Oleh:
Willy Maun
NIM. 2013-83-038
Pembimbing:
dr. Elna Anakotta, Sp. M
Dezful, Iran
ABSTRAK
Tujuan: untuk menentukan prevalensi kesalahan refraksi pada anak sekolah usia
Kesalahan refraksi diartikan sebagai miopi bila spherical equivalent (SE) -0,5
dioptri (D), hipermetropia bila SE ≥ 2,0D, dan astigmatisma bila silinder > 0,5D.
Hasil: 1151 (83,7%) anak sekolah berpartisipasi dalam penelitian ini. Sebanyak
ialah 14,9% (Interval kepercayaan (IK) 95%: 10,1-19,6), 12,9% (IK 95%: 7,2-
18,6), dan 45,3% (IK 95%: 40,3-50,3). Analisis regresi logistik multipel
menunjukkan hubungan usia dengan peningkatan prevalensi miopi (p < < 0,001)
dan menurunnya prevalensi hipermetropia (p < < 0,001). Selain itu, tingginya
prevalensi miopi pada anak laki-laki (p < < 0,001) dan hipermetropia pada anak
perempuan (p = 0,007).
PENDAHULUAN
Adanya lebih dari 280 juta gangguan penglihatan dan 39 juta kebutaan, kerusakan
kesalahan refraksi dan katarak, yang menjadi fokus banyak penelitian sejak 1990.
masalah pada dua kelainan penglihatan tersebut (kesalahan refraksi dan katarak)
karena terjadi pada orang tua dan muda serta anak-anak. Penelitian di seluruh
dunia mengindikasikan kesalahan refraksi biasanya terjadi pada semua usia. Salah
satu penelitian menunjukkan bahwa >40% anak dan anak usia sekolah di negara-
negara Asia timur lebih banyak mengalami kesalahan refraksi. Kesalahan refraksi
mendapat banyak perhatian lebih dari global dalam dekade terakhir, dan penelitian
ini mampu menjawab banyak pertanyaan terkait hal tersebut. Iran merupakan
negara dengan populasi kedua terbesar di Timur tengah. Banyak penelitian telah
hasil penelitian tentang prevalensi hipermetropi dan miopi pada siswa Iran,
pada anak (RESC/refractive error study in children). Oleh karena itu, dalam
November 2013 hingga Januari 2014. Populasi target ialah anak sekolah Kota
Dezful yang diseleksi melalui multistage cluster sampling. Terdapat 271 sekolah
dengan 50177 murid di Dezful. Dua puluh empat sekolah diseleksi dalam
yang mana jumlah dari murid yang diseleksi dari tiap kelas harus sebanding atau
dapat mewakili jumlah murid di sekolah itu. Setelah sampel diseleksi, dijelaskan
pada orang tua murid mengenai undangan untuk partisipasi anak mereka dan
menyetujui undangan untuk terlibat dalam penelitian ini. Tempat yang layak
untuk dijadikan lokasi penelitian diseleksi pada salah satu bagian di sekolah satu
kelas 1, dan murid pada setiap kelas diperiksa menggunakan urutan alfabet.
Pemeriksaan
diagram Snellen E terbalik pada jarak 6 meter dari pemeriksa. Pengukuran lensa
Jepang), yang hasilnya diukur sesuai tanggal mereka menerima resep kacamata.
acuity) diperiksa pada semua partisipan, dan hasil autorefraktor diperhalus melalui
retinoskopi (HEINE BETA, Heine Optotechnik, Jerman) dan trial lenses (MSD,
Definisi
Definisi – untuk memperoleh hasil yang akurat dan valid bila dibandingkan
(D) untuk miopi dan +2,0 D untuk hipermetropi. Astigmatisma ditetapkan ukuran
silinder >0,5 D. Kami mengelompokkan miopi dalam tiga kelompok, yaitu ringan
(-0,5 D hingga -3,0 D), sedang (-3,1 D hingga -6,0 D), dan berat (> -6,0 D).
rule) jika aksis antara 1500 dan 1800 atau antara 00 dan 300, dan astigmatisma tidak
lazim (ATR/against-the-rule) apabila aksis antara 600 dan 1020, dan yang lain
partisipan dieksklusi dari penelitian. Kriteria eksklusi lain yaitu orang tua tidak
Analisis statistik
refraksi dengan faktor lain, dan dihitung odds ratio. Untuk mengontrol faktor bias,
digunakan regresi logistik multipel. Level kemaknaan 95% digunakan, dan setiap
Persetujuan etik
HASIL
Dalam penelitian ini, 1375 anak sekolah diseleksi melalui cluster sampling, dan
refraksi sikloplegik.
dianalisis. Rata-rata usia partisipan yaitu 11,05 ± 2,93 (rentang: 6-15 tahun), dan
usia dan jenis kelamin. Secara keseluruhan, prevalensi miopi 14,9% (IK 95%:
10,1-19,6); 17,0% dan 12,3% secara berurutan pada anak laki-laki dan
perempuan. Regresi logistik menunjukkan tingginya odds miopi pada anak laki-
laki (p < 0,001). Pada tabel 1 juga diperlihatkan prevalensi miopi yang meningkat
sejalan dengan bertambahnya usia yang mana 7,1% pada kelompok usia 6-7 tahun
meningkat menjadi 22,6% pada kelompok usia 14-15 tahun (p < 0,001).
Berdasarkan hasil model regresi logistik multipel (Tabel 2), prevalensi miopi
secara langsung berkorelasi dengan penambahan usia (p < 0,001) dan jenis
kelamin laki-laki (p < 0,001). Hipermetropi ditemukan pada 12,9% (IK 95%: 7,2-
dalam Tabel 1, prevalensinya tinggi pada anak perempuan (p < 0,001) dan
< 0,001) sebagai faktor risiko berkaitan dengan hipermetropi. Dilihat dari
sedang, dan berat secara berurutan yaitu 84,4%, 10,5%, dan 5,1%. Sebagaimana
dalam penelitian ini, 24,2% termasuk dalam with-the-rule dan 17,5% against-the-
Tabel 1. Prevalensi miopi, hipermetropi, dan astigmatisma pada anak sekolah di Dezful menurut
usia dan jenis kelamin
Tabel 2. Hubungan antara miopi, hipermetropi, dan astigmatisma dengan usia dan jenis kelamin
dalam regresi logistik multipel.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tajam penglihatan yang belum dikoreksi
dikoreksi menurun pada sampel dengan miopi dan meningkat pada partisipan
yang emetropia. Tajam penglihatan yang belum dikoreksi pada emetropia sebesar
0,02 ± 0,07, miopi 0,51 ± 0,25 dan hipermetropi 0,20 ± 0,31 LogMar (P < 0,001).
Sementara itu, tajam penglihatan yang belum dikoreksi pada sampel dengan
astigmatisma yaitu 0,23 ± 0,25 dan sampel bukan astigmatisma 0,03 ± 0,12 Log
DISKUSI
Gangguan penglihatan pada anak dan anak sekolah menjadi bahan diskusi pada
penelitian beberapa tahun sebelumnya di Iran dan daerah lain di dunia. Akan
tetapi, dibutuhkan juga hasil penelitian lebih lanjut pada daerah ini. Dalam
penelitian ini mengalami miopi, dan prevalensi miopi meningkat dari 7,1% pada
kelompok usia 6-7 tahun menjadi 22,6% pada kelompok usia 14-15 tahun.
Temuan ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian lain yang menampilkan
korelasi antara usia dan miopi pada dekade ke-2 dalam kehidupan. Hal penting
yang menyebabkan peningkatan kasus miopi yang sejalan dengan usia yaitu
prevalensi miopi pada anak laki dibandingkan perempuan sejalan dengan temuan
hubungan dengan anak usia sekolah, sebagian besar penelitian pada kelompok
usia tua juga menunjukkan bahwa prevalensi miopi terbesar berada pad laki-laki.
Hal ini dapat menjelaskan lebih panjangnya axial length (AL) pada laki-laki.
Sebagai catatan, tingginya prevalensi miopi pada penelitian ini dibandingkan pula
dilaporkan dalam kelompok usia tersebut yaitu 2,4%-4,4%. Laporan yang pernah
dilakukan di Dezful pada 2004 dengan kelompok usia yang sama menunjukkan
Sebagaimana yang ditampilkan dalam penelitian ini, prevalensi miopi pada anak
lalu dalam populasi ini. Hal tersebut dapat disebabkan oleh pengaruh dari
kelahiran dan perubahan gaya hidup. Salah satu perubahan gaya hidup yang
penting dalam 10 tahun terakhir yaitu menurunnya aktivitas kerja sebagai dampak
dari peningkatan popularitas dan penggunaan komputer serta alat alat semacam
kota ini juga meningkat kemaknaannya, dan hal ini dapat menjadi alasan lain
Singapura, dan terjadi pada lebih dari sebagian anak. Berdasarkan penelitian
Hal yang dapat membedakan dengan penelitian lain yaitu kelompok usia, definisi
miopi, dan metode pengukurannya. Akan tetapi, walaupun dengan kelompok usia,
definisi miopi, dan refraksi sikloplegik yang sama, prevalensi miopi dalam
bahwa kita berada pada tahap pre-epidemi miopi pada anak, sehingga diperlukan
kerja yang serius untuk mengidentifikasi dan mengobati kesalahan refraksi dalam
hipermetropi juga relatif tinggi dalam penelitian ini dan lebih tinggi daripada
laporan sebelumnya di Iran dan daerah lain di dunia. Pada Tabel 3 juga
prevalensi hipermetropi; oleh karena itu, faktor genetik dan etnis berperan pula
Prevalensi astigmatisma juga tinggi dalam penelitian ini. Serupa dengan miopi,
kejadian 45% pada anak sekolah yang ikut dalam penelitian. Sebagaimana yang
astigmatisma < 20% pada banyak negara. Hal yang dapat menjelaskan
aktivitas sehingga dapat menyebabkan kontraksi otot siliaris untuk akomodasi dan
Generasi anak zaman ini juga menggunakan berbagai macam alat sejenis
komputer dengan lebih sering sehingga dapat meningkatkan risiko mata kering,
yang tinggi pada laki-laki. Hasil penelitian lain yang berhubungan dengan usia,
besar hasilnya sejalan dengan temuan penelitian ini dan menunjukkan tingginya
refraksi pada anak usia sekolah. Walaupun demikian, jumlah sampel yang kecil
populasi daerah kota merupakan keterbatasan yang perlu dicatat. Kurangnya data
pengukuran biometri, riwayat keluarga, dan riwayat kurangnya aktivitas fisik juga
termasuk dalam keterbatasan penelitian, yang dapat disajikan dalam hasil analisis.