Anda di halaman 1dari 10

RESUME

SELF AWARENESS
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi dalam Keperawatan
Dosen Pengampu : Ns. Herna Alfiani, S.Kep. M.Kep

Disusun Oleh

PSIK Transfer- A

Anggota:

Titin Prihartini

10020032077

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS FALETEHAN SERANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021

1
SELF AWARENESS (KESADARAN DIRI)

a. DEFINISI KESADARAN DIRI

Self Awareness (kesadaran diri) adalah perhatian yang berlangsung ketika seseorang
mencoba memahami keadaan internal dirinya. Prosesnya berupa semacam refleksi
dimana seseorang secara sadar memikirkan hal-hal yang ia alami berikut emosi-emosi
mengenai pengalaman tersebut. Dengan kata lain, Self Awareness adalah keadaan
ketika kita membuat diri sendiri sadar tentang emosi yang sedang kita alami dan juga
pikiran-pikiran kita mengenai emosi tersebut.

 Kesadaran diri merupakan proses mengenali motivasi, pilihan dan kepribadian


kita lalu menyadari pengaruh faktor-faktor tersebut atas penilaian, keputusan
dan interaksi kita dengan orang lain.
 Kesadaran diri adalah perhatian yang berlangsung ketika seseorang mencoba
memahami keadaan internal dirinya.
 Kesadaran diri adalah keadaan ketika kita membuat diri sendiri sadar tentang
emosi yang sedang kita alami dan juga pikiran – pikiran kita mengenai emosi
tersebut.

Seorang pakar psikologi yang banyak menekuni permasalahan emosi, John D. Mayer,
mengatakan bahwa umumnya ada 3 gaya yang tampil ketika seseorang menghadapi
emosinya, yaitu:

1. Terbebani(Engulfed)

Tipe ini tenggelam dalam emosi-emosinya dan tidak mampu keluar dari situasi ini.
Mereka tidak memahami emosinya sendiri sehingga bisa mudah larut terbawa emosi.
Akibatnya, mereka tidak banyak berusaha untuk keluar dari kondisi emosi tertentu
dan akhirnya tidak mampu mengontrol perilaku emosionalnya. Contohnya adalah
kasus putus cinta yang jadi pembuka artikel ini, atau kasus orang yang memaki-maki

2
pengendara lain karena lalu lintas yang macet. Mereka tidak meluangkan waktu lebih
banyak untuk menyadari emosi sedih atau marah yang sedang mereka rasakan. Begitu
merasakan emosi tertentu, tanpa pikir panjang mereka langsung bereaksi sesuai
dorongan emosi tersebut.

2. Menerima (Accepting)

Orang-orang ini sebenarnya menyadari emosi apa yang mereka rasakan namun
cenderung menerima begitu saja emosi yang sedang terjadi dan tidak mencoba
memahami emosi tersebut lebih jauh. Pada akhirnya mereka tidak berusaha untuk
beradaptasi dengan emosi yang muncul. Hal ini bisa menjadi masalah ketika emosi
yang dialami adalah sedih, lalu dibiarkan berkepanjangan sehingga bisa menimbulkan
perasaan tertekan (depresi). Hal lain terjadi ketika emosi yang dirasakan adalah
marah atau takut. Mungkin saja dalam jangka panjang, emosi marah yang dibiarkan
ini bisa berubah jadi perasaan dendam, sedangkan emosi takut bisa menjadi paranoid
(rasa takut berlebihan yang tidak jelas alasannya).

3. Sadar diri (Self-aware)

Orang-orang dengan gaya ini menyadari dan memahami emosi yang terjadi pada
dirinya. Mereka mengetahui batas-batas norma yang perlu dijaga dan berpikir untuk
mengelola emosi yang dirasakan agar perilakunya masih berada dalam ambang batas
tersebut. Pada waktu merasakan emosi positif, orang-orang yang sadar diri mampu
menunjukkan kegembiraannya dengan sesuai dan bisa mempertahankan perasaan
menyenangkan dari emosi itu untuk beberapa lama. Di lain pihak, ketika mengalami
emosi negatif, mereka tidak terlalu terobsesi dengan hal yang memicu emosi tersebut
dan bisa segera keluar dari perasaan tidak nyaman. Contohnya ketika orang yang
sadar diri mengalami putus cinta. Kemungkinan besar ia akan memahami bahwa
emosi sedihnya itu wajar ia rasakan, namun tidak akan berlarut-larut dalam
kesedihan. Ia akan mencari kegiatan lain yang lebih produktif untuk mengatasi
perasaan sedih yang mendalam tersebut.

3
Dari uraian di atas jelaslah bahwa ketika sadar diri kita jadi lebih mudah mengontrol
emosi yang dirasakan sehingga bisa lebih efektif mengendalikan perilaku emosional
kita. Kita bisa lebih memahami emosi kita berikut alasan-alasan yang menjelaskan
kenapa kita merasakan emosi tersebut. Dan dengan menyadari alasan munculnya
suatu emosi, berarti kita telah mendorong otak kita berpikir tentang tingkat
kepentingan sumber masalah.

Begini contohnya. Misalnya seorang karyawan terjebak di kemacetan. Orang yang


sadar diri akan menyadari bahwa ia merasakan emosi marah karena dirinya lelah
sepulang dari hari yang padat di kantor. Ia ingin cepat tiba di rumah karena anak dan
istri telah menunggu. Ketika ada kendaraan lain yang menyerobot jalurnya,
sebenarnya si karyawan sudah siap untuk murka, melampiaskan amarahnya pada
pengemudi kendaraan yang tidak sopan itu. Tapi karena ia sadar diri, ia berpikir lagi
alasan kenapa dirinya ingin cepat-cepat pulang. Pada akhirnya ia bisa menyadari
bahwa jauh lebih penting untuk bisa tiba di rumah dengan selamat daripada menyulut
perkelahian di jalan raya. Nah, pilihan yang tepat bukan?

Dengan keuntungan-keuntungan menjadi orang yang sadar diri, tentu kita ingin
menjadi orang yang demikian. Sekarang pertanyaannya, bagaimanakah caranya?

b. MANFAAT KESADARAN DIRI


 Memahami diri dalam relasi dengan orang lain
 Menyusun tujuan hidup dan karir
 Membangun relasi dengan orang lain
 Memahami nilai-nilai keberagaman
 Memimpin orang lain secara efektif
 Meningkatkan produktivitas
 Meningkatkan kontribusi pada perusahaan, masyarakat dan keluarga

4
c. CARA MENGEMBANGKAN KESADARAN DIRI
 Analisis Diri: minta orang lain untuk menilai diri kita.
 Analisis diri dilakukan dengan cara refleksi diri (pikiran dan perasaan
kita).
 Refleksi itu meliputi perilaku, pribadi, sikap dan persepsi kita.
 Prilaku berhubungan erat dengan tindakan-tindakan kita. Kitalah yang
harus mengarahkan tiap tindakan kita.
 Refleksi/analisis perilaku itu mencakup 4 komponen, yakni: motivasi, pola
berpikir, pola tindakan dan pola interaksi kita dalam relasi dengan orang
lain.
 Kepribadian merupakan kondisi karakter/temperamen diri yang relatif
stabil sebagai hasil bentukan faktor sosial, budaya dan lingkungan sosial.
 Para ahli psikologi menggagas “The Big Five Model” untuk
mengkategorikan kepribadian manusia (Ekstroversion/, Agreeableness,
tipe orang yang emosinya stabil, Conscentiousness/sifat hati-hati, orang yg
terbuka pada pengalaman).
 Sikap merupakan cara respon kita terhadap terhadap rangsangan
(stimulus) objek luar tertentu (menyenangkan/tidak menyenangkan).
Emosi menentukan sikap kita.
 Persepsi sebenarnya suatu proses menyerap informasi dengan panca
indera kita lalu memberikan pemaknaan atasnya. Persepsi dipengaruhi
kuat oleh: stereotif, persepsi selektif, proyeksi, harapan, dan minat.

d. TEORI ATRIBUSI

Berpendapat bahwa individu cenderung menganggap perilakunya


dipengaruhi oleh kejadian dan situasi khusus yang terjadi dalam
kehidupannya.

5
Kelemahan teori ini:

 Menilai diri terlalu berlebihan saat sukses lalu mempersalahkan keadaan di


luar diri jika gagal (self-serving bias).
 Cenderung mementingkan faktor internal sementara itu mengabaikan
faktor eksternal dalam menilai prilaku orang lain.

Persepsi orang lain juga sangat baik membantu kita mengetahui cara pandang orang
lain terhadap kita dan apa pula yang orang lain pikirkan tentang diri kita.

e. EMOSI

Emosi merupakan suatu reaksi mental dan psikologis yang muncul secara spontan
ketika seseorang berhadapan dengan suatu kondisi. Misalnya, ketika seseorang
menjalani hari pertamanya berkerja sebagai sekretaris, maka wajar jika ia merasa
senang karena mendapat pekerjaan, sekaligus merasa takut melakukan kesalahan
mengetik. Lebih lanjut, terdapat empat jenis emosi dasar yaitu:

• Senang
• Sedih
• Marah
• Takut

Keempat emosi ini kemudian berkembang menjadi berbagai emosi seperti cemas,
malu, jijik, dan sebagainya. Emosi sendiri sebenarnya tidak memiliki muatan “benar”
atau ”salah” karena ini merupakan reaksi manusiawi dalam menghadapi sesuatu.
Perilaku yang mengikuti emosilah yang bisa dinilai “benar” atau “ salah”. Dalam
kasus sekretaris baru tadi, jika ia tidak mampu mengatasi emosi takut yang ia rasakan
dan kemudian mengetik dengan terlalu hati-hati sehingga memakan waktu yang

6
sangat lama untuk membuat satu surat saja, maka perilaku inilah yang dapat dinilai
“salah”.

Perlu diperhatikan bahwa tidak hanya emosi negatif seperti takut, marah, atau sedih
saja yang bisa membuat kita menunjukkan perilaku yang “salah”. Emosi positif
seperti bahagia juga bisa merugikan jika kita tidak paham bagaimana cara
mengaturnya menjadi perilaku yang sesuai. Salah satu contoh adalah kasus siswa-
siswa yang lulus ujian akhir nasional. Mereka menunjukkan luapan kegembiraannya
dengan melakukan konvoi di jalan, membuat coret-coretan di dinding, atau
bernyanyi-nyanyi dengan suara keras yang mengganggu orang lain. Tentunya
kegembiraan mereka tidak salah karena mungkin mereka memang telah berusaha
maksimal untuk lulus, namun cara mereka menunjukkan kegembiraan itulah yang
tidak wajar dan dinilai salah menurut umum.

Wah, kalau emosi positif saja bisa merugikan, berarti kita benar-benar harus pandai
mengendalikan perilaku yang menyertai emosi tertentu. Lantas, apa yang bisa kita
lakukan untuk mengendalikan perilaku emosional kita? Langkah pertama adalah
memiliki self-awareness.

Self Awareness

Untuk dapat mengendalikan perilaku emosional, kita perlu mengenali dulu emosi apa
yang kita rasakan pada suatu waktu. Self Awareness (kesadaran diri) adalah perhatian
yang berlangsung ketika seseorang mencoba memahami keadaan internal dirinya.
Prosesnya berupa semacam refleksi dimana seseorang secara sadar memikirkan hal-
hal yang ia alami berikut emosi-emosi mengenai pengalaman tersebut. Dengan kata
lain, Self Awareness adalah keadaan ketika kita membuat diri sendiri sadar tentang
emosi yang sedang kita alami dan juga pikiran-pikiran kita mengenai emosi tersebut.

7
f. MEMBANGUN SELF AWARENESS

Kesadaran diri dapat dibangun dengan mengaktifkan bagian otak yang


disebut neokorteks. Ini adalah bagian otak yang terkait dengan penggunaan bahasa.
Artinya, untuk meningkatkan kesadaran diri, Anda perlu “membahasakan”,
mengidentifikasi, dan menamai emosi yang Anda rasakan. Beberapa cara yang bisa
dilakukan adalah:

1. I Messages (Pesan “Saya.....”)

Menuliskan atau menyatakan perasaan dengan menggunakan pesan yang


diawali dengan “Saya....”. Contohnya: “Saya merasa perilaku Anda sama sekali tidak
menghargai kerja keras saya” atau “Saya kecewa dengan keputusan yang kamu buat”.
I message menyadarkan Anda bahwa kendali dari permasalahan yang terjadi ada di
tangan Anda. Anda yang merasakan sebuah emosi, Anda yang menyatakan, dan Anda
yang memiliki kendali untuk mengubah keadaan.

2. Berbagai Cara Berbagai Warna

Menggunakan berbagai metode untuk melukiskan dan mendeskripsikan


perasaan:

 Warna, contoh: warna kuning untuk emosi senang, biru untuk sedih, merah
untuk marah, dan lain lain. Anda bisa menggunakannya dalam berpakaian,
tinta alat tulis, warna font di komputer, dan sebagainya.
 Skala, contoh: “Saya cukup merasa bahagia, kira-kira 80 dari 100 lah”. Ini
memberi gambaran yang cukup terukur kira-kira seberapa kuat intensitas
emosi yang Anda alami. Jika Anda bisa mengatakan bahwa kesedihan Anda
berskala 50:50, maka tidak ada alasan bagi Anda untuk berlarut-larut dalam
kesedihan itu.

8
 Analogi, contoh : “Kalau saya ini gunung, saya sudah mau meletus!”. Analogi
ini juga bisa digunakan sebagai pengukur intensitas emosi Anda. Bagi orang
Indonesia, analogi seperti ini biasanya lebih mudah dipahami karena budaya
kita memang banyak mengajarkan simbolisasi dalam bahasa (contoh: bagai
kacang lupa kulitnya).
3. Menuliskan kebutuhan yang tidak terpenuhi

Hal ini ditujukan untuk menjelaskan kepada diri sendiri alasan dari emosi
yang sedang Anda rasakan. Contoh: ketika Anda marah pada saat staf Anda tidak ikut
memikul beban kerja yang sama, Anda bisa menuliskan “Saya ingin dia ikut lembur
ketika saya lembur” beserta kebutuhan/keinginan lain yang Anda sadari. Semakin
banyak kebutuhan/keinginan yang Anda tuliskan, maka Anda akan semakin
menyadari keadaan emosi diri.

4. Menuliskan yang ingin dilakukan

Sebenarnya ini sudah memasuki tahap lanjutan dari Self Awareness. Setelah
Anda menyadari emosi-emosi yang sedang dialami, langkah selanjutnya adalah
menentukan hal apa yang ingin Anda lakukan selanjutnya terkait dengan emosi
tersebut. Pada contoh Anda marah pada staf yang malas-malasan tadi, Anda bisa
menuliskan “Saya ingin memotong gajinya kalau pulang lebih cepat lagi” atau “Saya
akan langsung menegurnya jika ia menolak penugasan”. Dengan menuliskan hal yang
ingin dilakukan, Anda memberikan kesempatan bagi otak untuk kembali berpikir:
apakah hal-hal tersebut sudah sesuai dan tidak menyalahi norma yang berlaku.

Dengan membiasakan hal-hal di atas, Anda akan bisa merasa lebih nyaman
menghayati emosi-emosi Anda tanpa harus larut dan lepas kendali. Nah, setelah Anda
belajar banyak tentang emosi dan Self Awareness, tidak ada alasan lagi bagi Anda
untuk merasa tidak berdaya ketika dilanda suatu emosi yang kuat. Baik itu emosi
negatif, maupun emosi positif. Sekarang Anda sudah belajar untuk membuat diri
Anda sendiri menyadari emosi-emosi tersebut. Tinggal separuh langkah selanjutnya

9
dimana Anda merencanakan perilaku yang sesuai untuk mengekspresikan emosi
tersebut kepada orang lain.

10

Anda mungkin juga menyukai