Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA

TERHADAP TINDAKAN DETEKSI DINI SKOLIOSIS PADA ANAK USIA


12–15 TAHUN DI SMP NEGERI 1 WANAYASA

CORELATION KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF PARENTS TO


ACTION ON EARLY DETECTION SCOLIOSIS SCHOOL AGE 12–15
YEARS IN SMP NEGERI 1 WANAYASA

Shyfa Nurasiyah Fauziani1, Zacarja Jacob Manoe2, Irwan Mardana3

1
Fakultas Kedokteran Universitas Jendral Achmad Yani, 2Bagian Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Jendral Achmad Yani, 3Bagian Radiologi RS
Dustira.

ABSTRAK

Skoliosis adalah kelainan tulang belakang yang ditandai dengan kelengkungan


kearah samping dapat terlihat sebagai huruf ‘C’ atau ‘S’serta dapat disertai dengan
rotasi tulang belakang. Pengetahuan tentang skoliosis seharusnya dimiliki oleh
orang tua terutama yang memiliki anak berisiko skoliosis sehingga dapat
melakukan tindakan deteksi dini skoliosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menjelaskan hubungan antara pengetahuan dan sikap orang tua terhadap tindakan
deteksi dini skoliosis. Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan
studi potong lintang. Populasi dalam penelitian adalah orang tua murid kelas 7, 8,
dan 9 di SMP Negeri 1 Wanayasa dengan jumlah sampel 60 responden. Variabel
independen yang diukur meliputi pengetahuan dan sikap orang tua terhadap
skoliosis, sedangkan variabel dependen yang diukur adalah tindakan deteksi dini
skoliosis. pengumpulan data penelitian menggunakan kuesioner dan setelah itu
dianalisis menggunakan chi square. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat
pengetahuan memiliki hubungan yang bermakna dengan tindakan deteksi dini
skoliosis (P=0,025) dan sikap orang tua memiliki hubungan yang tidak bermakna
dengan tindakan deteksi dini skoliosis (P=0,226). Dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan orang tua dengan tindakan deteksi dini skoliosis,
sedangkan sikap orang tua tidak memiliki hubungan dengan tindakan deteksi dini
skoliosis.

Kata kunci : Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Deteksi dini skoliosis

ABSTRACT

Scoliosis is a condition of side-to-side spinal curves. On an x-ray, the spine of a


person with scoliosis looks more like an “S” or a “C” than a straight line.

1
2

Knowledge in regard scoliosis should be known by parents, especially who have


children at risk of scoliosis. The purpose of this study was to analyses the
relationship between knowledge and attitudes of parents with behavior early
detection scoliosis in children 12-15 years old in SMP Negeri 1 Wanayasa.
Design for this study was analytic with cross sectional approach. The population
in this study were student’s parents grade 7,8, and 9 SMP Negeri 1 Wanayasa
with 60 respondent. The independent variables were measured is knowledge of
parents for early detection scoliosis, and the attitude of parents towards early
detection scoliosis. Meanwhile dependent variable being measured is an act of
early detection scoliosis. The data in this study collection with instrument in the
form questionnaires afterwards analyzed with chi square statistical test. The
result from this study showed that the level of knowledge had a significant
association (P = 0,025) and the attitude of parents had no significant association
(P = 0,226). It can be concluded that there is no relationship between the attitude
of parents to act early detection of scoliosis, whereas for the knowledge of parents
have a relationship with the action of early detection of scoliosis.

Keywords : Knowledge, Attitude, Action, Early Detection, Scoliosis

PENDAHULUAN
Skoliosis merupakan suatu kelainan tulang belakang sehingga terlihat
membengkok ke arah lateral, sisi kiri atau kanan, dan dapat disertai dengan rotasi
tulang belakang.1,2 Diagnosis skoliosis ditegakan melalui serangkaian
pemeriksaan, diantaranya pemeriksaan fisik, pemeriksaan menggunakan
scoliometer untuk mengukur derajat rotasi tulang, dan pemeriksaan radiologi
untuk melihat derajat kelengkungan tulang dimana didapatkan gambaran kurva
berbentuk “S” atau “C” dengan cobb’s angle lebih dari 10º.3,4
Skoliosis dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan etiologinya yaitu
skoliosis idiopatik dan skoliosis non idiopatik. Skoliosis non idiopatik disebabkan
oleh kongenital, trauma dan sindroma. Skoliosis kongenital berkaitan dengan
kelainan pembentukan tulang belakang, sedangkan sindroma berkaitan dengan
kelainan saraf, otot, atau jaringan ikat. Sampai saat ini skoliosis idiopatik belum
diketahui penyebabnya.3,5 Beberapa penelitian menyebutkan bahwa faktor risiko
skoliosis idiopatik yaitu faktor internal dan faktor eksternal, faktor internal
meliputi usia, jenis kelamin dan faktor genetik, sedangkan keterkaitan faktor
eksternal yaitu kebiasaan membawa beban lebih 10-15% dari berat badan, dan
posisi duduk yang tidak tegak dan tidak simetris pada usia pertumbuhan (10-16
3

tahun) selama kurang lebih 8 jam. Faktor tersebut dapat mempengaruhi


pertumbuhan vertebra.1,3,6,7,8
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kasus skoliosis yang tercatat 85%
adalah skoliosis idiopatik sedangkan sisanya adalah skoliosis tipe lain, dengan
prevalensi skoliosis idiopatik terbanyak menunjukan pada tipe skoliosis idiopatik
adolescent (usia 11-18 tahun).3,9 Di dunia sekitar 3% pada anak usia 10-16 tahun
menderita skoliosis, dimana perbandingan antara perempuan dan laki-laki 6:1.9,10
Penelitian yang dilakukan di negara-negara Asia seperti Singapura dan Korea
menunjukan angka prevalensi skoliosis idiopatik pada anak usia 10-16 tahun
mencapai 2,22% dengan perbandingan perempuan dan laki-laki 4:1.11,12 Di
Indonesia 40% dari seluruh anak berusia 10-16 tahun menderita skoliosis.7,9
Penelitian Uji saring skoliosis pada siswa SMP di Jatinangor menyebutkan sekitar
4% berpotensi tinggi mengalami skoliosis, perbandingan perempuan dan laki-laki
berkisar 1,5:1.13
Skoliosis merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan hanya dapat
dicegah perburukannya, penderita skoliosis umumnya memiliki sudut Cobb’s
lebih dari 10º. Keterlambatan diagnosis dapat membuat sudut ini semakin
bertambah, rotasi tulang belakang pada skoliosis idiopatik akan mengganggu
perkembangan vertebrae, costa, penyempitan canalis spinalis, dan terbatasnya
morbiditas ligamen dan otot-otot sisi konkaf.1,9,14 Kasus-kasus yang diketahui
secara dini dan ringan memiliki prognosis yang lebih baik dan dapat ditangani
dengan cara konservatif.11,15
Deteksi dini skoliosis memegang peranan penting dalam mencegah kelainan
dan kerusakan yang bertambah parah. konsensus pedoman dari American
Academy of Orthopaedic Surgeons merekomendasikan skrining untuk skoliosis
dilakukan pada anak usia 10-16 tahun, pada anak perempuan dapat dilakukan
pada usia 10 dan 12 tahun, pada anak laki-laki dilakukan pada usia 13 dan 15
tahun. Dilakukan pada usia tersebut karena merupakan masa pertumbuhan yang
pesat. Deteksi dini skoliosis biasanya dilakukan disekolah-sekolah atau dalam
suatu komunitas. Untuk melakukan sebuah tindakan deteksi dini skoliosis perlu
domain konsep perilaku kesehatan yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan.16,17
4

Konsep perilaku kesehatan merupakan semua aktivitas seseorang yang


berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, meliputi pencegahan
dan perlindungan diri dari masalah kesehatan, meningkatkan taraf kesehatan, dan
mencari penyembuhan apabila sakit. Terdapat tiga domain yang dapat
memengaruhi perilaku kesehatan yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan.
Penelitian Fitria Christina (2015) di Universitas Airlangga memberikan hasil
orang tua yang memiliki pengetahuan dan sikap yang baik mampu melakukan
tindakan deteksi dini skoliosis.18 Pengetahuan yang memadai mengenai skoliosis
akan memudahkan orang tua mengenali tanda dan gejala skoliosis sebagai deteksi
dini pada anak yang berisiko, sehingga diharapkan dapat dilakukan penanganan
lebih awal dan mengurangi progresifitas yang dapat terjadi.19,20
Lokasi penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Wanayasa kabupaten
Purwakarta, karena adanya faktor risiko eksternal yang dapat meningkatkan
terjadinya skoliosis pada siswa SMP tersebut yaitu meningkatnya beban tas dan
posisi duduk yang salah. Peraturan Bupati Purwakarta nomor 62 A tahun 2014
pasal 4 menjelaskan mengenai kewajiban siswa untuk membawa bekal makanan
dari rumah, serta peraturan sekolah mengenai kewajiban siswa membawa buku
paket sendiri dapat menyebabkan beban tas meningkat.21 Jarang dilakukannya
rotasi tempat duduk sehingga pada siswa yang posisi duduk tidak sejajar dengan
papan tulis akan menyebabkan siswa tersebut memiringkan tubuhnya kesalah satu
sisi, hal tersebut jika dilakukan terus menerus dalam waktu kurang lebih 8 jam
dapat menjadi faktor risiko skoliosis. Faktor risiko ini seharusnya meningkatkan
kepekaan orang tua mengenai kondisi anak terutama pada usia pertumbuhan
remaja awal. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian ini dengan tujuan mengetahui hubungan pengetahuan dan
sikap orang tua terhadap tindakan deteksi dini skoliosis.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN


Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pengamatan studi potong
lintang (cross sectional study) yang bertujuan melihat adanya hubungan
pengetahuan dan sikap Orang tua terhadap tindakan deteksi dini skoliosis. Subjek
5

penelitian ini adalah semua orang tua/wali dari siswa berusia 12–15 tahun di SMP
Negeri 1 Wanayasa kabupaten Purwakarta yang bersedia secara sukarela
mengikuti penelitian. Pengambilan sampel menggunakan metode simple random
sampling yaitu memilih secara acak sederhana subjek penelitian, dengan besar
sampel minimal 45 respoden, pada penelitian ini diperoleh 60 responden yang
memenuhi kriteria inklusi.
Variabel penelitian dalam penelitian ini terdiri variabel dependen dan
independen. Variabel dependen penelitian ini adalah tindakan deteksi dini
skoliosis, Sedangkan variabel independen pada penelitian ini adalah pengetahuan
dan sikap orang tua/wali terhadap skoliosis.
Data yang digunakan merupakan data primer yang diambil langsung dengan
cara membagikan kuesioner kepada Orang tua siswa/wali siswa. Kueisoner yang
dipakai pada penelitian ini sebelumnya sudah pernah digunakan pada penelitian
Fitria Christina (2015) di Universitas Airlangga.18 Data univariat dianalisis
menggunakan crosstab, sedangkan data bivariat dianalisis menggunakan chi
square, kemudian disajikan dalam bentuk narasi dan tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengambilan data dilakukan di SMP Negeri 1 Wanayasa pada bulan
November 2017. Hasil penelitian diambil dari data primer yaitu hasil kuesioner.
Dari 45 minimal sampel yang dibutuhkan, didapatkan 60 responden yang
memenuhi kriteria inklusi memberikan hasil dengan pembahasan sebagai berikut;

Gambaran Pengetahuan Orang tua mengenai Skoliosis


Pengetahuan adalah hasil dari mengetahui dan terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan melalui panca indera terhadap suatu objek. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang,
sehingga dengan adanya pengetahuan yang baik maka diharapkan timbul
kesadaran dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.19,22
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data, didapatkan gambaran
pengetahuan orang tua mengenai Skoliosis pada anak Usia 12–15 tahun di SMP
6

Negeri 1 Wanayasa yaitu diketahui bahwa pengetahuan orang tua mengenai


deteksi dini skoliosis lebih dari setengah berpengetahuan cukup baik sebanyak 33
orang (55%), kemudian berpengetahuan cukup baik sebanyak 18 orang (30%) dan
berpengetahuan kurang baik sebanyak 9 orang (15%). Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Gambaran Pengetahuan Orang tua mengenai Skoliosis


Pengetahuan n %
Baik 18 30
Cukup 33 55
Kurang 9 15
Total 60 100
*Kategori Baik (10-8), Cukup (7-5), kurang (<5).

Dari hasil kuesioner pada bagian pengetahuan didapatkan skor tertinggi


terdapat pada pertanyaan mengenai pengertian skoliosis, hampir seluruh
responden (88%) sudah mengetahui pengertian scoliosis, selain itu responden juga
sudah mengetahui bahwa deteksi dini skoliosis itu penting untuk mencegah
keparahan skoliosis (83%).
Dari 60 responden, skor kuesioner pengetahuan yang paling rendah
didapatkan pada pertanyaan mengenai faktor risiko internal skoliosis, sebesar 27
responden (42%) menjawab salah. Hal ini menunjukan bahwa responden belum
mengetahui bahwa faktor internal skoliosis yang sangat berpengaruh adalah faktor
genetik. Menurut penelitian Romain (2015) didapatkan 97% penderita skoliosis
memiliki keluarga dengan riwayat skoliosis.23 Skor pengetahuan yang rendah juga
didapatkan pada pertanyaan mengenai cara mendeteksi skoliosis, dari 60 reponden
sekitar 23 responden (39%) belum mengetahui cara mendeteksi skoliosis. Untuk
hasil pengetahuan lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4.2
7

Tabel 4.2 Pengetahuan Responden mengenai Skoliosis


Benar Salah
Pertanyaan
n % n %
Pengertian skoliosis 53 88 7 12
Faktor risiko skoliosis pada semua orang 45 75 15 25
Genetik sebagai faktor risiko internal pada skoliosis 35 58 25 42
Perbedaan tinggi bahu sebagai tanda skoliosis 40 66 20 34
Sisi punggung lebih menonjol sebagai tanda skoliosis 38 63 12 37
Membawa beban berat sebagai faktor risiko eksternal
40 66 20 34
skoliosis
Posisi duduk yang salah sebagai faktor risiko ekternal
41 68 19 32
skoliosis
Deteksi dini dapat dilakukan oleh orangtua 46 76 14 24
Cara mendeteksi dini skoliosis 37 61 23 39
Deteksi dini untuk mencegah keparahan skoliosis 50 83 10 17

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang,


diantaranya pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan usia. Pendidikan diperlukan
untuk mendapat informasi makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi. Pekerjaan berpengaruh terhadap proses mengaksses
informasi yang dibutuhkan terhadap suatu objek, contohnya pada seseorang yang
bekerja dalam bidang kesehatan akan lebih mudah mengetahui mengenai skoliosis
dibanding pada bidang lain. Pengalaman seseorang sangat mempengaruhi
pengetahuan, semakin banyak pengalaman seseorang tentang suatu hal, maka
akan semakin bertambah pula pengetahuan seseorang akan hal tersebut. Fakto lain
yang berpengaruh adalah Usia, semakin cukup umur, seseorang akan lebih matang
dalam dalam berfikir.20,24

Gambaran Sikap Orang tua mengenai Skoliosis


Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang
terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan
tidak mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut. Pembentukan sikap
terhadap berbagai objek dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengalaman
pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, dan media massa.25,26
8

Dari 60 responden menunjukan gambaran sikap terhadap skoliosis yaitu


sebanyak 41 orang (68,3%) memiliki sikap atau pandangan yang baik mengenai
skoliosis dan deteksi dini skoliosis. Sebanyak 19 orang (31,7%) memiliki sikap
atau pandangan yang kurang baik mengenai skoliosis dan cara mendeteksi
skoliosis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Gambaran Sikap Orang Tua mengenai Skoliosis


Sikap n %
Baik 41 68,3
Kurang 19 31,7
Total 60 100
*Skor kategori sikap baik > median(27) sikap kurang < median (27).

Dilihat pada hasil kueisoner dari 60 responden sebagian besar sudah


menunjukan sikap yang baik untuk melakukan pamantauan pertumbuhan anak
(98%). Pertanyaan mengenai kebingungan orang tua dalam mempelajari skoliosis
memperlihatkan skor sikap kurang paling tinggi yaitu terdapat 20% responden
mengalami kebingungan dalam mempelajari skoliosis, kemungkinan belum cukup
informasi yang didapatkan responden mengenai scoliosis sehingga mempengaruhi
sikap. Lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Sikap Responden mengenai Skoliosis


Baik Kurang
Pertanyaan
n % n %
Kewaspadaan terhadap skoliosis 53 89 7 11
Respon terhadap keluhan skoliosis pada anak 54 90 6 10
Inisiatif untuk melakukan deteksi skoliosis 50 84 10 16
Kebingungan dalam mempelajari skoliosis 48 80 12 20
Keinginan mempelajari deteksi dini skoliosis 52 86 8 14
Respon terhadap anak yang dicurigai skoliosis 53 89 7 11
Pentingnya deteksi dini skoliosis 52 86 8 14
Pemantauan terhadap pertumbuhan anak 58 98 6 2
*Jumlah responden 60. Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner dari penelitian Fitria
Christina (2015) di Universitas Airlangga.
9

Sikap adalah pandangan atau penilaian seseorang terhadap suatu stimulus,


setelah seseorang mengetahui stimulus tersebut contohnya masalah kesehatan,
proses selanjutnya adalah menilai atau bersikap. Salah satu indikator yang terkait
adalah sikap terhadap sakit dan penyakit yaitu pendapat seseorang terhadap gejala,
tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penjegahan dan sebagainya.
Selain indikator tersebut adanya faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dapat
menyebabkan perbedaan hasil sikap yang ditunjukan responden.20,24,26
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap yakni, pengalaman pribadi, pengaruh
orang lain, kebudayaan, media massa, dunia maya, sarana dan prasarana juga
dapat mempengaruhi sikap. Komponen sikap juga berpengaruh terhadap
pembentukan sikap, komponen tersebut yaitu yang pertama komponen kognitif
berkaitan dengan penilaian individu mengenai informasi skoliosis, kedua
komponen afektif yaitu kaitan perasaan individu terhadap skoliosis yang sejalan
dengan penilaiannya, dan terakhir komponen kecenderungan bertindak yang
berkaitan dengan keinginan individu untuk menerima atau menolak terhadap
skoliosis. Responden yang memiliki sikap yang baik kemungkinan memiliki
pengetahuan yang baik mengenai skoliosis.20,26

Hubungan Pengetahuan Terhadap Tindakan Deteksi Dini Skoliosis


Tindakan adalah keseluruhan pemahaman dan aktivitas seseorang yang
merupakan hasil bersama antara berbagai faktor. Menurut Bloom perilaku
dibedakan menjadi tiga ranah, yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. 20,24
Pada penelitian ini didapatkan bahwa dari 18 responden yang berpengetahuan
baik, sebanyak 3 responden (16,7%) pernah melakukan tindakan deteksi dini
skoliosis, dan 15 responden (83,3%) tidak pernah melakukan tindakan deteksi
dini. Dari 33 responden yang berpengetahuan cukup baik sebanyak 33 responden
(100%) tidak pernah melakukan tindakan deteksi dini skoliosis. Dari 9 responden
yang berpengetahuan kurang baik sebanyak 9 responden (100%) tidak pernah
melakukan tindakan deteksi dini skoliosis. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.5
10

Tabel 4.5 Hubungan Pengetahuan Orang tua terhadap Tindakan Deteksi Dini Skoliosis
Tindakan Deteksi Dini
Prevalence Ratio
Pengetahuan Pernah Tidak Total P-Value
(95% Cl)
n % n %
Baik 3 16.7 15 83.3 18
Cukup 0 0 33 100 33 1.200
0.025
Kurang 0 0 9 100 9 (0.976-1.475)
Total 3 5 57 95 60

Berdasarkan tabel 4.5 setelah dianalisis diperoleh P-value=0,025. Oleh karena


nilai P-value lebih kecil dibandingkan 5% atau 0.025<0,05 maka terdapat
hubungan tingkat pengetahuan orang tua terhadap tindakan deteksi dini skoliosis.
Dari hasil analisis didaptkan nilai prevalence ratio 1.200, maka kemungkinan
responden berpengetahuan baik memiliki peluang sebesar 1.2 kali untuk
melakukan tindakan deteksi dini dari pada responden dengan pengetahuan kurang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitria Christina (2015) mengenai
hubungan pengetahuan dan sikap terhadap tindakan deteksi dini skoliosis, yang
memiliki nilai P=0,018 atau memiliki hubungan yang bermakna antara
pengetahuan dan tindakan deteksi dini skoliosis.18 Pengetahuan yang dimiliki oleh
orang tua tentang skoliosis membentuk pemahaman tentang tindakan deteksi dini
skoliosis. Sesuai dengan penelitian Magadalena (2016) mengenai Peningkatan
pengetahuan pasien skoliosis dan keluarga saat melakukan deteksi dan
menghadapi terapi operatif menggunakan e-health memberikan hasil keluarga
yang memiliki pengetahuan yang baik akan meningkatkan kesadaran akan deteksi
dini skoliosis dan mengurangi kecemasan saat dilakukan terapi.27
Pengetahuan membuat orang tua mampu melakukan tindakan deteksi dini
skoliosis yang benar sehingga skoliosis dapat ditangani dengan baik dan
mencegah progresivitas kurva. Hal ini didukung oleh pendapat Notoatmodjo,
Pengetahuan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan untuk suatu tindakan.
Pengetahuan merupakan faktor penting dalam menentukan perilaku seseorang
karena pengetahuan dapat menimbulkan perubahan persepsi kebiasaan masyarakat
termasuk didalamnya dalam bertindak. Pembentukan sikap seseorang dipengaruhi
11

oleh tingkat pengetahuan. Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka semakin


baik pula sikap seseorang dalam menghadapi masalah. Pengetahuan mempunyai
hubungan dengan tindakan deteksi dini skoliosis, artinya semakin besar
pengetahuan yang dimiliki orang tua maka kecenderungan orang tua untuk
melakukan tindakan deteksi dini semakin besar.20,24

Hubungan Sikap Orang tua terhadap Tindakan Deteksi Dini Skoliosis


Sikap merupakan salah satu faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya
tindakan seseorang. Sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif
atau negatif yang berhubungan dengan obyek atau stimulus tertentu. Sikap
merupakan satu kondisi yang ada di dalam diri seseorang yang mempengaruhi
perilakunya terhadap obyek atau stimulus tertentu.20
Pada tabel 4.4 terlihat bahwa hasil analisis sikap dan tindakan deteksi dini
skolisosis didapatkan bahwa dilihat terdapat 41 orang tua yang bersikap baik,
sebanyak 3 orang (7,3%) pernah melakukan tindakan deteksi dini skoliosis dan 38
orang (98,7%) tidak pernah melakukan tindakan deteksi dini skoliosis. Terdapat 19
orang tua yang bersikap kurang sebanyak 19 orang (100%) tidak pernah melakukan
tindakan deteksi dini skoliosis. Lebih detailnya dapat dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6 Hubungan sikap orang tua terhadap tindakan deteksi dini skoliosis
Tindakan deteksi dini
Prevalence Ratio
Sikap Pernah Tidak Total P-Value
(95% CI)
n % n %
Baik 3 7.3 38 92.7 41
1.079
Kurang 0 0 19 100 19 0.226
(0.090-1.176)
Total 3 5 57 95 60

Berdasarkan tabel 4.6 dari hasil analisis lebih lanjut didapatkan P-value 0,226.
Oleh karena p-value lebih besar dibandingkan 5% atau 0.226>0,05 maka tidak
terdapat hubungan sikap orang tua terhadap tindakan deteksi dini skoliosis. Hasil
analisis didapatkan prevalence ratio 1.079, maka kemungkinan responden yang
memiliki sikap baik berpeluang sebesar 1.079 kali untuk melakukan tindakan
12

deteksi dini skoliosis dari pada responden yang memiliki sikap yang kurang baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fitria Christina (2015) mengenai
Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap Tindakan Deteksi dini skoliosis,
disebutkan dalam penelitian tersebut bahwa sikap tidak memiliki hubungan
dengan tindakan deteksi dini skoliosis (P=0,853).18
Pada penelitian ini tidak ada hubungan antara sikap dan tindakan deteksi dini
skoliosis menggambarkan bahwa sikap responden terhadap skoliosisi tidak
disertai dengan kesadaran untuk melakukan tindakan deteksi dini skoliosis. Hal
ini sesuai dengan pendapat New Comb salah seorang ahli psikologi sosial
menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak.
Sikap merupakan bentuk dari respon perilaku yang tertutup, artinya sikap belum
tentu dapat diamati secara langsung oleh orang lain karena masih bersifat
perhatian, pandangan dan persepsi.20,24
Notoatmodjo menjelaskan bahwa sikap belum tentu terwujud dalam tindakan,
sebab terwujudnya tindakan memerlukan faktor lain, yaitu sarana dan prasarana
dari fasilitas kesehatan. Pendapat ini juga di dukung oleh teori Lawrence Green
bahwa untuk melakukan sebuah tindakan diperlukan tiga faktor yang saling
berkalitan, yaitu yang pertama faktor predisposisi; pengetahuan, sikap, usia, sosial
ekonomi, kedua faktor pendukung; sarana dan prasarana fasilitas kesehatan
contohnya puskesmas, rumah sakit, tempat praktik dokter spesialis orthopedi, dan
terakhir faktor penguat yaitu perilaku petugas kesehatan mengenai skoliosis.20,24-29

KESIMPULAN
1. Pengetahuan responden mengenai tindakan deteksi dini skoliosis lebih dari
setengahnya (55%) memiliki pengetahuan yang cukup.
2. Sebagian besar (63,3%) sikap responden mengenai tindakan deteksi dini
skoliosis sudah baik.
3. Hubungan pengetahuan dan tindakan didapatkan hasil yang bermakna
(P=0,025) artinya terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
tindakan deteksi dini skoliosis.
13

4. Hubungan sikap dengan tindakan didapatkan hasil yang tidak bermakna


(P=0,226) artinya tidak terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan
deteksi dini skoliosis.

SARAN
Saran Praktisi
1. Untuk orang tua, pendamping anak dan guru. Sangat penting mengerti
mengenai skoliosis, faktor risiko terjadinya skoliosis dan tumbuh kembang
anak, sehingga dapat melakukan tindakan deteksi dini skoliosis pada anak.
2. Untuk institusi kesehatan dapat melakukan promosi kesehatan berupa
sosialisasi kepada orang tua mengenai topik skoliosis, guna meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran orang tua agar melakukan deteksi dini skoliosis.
Saran Akademis
Bagi peneliti lain yang hendak melanjutkan penelitian ini maka hendaknya
menambahkan faktor atau variabel lain yang mempengaruhi tindakan deteksi dini
skoliosis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mark D Miller. Review of orthopedics.7st ed. St Louis Berlin Boston New
York Philadelphia: W B Saunders Company; 2015. p164-169,p370-371
2. Marc F Swiontkowski, Seven D stovits. Manual of Orthopaedic. 7th ed. St
Louis Berlin Boston New York Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins ; 2012. p209-224
3. Scoliosis Research Sosiety (SRS). Types Of Adult Scoliosis.
http://www.srs.org/patients-and-families/conditions-and-
treatments/adults/scoliosis. 2017. [Acessed May 3rd 2017]
4. Frizt Hefti. Pediatric Orthopaedics in practice. New York. Springer Medizin
Verlag; 2015. p72-92
5. Konieczyny MR, Senyurt H, Kraupse R. Epidemiology of Adolescent
Idiopathic Scoliosis. J Child Orthop 2012;7 : 3-9.
6. Zakeri Y, Baraz S, Ghaeibizadeh, Saidhkani V. Relationship between
backpack weight and prevalence of Lordosis, kyphosis, scoliosis and
dropped shoulders in elementary students. International Jurnal of Pediatric
2016 ; Vol 4 No 6 : p 1859-1866.
7. Boki Jaleha. Hubungan Durasi Duduk dengan Risiko terjadinya Skoliosis
Lumbal. Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan Fisioterapi Universitas
Muhamadiyah Surakarta. 2015.
14

8. Dumondor SV, Angliadi E, Sengkey L. Hubungan Penggunaan Ransel


dengan Nyeri Punggung Dan Kelainan Bentuk Tulang Belakang Pada
Siswa di SMP Negeri 2 Tombatu. Jurnal E Clinic (ECL) 2015. Vol 3 No.1
9. Jurnal Pediatri. Skoliosis Gangguan Bentuk Tulang Punggung.
https://jurnalpediatri.com/2016/03/06/skoliosis-gangguan-bentuk-tulang-
punggung/. Tersedia 6 Mei 2016. [Diakses tanggal 3 Mei 2017]
10. Pertobis, Olaf Suess, Frank Schwab. Idiopathic Scoliosis.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3011182/ Volume 107(49)
: 875-884. Published December 10th 2012. [Accesed May 4th 2017]
11. Jin-Young Lee, Seong-Hwan Moon, Han Jo Kim, dkk. The Prevalence Of
Idiopathic Scoliosis in Eleven Year-Old Korean Adolescent A 3 years
Epidemiological Study.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3990085/ Volume 55(3) :
773-778. Published 1 Mei 2014. [Accessed Mei 4th 2017]
12. Wong HK, Jui JH, Rajan U, Chia HP. Idiopathic Scoliosis in Singapore
School childern a prevalence study 15 years into the screening program.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15897834 Volume 30(10) ; 1188-
96. Published May 15th 2015 [Accessed May 4th 2017]
13. Gisela K S. Gambaran Derajat Rotasi Tulang Belakang Sebagai Hasil Uji
Saring Skoliosis dan Keluhan Skoliosis Pada Remaja Wanita Kelas 1 SMP
di kecamatan Jatinangor. Jatinangor : Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran. 2012.
14. S Terry Canale, James HBeaty. Campbell’s Operative Orthopaedics. 12 ed.
Philadelphia. Elsevier;2013.
15. R Sjamsuhidajat, Warko Karndihardja, Theddeus OH Prasetyono, Reno
Rudiman. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3 ed. Jakarta. EGC. 2010. p974,987-986
16. Virginia spine institute. Early detection sign of scoliosis
https://www.spinemd.com/news-philanthropy/early-detection-signs-of-
scoliosis. Published May 25th 2016. [Accessed July 9th 2017]
17. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Screening for the early
detection of idiophatic scoliosis in adolescent. AAOS. San Diego. 2015
18. Fitria Christina. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Orang tua terhadap
Tindakan Deteksi Dini Skoliosis pada anak usia sekolah (10-16 tahun).
Surabaya. Surabaya : Fakultas Keperawatan. Universitas Airlangga 2015.
19. Misterska E, Glowacki M, Adamczyk K, Jankowski R. Patients’ and
parents’ Perceptions of Appearance in Scoliosis Treated with a Brace A
Cross Sectional analysis. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25210419
Published 23 juli 2014. Vol 23(7). P 1163-1171.
20. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta; PT Rineka Cipta. 2002;131-148
21. Peraturan Bupati Purwakarta nomor 62 A tahun 2014 tentang larangan
menjual makanan/minuman dan mainan di lingkungan sekolah pasal 4.
22. Seze MD, Cugy E. Pathogenesis of Idiopathic Scoliosis a riview. Annals of
Physical and Rehabilitation Medicine 2012;Vol 55:128-138.
15

23. Dayer R, Haumont T, Belaieff W, Lascombes P. Idiopathic scoliosis


etiological concepts and hypotheses. J Child Orthopaedic 2013;Vol 7:11-
16.
24. Soekidjo Notoatmodjo. Promosi keseh atan dan ilmu perilaku. Edisi 2.
Jakarta : Rineka Cipta;2007.
25. Baron AR, Byrne D. Psikologi Sosial Jilid 1. Edisi 10. Jakarta : Erlangga ;
2005. Halaman 120, 148
26. Azwar S. Sikap manusia, teori dan pengukurannya. Jakarta: Rineka
Cipta;2014; 20
27. Magdalena Lysenko, Peggy Law, James Jarvis, Jamses wright. Improving
education and coping of scoliosis patients undergoing surgery, and their
families, using e-health. J Child Orthop 2016. Vol 10:673-683
28. Green, W, Lawrence. Et al. Health Education Planning A Diagnostik
Approach. Inggris: Mayfield Publishingg Company; 2005

Anda mungkin juga menyukai