdullah,
Schools and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatra (1927 – 1933). Demikian juga
buku – buku H.J.de Graaf tentang Mataram, M. C. Ricklefs tentang Yogyakarta abad ke-19, dan
Leonard Blusse tentang Batavia abad ke-17. Semua itu ditulis dengan kekayaan dokumen,
ketelitian, sikap kritis, cerdas, dan rhetorika yang baik. Jangan sampai penggunaan analisis ilmu
– ilmu sosial , dipakai untuk menutupi kekurangan rhetorika.

10
Akan tetapi, mereka yang tidak memakai ilmu – ilmu sosial pun setuju bahwa pendidikan
ilmu - ilmu sosial amat penting karena ilmu – ilmu sosial akan mempertajam insight sejarawan .
Adapun penggunaan ilmu – ilmu sosial meliputi:

Konsep
Bahasa Latin conceptus berarti gagasan atau ide. Sadar atau tidak, sejarawan banyak
menggunakan konsep Ilmu – ilmu sosial. Anhar Gonggong dalam disertasi tentang Kahar
Muzakkar ia memakai konsep local politics untuk menerangkan konflik antar golongan di
Sulawesi Selatan juga karena sirik.
Suhartono dalam, Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta, 1830 –
1920, menggunakan konsep rural elite untuk menerangkan bekel dan konsep counter elite dan
rural bandit untuk menerangkan perampok kecu.
Teori
Bahasa Yunani theoria berart, diantaranya, “kaidah yang mendasari suatu gejala, yang
sudah melalui verfikasi”; ini berbeda dengan hipotesis (Webster’s New Twentieth Century
Dictionary.
T. Ibrahim Alfian dalam buku, Perang di Jalan Allah menerangkan Perang Aceh dengan teori
collective behavior dari Neil J. Smelser. Dalam teori itu diterangkan bahwa perilaku kolektif
dapat timbul, melalui dua syarat yaitu ketegangan struktural structural strain dan keyakinan
yang tersebar (generalized belief). Ada ketegangan antara orang Aceh dengan pemerintah
kolonial, antara muslim dengan kape, yang menghasilkan ideologi perang sabil.
Permasalahan
dalam sejarah banyak sekali permasalahan ilmu-ilmu sosial yang dapat diangkat jadi topik-
topik penelitian sejarah. Soal seperti mobilitas soaial, kriminalitas, migrasi, gerakan petani,
budaya istana, kebangkitan kelas menengah, dan sebagainya.
Untuk memberi contoh satu saja dari sekian banyak kemungkinan, ambilah buku Sartono
Kartodirdjo et al., Perkembangan Peradaban Priyayi. Buku ini ditulis berdasarkan permasalahan
elite dalam pemerintahan kolonial, kemunculannya, lambang-lambangnya, dan perubahan-
perubahannya.
Pendekatan
Sebenarnya, semua tulisan sejarah yang melibatkan penelitian suatu gejala sejarah dengan
jangka yang relatif panjang ( aspek diakronis ) dan yang melibatkan penelitian aspek ekonomi,
masyarakat, atau politik (aspek sinkronis) pastilah memakai juga pendekatan ilmu-ilmu sosial.
Pemakaian yang implisit ialah tulisan Soegijanto Padmo, The Cultivation of Vorstenlanden
Tobacco in Surakarta Residency and Basuki Tobacco in Basuki Residency and Its Impact on the
Peasant Economy and Society. 1860-1960. Tulisan yang membicarakan penanaman tembakau
dan pengaruhnya pada ekonomi dan masyarakat itu memakai pendekatan ilmu-ilmu sosial,
sehingga tulisan itu bisa kita masukkan dlam sejarah sosial.
Agak eksplisit ialah disertasi Kuntowijoyo, ”Social Change in an Agrarian Society: Madura,
1850-1940”. Sebagaimana judulnya disertasi itu membicarakan Madura yang berubah dari
Patrimonialisme ke kolonialisme. Disertasi itu, di antaranya, menanyakan mengapa dalam
perubahan kelas tidak terjadi. Apa yang disebut Vilfredo Pareto sebagai circulation of the elites
tidak ada di Madura. Ternyata jawabannya ialah karena Belanda menjamin bahwa bangsawan
akan dipekerjakan sebagai pegawai, baik sipil atau militer.
Di bawah ini akan diberikan contoh, bagaimana ilmu-ilmu sosial berguna untuk sejarah. Bagi
tiap ilmu akan diberikan tiga kasus fiktif, sekedar sebagai gambaran bagaimana ilmu-ilmu sosial
memperkaya sejarah.

11
a. Sosiologi
Spesialisasi dalam sosiologi, seperti sosiologi keluarga, sosiologi desa, dan sosiologi kota, teori-
teori sosiologi, seperti stratifikasi, revolusi, kekuasaan, konsep-konsep sosiologi, seperti
mobilitas sosial, perubahan sosial, dan solidaritas, semuanya perlu dikuasai untuk menulis
sejarah sosial.

Latar belakang : Dari buku Mitsuo Nakamura, The Crescient Arises Over the Banyan Trees, kita
tahu bahwa keluarga, banu, di Kota Gede sebelum perang selalu menjadi wiraswasta. Tetapi,
kemudian mengalami priyayinisasi, menjadi pegawai.(Banu Amir dari Kota Gede, 1910-1990).
Permasalahan : ini termasuk sejarah keluarga. Dengan melacak sebuah keluarga yang banyak
anggotanya dan dalam waktu yang relatif panjang, setidaknya kita berharap menjangkau empat
generasi. Dengan empat generasi itu kita akan dapat gambaran mengenai Kota Gede, terutama
soal bagaimana orang tumbuh. Jadi pertanyaanya ialah benarkah ada priyayinisasi ?
Sumber : (1) Sejarah Lisan. (2) Foto. (3) Bangunan. (4) Surat-Surat. (5) Arsip Kraton, Belanda.

b. Ilmu politik
Dalam ilmu politik di antaranya ada istilah-istilah political culture, organisasi, sistem politik,
demokrasi, konstitusi, bargaining, birokrasi, kharisma, dan patron-client, kepemimpinan, dan
korupsi.

Latar belakang : NU yang pada dasarnya adalah organisasi dakwah, sebelum dan sesudah
kembali ke khittah 1926, ada saja orang yang cenderung pada politik praktis, baik bergabung
dengan PPP, GOLKAR, atau PDI.
Judul : para penyeberang: biografi kolektif KH Sjansuri Badawi, KH Musta’in Romly, Chalid
Mawardi, dan KH Abdul Choliq Murod,
Permasalahan : mana dakwah yang lebih efektif, melalui politik praktis ataukah dakwah murni.
Sumber (1) Interview dengan orang-orang yang dimaksud, dan orang-orang di sekitarnya. (2)
Dokumen-dokumen OPP.

c. Antropologi
Dalam antropologi, disini akan ditekankan pada symbolic anthropology, meskipun ada social
anthropology, political anthropolog,dan economic anthropology.konsep-konsep yang perlu
diketahui, diantaranya ialah simbol, sistem kepercayaan,folklore, tradisi besar, tradisi kecil,
enkulturasi, inkulturasi, primitif, dan agraris.

Latar belakang : membaca novel Hamka, Merantau ke Deli,kitaakan terfikir bahwa tempat yang
maju sebelum perang itu juga merupakan tempat pertemuan antar suku.
Judul : Medan, 1920-1942
Permasalahan : Di Medan bertemu suku-suku bangsa: Melayu, Minangkabau, Mandaling, Batak,
dan Jawa. Masing-masing membawa jati diri suku. Mereka membentuk melting pot, atau ada
segregation, atau masyarakat Plural ? ditambah lagi orang-orang asing: Belanda dan Cina.
Konflik etnis dan rasial ?
Sumber : (1) Arsip. (2) Koran dan penerbitanlain. (3) Bangunan.

c. Ekonomi
Ada pertanyaan, siapakah yang berhak menulis sejarah ekonomi :ekonom atau sejarawan ?
jawabannya ialah siapa saja – termasuk orang di luar dua disipliin itu – yang menguasai kaidah-

12
kaidah penelitian ekonomi dan sejarah. Sejarawan yang akan melakukan penulisan sejarah
ekonomi, harus menguasai konsep-konsep ilmu ekonomi, meskipun sederhana. Konsep-konsep
seperti ekonomi makro, ekonomi mikro, ekonomi pembangunan, pemasaran, inflasi, devaluasi,
agio, upah, gaji, biaya, bunga, nilai tambah, harga, dan sewa harus dikuasai.

Latar belakang : Pada tahun 1905 roti dalam kaleng menjadi suguhan para priyayi. Ini dapat kita
baca dalam Serat Rijanto karangan R.B. Soelardi ketika ibu Rijanto menyuguh tamunya.
Karangan itu diterbitkan pada tahun 1920, tetapi ada yang menyebutkan tahun 1913, tetapi
isinya menyeritakan peristiwa sekitar 1905.
Judul : Makanan Kaleng, Sejarah penyebaran dan pabrikasinya.
Permasalahan : Roti dalam kaleng mula-mula diimpor sebagai makanan jadi. Kemudian roti
kaleng itu diproduksi di Indonesia. Tetapi, belum di ketahui waktu dan tempat dimana pabrik
roti itu didirikan. Bagaimana mata rantai pengedarannya.
Sumber : (1) Koran. (2) Penerbitan lain. (3) Sejarah lisan.

d. Demografi
Yang harus diketahui oelh sejarawan, yang bukan demografer, sebenarnya masih dalam
jangkauan. Dengan membaca buku-buku demografi orang akan mendapat feeling apa yang
termasuk permasalahan demografi. Konsep-konsep sederhana, seperti perkembangan
penduduk, sensus, proyeksi, fertilitas, mortalitas, morbiditas, umur, jenis kelamin, dan migrasi
harus di kenal.

Latar belakang : Perpindahan dari Demak ke Pajang ke Mataram selama ini hanya diterangkan
secara politis (pergantian dinasti) atau kultural (kemenangan sinkretisme atas puritanisme).
Akan tetapi, belum ada keterangan dari sudut perkembangan penduduk dan daya dukung alam.
Judul : Perkembangan Penduduk dan Perpindahan Kekuasaan pada Abad ke-16.
Permasalahan : Perkembangan penduduk bisa dihitung dari konsumsi garam, beras, dan barang
lain. Dapat juga dihitung dari jumlah cacah yang bisa dibagikan. Kalau pada abad yang dimaksud
tidak ada sumber yang dapat dirujuk, dari angka yang tersedia kapan saja pasti dapat dihitung
mundur sampai abad ke-16.
Sumber : Babad

13
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pembagian ilmu pengetahuan manusia(Human Knowledge) umumnyadapat
diklarifikasi atas tiga kelompok besar yaitu : pertama, ilmu-ilmu alamiah(Natural
Sciences), kedua ilmu-ilmu sosial(social Sciences), dan ke tiga ilmu-ilmu
kemanusiaan(Humanities Sciences).Sejarah sebagai ilmu karna mempunyai
metodologi penelitian ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Rapproshement
(saling mendekat) antara sejarh dan ilmu-ilmu sosial.
Rapproshement (saling mendekat) antara sejarah dan ilmu-ilmu sosial.Sejarah
ditengah konsep-konsep ilmu social Perkembangan penelitian dan penulisan sejarah
modern telah mulai membiasakan para sejarawan mengenal dan mrenggunakan
sejumlah konsep-konsep, baik yang dikenal diri dalam diri sejarah sendiri maupun
diangkat dari ilmu-ilmu sosial. Berbagai cabang atau tema sejarah
Sehubung dengan perkembangan metodelogi sejarah, terutama dengan pengguanan
secara luas kosep-konsep ilmu-ilmu social antara lain: Sejarah social ilmiah, Sejarah
Ekonomi, Sajarah Politik, Sejarah kebudayaan, dll.
kegunaan sejarah untuk ilmu-ilmu social. Sejarah mempunyai kegunaan untuk ilmu-
ilmu sosial dalam tiga hal : (1) Sejarah sebagai kritik terhadap generalisasi ilmu-ilmu
sosial, (2) permasalahan sejarah dapat menjadi permasalahan ilmu-ilmu sosial, dan
(3) pendekatan sejarah yang bersifat diakronis menambah dimensi baru pada ilmu-
ilmu sosial yang sinkronis.
kegunaan ilmu – ilmu sosial untuk sejarah.Sejarah Baru yang memang lahir dari adanya
perkembangan ilmu- ilmu sosial menjadi bukti bagaimana besar pengaruh ilmu – ilmu sosial
pada sejarah. Pengaruh ilmu – ilmu sosial pada sejarah dapat kita golongkan ke dalam
empat macam, yaitu (1) konsep, (2) teori, (3) permasalahan dan
(4) pendekatan.

B. SARAN
Dalam penyusunan makalah ini kami sadar banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan, oleh karena itu kami mengharapkan kritikan dari dosen dan para pembaca
yang membangun. Terima kasih

14
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai