Anda di halaman 1dari 13

Laporan Pendahuluan Gagal Jantung

A. Pengertian Gagal Jantung


Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung,
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal
jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan
darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk metabolisme jaringan
tubuh, sedangkantekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi.

B. Penyebab
Penyebab dari gagal jantung adalah :
- kelainan otot jantung
gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung. menyebabkan
menurunnya kontraksi jantung. kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot
mencaup arterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degenerative
atau inflamasi
- arterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsional miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
- hipertensi sistemik/pulmonal
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung
- peradangan dan penyakit miokardium
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun

C. Patofisiologi
1. Mekanisme dasar
Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi cardiac
output dan meningkatkan volume ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir
diastolik ventrikel (EDV) maka terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolik kiri
(LEDV). Meningkatnya LEDV, akan mengakibatkan pula peningkatan tekanan atrium
(LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung ke dalam anyaman vaskuler
paru-paru meningkatkan tekanan kapiler dan vena paruparu. Jika tekanan hidrostatik
dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan osmotik vaskuler, maka akan terjadi
transudasi cairan melebihi kecepatan draenase limfatik, maka akan terjadi edema
interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke
alveoli dan terjadi edema paru.

1
2. Respon kompensatorik
a. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik Menurunnya cardiac output akan
meningkatkan aktivitas adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung
dan kekuatan kontraktil akan meningkat untuk menambah cardiac output (CO),
juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan
retribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organorgan yang
rendah metabolismenya, seperti kulit dan ginjal agar perfusi ke jantung dan ke
otak dapat di pertahankan. Vasokontriksi akan meningkatkan aliran balik vena
kesisi kanan jantung yang selanjutnya akan menambah kekuatan kontriksi
b. Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron
(RAA). Aktivitas RAA menyebabkan retensi Na dan air oleh ginjal,
meningkatkan volume ventrikel ventrikel tegangan tersebut. Peningkatan beban
awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium
c. Atropi ventrikel Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah
hidrotropi miokardium akan bertambah tebalnya dinding
d. Efek negatif dari respon kompensatorik Pada awalnya respon kompensatorik
menguntungkan namun pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai gejala,
meningkatkan laju jantung dan memperburuk tingkat gagal jantung. Resistensi
jantung yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas dini
mengakibatkan bendungan paru-paru, vena sistemik dan edema, fase kontruksi
arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman
vaskuler yang terkena menimbulkan tandaserta gejala, misalnya berkurangnya
jumlah air kemih yang dikeluarkan dan kelemahan tubuh. Vasokontriksi arteri
juga menyebabkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi
ventrikel, beban akhir juga kalau dilatasi ruang jantung. Akibat kerja jantung dan
kebutuhan miokard akan oksigen juga meningkat, yang juga ditambah lagi adanya
hipertensi miokard dan perangsangan simpatik lebih lanjut. Jika kebutuhan
miokard akan oksigen tidak terpenuhi maka akan terjadi iskemik miokard,
akhirnya dapat timbul beban miokard yang tinggi dan serangan gagal jantung
yang berulang (Wijaya & Putri 2013)

2
Pathway

3
D. Gejala Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya
gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua
ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung. Pada penderita
gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :
 Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
 Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites,
hepatomegali, dan edema perifer.
 Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai
delirium.
Gejala yang dapat muncul antara lain :
1. Sesak Nafas (Dyspnea)
Orang yang memiliki risiko gagal jantung parah mungkin merasa kehabisan
napas setelah melakukan suatu aktivitas. Kesulitan bernapas dapat dipicu ketika
naik tangga atau bahkan berjalan-jalan. Mereka mungkin merasa sakit parah di
dada atau rasa berat di dada.
2. Paroxysmal nocturnal dyspnea (kesulitan bernapas saat tidur)
Adalah gejala umum lain dari gagal jantung. Gejala-gejala termasuk sesak
nafas yang hebat, dan batuk yang terjadi 1-3 jam setelah tidur.
3. Retensi cairan (Edema) dan Berat Badan
Orang yang telah jatuh pada kondisi gagal jantung biasanya mengalami
pembengkakan pada kaki, pergelangan kaki, pembuluh darah leher atau perut.
Peningkatan retensi cairan secara tiba-tiba, sangat berpengaruh pada berat badan
seseorang.
4. Batuk
Pasien mungkin mengalami batuk kering dan dapat ditanggulangi dengan
mencoba duduk tegak.
5. Kehilangan massa otot
Pasien yang berisiko terkena serangan jantung berat, memiliki
kecenderungan untuk kehilangan massa otot dari waktu ke waktu.
6. Gejala gastrointestinal (gejala yang berkaitan dengan sistem pencernaan, terutama
lambung dan usus).
Pasien kehilangan nafsu makan dan merasa kenyang bahkan setelah makan
dalam jumlah kecil. Mereka juga sering mengalami sakit perut.
7. Edema paru
Edema paru, kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan di paru-paru.
Berikut ini gejala edema paru:
- Sesak napas yang disertai dengan batuk .
- Adanya sensasi menggelegak di paru-paru.
- Kulit berubah berkeringat dan pucat, hampir biru dalam beberapa kasus.
- Irama jantung tidak normal Irama jantung bisa berubah dari cepat menjadi
lambat.
Gejala yang muncul menurut bagian jantung yang terkena :

4
a. Gagal Jantung Kiri
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan
pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan
akibat tekanan akhir diastolic dalam ventrikel kiri dan volum akhir diastolic dalam
ventrikel kiri meningkat.
Gejalanya antara lain :
- Perasaan badan lemah - Takhikardia
- Cepatl lelah - Dispnea
- Berdebar-debar - Paroxysmal nocturnal dyspnea
- Sesak nafas - Ronki basah paru dibagian basal
- Batuk Anoreksia - Bunyi jantung III
- Keringat dingin.

b. Gagal Jantung Kanan


Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel
kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun tanpa didahului oleh adanya
gagal jantung kiri.
Gejalanya antara lain:
- Edema tumit dan tungkai bawah - Kaki bengkak (edema tungkai)
- Hati membesar, lunak dan nyeri - Perut membuncit
tekan - Perasaan tidak enak pada
- Bendungan pada vena perifer epigastrium.
(jugularis) - Edema kaki
- Gangguan gastrointestinal (perut - Asites
kembung, anoreksia dan - Vena jugularis yang
nausea) dan asites. terbendung
- Berat badan bertambah - Hepatomega
- Penambahan cairan badan

Tabel diatas digunakan untuk mengetahui apakah pasien memiliki tanda dan gejala dari
gagal jantung, dengan cara melihat indikator pada tiap fase. Dan juga bisa digunakan untuk
melihat resiko keparahan atau laju gagal jantung.

E. Derajat Gagal Jantung


Gagal jantung bisanya digolongkan menurut derajat atau beratnya gejala seperti
klasifikasi menurut New York Heart Asscsiation (NYHA). Klasifikasi tersebut digunakan
secara luas di dunia internasional untuk mengelompokkan gagal jantung.Gagal jantung
ringan, sedang, dan berat ditentukan berdasarkan beratnya gejala, khusnya sesak nafas
(dispnea). Meskipun klasifikasi ini beguna untuk menentukan tingkat kemampuan fisik
dan beratnya gejala, namun pembagian tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan
lain.

5
Klasifikasi gagal jantung menurut NYHA :
KELAS DEFINISI ISTILAH
I Klien dengan keainan jantung tapi tanpa Disfungsi ventrikel kiri
pembatasan aktifitas fisik yang asimtomatik
II Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung ringan
menyebabkan sedikit pembatasan aktifitas fisik
III Klien dengan kelaianan jantung yang Gagal jantung sedang
menyebabakan banyak pembatasan aktifitas fisik
IV Klien dengan kelaianan jantung yang segla Gagal jantung berat
bentuk ktifitas fisiknya akan menyebabkan
keluhan

F. Penatalaksanaan
Menurut kasron (2012), penatalaksanaan CHF meliputi:
 Non Farmakologi
a. CHF Kronik
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
2. Diet pembatasan natrium (<4 gr/hari) untuk menurunkan edema
3. Menghentikan obat-obatan yang mempengaruhi NSAID karena efek
prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium
4. Pembatasan cairan (± 1200-1500 cc/hari).
5. Olahraga secara teratur.
b. CHF Akut
1. Oksigenasi (ventilasi mekanik)
2. Pembatasan cairan (1,5 liter/hari)
 Farmakologi
Tujuan: Untuk mengurangi afterload dan preload
a. First line drgs; diuretic.
Tujuan : Mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti
pulmonal pada disfungsi diastolic. Obatnya adalah : thiazide diurestics untuk CHF
sedang, loop diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk
meningkatkan pengeluarn cairan), kalium-sparing diuretic.
b. Second line drugs; ACE inhibitor.
Tujuan : membantu meningkatan COP dan menurunkan kerja jantung. Obatnya
adalah :
1. Digoxin : meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan unutk
kegagalan diastic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk
relaksasi.
2. Hidralazin : menururnkan afterload pada disfungsi sitolik.
3. Isobarbide dinitrat : mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik,
hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.

6
4. Calsium Chanel Blocker : untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi
dan pengisisan ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik).
5. Beta Blocker : sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard.
Digunakan pada disfungsi diatolic untuk mengurangi HR, mencegah iskemi
miokard, menurunkan TD, hipertofi ventrikel kiri.

 Pendidikan Kesehatan
a. Informasikan pada pasien, keluarga dan pemberi perawatan tentang penyakit dan
penanganannya.
b. Monitoring difokuskan pada : monitoring BB setiap hari dan intake natrium.
c. Diet yang sesuai untuk lansia CHF : pemberian makanan tambahan yang banyak
mengandung kalium seperti; pisang,jeruk, dan lain-lain
d. Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan
bantuan terapi.

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nugroho, dkk. 2016
1. EKG (elektrokardiogram): untek mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung
2. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis iskemia san kerusakan
polamungkin terlihat. Disritmia misalnya takhikardia, fibrilasi atrial. Kenaikan
segmen ST/T persistensi 6 minggu atau lebih setelah imfrak miokrad menunjukkan
adanya aneurime ventricular.
3. Echokardiogram : menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan
bentuk jantung, serta menilaikeadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat
bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.
4. Foto rontgen dada : untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan
diparu-paru atau penyakit paru lainnya.
5. Tes darah BNP : untuk mengukur kadar hormon BNP (Brype nattruretic peptide) yang
pada gagal jantung akan meningkat.
6. Sonogram : dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
7. Skan jantung : tindakan penyuntikan fraksi san memperkirakan pergerakan dinding.
8. Katerisasi jantung : tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan, sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi, juga mengkaji
potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran
normal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.

H. Komplikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013) komplikasi pada gagal jantung yaitu :
a. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri
b. Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat penurunan curah
jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat keorgan vital (jantung dan otak)
c. Episode trombolitik Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan
sirkulasi dengan aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah.
7
d. Efusi perikardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan kekantung perikardium, cairan dapat meregangkan perikardium
sampai ukuran maksimal. CPO menurunkan dan aliran balik vena kejantung menuju
tomponade jantung

J. Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Jantung


A. Pengkajian
Pengkajian Primer yang dilakukan meliputi :
1. Airway
Penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya
obstruksi jalan nafas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat
dianggap jalan nafas bersih . Dilakukan juga pengkajian adnya suara nafas tambahan
seperti snooring.
2. Breathing
Frekwensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi dinding dada,
adanya sesak nafas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya
suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3. Circulation
Dilakukan pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya
perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
4. Disability
Nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.

Pengkajian Sekunder yang dilakukan antara lain :


- Anamnesis dapat menggunakan pola AMPLE ( Alergi, Medikasi, Past Illness, last
meal, environment.)
- Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan
pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks, dll.
Kumpulan data :
1. Identitas
2. Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan
pada tenaga kesehatan seperti, dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik.
3. Riwayat Penyakit Sebalumnya
4. Data Bio-psiko-sosial-spiritual
5. Aktivitas atau istirahat
6. Sirkulasi
7. Integritas ego
8. Nuorosensorik
9. Rasa nyaman
10. Pernafasan
11. Keamanan
12. Interksi sosial
13. Pembelajaran
8
14. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : kesadaran, bangun tubuh, postur tubuh, warna kulit, turgor kulit.
Gejala kardinal:
- Suhu
- Nadi
 Frekwensi
 Irama
 Ciri denyutan
- Tensi
- Respirasi

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miocard atau perubahan
inotropik, perubahan frekwensi, irama, konduksi listrik, perubahan struktural (misal :
kelainan katup, aneurisme ventricular
2. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai O2 kebutuhan, kelemahan
umum, tirah baring lama.
3. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas dengan faktor resiko perubahan membran
kapiler alveolus.

C. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miocard atau perubahan
inotropik, perubahan frekwensi, irama, konduksi listrik, perubahan structural (misal :
kelainan katup, aneurisme ventricular
- Tujuan dan kriteria hasil : penurunan episode dispnea angine menujukan tanda
vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas
gerak gagal jantung (misal : parameter hemodirakit dalam batas normal, haluan
urine adekuat), ikut serta dalam aktivitas yang mengulangi beban kerja jantung
Intervensi Rasional
1. Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi 1. Biasanya terjadi takikardi (meskipun
irama jantung pada saat istirahat), untuk
2. Pantau tekanan darah mengkompensasi penurunan
3. Kaji kulit terdapat pucat dan diagnosis kontraktivitas ventrikuker.
4. Kaji perubahan pada sensori, contoh 2. Pada gejala dini, sedang/kronis TD
letergi dapat meningkat sehubungan dengan
5. Berikan istirahat Psikologi dengan SVR.
lingkungan tenang. 3. Pucat menunjukan menurunnya
6. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan perfusi perifer sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung
vasokontriksi, dan anemia, area yang
sakit sering berwarna biru/ belang
karena peningkatan kongesti vena.
4. Dapat menunjukan tidak adekuatnya
perfusi cerebral sekunder terhadap
penurunan curah jantung.
5. Stres, emosi menghasilkan

9
vasokonstriksi yang meningkatkan TD
dan meningkatkan frekuensi kerja
jantung.
6. meningkatkan sediaan O2 untuk
kebutuhan miocard untuk melawan
efek hipoksia/Ischemia.

2. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai O2 kebutuhan, kelemahan


umum, tirah baring lama.
- Tujuan dan Kriteria Hasil : berpatisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi
kebutuhan perawat sendiri.
Intervensi Rasional
1. Periksa tanda vital sebelum dan setelah 1. Hipotensi ortostastik dapat terjadi
aktivitas dengan aktivitas karena otot-otot
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap perpindahan cairan/pengaruh fungsi
aktivitas (takikardi, disritmia, dispnea, jantung.
berkeringat, pucat). 2. penurunan/ketidakmampuan
3. Kaji presipitasi atau penyebab kelemahan . miokardium untuk meningkatkan
Contoh : nyeri pengobatan. volume sekuncup selama aktivitas
4. Berikan batuan dalam aktivitas perawat dapat menyebabkan peningkatan
diri, sesuai indikasi segera pada frekuensi jantung dan
5. Kolaborasi : Implementasi program kebutuhan O2. Peningkatan kelelahan
rehabilitasi jantung atau aktivitas dan kelemahan.
konsumsi berlebihan. 3. Kelemahan atau efek samping
beberapa obat (Beta Blocker).
4. Pemenuhan kebutuhan perawat diri
pasien tanpa mempengaruhi stress
miokard atau kebutuhan O2
berlebihan.
5. Peningkatan bertahap pada aktivitas
menghindari kerja/konsumsi O2
berlebihan, penjualan dan perbaikan
fungsi jantung dibawa stress

3. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas dengan faktor resiko perubahan membran
kapiler alveolus.
- Tujuan dan KH : memdemontrasikan ventilasi dan oksigensi adekuat, analisa gas
darah rentang normal.
Intervensi Rasional
1. Auskultasi bunyi nafas, catat krekles, 1. Menyatakan adanya kongesti paru
mengi atau pengumpulan secret menunjukan
2. Anjurkan batuk efektif dan nafas dalam kebutuhan untuk intervensi lanjut.
3. Dorong untuk mengubah posisi dengan 2. Membersihkan jalan nafas dan
sering memudahkan aliran O2
4. Pertahankan duduk dan tirah baring 3. Membantu mencegah atelektasis dan
dengan posisi semifowler pneumonia
5. Kolaborasi : beri O2 sesuai dengan 4. Menurunkan konsumsi O2 atau

10
indikasi kebutuhan dan meningkatkan
inflamasi paru maksimal.
5. Meningkatkan konsentrasi O2
alveolar, yang dapat memperbaiki
atau menurunkan hipoksia jaringan.

11
Daftar Pustaka

American Heart Association. Heart Disease and Stroke Facts, 2006 Update. Dallas, Texas:
AHA, 2006.
Baughman, C. Diane & Hackley JoAnn. Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku untuk
Brunner dan Suddarth, Edisi 1, Alih bahasa: Yasmin asih, Editor Monica Ester,
Jakarta: EGC. 2000.
Mansjoer A. dkk. (Eds). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Volume 1. Jakarta: Media
Aesculapius. 2001.
Karim S, Kabo P. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk Dokter
Umum. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2002.
Brundside, JW. McGlynn, Tj. Diagnosis Fisik.Alih Bahasa: Lumanto,Henny. Jakarta:
EGC. 1995.

12
Daftar Pustaka

Smeltzer, Suzanne. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa Agung
Waluyo. Edisi 2 : Jakarta : EGC
Terry, Lee Cynthia & Weaver Aurora. 2013. Keperawatan Kritis Demystified. Yogyakarta:
Andi Publisher
Brunner & Suddarth, 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.
Jakarta EGC.
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. 2009 In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al., 3rd
ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing.

13

Anda mungkin juga menyukai