Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

1. KONSEP DASAR MEDIS


A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Carpenito, 2015).
Menurut Suddarth fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang
banyak disebabkan karena kekerasan yang mendadak atau tidak atau
kecelakaan (Suddarth, 2012)
Menurut Santoso Herman fraktur adalah terputusnya hubungan
normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan
Herman, 2014)
B. KLASIFIKASI
Fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
b. Berdasarkan luas dan garis fraktur
1) Fraktur Komplit : tulang terpotong total , garis patah melalui 2
korteks tulang
2) Fraktru Inkomplit : tulang tidak terpotong secara total, garis patah
tidak melalui seluruh garis peampang tulang
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang/ fraktur fragmen miring dan meruakan
akibat trauma angulasijuga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral/
fraktur fragmen melingkar yang disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang, misal pada patella
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
d) Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
e) Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses
patologis tulang (Suddarth, 2012)
C. ETIOLOGI
Adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang
mengakibatkan fraktur
2. Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat kejadian kekerasan.
3. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal (kongenital,
peradangan, neuplastik dan metabolik) (Nurarif, 2015)
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati (Herman, 2014)
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Santoso Herman (2014) manifestasi klinik dari fraktur adalah:
a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
b) Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c) Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d) Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau menentukan
lokasi/luasnya fraktur
2. Bone scan : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa
penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan
beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi
pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah hati (Herman,
2014)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan dan Terapi Medis
a) Pemberian anti obat antiinflamasi.
b) Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
c) Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
d) Bedrest, Fisioterapi
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (brunner
dan suddarth, 2014). Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metodde untuk mencapai
reduksi fraktur dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.
Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat
frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalika fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi
dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur
tertentu memerlikan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk memepertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang solid terjadi.
Tahap selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi dan
memepertahankan fragmen tulang dalam posisis dan kesejajaran yang
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan teknik gips. Sedangkan
implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
H. KOMPLIKASI
a. Syok
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan
ekstrasel ke jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah
dalam jumlah besar akibat trauma.
b. Mal union.
Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan
mal union, sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang
terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling
beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non
union).
c. Non union
Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20
minggu. Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
d. Delayed union
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus
berlangsung dalam waktu lama dari proses penyembuhan fraktur.
e. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur
terbuka atau pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh
pemasangan alat seperti plate, paku pada fraktur.
f. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan
bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian
menyumbat pembuluh darah kecil, yang memsaok ke otak, paru, ginjal,
dan organ lain.
g. Sindrom Kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari
yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan
fungsi ekstermitas permanen jika tidak ditangani segera.
h. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan
iskemia, dan gangguan syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya
injuri atau keadaan penekanan syaraf karena pemasangan gips, balutan
atau pemasangan traksi (Carpenito, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, 2012, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Carpenito (2015), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6,
EGC, Jakarta
Nurarif Amin & Kusuma Hardi (2015), Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis & nanda nic-noc, Jilid 2, Mediaction,
Jokjakarta
Herman Santoso, dr., SpBO (2014), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem
Muskuloskeletal, Diktat Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.

Anda mungkin juga menyukai