Anda di halaman 1dari 42

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

PEMILIHAN STRATEGI COPING STRES PADA MAHASISWA


BARU JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA (JAFEB UB) MALANG

Zitny Karimatannisa
08410075

Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
2015
LATAR BELAKANG
Monks berpendapat pula bahwa pada masa remaja dikenal
dengan masa storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi
yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan
pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Masa remaja yang
identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat
mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif.
Mahasiswa baru mengalami masa transisi dari sekolah menengah atas,
menuju universitas. Berpindah dari seorang senior di sekolah menengah
atas menjadi orang baru di universitas, memainkan kembali top dog-
phenomenon (keadaan bergerak dari posisi teratas ke posisi paling
bawah), (Santrock J. W, 2002: 74).
Ketakutan akan kegagalan dalam sebuah dunia yang berorientasi pada
kesuksesan seringkali menjadi alasan untuk stres dan depresi diantara
mahasiswa universitas. Tekanan untuk sukses di universitas,
mendapatkan pekerjaan yang sangat baik dan menghasilkan uang yang
banyak adalah suatu hal yang sangat berpengaruh pada sebagian besar
mahasiswa.
SELURUH BADAN PENELITIAN MENUNJUKKAN BAHWA KECERDASAN
EMOSIONAL ADALAH KUNCI UNTUK KEBERHASILAN SISWA, BAIK DARI SEGI
PENCAPAIAN NILAI YANG LEBIH TINGGI DAN KEBIASAAN BELAJAR YANG
LEBIH BAIK, TETAPI JUGA DALAM MEMBENTUK HUBUNGAN YANG TAHAN
LAMA DAN MENAVIGASI TUNTUTAN PENINGKATAN KEHIDUPAN SISWA.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana tingkat kecerdasan emosional
(Emotional Intelligence) mahasiswa baru JAFEB
UB Malang?
Bagaimana strategi coping stres mahasiswa baru
JAFEB UB Malang?
Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan
emosional dengan pemilihan strategi coping
stres,pada mahasiswa baru JAFEB UB Malang?
TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional
mahasiswa baru JAFEB UB Malang
Untuk mengetahui strategi coping stres
mahasiswa baru JAFEB UB Malang.
Untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan
emosional dengan pemilihan strategi coping
stres, pada mahasiswa baru JAFEB UB Malang.
MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu
psikologi, memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat
memberi gambaran mengenai hubungan kecerdasan emosional
terhadap pemilihan strategi coping stres pada mahasiswa baru.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat memperkaya informasi mengenai hubungan
kecerdasan emosional terhadap pemilihan strategi coping stres
bagi para mahasiswa, dosen, dan staf pengajar, dalam upaya
membimbing dan mengoptimalkan kecerdasan anak bangsa.
Sedangkan bagi peneliti sendiri, akan memberikan banyak
manfaat, terutama dalam mengembangkan penelitian
selanjutnya.
KAJIAN TEORI
EMOSI

emosi adalah perasaan-perasaan


tertentu yang dialami individu pada saat
menghadapi (menghayati) suatu situasi
tertentu yang menyertai setiap keadaan
atau perilaku.
Seperti marah, sedih, takut,
kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan
malu
KECERDASAN EMOSIONAL
Kecerdasan emosional ini, dapat dijelaskan dengan bermacam-macam
definisi. Reuven Bar-On (1996) menyebutnya sebagai serangkaian
kemampuan, kompetensi, dan kecakapan non-kognitif, yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan
lingkungannya
Peter Salovey dan Jack Mayer (1990), pencipta istilah
"kecerdasan emosional, menjelaskannya sebagai kemampuan
untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan
perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan
maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam
sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual. (Stein,
2004: 30)
Goleman, mendefinisikan kecerdasan emosional atau emotional
intelligencese sebagai kemampuan mengenali perasaan kita
sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri
sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 2005,
p. 512)
ASPEK KECERDASAN
EMOSIONAL

Reuven Bar-On menemukan cara untuk merangkum


kecerdasan emosional dengan membagi EQ ke dalam
lima area atau ranah yang menyeluruh, dan 15 sub-
bagian atau skala
RANAH INTRAPRIBADI
Terkait dengan kemampuan kita untuk mengenal
dan mengendalikan diri sendiri. Ini melingkupi:
Kesadaran diri, kemampuan untuk mengenali dan memilah-milah
perasaan, memahami hal yang sedang kita rasakan, mengapa kita
merasakannya dan mengetahui penyebab munculnya perasaan tersebut
Sikap asertif, (ketegasan, keberanian menyatakan pendapat) meliputi tiga
komponen dasar:
Kemampuan mengungkapkan
Kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka
Kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi.
Kemandirian, kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri
sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung
pada orang lain secara emosional.
Penghargaan diri, kemampuan untuk menghormati dan menerima diri
sendiri sebagai pribadi yang pada dasarnya baik, menyukai diri sendiri
apa adanya, mampu mensyukuri diri kita, memahami kelebihan dan
kekurangan kita, merasa puas dengan diri kita, serta mampu mengenali
kekuatan dan kelemahan kita.
Aktualisasi diri, kemampuan mewujudkan potensi yang kita miliki dan
merasa senang (puas) dengan prestasi yang kita raih di tempat kerja
maupun dalam kehidupan pribadi. Unsur kecerdasan emosional ini
diwujudkan dengan ikut serta dalam perjuangan untuk meraih
kehidupan yang bermakna, kaya, dan utuh.
RANAH ANTARPRIBADI

Berkaitan dengan "keterampilan bergaul" yang kita miliki,


kemampuan kita berantaraksi dan bergaul baik dengan orang lain:
a. Empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan dan pikiran
orang lain, kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang orang
lain. Dengan kata lain empati adalah kemampuan untuk menyadari,
memahami, menghargai, peka terhadap apa, bagaimana, dan latar
belakang perasaan dan pikiran orang lain sebagaimana orang tersebut
merasakan dan memi-kirkannya.
b. Tanggung jawab sosial adalah kemampuan untuk menjadi anggota
masyarakat yang dapat bekerja sama dan bermanfaat bagi kelompok
masyarakatnya meskipun tanpa mendapatkan keuntungan pribadi,
melakukan sesuatu untuk dan bersama orang lain, bertindak sesuai
dengan hati nurani, menjunjung tinggi norma yang berlaku, sangat
peduli pada orang lain, memiliki kepekaan antarpribadi, serta dapat
menggunakan bakatnya demi kebaikan bersama.
c. Hubungan antarpribadi, berkaitan dengan kemampuan membina dan
memelihara hubungan yang saling memuaskan, penuh keakraban dan
saling memberi serta menerima kasih sayang.
RANAH PENYESUAIAN DIRI
Berkaitan dengan kemampuan untuk bersikap lentur dan realistis, dan untuk memecahkan
aneka masalah yang muncul. Ketiga skalanya adalah;
a. Uji realitas, kemampuan untuk melihat sesuatu sesuai dengan kenyataannya, bukan
seperti yang kita inginkan atau takuti. Secara sederhana, uji realitas adalah
kemampuan untuk secara akurat menilai, menyimak situasi yang ada di depan kita,
dan kemampuan melihat hal secara objektif.
b. Sikap fleksibel, kemampuan untuk menyesuaikan perasaan, pikiran dan tindakan kita
dengan keadaan yang berubah-ubah.
c. Pemecahan masalah, kemampuan untuk mengenali dan merumuskan masalah, serta
menemukan dan menerapkan pemecahan yang ampuh. Yang meliputi;
1) Memahami masalah dan percaya pada diri sendiri, serta termotivasi untuk
memecahkan masalah secara efektif
2) Menentukan dan merumuskan masalah sejelas mungkin (misalnya dengan
mengumpulkan informasi yang relevan)
3) Menemukan sebanyak mungkin alternatif pemecahan (misalnya curah gagasan)
4) Mengambil keputusan untuk menerapkan salah satu alternatif pemecahan (misalnya
menimbang-nimbang kekuatan dan kelemahan setiap alternatif, kemudian memilih
alternatif terbaik.)
5) Menilai hasil penerapan alternatif pemecahan yang digunakan
6) Mengulang proses di atas apabila masalahnya tetap belum terpecahkan.
RANAH PENGENDALIAN STRES
Terkait dengan kemampuan kita untuk tahan menghadapi stres dan
mengendalikan impuls. Kedua skalanya adalah:
a. Ketahanan menanggung stres, kemampuan untuk tetap tenang dan
berkonsentrasi, dan secara konstruktif bertahan menghadapi kejadian yang
gawat dan tetap tegar menghadapi konflik emosi. Kemampuan ini
didasarkan pada;
1) Kemampuan memilih tindakan untuk menghadapi stres (banyak akal dan
efektif, dapat menemukan cara yang pas, tahu apa yang harus dilakukan dan
bagaimana melakukannya)
2) Sikap optimis menghadapi pengalaman baru atau perubahan pada umumnya
dan optimis pada kemampuan sendiri untuk mengatasi masalah yang tengah
dihadapi
3) Perasaan bahwa kita dapat mengendalikan atau berperan dalam menangani
situasi stres dengan tetap tenang dan memegang kendali..
b. Pengendalian impuls, kemampuan untuk menahan atau menunda
keinginan untuk bertindak. Pengendalian impuls ini mencuatkan
kemampuan menampung impuls agresif, tetap sabar dan mengendalikan sikap
agresif, permusuhan, serta perilaku yang tidak bertanggung jawab. Masalah
dalam hal pengendalian impuls ini akan muncul dalam bentuk sering
merasa frustrasi, impulsif, sulit mengendalikan amarah, bertindak kasar,
kehilangan kendali diri, menunjukkan perilaku yang meledak-ledak dan
tak terduga
RANAH SUASANA HATI UMUM
Berkaitan dengan pandangan kita tentang kehidupan,
kemampuan kita bergembira sendirian dan dengan
orang lain, serta keseluruhan rasa puas dan kecewa
yang kita rasakan. Ranah suasana hati umum
memiliki dua skala.
Optimisme (optimis) adalah kemampuan untuk
mempertahankan sikap positif yang realistis, mampu
melihat sisi terang kehidupan terutama dalam
menghadapi masa-masa sulit. Optimis meng-
asumsikan adanya harapan dalam cara orang
menghadapi kehidupan. Optimis adalah pendekatan
yang positif terhadap kehidupan sehari-hari.
Kebahagiaan adalah kemampuan untuk mensyukuri
kehidupan, menyukai diri sendiri dan orang lain, dan
untuk bersemangat serta bergairah dalam
melakukan setiap kegiatan.
FAKTOR-FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KECERDASAN EMOSI
Kecerdasan emosi tidak ditentukan sejak lahir tetapi dapat dilakukan melalui
proses pembelajaran
Fisik. Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap
kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya. Bagian otak yang
digunakan untuk berfikir yaitu korteks (kadang kadang disebut juga neo korteks).
Sebagai bagian yang berada dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu sistem limbik
tetapi sesungguhnya antara kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi
seseorang.
Korteks. Bagian ini berupa bagian berlipat-lipat kira kira 3 milimeter yang
membungkus hemisfer serebral dalam otak. Korteks berperan penting dalam
memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa mengalami perasaan
tertentu dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Korteks khusus lobus
prefrontal, dapat bertindak sebagai saklar peredam yang memberi arti terhadap
situasi emosi sebelum berbuat sesuatu.
Sistem limbik. Bagian ini sering disebut sebagai emosi otak yang letaknya jauh
didalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi
dan implus. Sistem limbik meliputi hippocampus, tempat berlangsungnya proses
pembelajaran emosi dan tempat disimpannya emosi. Selain itu ada amygdala yang
dipandang sebagai pusat pengendalian emosi pada otak.
Psikis Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga dapat
.

dipupuk dan diperkuat dalam diri individu. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi
seseorang yaitu secara fisik dan psikis. Secara fisik terletak dibagian otak yaitu konteks
dan sistem limbik, secara psikis diantarnya meliputi lingkungan keluarga dan
lingkungan non keluarga
STRES
Merupakan suatu keadaan tertekan baik
itu secara fisik, maupun psikologis. Stres
bersumber dari frustasi dan konflik yang
dialami individu yang dapat berasal dari
berbagai bidang kehidupan manusia
Gejala-gejala stres yang muncul meliputi:
Gejala Fisik; antara lain sakit kepala, jantung berdebar
debar, insomnia (susah tidur), mudah lelah, keluar
keringat dingin, dan kurang selera makan.
Gejala Psikis; antara lain gelisah atau cemas, konsentasi
belajar menurun, kehilangan rasa humor, sering melamun
dan sering marah-marah
COPING STRES
Cara atau usaha yang dilakukan oleh individu,
secara kognitif maupun perilaku dengan tujuan
untuk menghadapi dan mengatasi tuntutan-
tuntutan internal maupun eksternal yang
dianggap sebagai tantangan atau permasalahan
bagi individu
coping yang efektif untuk dilakukan adalah
coping yang membantu seseorang untuk
mentoleransi dan menerima situasi menekan
dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat
dikuasainya.
MACAM-MACAM COPING
Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Smet, 1994) terdapat dua macam cara dalam
strategi coping, yaitu:
Emotional focused coping (strategi coping yang berorientasi pada emosi), yaitu:
usaha untuk mengatur respon emosional terhadap stres dengan mengubah cara
dalam merasakan permasalahan atau situasi yang mendatangkan stress. Strategi
coping ini meliputi:
Kontrol diri , menjaga keseimbangan dan menahan emosi dalam dirinya.,
Membuat jarak, menjauhkan diri dari teman-teman dan lingkungan sekitar.
Penilaian kembali secara positif , dapat menerima masalah yang sedang
terjadi dengan berfikir secara positif dalam mengatasi masalah.
Lari atau menghindar, menjauh dari permasalahan yang dialami.
Menerima tanggung jawab, menerima tugas dalam keadaan apapun saat
menghadapi masalah dan bisa menanggung segala sesuatunya.
Meringankan beban masalah. Cara individu mengatasi stres dengan menolak
memikirkan masalah dan menganggapnya seakan-akan masalah tersebut tidak
ada dan membuat masalah menjadi ringan.
Menyalahkan diri sendiri. Cara individu mengatasi stres dengan
memunculkan perasaan menyesal, menghukum dan menyalahkan diri sendiri
atas tekanan masalah yang terjadi. Strategi ini bersifat pasif dan ditunjukkan
pada diri sendiri.
Mencari arti. Cara individu mengatasi stres dengan mencari makna atau
hikmah dari kegagalan yang dialaminya dan melihat hal-hal lain yang penting
dalam kehidupan
MACAM-MACAM COPING
Problem focused coping , strategi coping yang berorientasi
pada masalah), yaitu usaha untuk mengurangi atau
menghilangkan stres dengan mempelajari cara-cara atau
ketrampilan-ketrampilan baru untuk memodifikasi
permasalahan yang mendatangkan stres. Bentuk ini meliputi:
Konfrontasi, yaitu individu berpegang teguh pada pendiriannya dan
mempertahankan apa yang diinginkannya, mengubah situasi secara
agresif dan adanya keberanian mengambil resiko.
Mencari dukungan social, individu berusaha untuk mendapatkan
bantuan dari orang lain.
Merencanakan pemecahan masalah, dengan memikirkan, membuat,
dan menyusun rencana untuk menyelesaikan masalah.
Tindakan secara langsung. Seseorang melakukan usaha dan
menetapkan langkah-langkah yang mengarah pada penyelesaian masalah
secara langsung serta menyusun rencana untuk bertindak dan
melaksanakannya.
Kehati-hatian. Seseorang berfikir, meninjau dan mempertimbangkan
beberapa alternatif pemecahan masalah, berhati-hati dalam memutuskan
atau dengan meminta pendapat orang lain tentang pemecahan masalah
tersebut dan mengevaluasi tentang strategi yang pernah diterapkan.
Negosiasi. Seseorang membicarakan serta mencari penyelesaian dengan
orang lain yang terlibat dalam permasalahan yang dihadapinya dengan
harapan agar masalah dapat terselesaikan.
PROSES TERJADINYA COPING STRES
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
STRATEGI COPING
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi strategi coping (Holahan
Charles J. & Moss, 1987), yaitu:
Sosiodemografik, yang meliputi status sosial, status perkawinan, status
pekerjaan, gender, tingkat pendidikan.
Peristiwa hidup yang menekan, yaitu peristiwa yang dialami individu
yang dirasa menekan dan mengancam kesejahteraan hidup seperti
bencana, kehilangan sesuatu yang berharga, dan lain sebagainya.
Sumber-sumber jaringan sosial yang meliputi dukungan sosial.
Kepribadian, seperti locus of control, kecendrungan neurotic, optimism,
self esteem, kepercayaan diri dan lain sebagainya.
Menurut Smet (1994), proses pemilihan strategi coping dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain:
Variabel dalam kondisi individu; umur, tahap kehidupan, jenis kelamin,
temperamen, pendidikan, inteligensi, suku, kebudayaan, status ekonomi,
dan kondisi fisik.
Karakteristik kepribadian; introvert-ekstrovert, stabilitas emosi secara
umum, kepribadian ketabahan, locus of control, kekebalan dan
ketahanan.
Variabel sosial kognitif; dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial,
kontrol pribadi yang dirasakan.
Hubungan dengan lingkungan sosial; dukungan sosial yang diterima,
integrasi dalam jaringan sosial.
TUGAS COPING (COPING TASK)
Coping yang efektif adalah coping yang membantu
seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi
menekan, serta tidak merisaukan tekanan yang tidak
dapat dikuasainya. Dengan demikian, strategi coping
perlu mengacu pada lima fungsi tugas coping yang
dikenal dengan istilah coping task, yaitu :
Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan
meningkatkan prospek untuk memperbaikinya
Mentoleransi atau menyesuaikan diri dengan
kenyataan yang negatif.
Mempertahankan gambaran diri yang positif.

Mempertahankan keseimbangan emosional.

Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya


dengan orang lain.
DAMPAK COPING STRES (COPING
OUTCOME)
Coping outcome adalah kriteria hasil coping untuk
menentukan keberhasilan coping. Coping outcome, yaitu :
Ukuran fungsi fisiologis, yaitu coping dinyatakan berhasil
bila coping yang dilakukan dapat mengurangi indikator
dan arousal stres seperti menurunnya tekanan darah,
detak jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan.
Apakah individu dapat kembali pada keadaan seperti
sebelum ia mengalami stres, dan seberapa cepat ia dapat
kembali. Coping dinyatakan berhasil bila coping yang
dilakukan dapat membawa individu kembali pada keadaan
seperti sebelum individu mengalami stres.
Efektivitas dalam mengurangi psychological distress.
Coping dinyatakan berhasil jika coping tersebut dapat
mengurangi rasa cemas dan depresi pada individu.
Dampak suatu peristiwa memang berbeda pada setiap
individu.
KECERDASAN EMOSIONAL DALAM ISLAM
Di dalam Al-Quran, aktifitas kecerdasan
emosional seringkali dihubungkan dengan kalbu
Kalbu yang positif:
Kalbu yang damai (qalb salim)
Kalbu yang bertaubat (qalb munib)
Kalbu yang tenang (qalb muthmainnah)
Kalbu yang berfikir (qalb yaqilun)
Kalbu yang mukmin (qalb al-muminin)
Kalbu yang negatif:
Kalbu yang sewenang-wenang (qalb mutakabbir)
Kalbu yang sakit (qalb maridh)
Kalbu yang melampaui batas (qalb al-mutadin)
Kalbu yang berdosa (qalb al-mujrimin)
Kalbu yang terkunci/tertutup (khatama Allah ala
qulubihim)
Kalbu yang terpecah-pecah (qulubuhum syatta)
EMOSI CERDAS DALAM ISLAM
Apabila memandang kalbu sebagai emosi, maka
dapat difahami akan adanya emosi cerdas dan
tidak cerdas. Emosi yang cerdas dapat dilihat
pada sifat-sifat yang positif, sedangkan emosi
yang tidak cerdas dapat dilihat pada sifat-sifat
yang negatif. Kecerdasan emosianal dijelaskan
dengan jelas didalam Al-Quran Surah Al Haj 46
dan Surah Al Jatsiah 23, yang artinya:
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena
sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati
yang di dalam dada.(QS. Al-Haj [22]:46)
EMOSI CERDAS DALAM ISLAM
Artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-
Nya[1384] dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan
memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka
mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. Al-Jatsiyah
[45]:23)
Persamaan metode dan mekanismenya, yaitu
keduanya menuntut latihan-latihan yang sifatnya
telaten dan sungguh-sungguh (mujahadah) dengan
melibatkan kekuatan dalam (inner power) manusia.
Perbedanya terletak pada sarana dan proses
perolehan. Aktivitas kecerdasan emosional seolah-
olah masih tetap berada dalam lingkup diri manusia
(sub-conciousnes), sedangkan kecerdasan spiritual
sudah melibatkan unsur asing dari diri manusia
(supra-consiousnes) (Hude, 2006).
STRATEGI COPING STRES DIMATA ISLAM
Dalam sebuah kisah, Nabi Ayub a.s mengalami
banyak peristiwa hidup, yang dalam teori stres dapat
digolongkan dalam stres tingkat berat. Beliau secara
berturut-turut kehilangan harta benda, mata
pencaharian, terserang penyakit kulit kurang lebih
selama 7 tahun yang menyebabkannya kesulitan
berkomunikasi dengan orang lain, serta ditinggalkan
istri dan anak-anak yang dicintainya. Namun
demikian, beliau memiliki kemampuan untuk
bertahan dan kesabaran dalam menghadapi stres
(coping stres). (Hasan, 2008, p. 86)
Islam mengajarkan pada umatnya dalam menghadapi stres,
yang diantaranya dengan kesabaran dan mendekatkan diri
kepada Allah. Ini tertuang dalam (QS Al-Anbiya [21]:83-85)
COPING STRES DALAM ISLAM
Terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan
dalam menghadapi stres
Hubungan dengan Allah, manusia wajib berusaha
dan bersabar, namun Allah-lah yang akan
menentukan hasilnya, dan hal itu sesuai dengan apa
yang diupayakan manusia. Hal ini sesuai dengan
ajaran Islam yang memandang bahwa tidak ada yang
paling penting selain Allah.
Pengaturan perilaku, Manusia menyadari dan
berusaha memperbaiki kesalahannya dengan
memohon ampunan dan pertolongan Allah
Dukungan sosial, hubungan antar sesama manusia
penting sebagai usaha memupuk dukungan sosial
dalam mengatasi segala masalah, terutama untuk
bersabar dan untuk melakuakan hal yang benar
sesuai dengan jalan Allah.
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL (EI)
DENGAN STRATEGI COPING STRES
Goleman (1997) mengungkapkan bahwa, kecerdasan emosi adalah
kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri,
ketahanan dalam menghadapi kegagalan (stres), mengendalikan
emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan
kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya
pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Lazarus & Folkman, 1984, juga berpendapat, bahwa berpura-pura seakan
masalah tidak ada atau tidak terjadi merupakan suatu bentuk
penyangkalan. Penyangkalan merupakan suatu contoh coping yang
berfokus pada emosi (emotion focused coping). Pada coping yang berfokus
pada emosi, orang berusaha segera mengurangi dampak stressor, dengan
menyangkal stressor atau menarik diri dari situasi. Namun, coping yang
berfokus pada emosi tidak menghilangkan stressor (sebagai contoh, suatu
penyakit yang serius) atau tidak juga membantu individu dalam
mengembangkan cara yang lebih baik untuk mengatur stressor.
Sebaliknya, pada coping yang berfokus pada masalah (problem focused
coping), orang menilai stressor yang mereka hadapi dan melakukan
sesuatu untuk mengubah stressor atau memodifikasi reaksi mereka
untuk meringankan efek dari stressor tersebut (Nevid, 2005)
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL
(EI) DENGAN STRATEGI COPING STRES
Goleman (1997) mengungkapkan bahwa
1. bagi kaum pria yang tinggi kecerdasan emosionalnya, secara
sosial mantap, mudah bergaul dan jenaka, tidak mudah takut
atau gelisah. Mereka berkemampuan melibatkan diri dengan
orang-orang atau permasalahan, untuk memikul tanggung
jawab, dan mempunyai pandangan moral; mereka simpatik dan
hangat dalam hubungan-hubungan mereka. Kehidupan
emosional mereka kaya, tetapi wajar; mereka merasa nyaman
dengan dirinya sendiri, dengan orang lain, dan dunia pergaulan
lingkungannya.
2. untuk kaum wanita akan cenderung bersikap tegas, mampu
mengungkapkan perasaan mereka secara langsung, dan
memandang dirinya sendiri secara positif; selain itu, kehidupan
memberi makna bagi mereka. Sebagaimana kaum pria mereka
mudah bergaul dan ramah, serta mengungkapkan perasaan
mereka dengan takaran yang wajar (tanpa meledak-ledak);
mereka mampu menyesuaikan diri dengan beban stres.
Kemantapan pergaulan mereka membuat mereka mudah
menerima orang-orang baru; mereka cukup nyaman dengan
dirinya sendiri sehingga selalu ceria, spontan, dan terbuka.
Berbeda dengan kaum wanita yang semata-mata ber-IQ tinggi,
mereka yang ber-EI tinggi jarang merasa cemas atau bersalah
atau tenggelam dalam kemurungan.
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL
(EI) DENGAN STRATEGI COPING STRES
Craig (2004) juga mengungkapkan bahwa orang-orang yang
memiliki kecerdasan emosional tinggi mampu mengasimilasi
tingkat stres yang tinggi dan mampu berada disekitar orang-
orang pencemas tanpa menyerap dan meneruskan kecemasan
tersebut. Selain itu, orang-orang yang memiliki kecerdasan
emosional tinggi mempunyai kualitas belas kasih, mendahulukan
kepentingan orang lain, disiplin diri, optimis, fleksibilitas dan
kemampuan memecahkan berbagai masalah dan
menangani stres
Lazarus, Kanner dan Folkman (McGraw-Hill, 2005)
menunjukkan bahwa emosi yang positif (cerdas) memainkan tiga
peran penting dalam proses stres:
Emosi yang positif dapat mendukung usaha coping stres
Emosi yang positif memberikan suatu jeda dalam menghadapi stres
Emosi yang positif memberikan seseorang waktu dan kesempatan
untuk mengembalikan kembali energi yang telah dikeluarkan,
termasuk memulihkan hubungan dengan orang lain
METODE PENELITIAN
Tujuan penelitian ini tergolong penelitian deskriptif,
yakni penelitian yang mencari hubungan antara dua
variabel atau lebih
Metode yang digunakan adalah metode penelitian
kuantitatif korelasional, yakni penelitian yang
bekerja dengan angka, yang datanya berwujud
bilangan yang dianalisis dengan menggunakan
statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis
penelitian yang sifatnya spesifik dan untuk
melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu
mempengaruhi variabel yang lain
Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas
adalah kecerdasan emosional, kemudian yang
menjadi variabel terikat adalah strategi coping stres
METODE PENELITIAN
Definisi operasional pada masing-masing variabelnya adalah:
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk berhasil
mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungannya yang mencakup lima
ranah yang menyeluruh, diantaranya ranah intrapribadi, ranah
antarpribadi, ranah penyesuaian diri, ranah pengandalian stres, dan
ranah suasana hati umum.
Strategi coping stres adalah segala usaha, cara, kesiapan individu baik
disadari maupun tidak, dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, yang dalam prosesnya
adakalanya berorientasi kepada emosi (emotional focused coping) dan
adakalanya lebih berorientasi kepada masalah (problem focused coping).
Emotional focused coping adalah usaha untuk mengatur respon
emosional terhadap stres dengan mengubah cara dalam merasakan
permasalahan yang mendatangkan stres, yang meliputi kontrol diri,
membuat jarak, menilai masalah secara positif, menerima tanggung
jawab, melarikan diri dari masalah, meringankan beban masalah,
menyalahkan diri sendiri, dan mencari arti.
Problem focused coping adalah usaha untuk mengurangi stres dengan
mempelajari cara-cara atau ketrampilan-ketrampilan baru untuk
memodifikasi permasalahan yang mendatangkan stres, yang meliputi
konfrontasi, mencari dukungan sosial, merencanakan pemecahan
masalah, tindakan lansung, berhati-hati, dan bernegosiasi.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi: Mahasiswa baru JAFEB UB Malang 2015,
sebanyak 240 orang, baik laki-laki maupun
perempuan. Sampel: 95 orang mahasiswa (sampel
sederhana), Metode pengambilan dengan teknik
proporsional random sampling.
Metode pengumpulan data:
Wawancara: ini berfungsi sebagai pembanding dari
alat ukur lain, untuk menguatkan data yang
diperoleh melalui cara lain. Dengan membuat daftar
pertanyaan yang terkait dengan stres dan strategi
copingnya
Kuesioner: mengadaptasi alat tes Emotional Quotient
Inventory (EQ-i) ciptaan Reuven Bar-On yang terdiri
atas 133 pertanyaan, yang kemudian oleh peneliti
disederhanakan menjadi 40 aitem pernyataan yang
tersebar pada tiap-tiap ranah kecerdasan emosional.
Kuesioner dibuat dengan skala Likert
METODE PENGUMPULAN DATA
Validitas: dengan teknik rasio validitas isi (CVR)
sebagai statistik yang dirumuskan oleh Lawshe
(1975).
Reliabilitas: alat ukur dengan rumus Alfa ()
dari Cronbarch dengan bantuan program SPSS
Metode analisis data:
a. Uji kategorisasi untuk menentukan tingkat
kecerdasan emosi
b. Menentukan pemilihan strategi coping dengan
rumus zscore
c. Hubungan antara kecerdasan emosional dengan
strategi coping stres dengankorelasi product-
moment Pearson dengan bantuan SPSS 17
HASIL DAN PEMBAHASAN

Validitas Aitem dengan menggunakan CVR


diperoleh hasil:
Kecerdasan emosional; dari 40 aitem kecerdasan
emosional yang diujikan, diperoleh hasil 40
aitem yang valid dan 0 aitem yang tidak valid
Strategi emotional focused coping; dengan 19
aitem terdapat satu aitem yang tidak valid yakni
aitem no 4.
Strategi problem focused coping; dari 15 aitem
yang disebarkan diperoleh 0 aitem yang tidak
valid
HASIL DAN PEMBAHASAN

Reliabilitas dengan rumus Alfa() dari Cronbach


diperoleh hasil:
Kecerdasan emosional dengan koefisien
reliabilitas Alfa () sebesar 0,751 termasuk pada
kategori reliabilitas tinggi.
Emotional focused coping dengan koefisien
reliabilitas Alfa () sebesar 0,677 termasuk pada
kategori reliabilitas rendah (tidak reliabel).
Problem focused coping dengan koefisien
reliabilitas Alfa () sebesar 0,111 termasuk pada
kategori reliabilitas tinggi
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kategorisasi, diperoleh bahwa sebagian besar


mahasiswa baru memiliki kategori kecerdasan
emosi sedang dengan rincian, 23 mahasiswa
dengan tingkat kecerdasan tinggi dengan
prosentase 24%, tingkat sedang sebanyak 58
mahasiswa dengan prosentase 61%, dan sisanya
24 mahasiswa berada pada kategori kecerdasan
emosi rendah dengan prosentase 15 %.
Pemilihan strategi coping, mahasiswa baru
dalam kategori emotional focused coping
sebanyak 45 orang dengan prosentase 47%. Dan
mahasiswa baru dengan problem focused coping
sebanyak 50 orang dengan prosentase 53%.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan kecerdasan emosional dengan strategi


coping stres dengan rumus korelasi product moment
dengan bantuan SPSS diperoleh:
kecerdasan emosional dengan emotional focused
coping (EFC) menghasilkan nilai r sebesar 0,241
dengan taraf signifikansi p=0,018 (p<0,05). Hal ini
berarti bahwa terdapat hubungan signifikan pada
taraf rendah, antara kecerdasan emosional dengan
emotional focused coping.
kecerdasan emosional dengan problem focused coping,
dengan koefisisien korelasi (r) sebesar 0,553, dengan
taraf signifikansi p=0.000 (p<0,01), artinya
kecerdasan emosional memiliki hubungan erat
sebesar 55,3% terhadap problem focused coping
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
diketahui bahwa mayoritas mahasiswa JAFEB UB
berada dalam kategori kecerdasan emosi tingkat
sedang, dan sisanya tersebar pada kategori tinggi
sebanyak 24 % dan di tingkat rendah sebesar 15%.
Strategi coping yang digunakan oleh mayoritas
mahasiswa JAFEB UB adalah problem focused
coping, dengan prosentase sebesar 53%, sedangkan
mahasiswa dengan strategi emotional focused coping
diketahui sebanyak prosentase 47%. Dari data
tersebut diketahui bahwa mereka lebih cenderung
menyelesaikan masalah atau melakukan sesuatu
dengan mempelajari cara-cara atau ketrampilan-
ketrampilan baru untuk mengubah permasalahan
yang mendatangkan stress (PFC).
KESIMPULAN

Dengan menggunakan analisis korelasi product


moment Pearson, hasil yang ditunjukkan antara
kecerdasan emosi dengan emotional focused coping
(EFC) adalah nilai r sebesar 0,241 dengan taraf
signifikansi p=0,018 (p<0,05). Hal ini berarti bahwa
terdapat hubungan signifikan pada taraf rendah,
antara kecerdasan emosi dengan emotional focused
coping. Kemudian hasil dari hubungan antara
kecerdasan emosi dengan problem focused coping,
adalah koefisisien korelasi (r) sebesar 0,553, dengan
taraf signifikansi p=0.000 (p<0,01), artinya
kecerdasan emosi memiliki hubungan erat sebesar
55,3% terhadap problem focused coping. Sehingga
hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara kecerdasan emosional dengan
strategi coping stres pada mahasiswa baru dapat
diterima
SARAN
Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan untuk
memperhatikan kekurangan-kekurangan dalam
penelitian ini, seperti kurangnya jumlah sampel
penelitian, serta terbatasnya kemampuan peneliti
dalam menyampaikan dan menciptakan instrumen
dengan validitas dan reliabilitas yang lebih handal.
Dengan diperolehnya hasil yang signifikan antara
tingkat kecerdasan emosi dengan kecenderungan
mahasiswa untuk memilih strategi Problem Focused
Coping, maka sangat penting bagi lembaga
pendidikan tinggi untuk mengembangkan kecerdasan
emosi pada mahasiswa sejak awal perkuliahan, agar
terbentuk kemampuan mahasiswa dalam
menghadapi dan menyelesaikan masalah pribadi
maupun akademik. Sehingga pada akhirnya akan
diperoleh mahasiswa yang tangguh, yang bukan
hanya cerdas IPTEK namun juga matang secara
emosi dan siap menghadapi permasalahan di
masyarakat luas.

Anda mungkin juga menyukai