Anda di halaman 1dari 5

TUGAS COMPOUNDING AND DISPENSING

“MEDICATION ERROS”

Dosen Pengampu :
Herdini, Dra. M.Si.

Disusun oleh :

Krisdiawati (19344170)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA

2020
MEDICATION ERRORS

1. Faktor penyebab medication error


a. Faktor penyebab Prescribbing (kesalahan penulisan oleh dokter, dosis, keliru nama,
interaksi obat, cara makan)
- Kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai obat dan pasiennya
- Kesalahan mental dan fisik penulis resep
- Beban kerja tinggi
- Komunikasi tidak berjalan baik
- Sistem kerja dan sarana yang tidak mendukung, dan kurangnya pelatihan

Contoh kasus:
Ny. Brenda 44 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan mata kabur dan sakit
kepala, ketika di puskesmas beliau diperiksa oleh dokter dan dokter meresepkan
gentamicin ointment salep kulit untuk keluhannya. Setelah penggunaan obat pasien
menjerit kesakitan dan dilarikan ke IGD.
R/ Gentamicin oint 2% 5g no I
S bdd applic loc dol

Tindakan apoteker atas kasus diatas:


- Jika menerima resep yang ambigu baik signa atau lainnya apoteker sebaiknya
mengkonfirmasi kepada dokter
- Resep yang diterima sebaiknya diassesment terlebih dahulu apabila terdapat
kejanggalan pada resep sehingga dapat diketahui apakah resep yang diberikan
sesuai dengan keluhan yang diderita pasien tersebut
- Memberikan KIE

b. Faktor penyebab Transcribing (salah membaca resep, tidak dikerjakan instruksi, yang
diminta dalam resep)
- Tulisan yang tidak terbaca/tidak jelas
- Singkatan dalam resep
- Obat yang diresepkan tidak tersedia
- Petugas apotek tidak menginformasikan jika terdapat obat yang kosong

Contoh kasus:
Seorang apoteker yang baru bekerja disebuah apotek mendapat resep dari dokter, pada
resep tertulis Gentamicin sulfat. Namun karena tulisan yang kurang jelas, ia membaca
tulisan tersebut sebagai Gentian Violet. Beberapa hari kemudian pasien datang dan
mengeluh sakitnya tidak sembuh-sembuh dan bertambah parah dan menimbulkan
warna yang mengganggu dikulit pasien.
Tindak lanjut apoteker atas kasus diatas:
Karena kesalahan disebabkan tulisan yang tidak jelas/sulit dibaca maka yang perlu
dilakukan yaitu mengassesment resep tersebut apakah yang diminta sesuai dengan
keluhan pasien.

c. Faktor penyebab Compounding (kesalahan dalam peracikan atau mengambil obat,


salah label/atau obat kadaluwarsa)
- Tulisan dokter yang tidak jelas
- Akibat kemiripan nama obat (look alike and sound alike)
- Tempat penyimpanan obat yang berdekatan
- Obat yang akan expired tidak dipisahkan

Contoh Kasus:
Seorang wanita datang ke instalasi farmasi rumah sakit membawa resep untuk
anaknya, dokter meresepkan gentamicin dengan dosis 7,8 mg (0,78 ml dari sediaan 10
mg/ml) untuk pasien ABD (tanpa keterangan usia). AA yang bertugas langsung
mengambil gentamicin 40 mg/ml (untuk dewasa) dan memberikan kepada pasien
tersebut. Beberapa jam kemudian dokter yang bertugas di RS pasien ABD dirawat
menghubungi apotek dan menanyakan obat yang diberikan kepada pasiennya salah
dan hampir disuntikkan oleh perawat yang bertugas.

Tindakan apoteker atas kasus diatas:


- Apoteker penanggung jawab seharusnya ada ditempat dan mengassesment resep
yang dibawa tersebut apakah sudah valid karena tidak tercantum usia pasien
- Apoteker seharusnya mengidentifikasi kejanggalan resep tersebut karena yang
diminta tidak sesuai dengan sediaan yang tersedia sehingga mungkin dokter keliru
menuliskan dosis dengan konsentrasi yang dinginkan.

d. Faktor penyebab Dispending (kesalahan penyerahan obat bukan kepada pasien yang
benar, salah informasi)
- Ketidaktahuan pasien mengenai tempat dan prosedur pengambilan obat
- Tidak tepat waktu pemberian obat
- Obat tertukar dengan pasien yang namanya sama (right drug for wrong patient)
- Tidak cukupnya pemberian informasi mengenai aturan penggunaan obat kepada
pasien

Contoh kasus:
Seorang apoteker disebuah RSJ memberikan obat kepada pasien tanpa menanyakan
lebih detail identitas pasien. Ternyata obat yang diberikan salah, tidak sesuai dengan
penyakit pasien. Akan tetapi obat yang diberikan tidak berefek membahayakan bagi
pasien namun tidak mengobati penyakit yang sedang diderita oleh pasien. Sehingga
beberapa hari kemudian pasien datang lagi dan mengeluhkan penyakitnya tidak
sembuh. Hal ini terjadi dikarenakan nama pasien sama.
Tindak lanjut apoteker atas kasus diatas:
- Sebelum menyerahkan obat, apoteker mengkonfirmasi ulang identitas pasien.
Selain nama, juga menanyakan tempat tanggal lahir, alamat, nomor telepon dan
keluhan pasien
- Menghubungi pasien melalui via telepon untuk mengkonfirmasi bahwa salah
penyerahan obat agar obat tidak digunakan/diminum oleh pasien

2. Apakah obat dengan bahan berkhasiat sama namun berbeda pabrik, sama khasiatnya?
Jawab: Iya, jika bahan/zat aktif yang digunakan sama maka khasiat obat yang diberikan
juga sama meskipun berbeda tempat produksi obat tersebut. Akan tetapi, berbeda
jika pemilihan zat/bahan tambahan yang berbeda. Zat/bahan tambahan dapat
mempengaruhi absorbsi obat hingga menimbulkan efek terapi. Semakin
baik/bagus zat/bahan tambahan yang digunakan maka semakin meningkat
kualitas/efek terapi obat tersebut.

3. Mengapa obat bahkan sesama golongan berbeda dosis dan aturan makannya?
Jawab: Karena memilki bioavaibilitas dan waktu paruh yang berbeda, semakin baik
bioavaibilitas dosis bisa semakin rendah, semakin panjang waktu paruh maka
obat akan semakin lama dalam tubuh.

4. Apakah obat yang kelihatan bagus, utuh, mengkilap, berarti bermutu bagus?
Jawab: Belum tentu, karena obat yang dikatakan bermutu baik/bagus adalah obat yang
apabila digunakan dengan tepat dapat menimbulkan efek terapi/khasiat sesuai
indikasi obat tersebut dan aman. Sehingga meringankan dan menyembuhkan
penyakit serta menyelamatkan jiwa pasien.

5. Apakah obat dengan kandungan dan jumlah kadar yang sama akan sama
kualitas/efeknya?
Jawab: Iya, jika semua kandungan dan jumlah kadar nya sama maka akan memberikan
kualitas/efek yang sama. Akan tetapi, akan menimbulkan efek/kualitas yang
berbeda jika menggunakan bahan/zat tambahan yang berbeda karena bahan/zat
tambahan dapat mempengaruhi kualitas/efek obat semakin baik/bagus bahan/zat
tambahan yang digunakan maka kualitas/efek obat meningkat.

6. Mengapa ada obat yang tersedia hanya dalam bentuk sediaan suntikan, tidak tersedia
oralnya?
Jawab: Karena stabilitasnya, tidak semua obat dapat bertahan dalam saluran pencernaan,
selain itu obat tersebut digunakan untuk kondisi pasien yang sakit keras atau
koma sehingga harus memiliki onset kerja yang cepat.

7. Apakah kalau puasa atau lupa minum obat , obat nya boleh didouble pada waktu puasa
atau ingat?
Jawab: Tidak boleh, karena onset kerja obat jadi tidak sesuai dan bisa menimbulkan
toksisitas. Lanjutkan penggunaan obat seperti biasanya. Jika obat KB boleh,
karena obat KB mengandung hormon dan diminum untuk mencegah pembuahan.

8. Apakah orang gagal ginjal harus selalu dosisnya dikurangi?


Jawab: Tidak selalu dikurangi akan tetapi perlu penyesuaian dosis dengan mengukur
kadar serum kreatin dan kreatinin klirens (Crcl) pasien tersebut.

9. Apakah kalau minum obat gunakan air putih, teh, susu?


Jawab: Sebaiknya mengonsumsi obat cukup dengan air putih saja karena tidak terdapat
kandungan dalam air putih yang dapat menghambat absorbsi obat didalam tubuh.
Sedangkan mengonsumsi obat dengah teh tidak dianjurkan karena beberapa obat
dapat berinteraksi dengan kandungan kimia yang terdapat dalam teh (kafein,
tanin) sehingga dapat mengurangi efektifitas obat atau bahkan dapat
menimbulkan beberapa efek samping begitu juga apabila mengonsumsi obat
dengan susu. Namun, ada beberapa obat mengonsumsi dengan susu bertujuan
untuk melindungi perut dari sifat obat yang mengiritasi lapisan perut.

10. Apakah obat yang diberikan harus diminum sampai habis?


Jawab: Tidak, jika merasa sudah sembuh obat dapat dihentikan penggunaannya. Kecuali
obat yang diberikan adalah antibiotik. Penggunaan antibiotik harus dihabiskan
walaupun sudah sembuh agar antibiotik tersebut tidak resisten terhadap tubuh.

Anda mungkin juga menyukai