Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Keperawatan kritis bersifat cepat perlu tindakan cepat, serta pemikiran kritis tingkat
tinggi. Perawat harus dapat mengkaji pasien dengan cepat merumuskan diagnosis baik actual
maupun potensial, merencanakan intervensi keperawatan sambil berkolaborasi dengan
dokter, berkonstultasi dengan dokter spesialis, dan bagian penunjang lain. Lebih jauh perawat
harus dapat mengimplementasikan rencana pengobatan, mengevaluasi efektifitas pengobatan
dan merevisi perencanaan dalam waktu yang sangat sempit.
Pasien yang masuk ke lingkungan perawatan kritis menerima asuhan keperawatan
intensif untuk berbagai masalah kesehatan. Serangkaian gejala memiliki rentang dari pasien
yang memerlukan pemantauan yang sering dan membutuhkan sedikit intervensi untuk
mendukung fungsi hidup yang mendasar.
Hal tersebut merupakan tantangan besar bagi perawat, yang juga harus membuat catatan
perawatan yang akurat melalui pendokumentasian.

1.2 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui definisi dokumentasi
2. Untuk mengetahui bagaimana dokumentasi pada pasien kritis
3. Untuk mengetahui pentingnya dokumentasi

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Keperawatan Kritis


American Association of Critical Care Nurses (AACN) menyatakan bahwa asuhan
keperawatan kritis mencakup diagnosis dan penatalaksanaan respons manusia terhadap
penyakit yang actual atau potensial yang mengancam kehidupan (AACN, 1989)
Lingkup praktek asuhan keperawatan kritis yang didefinisikan dengan interaksi perawat
dengan pasien penyakit kritis, dan lingkupan yang memberikan sumber-sumber adekuat
untuk pemberian perawatan. Dalam lingkup asuhan perawatan kritis meliputi keperawatan
Gawat Darurat dan Perawatan Intensif.
Dilingkungan gawat darurat, hidup dan mati seseorang ditentukan dalam hitungan menit,
sehingga perawat harus dapat memfokuskan hasil yang dapat dicapai dan menekankan
perlunya pelaporan dan pencatatan asuhan keperawatan. Oleh karena itu, dokumentasi yang
akurat sangat diperlukan sebagai bagian pelayanan professional

2.2 Tujuan Rekam medis


Riwayat kesehatan pasien merupakan informasi yang paling peting bagi pasien dan
pemberi pelayanan kesehatan. Data tersebut digunakan sebagai parameter mengevaluasi
keadaan pasien seacara sistematikdengan membandingkan riwayat yang ada dengan temuan
yang teerbar, oleh karena itu keakuratan dan kelengkapan dokumentasi merupakan suatu hal
yang sangat penting. Dokumentasi gawat daarurat memiliki tiga manfaat utama :
1. Rekam medis gawat darurat adalah catatan penting informasi pasien yang berguna untuk
diagnosis dan pengobatan.
2. Rekam medis gawat darurat digunakan untuk mempermudah penggantian biaya untuk
institusi. Dalam hal ini, catatan harus mencerminkan pengobatan apa yang telah
diberikan, bagaimana hasilnya, dan apakah dilakukan intervensi lebih lanjut.
3. Dokumentasi keperawatan dipergunakan untuk mengevaluasi mutu perawatan ketika
akreditasi (Joint Commision for the Accreditation of Healthcare Organizations)
4. Rekam medis gawat darurat merupakan catatan legal tentang pasien. Beberapa informasi
mungkin saja diperlukan tidak dalam kaitannya dengan perjalanan klinis, seperti untuk

2
forensic yang melibatkan pernyataan korban, mekanisme cedera, pola luka dan
sebagainya.

2.3 Pentingnya Dokumentasi


Melakukan dokumentasi secara akurat daalam rekam medis adalah salah stu cara terbaik
bagi perawaat untuk membela diri dari tuntutan hukum karena kelalaiandalam pemberian
perawatan. Dokumentasi yang berasal dari kebijakan standar nasional berguna sebagai alat
managemen resiko bagi perawat unit gawat darurat. Hal ini dapat digunakan untuk
pemantauan dengan tepat dan sebagai alat pembuktian bahwa perawat telah melakukan
tugas-tugasnya kepada pasien.
Pencatatan dengan computer, catatan naratif, atau lembar alur harus mengajuka perawat
gawat darurat telah melakukan pengkajian dan komunikasi, perencanaan dann kolaborassi,
implementasi dan evaluasi peawatan yang diberikan, dan melaporkan data-data penting pada
dokter selama situasi serius. Lebih jauh lagi, catatan tersebut harus menunjukan bahwa
perawat gawat darurat bertindak sebagai advokat pasien ketika terjadi penyimpangan standar
perawatan yang mengancam keselamatan pasien.

2.4 Pengkajian dan dokumentasi


1. Triase
Berdasarkan standar praktik ENA “Perawat gawat darurat harus memberlakukan triase
untuk semua pasien yang masuk ke UGD dan menentukan prioritas perawatan
berdasarkan kebutuhan fisik dan psikologis, dan juga faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pasien” (ENA, 1995)
2. Pentingnya Triase
Pentingnya proses triase yang efektif memungkinkan perawat untuk mengevaluasi
dengan benar urgensi gejala pasien dan menentukan dengan cepat siapa diantara pasien
penderita penyakit yang paling memerlukan pertolongan segera. Sehingga perawat triase
harus berpengalaman dan trampil melakukan pengkajian cepat.
Proses triase mencakup dokumntasi hal-hal berikut :
 Waktu datang pasien dan alat transportasi yang digunakan
 Keluhan utama (“apa yang membuat anda datang kemari”)

3
 Prioritas atau keakutan perawatan
 Penentuan pemberian peraawatan yang tepat
 Penempatan diarea pengobatan yang tepat
 Intervensi awal yang dilakukan misalnya balutan steril, kompres, pemakaian bisai,
prosedur diagnostic seperti EKG, AGD, dan Radiologi.
3. Proses triase dan pengkajian ulang dalam triase
Proses triase dimulai ketika pasien masuk kepintu UGD, Perawwat harus
memperkenalkan diri, menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian, melihat
sekilas kearah pasien yang berada dibrankar sebelum mengarahkan keruang perawatan
yang tepat. Pengumpulan data subjektif fan objektif harus dilakukan dengan sangat cepat-
tidak lebi dari 5 menit. Perawat triase bertanggung jawab untuk menempatkan pasien
diarea pengobatan yang tepat ; bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung
dengan monitor jantung dan tekanan darah, atau area pengobatan cepat untuk keluhan
minor misalnya sakit tenggorokan tanpa demam, sakit gigi, terkilir.
Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triase, setiap pasien
tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama minimal 60 menit. Untuk pasien yang
dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat pengkajian ulang
dilakukan setiap minimal 15 menit atau kurang bila perlu. Setiap pengkajian ulang harus
didokumentasikan dalam rekam medis, informasi baru tentang kondisi pasien dapat
mengubah kategorisasi keakutan dan lokasi pasien diarea pengobatan. Dokumentasi
pengkajian ulang harus mencakup waktu, tanda vital,, dan perubahan kategori keakutan.
4. Wawancara triase yang ideal
Wawancara dan dokumentasi triase yang ideal mencakup hal-hal berikut :
 Nama, usia, jenis kelamin, dan cara kedatangan pasien.
 Keluhan utama
 Riwayat singkat (termasuk awitan, derajat intensitas, kondisi yang sama dan
masalah medis sebelumnya.
 Pengobatan
 Alergi
 Tanggal imunisasi tetanus terakhir

4
 Tanggal periode haid terakhir bagi wanita subur (termasuk gravida, para dan
absorsi, jika perlu)
 Pengkajian tanda vital dan berat badan
 Klasifikasi pasien dan tingkat keakutan
5. Pengkajian
Pengkajian harus dilakukan secara akurat dan continue (ENA, 1995). Tujuan pengkajian
adalah untuk mengenali kegawatdaruratan yang mengancam kehidupan dan
mengumpulkan cukup data untuk menentukan prioritas perawatan. Perawat diharapkan
setiiap saat dapat mengkomunikasikan data yang diperoleh kepada dokter, melipputi
abnormalitas, gejala yang memburuk atau perubahan tingkat keakutan agar dapat
dilakukan penatalaksanaan pasien lebih lanjut.
a. Prioritas pengkajian
Prioritas pengkajian meliputi sistem kardiovaskuler dan respirasi termasuk tanda
vital, pengkajian ini merupakan pemeriksaan utama meliputi jalan napas, pernapasan
dan sirkulasi. Tanda vital merupakan indicator penting yang dapat menggambarkan
status pasien secara akurrat, sehingga perlu didokumentasikan. Pemeriksaan umum
dapat dilakukan secara bersamaan dengan pemeriksaan utama seperti tingkat
kesadaran, kualitas bicara, tampilan umum, dan tingkat distress.
Prioritas pengkajian lainnya berhubungan dengan pasien trauma. Pemeriksaan utama
terhadap ABCD (airways / jalan napas, breathing/pernapasan, circulation/sirkulasi,
dan disability-neurologic/ kerusakan neurologis) harus dikaji dan didokumentasikan
pada saat kedatangan sebagai data dasar.
Pengkajian mekanisme cedera juga merupakan hal yang penting, misalya apakah
pasien direstrein dengan sabuk pengaman atau tidak, apakah pasien terdorong keluar
atau tidak, apakah pasien pengemudi atau penumpang dan jumlah kerusakan.
Pada saat pasien datang buat catatan tentang adanya “tempat inersi” (misalnya alat
intravena yang dipasang diluar RS) : ukuran jarum, lokasi, jenis cairan, jumlah cairan,
dan kondisi tempat inersi (misalnya nyeri, merah, bengkak, aliran, keutuhan
balutan)).
Pengkajian minimal mencakup pengkajian status mental, tingkat kesadaran, gerakan
motoric, postur dan status pupil.

5
b. Pemantauan
Banyak pasien yang dipasangkan alat monitor jantung, tekanan darah dan saturasi
oksigen. Jika menggunakan monitor jantung pada strip yang pertama harus dituliskan
waktu dan ditempelkan didalam catatan keperawatan. Jika pemakaian monitor
jantung tersebut tidak diperlukan, maka perawat harus mendokumentasikan bahwa
monitor tersebut terus digunakan selama periode ketika pasien keluar dari UGD,
Misalnya, perawat akan mencatat : untuk CT scan, perawat dan dokter spessialis
mempertahankan jalan napas dengan ambu bag dan oksigen, dipasang juga monitor
jantung, saturasi oksigen, dan tekanan darah.
Pengkajian perawat serta keterlibatan dokter dan dtaf lainnya dalam evaluasi dan
perencanaan dinyatakan dengan jelas dalam catatan, begitu juga waktu awal
pemasangan IV, teknik aseptic, ukuran jarum, aliran darah, jumlah upaya inersi IV,
pemasangan NGT dan verifikasi letaknya, serta inersi Foleyy catheter dengan teknik
steril.

2.5 Perencanaan dan Kolaborasi


Perawat harus merumuskan rencana Asuhan Keperawatan yang Komprehensif untuk
pasien UGD dan berkolaboasi dalam perumusan seluruh rencana perawatan pasien (ENA,
1995). Di UGD segala sesuatu dapat terjadi dengan cepat, tetapi dengan permaalahan
pasien yang sangat beragam dan banyak sehingga diperlukan pengetahuan yang tinggi
untuk melakukan sejumlah tes dan pengobatan. Pada situasi ini tujuan yang diharapkan
adalah menstabilkan pasien untuk jangka pendek sehingga dapat direncanakan tes
diagnostic dan penatalksaan selanjutnya. Karena diperlukan evaluasi dan pengobatan
yang cepat, perawat harus menunjukan kepercayaan yang kuat terhadap pengethuan dan
protocol medis. Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter. Oleh
karena itu perawat mendokumentasikan instruksi tersebut secara berurutan.
1. Kesiapan
Elemen penting dari perencanaan adalah kesiapan. Perawat harus bersiap diri untuk
hal-hal krisis yang tidak diharapakan. Perawat harus memeriksa brankar, defibrillator,
Set Selang NGT, dan Center, pacu jantung eksternal, Keperawatn Darurat Pediatrik
dan suction. Perawat harus memastikan alat-alat tersebut dan suplai barang-barang

6
lainnya tersedia dan berfungsi baik sehingga tidak terjadi pelambatan dalam
pemberian perawatan pada pasien. Hali ini harus didokumentasikan untuk referensi
selanjutnya.
2. Keselamatan
Salah satu standar gawat darurat adalah bahwa perawat harus memperthankan
lingkungan yang aman bagi sesame staf, pasien, diri sendiri, dan orang lain yang ada
di UGD tersebut. Hal ini mencakup pencegahan masuknya pengunjung yang
membuat onar atau mengantisipasi adanya penggunaan alat-alat tajam, misalnya
pasien yang berkaitan dengan pembunuhan dan bunuh diri.
2.6 Implementasi
Perawat harus mengimplementasikan rencana perawatan berdasarkan data pengkajian,
diagnosis, perawatan, dan diagnosis medis (ENA, 1995)
1. Kompetensi
Perawat harus mampu melakukan dan mendokumentasikan tindakan medis dan
keperawatan, termasuk waktu sesuai dengan standar. Perawat tidak diharapkan untuk
mengetahui semuanya atau mampu melakukan semua prosedur, tetapi perawat yang
kompeten harus mampu mengantisipasi kebutuhan keahlian khusus sesuai yang
diindikasikan oleh situasi klinis, dan ia harus berusaha dan mendokumentasikan
semua upaya tersebut. Perawat harus mendokumentasikan kompetensi rutin dengan
pencatatan relevan meliputi :
a. Pemberian obat
Perlu mencatat lokasi injeksi IM, jumlah dosis, dan jenis pelarut, jika diperlukan
pematah ampul, maka catat juga jarum filter yang digunakan, pastikan bahwa
perawat lain menyaksikan pengambilan obat dari ampul.
b. Akses Intra Vena (IV)
Pada pemasangan IV, dokumentasikan teknik aseptic sudah digunakan, darah
berhasil diambil, tidak ada pembengkakan atau kemerahan yang terjadi pada
daerah penusukan jarum, jumlah upaya yang dilakukan dicatat juga lokasi
anatomic.
c. Selang dada

7
Perawat harus mendokumentasikan penggunaan teknik steril, adanya plester,
pemeriksaan pemasangan, yang menyatakan bahwa saluran tersebut utuh dan
berfungsi, serta warna dan jumlah haluaran. (cairan yang mengalir keluar dari
pasien)
d. Selang NGT
Harus didokumentasikan pemasangan dan pemeriksaan, termasuk warna dan
jumlah haluaran (cairan yang mengalir keluar dari pasien)
e. Penggunaan restrein
Dokumentasi harus mencakup upaya untuk mengadakan hubungan dengan pasien
dan instruksikan pada pasien alternative lain, dokumentasikan perlindungan
terhadap privasi pasien, hygiene, diet, kesempatan eliminasi, pelepasan restrein,
dan kondisi kulit dibawah restrein.
f. Pengenalan dan Pengobatan Gangguan Irama jantung
Perawat harus mampu mengenal gangguan irama jantung dan penatalaksanaanya,
seperti asistol, takikardia, bradikardia dan fibrilasi.
g. Bidai dan warps
Perawat harus mencatat jenis alat, lokasi, dan status sirkulasi setelah pemasangan
bidai, seperti ”tidak ada deformitas, memar, bengkak, nyeri, jika pergelangan kaki
disentuh”. Pasien mampu menggerakan semua jari kaki kanan, merasakan
sentuhan, nadi terpalpasi ditungkai kanan.
h. Imobilisasi
Dokumentasikan pemakaian kolar servikal (jika ada), catat alasan pasien menolak
pemasangan kolar.
i. Sedasi Dasar IV
Catat tanda vital awal, yang meliputi oksimetri nadi, termasuk juga strip monitor.
j. Analisa Gas Darah
Catat pengambilan sampel, memahami hasil, dan mengkomunikasikan kepada
dokter. Dokumentasikan pemeriksaan sirkulasi kolateral sebelum dilakukan
punksi arteri, dan tekanan sudah diberikan pada daerah tusukan sampai
perdarahan berhenti.
k. Pengenalan dan Pelaporan Tindakan kekerasan

8
Dokumentasikan tanda-tandaa cedera dan memastikan pihak-pihak terkait sudah
diberi tahu.
l. Perilaku (sesuai usia pertumbuhan dan perkembangan)
Perawat harus mendeskripsikan keinginan anak untuk bermain, kerewelan dan
respons anak terhadap stimulus.
m. Menggunakan defribiliator, pacu jantung eksternal
Perawat harus mendokumentasikan pelaksanaan alat-alat tersebut
n. Jalur arteri dan Jalur sentral
Perawat harus mendokumentasikan pemasangan dna pemeriksaanya.
o. Selang Endhotrakeal
Perawat harus mendokumentasikan pemasangan dna pemeriksaannya.
p. Ventilator
Perawat harus mendokumentasikan pengesetannya.
2. Lembar alur
Untuk prosedur rutin dapat didokumentasikan padaa format lembar alur yang ada,
misalnya skala GCS, skor trauma, ukuran pupil, tingkat kesadaran. Data juga dapat
berupa diagram, misalnya suhu, nadi dan tekaanan darah.
3. Tanggung jawab perawat terhadap penyuluhan pasien dan keluarga
Perawat harus membantu pasien dan orang dekat lainnya untuk mendapatkan
pengetahuan tentang penyakit dan pencegahan cedera (ENA, 1995). Perawat harus
memberi penjelasan tertulis maupun verbal tentang medikasi, pengobatan, perawatan
diri, rujukan, dan pencegaahan
4. Instruksi pemulangan
Perawat harus mengidentifikasi dan mencatat instruksi pengembangan, pastikan
pasien memahami informasi sebelum pulang. Format harus digandakan, satu untuk
pasien dan satu lagi untuk catatan permanen. Jika pasien menggunakan kruk atau
melakukan penggantian balutan, perawat harus mendokumentasikan ulang setelah
menerima instruksi.
5. Evaluasi dan komunikasi
Perawat harus mengevaluasi dan memodifikasi rencan perawatan berdasarkan respon
pasien yang dapat diobservasi dan pencapaian tujuan pasien (ENA, 1995)

9
2.7 Prioritas Evaluasi
1. Oksimetri Nadi dan tanda vital
Dokumentasi oksimetri nadi, respirasi, tekanan darah, pada saat pemulangan
untuk membuktikan bahwa kepulangan pasien tersebut aman.
2. Efek obat
Mendokumentasikan tanda vital (termasuk strip jantung), sebelum, selama , dan
setelah pemberian obat, efeek obat reaksi obat yang merugikan (anafilaksis)
3. Asupan dan Haluaran
Perawat mendokumentasikan jumlah cairan dan keluar, terutama pada pasien-
pasien luka bakar, pendarahan, jantung, ginjal, pediatric, diabetes, dan cedera
kepaala, karena cairan yang terlalu banyak dapat membahayakan pasien.
4. Evaluasi Sumber dan Koping
Perawat harus mendokumentasikan informasi-informasi penting dan sumber-
sumber atau kekurangan koping yang harus diatasi sebelum pasien pulang.
5. Peran perawat dalam pemindahan pasien
Untuk mendukung kepatuhan terhadaap standar yang memerlukan stabilitasi,
dokumentasi harus mencakup hal-hal berikut (Waxman, 1998) :
 Salinan catatan pengobatan dari rumah sakit pengirim
 Tindakan atau pengobatan yang telah dilakukan dari rumah sakit pengirim
 Deskripsi respons pasien terhadap pengobatan
 Hasil tindakan yang dilakukan untuk mencegah perburukan yang lebih
jauh pada pasien.

2.8 Keperawatan pasif


1. Pencatatan Observasi Pasif
Ketika menggunakan lembar alur, perawat harus mengisinya dengan lengkap untuk
memberikan informasi yang komprehensif dan akurat yang berkaitan dengan status klinis
pasien dan intervensi aktif.
2. Evluasi status pasien yang tidak adekuat
Mayberry dan Croke (1996) menemukan bahwa sekalipun terus dilakukan pendidikan
berkelanjutan, namun masih banyak perawat yang menjadi tergugat dalam kasus

10
malpraktek. Salah satu penyebabnya adalah kegagalan melakukan dokumentasi, termasuk
kegagalan mendokumentasikan perkembangan pasien dan responnya terhadap
pengobatan.
3. Perubahan kondisi pasien
Perawat harus mendokumentasikan henti napas/ jantung daan upaya resusitasi. Catat
secara spesifik detail urutan peristiwa yang terjadi, perawat harus mengenal alarm yang
memerlukana penanganan segera, seperti ventilator atau monitor jantung dan yang tidak
memerlukan penanganan segera.
Perawat harus mendokumentasikan status alarm yang memberi isyarat bagi perawat dan
memastikan bahwa semua parameter alarm sudah diset dengan tepat.
Perawat harus mendokumentasikan perubahan kondisi pasien dan melaporkan kepada
dokter, ketika terjadi perubahan yang signifikan pada pasien, dokter yang terutama
memeriksa pasien harus dihubungi segera setelah perawat selesai melakukan pengkajian.
Perawat harus mendokumentasikan pemberitahuan tersebut dan mencatat respons dokter
terhadap pemberitahuan tersebut.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perawatan kritis memerlukan keterampilan komunikasi, pengetahuan, tehnikal, dan
sikap yang tinggi serta penguasaan standar dan strategi yang berlaku dapat
meningkatkan pelayanan perawatan professional.
Ketika menggunakan strategi yang sudah ditetapkan, perawat memberikan
dokumentasi yang jelas dan ringkas tentang asuhan keperawatan dapat mengurangi
kecenderungan kontroversi yang mungkin timbul karena pencatatan yang tidak
sesuai.
Merupakan hal yang tidak praktis membawa lembar alur kesan kemaari untuk
memastikan semua data sudah dicatat dengan akurat dan tepat waktu.
Mencatat data dengan segera dapat menurunkan kesalahan atau hilangnya pencatatan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilya E, penerapan proses keperawatan dan diagnose keperawatan/


Marilya E.
Doenges ; alih bahasa, I Made Kariasa; editor, Setiawan. – Ed 2 Jakarta ; EGC,2000
Iyer, Patricia W. Dokumentasi keperawatan : suatu pendekatan proses keperawatan /
Patricia W.
Iyer, Nancy H. Camp;alih bahasa, Sari Kurnianingsih; editor edisi bahasa Indonesia,
Didah Rosidah. – Ed 3 Jakarta : EGC, 2005
Nurslam. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik, Jakarta :
Salemba Medika, 2001

13

Anda mungkin juga menyukai