Anda di halaman 1dari 18

BELAJAR DARI SANG GURU

PETANI GARAM

KELAS XII-MIPA 9 :

1. Agnes Putri S /01 6. Fransisca Aurelia R /15

2. Anne Elvira M /05 7. Johanes Rafael S /19

3. Antonius Sachio T /06 8. Jonathan Dharma W /20

4. Bernadette C. A. H. /08 9. Metta Soegiharto /23

5. Devina Evangelina /11 10. Mikael Ndaru A /26

SMA KATOLIK ST. LOUIS 1

JALAN POLISI ISTIMEWA 7

SURABAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkahnya yang
melimpah sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan “Sang Guru” yang dibebankan
oleh guru pendamping mata pelajaran agama, Drs. Ch. Tavip Yudianto.

Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada berbagai pihak. Bimbingan dan
bantuan dalam penulisan laporan ini sangat berguna bagi penulis, terutama penulis dapat
bertemu langsung dengan ‘Sang Guru’ dan menyusun laporan tentang kehidupan Sang
Guru. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
berkontribusi langsung dengan penyelesaian laporan ini.

1. Dra. Noor Indah Aini, M. Pd., selaku Kepala Sekolah SMA Katolik St. Louis 1
Surabaya

2. Drs. Ch. Tavip Yudianto, selaku Guru Agama kelas XII SMA Katolik St. Louis 1
Surabaya

3. Abdul Ghofur, selaku Sang Guru yang merupakan Petani Garam

4. Ignatius Moeljo Haribowo, Orang tua dari Mikael Ndaru A selaku perantara penulis
dan Sang Guru

5. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung terselenggaranya kunjungan


penulis ke Sang Guru

Penulis berharap laporan ini dapat digunakan sebagaimana mestinya dan bermanfaat
bagi pembaca. Penulis juga berharap agar laporan ini mampu menggerakkan hati nurani
pembaca untuk melakukan hal yang serupa, bahkan lebih. Semoga dengan membaca
laporan ini, pembaca dapat belajar untuk tidak merendahkan orang lain, serta cinta pada
sesama terutama yang lemah dan terpinggirkan.

Surabaya, 14 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………...i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………………….1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………1

C. Tujuan……………………………………………………………………………..1

D. Manfaat……………………………………………………………………………1

E. Metode…………………………………………………………………………….2

BAB II. BIOGRAFI SANG GURU

A. Identitas Sang Guru……………………………………………………………….3

B. Kisah Hidup Sang Guru…………………………………………………………..3

C. Suka Duka Hidup Sang Guru……………………………………………………..4

BAB III. NILAI-NILAI KEHIDUPAN

A. Ketekunan………………………………………………………………………....5

B. Penuh Syukur……………………………………………………………………...5

C. Kesederhanaan…………………………………………………………………….5

D. Kekeluargaan……………………………………………………………………...6

E. Kejujuran………………………………………………………………………….6

F. Ketangguhan……………………………………………………………………....6

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………….7

ii
LAMPIRAN

A. Jurnal Kunjungan………………………………………………………………….8

B. Foto-foto…………………………………………………………………………9

C. Kuitansi Aksi Sosial Berupa Barang……………………………………………13

D. Lain-lain…………………………………………………………………………14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekolah kita, SMA Katolik St. Louis 1, memiliki visi yang berdasarkan karakter
Vinsensian. Salah satunya adalah cinta pada sesama, terutama yang lemah dan
terpinggirkan. Maksud dari yang lemah dan terpinggirkan merupakan orang-orang yang
tidak mampu mengangkat derajat kehidupannya tanpa bantuan atau belas kasih orang lain.
Secara singkat, orang-orang tersebut adalah yang biasa kita sebut sebagai orang miskin.
SMA Katolik St. Louis 1 memberi perhatian khusus kepada kaum-kaum tersebut untuk
mengikuti teladan Yesus sebagaimana dituliskan di dalam Kitab Suci, Lukas 4 : 18 “Roh
Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik
kepada orang-orang miskin, dan Ia telah mengutus Aku”.
Selain itu Santo pelindung kita, Santo Vincentius, juga mengajarkan lima keutamaan.
Zelus Animarum (menyelamatkan jiwa-jiwa) merupakan satu di antara ke lima nilai
Vinsensian yang diajarkan. Ia mengabdikan hidupnya untuk melayani orang miskin karena
ia mengatakan bahwa ia menemukan Kristus di dalam orang-orang miskin.
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Sang Guru yang ditemui?
2. Bagaimana kehidupan yang dijalani oleh Sang Guru?
3. Nilai kehidupan apa yang mampu dipetik dari kehidupan Sang Guru?
C. Tujuan
1. Mengetahui siapa Sang Guru yang ditemui
2. Mengetahui kehidupan yang dijalani Sang Guru
3. Mengerti nilai kehidupan yang dipetik dari kehidupan Sang Guru
D. Manfaat
1. Bagi penulis
a. Mampu mengembangkan sikap cinta pada sesama terutama yang lemah dan
terpinggirkan seperti keutamaan Vinsensian dengan berinteraksi secara
langsung dengan Sang Guru.
b. Dapat menunjukkan kasih Tuhan secara materiil dan nyata.

1
2. Bagi pembaca
a. Mampu melihat kehidupan dari sudut pandang yang berbeda, serta memupuk
keinginan hati untuk melakukan hal yang serupa.
b. Mampu menyadari bahwa ada orang lain yang hidupnya tidak senyaman
yang dijalaninya.
c. Mampu mengingat untuk selalu bersyukur atas kehidupan yang telah
dianugerahkan oleh Tuhan.
E. Metode
Penulis menggunakan metode wawancara dan observasi, melalui perjumpaan
langsung dengan Sang Guru. Wawancara adalah salah satu metode mengumpulkan data
dengan melakukan dialog langsung dengan narasumber, dalam hal ini penulis bertanya
langsung kepada Sang Guru dan orang-orang di sekitarnya. Observasi adalah salah satu
metode mengumpulkan data dengan melihat langsung hal yang akan diteliti, dalam hal ini
penulis melihat aktivitas, tempat tinggal, keluarga, dan hal-hal lain yang berkaitan
langsung dengan Sang Guru. Selain itu penulis juga ikut langsung membantu Sang Guru
dalam pekerjaannya, sehingga penulis mampu merasakan apa yang dirasakan Sang Guru.

2
BAB II

BIOGRAFI SANG GURU

A. Identitas Sang Guru

Nama lengkap : Abdul Ghofur

Nama panggilan : Abdul

Tempat/Tahun Lahir : Sumenep, 1970

Alamat : Jalan Tambak Cemadi, Banjar Kemuning, Sedati, Sidoarjo

Suku : Madura

Agama : Islam

Status : Menikah

B. Latar Belakang Hidup Sang Guru

Beliau menempuh pendidikan hingga jenjang SD, lalu beliau langsung bekerja sebagai
petani garam melanjutkan jejak sang ayah. Beliau sekarang sudah memiliki keluarga yang
terdiri atas 16 orang termasuk dirinya. Enam diantaranya adalah anaknya sendiri dan 8
diantaranya merupakan cucunya. Di dalam satu rumah yang ditinggalinya selama bekerja
di Jawa, sebanyak 9 orang turut serta tinggal bersamanya. Penghasilan yang diperolehnya
selama 1 tahun dapat mencukupi biaya sehari-hari keluarganya termasuk biaya sekolah
cucunya yang pada saat ini menempuh pendidikan SMA. Setiap 6 bulan, ketika musim
panas telah berakhir, ia akan pulang ke daerah asalnya yaitu Sumenep, Madura
menumpangi truk selama 4 jam perjalanan. Selama di Sumenep beliau bekerja sebagai
tukang becak untuk menambah penghasilan. Semasa kecilnya beliau habiskan dengan
bermain layang-layang atau kasti serta membantu ayahnya bekerja sebagai petani garam di
daerah asalnya. Ia memutuskan untuk bekerja di Jawa dikarenakan banyaknya jumlah
petani yang menggarap ladang garam di Sumenep.

3
Pak Ghofur memiliki seorang istri bernama Bahariyah. Kisah cinta mereka berawal
dari pertemuan mereka di sebuah pertunjukan wayang di Sumenep. Mereka saling jatuh
cinta dan melakukan penjajakan selama setahun. Akhirnya, Pak Ghofur melamar Ibu
Bahariyah dan mereka menikah dan memiliki enam anak.

Pendapatan Pak Ghofur tidak bisa dibilang besar. Beliau mendapat seratus dua puluh
juta setiap tahunnya, dan harga ini masih berupa pendapatan kotornya. Seratus dua puluh
juta tersebut juga harus memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya, termasuk anak
dan cucunya.

C. Suka Duka Hidup Sang Guru

Beliau menjalani hidupnya dengan penuh rasa syukur dan suka cita sesuai dengan apa
yang dikatakannya yaitu “hidup ini harus banyak tertawa agar tidak cepat tua”. Beliau
tidak pernah mengeluh selama menjalani pekerjaannya meskipun menghadapi cobaan-
cobaan. Beliau mengaku tidak pernah mengalami duka yang berdampak pada
kesehariannya.

Sumber kebahagiaannya adalah mampu mencukupi kebutuhan keluarganya dengan


harapan cucunya dapat menempuh jenjang pendidikan yang tinggi dan mengubah nasib
serta tradisi keluarganya. Beliau juga mengatakan bahwa keluarganya tidak pernah
menderita penyakit yang serius, jika sakit mungkin yang paling parah hanyalah masuk
angin. Hal itu disebabkan karena suasana hatinya yang selalu bahagia.Tentunya ini sangat
menguntungkan karena beliau tidak perlu mengeluarkan lebih banyak uang untuk berobat.
Pada masa kecilnya pun hal-hal sederhana saja juga sudah dapat membuatnya bahagia,
contohnya dengan bermain layang-layang saat ada angin timur, bermain kasti, atau
permainan-permainan tradisional lainnya. Hiburannya sekarang juga hanyalah TV dan
radio.

Baginya, hal yang merepotkan baginya, yaitu mengalami gagal panen dikarenakan
hujan yang turun tiada henti. Selain itu, biasanya pemerintah secara rutin memberi bantuan
berupa terpal, tetapi sudah tiga tahun terakhir bantuan tersebut tidak tersampaikan. Hal itu
membuat beliau sedih dan kecewa akhir-akhir ini.

4
BAB III

NILAI-NILAI KEHIDUPAN

A. Ketekunan
Pak Abdul Ghofur orang yang menjalani kehidupan dengan lapang dada, dan tidak
mudah terserang kata menyerah dan malas. Beliau hanya merasakan malas kerja apabila
benar benar sudah tidak mampu mengerahkan tenaga lagi mengurusi garam, sehingga
harus digantikan oleh anak-anak atau menantu-menantunya. Dari sini kita bisa mengambil
pelajaran bahwa kita harus terus berjuang sampai titik darah penghabisan, jangan setengah
setengah kalau bekerja, dan berhenti hanya bila badan sudah dilampaui batasnya.

B. Penuh Syukur
Pak Abdul Ghofur orang yang ceria dan menghadapi kehidupan dengan tawa,
meskipun bisa dikatakan kondisi hidupnya biasa biasa saja, malah agaknya berkekurangan.
Beliau mengajarkan secara tidak langsung bahwa, kita yang hidup dengan keadaan lebih
baik harus menghadapi kehidupan dengan lebih bersukacita dan penuh syukur. Beliau yang
hidupnya berkekurangan tetap dapat mensyukuri keadaan yang beliau jalani. Dengan
bersyukur, pekerjaan yang beliau hadapi tidak terlihat sebagai beban, melainkan berkat.

C. Kesederhanaan
Pak Abdul Ghofur mengajarkan juga bahwa kunci hidupnya bisa bahagia adalah
kesederhanaan- kesederhanaan motivasi, kesederhanaan pikiran, kesederhanaan harapan.
Beliau memiliki pandangan yang sederhana, sehingga dalam hidup, beliau tidak merasa
ada sesuatu yang membuatnya harus mengeluh. Namun yang kami tangkap juga adalah
bahwa kunci nilai ini adalah hidup menerima dan bersyukur akan apa adanya kita, bukan
ada apanya kita, yang dimaksud bukanlah membatasi diri untuk tidak memiliki harapan
dan tujuan yang tinggi dan besar.

5
D. Kekeluargaan
Keluarga Pak Abdul Ghofur yang besar bisa tetap harmonis meskipun sumber
penghidupan terbatas, dan harus berbagi akan hal apapun dalam hidup. Mereka tetap bisa
menunjukkan hubungan kekeluargaan yang erat, tidak terpecah-pecah. Ini sangat miris dan
kontras dengan kehidupan masyarakat umumnya pada zaman ini. Antar anggota keluarga
seperti ada kompetisi satu sama lain, bicaranya menggalakkan persatuan negara, tapi
persatuan keluarga tidak dijaga. Dengan taraf kehidupan yang lebih baik, semestinya kita
semua dapat bersyukur dan hidup dengan ke-eratan yang lebih dalam keluarga.

E. Kejujuran
Pak Abdul Ghofur mengutamakan kejujuran dalam pekerjaannya. Beliau tidak pernah
melakukan korupsi dalam panen garam. Jika hasil panen garam lebih banyak dari yang
diperkirakan, Pak Abdul Ghofur tetap akan memberikan kelebihan itu kepada sang majikan.

F. Ketangguhan
Pak Abdul Ghofur menunjukkan arti dari ketangguhan yang sebenarnya. Walau
hidupnya berkesusahan, beliau tetap menjalani hidupnya dengan hati yang kuat. Beliau
tidak pernah mengeluh dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari, walaupun harus
dijemur di bawah panasnya terik matahari setiap hari. Bahkan saat beliau mengalami gagal
panen atau saat mulai memasuki musim penghujan, beliau tidak bersantai, melainkan
berganti profesi sementara sebagai tukang becak di Madura.

6
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Banyak sekali kesulitan-kesulitan yang dijumpai oleh kelompok kami dan salah
satunya adalah menemukan waktu yang tepat untuk mengadakan kunjungan ke ‘SANG
GURU’, dengan bantuan Tuhan kelompok kami dapat menyelesaikan masalah tersebut
dengan mengalah dan menyempatkan beberapa jam dari waktu masing-masing untuk
mengadakan kunjungan.

Kesulitan selanjutnya adalah waktu, saat kita sudah menepatkan waktu dan jam
kunjungan masih banyak dari kita yang masih terlambat dari waktu yang ditentukan
sebelumnya. Kelompok kami menyelesaikan masalah tersebut dengan menepatkan waktu
lebih awal sehingga kami mengurangi anggota kelompok yang datang terlambat.

Kelompok kami juga sempat mengalami kesulitan dalam berkomunikasi


dengan ’SANG GURU’ dan dengan bantuan dari salah satu dari orang tua anggota
kelompok kami, kami dapat berkomunikasi lebih baik dengan ‘SANG GURU’ dan dapat
menanyakan hal-hal yang perlu kami cari tahu.

Dalam melaksanakan tugas ini, kelompok kami lebih banyak menglami suka daripada
duka, karena kami dapat memahami bagaimana hidup orang yang terpinggirkan, dan yang
lebih penting tahu bagaimana cara memanen garam. Mungkin kelompok kami tidak
menemukan duka dalam melaksanakan tugas ini.

Jadi kesimpulannya tugas yang diberikan kepada kami ini memiliki banyak plus dan
minus, plus nya kelompok kami dapat lebih menghormati orang-orang yang terpinggirkan
dan lebih menghargai hidup. Tetapi minus dari tugas ini hanyalah masalah biaya dimana
kelompok kami perlu mengeluarkan biaya yang cukup besar dan anggota kelompok kami
tidak semuanya berasal dari keluarga yang cukup.

Saran dari kelompok kami, untuk kelompok yang mendapatkan tugas agama untuk
mengenal sang guru “Petani Garam” yang mencari disekitar daerah Surabaya, banyak
petani garam yang berasal dari Madura, sehingga bahasa yang digunakan sulit untuk
dimengerti. Jadi kelompok kami menyarankan untuk membawa seorang perantara untuk
membantu kelompok dalam berkomunikasi dengan sang guru.

7
LAMPIRAN

A. Jurnal Kunjungan

No Hari/Tanggal Peserta Keterangan

Hadir Tidak Hadir

1 Minggu, 19 Agustus 2018 05, 15, 19, 01, 06, 08, 01. Sakit
(10:54) 21, 23, 26 11
06. Supporter
(DBL)

08. Tugas gereja

11. Acara keluarga


+ les

2 Rabu, 22 Agustus 2018 01, 05, 06, 23 23. Ulang tahun


(13:50) 08, 11, 15, teman
19, 21, 26

3 Minggu, 2 September 2018 01, 05, 06, 15 15. Acara keluarga


(11:08) 08, 11, 19,
21, 23, 26

4 Minggu, 9 September 2018 01, 05, 06,


(12:15) 08, 11, 15,
19, 21, 23,
26

8
B. Foto-foto

Wawancara dengan ʻSang Guruʻ didampingi salah seorang Orang Tua siswa

Tampak dalam rumah pak Ghofur

Penulis membantu pak Ghofur meratakan ladang garam

9
Agnes dan Anne sedang berfoto bersama cucu dari pak Ghofur

Ladang garam yang sudah diberi terpal

Penulis sedang memindahkan air dari sumur ke sistem irigasi ladang

10
Pekerja ladang garam sedang mengukur konsentrasi air pada ladang garam menggunakan
hidrometer dalam satuan Baume

Pompa air menggunakan tenaga angin untuk memindahkan air dari irigasi ke ladang garam

Pak Ghofur sedang mengumpulkan garam

11
Foto bersama pak Ghofur

12
C. Kuintansi Aksi Sosial Berupa Barang

13
D. Lain-lain

14

Anda mungkin juga menyukai