Anda di halaman 1dari 14

Analisis Perekonomian Dunia

Pada triwulan IV tahun 2016, perekonomian negara-negara di berbagai kawasan


mulai membaik namun masih moderat. Namun, pertumbuhan di sebagian besar negara
berkembang dan emerging market masih tertahan, banyak eksportir sumber daya alam
terbesar menghadapi anjloknya produksi. Selain itu, Bank Dunia juga melaporkan
perdagangan global terus stagnan pada tahun 2016. Harga-harga komoditas pun telah
terstabilisasi pada level yang rendah secara historis, di mana indeks harga minyak, pangan,
dan komoditas non-energi lebih rendah dari yang diekspektasikan. Adapun kondisi finansial
eksternal telah lebih stabil. Kondisi finansial lebih akomodatif dan stabil dibandingkan
ekspektasi sebelumnya.
A. Pertumbuhan Ekonomi
1. Amerika Serikat
Perekonomian Amerika Serikat (AS) tumbuh sebesar 1,9 persen (YoY), lebih
rendah dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 3,5 persen (YoY).
Penurunan ini disebabkan oleh kinerja sektor perdagangan, yaitu ekspor menurun
sebesar 4,3 persen (YoY) dari triwulan III tahun 2015 yang mencapai 10,0 persen
(YoY). Namun, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada akhir tahun 2016
tercatat lebih cepat dari perkiraan sebelumnya, seperti yang terlihat pada data terbaru.
Seperti disampaikan Departemen Perdagangan ekonomi tahunan AS di kuartal
keempat tahun kemarin tercatat tumbuh ke level 2,1%, atau lebih baik dari prediksi
sebelumnya yakni 1,9%.
Menurut Departemen Perdagangan revisi ini dilakukan karena naiknnya
konsumsi masyarakat. Belanja konsumen, yang menyumbang sekitar 70% dari
ekonomi AS, meningkat 3,5% pada kuartal tersebut, direvisi naik dari 3% pada
perkiraan kedua dan juga lebih tinggi dari pertumbuhan 3% pada kuartal kedua. Salah
satu dampak dari menguatnya ekonomi AS yang disertai dengan peningkatan suku
bunga acuan Bank Sentral AS (the Fed) adalah tekanan di sektor keuangan negara
berkembang. Beban utang akan bertambah bagi negara-negara yang memiliki
pinjaman dalam bentuk dolar AS. Tidak hanya itu, kenaikan suku bunga acuan the
Fed yang akan dilakukan secara berkelanjutan, juga bisa memicu keluarnya arus
modal asing dari negara berkembang ke AS. Ekonomi AS tahun ini diprediksi tumbuh
2,7 persen, melanjutkan ekspansi pada 2015 yang mampu tumbuh 2,5 persen.
Namun, kontribusi positif konsumsi terhadap pertumbuhan PDB di Amerika
Serikat sebagian diimbangi oleh kontribusi negatif dari ekspor. Akibat apresiasi dolar
AS dalam beberapa bulan terakhir 2016, ekspor turun 4,5% pada kuartal keempat,
penurunan yang lebih besar dari perkiraan sebelumnya, sedangkan impor naik 9%.
Ekspor bersih berkurang 1,82% dari pertumbuhan PDB pada kuartal keempat, lebih
besar dari 1,7% yang dilaporkan dalam perkiraan sebelumnya. Untuk seluruh 2016,
ekonomi AS tumbuh 1,6%, ekspansi paling lambat sejak 2011, setelah meningkat 2,6%
pada 2015. Menurut perkiraan yang dibuat oleh para pejabat Federal Reserve AS,
perekonomian AS diperkirakan akan tumbuh 2,1% pada 2017 dan 2018. Dengan
pertumbuhan ekonomi yang moderat, bank sentral diperkirakan akan menaikkan suku
bunga dua kali untuk sisa tahun ini setelah kenaikan suku bunga pada bulan ini.
2. Uni Eropa
Perekonomian Uni Eropa mulai mengalami perbaikan secara bertahap dengan
pertumbuhan sektor industri yang mencapai 3,2 persen (YoY) sampai bulan
November 2016. Namun demikian, secara keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan
ekonomi Uni Eropa menurun menjadi 1,6 persen (YoY) dari tahun 2015 yang
tumbuh sebesar 2,0 persen (YoY), disebabkan oleh ekspor dan permintaan domestik
yang menurun.
Dalam referendum yang hasil finalnya dirilis, mayoritas masyrakat Inggris
memilih negaranya keluar dari keanggotaan Uni Eropa. Meski sebagian kalangan
sudah memprediksinya, hasil tersebut telah mengguncang pasar saham dan pasar
keuangan dunia. Tanda-tanda kemenangan kubu "Brexit" sebenarnya sudah terendus
dua jam sebelum hasil penghitungan suara berakhir. Hal ini langsung memicu
kecemasan para investor yang menjalar ke seluruh dunia. Mereka langsung menarik
dananya dari pasar keuangan yang dinilai penuh risiko. Yang paling awal terpukul
adalah poundsterling. Mata uang Inggris ini langsung anjlok 9 persen terhadap dolar
Amerika Serikat (AS), hingga menyentuh posisi terendahnya dalam 31 tahun terakhir
atau sejak 1985. Poundsterling juga terpuruk atas yen Jepang, dengan pelemahan 14
persen dibandingkan hari sebelumnya. Sedangkan mata uang euro turut merosot
hampir 3 persen terhadap dolar AS. Pasar saham global juga memerah. Indeks
berjangka Dow Jones di bursa New York, AS, merosot 600 poin, disusul indeks
berjangka S&P 500 yang turun 91 persen atau 4,3. Sedangkan indeks saham
berjangka di bursa London sudah anjlok hampir 9 persen, yang dapat jadi cermin
dari kondisi sebenarnya saat perdagangan di bursa sahamnya dibuka Jumat siang
waktu Indonesia. Penurunan tajam sebesar 8 persen juga dialami indeks berjangka
bursa saham di Jerman. Pasar saham di negara-negara Asia ikut cemas dengan
keputusan masyarakat Inggris. Indeks bursa saham Jepang, Nikkei, anjlok 8 persen.
Sedangkan indeks Hang Seng di bursa Hong Kong sudah terpangkas 4,5 persen.
Penurunan indeks itu dimotori oleh kejatuhan harga saham bank-bank Inggris. Harga
saham HSBC, bank terbesar ketiga di Eropa dari sisi pendapatan, anjlok 11 persen.
Sedangkan harga saham Standard Chartered, yang berkantor pusat di London, turun
paling dalam selama empat tahun terakhir. Gejolak juga melanda pasar keuangan
dunia. Imbal hasil obligasi pemerintah AS berjangka 10 tahun, merosot sekitar 1,4
persen. Kondisi serupa dialami pasar keuangan di berbagai negara.
Dampak jangka pendek keputusan itu adalah menurunnya aktivitas investasi,
berkurangnya lapangan pekerjaan serta perlambatan pertumbuhan ekonomi. Yang
menarik, kepanikan yang melanda pasar dunia itu menyebabkan investor berbondong-
bondong beralih menuju investasi aman, termasuk yen Jepang. Padahal, pemerintah
Jepang sedang berupaya "melemahkan" nilai mata uangnya. Tujuannya untuk
memacu kinerja ekspor serta pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, hasil referendum di
Inggris ini telah mendorong bank-bank multinasional untuk memindahkan para
pekerjanya dari Inggris ke kota-kota negara anggota Uni Eropa lainnya, yaitu Paris,
Frankfurt, Dublin, dan Amsterdam. Para ahli memprediksi Brussels akan segera
membatasi perdagangan aset dengan denominasi euro, sebagai bisnis utama untuk
Inggris. Bank-bank besar seperti JPMorgan Chase dan Citigroup telah diperingatkan
untuk mengalihkan sebagian kegiatan operasional mereka ke luar Inggris. Keluarnya
Inggris dari Eropa diperkirakan akan menimbulkan krisis keuangan global seperti
yang pernah terjadi saat raksasa perbankan Lehman Brothers tersungkur tahun 2008.
Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh keputusan Inggris untuk meninggalkan Uni
Eropa akan berdampak panjang pada perekonomian dunia. Para investor saat ini
sedang menduga-duga yang sebenarnya terjadi. Pasar yang sedang mencari tahu
mengenai situasi saat ini, berpotensi mengalami risiko di berbagai aspek. Langkah
para investor yang mempercayakan uang mereka hanya di tempat-tempat aman seperti
Departemen Keuangan Amerika Serikat membuat kredit semakin ketat. Akibatnya,
pasar negara-negara berkembang makin sulit mendapatkan kucuran modal, yang
nantinya bisa menghambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, biaya pinjaman juga
makin membengkak di negara-negara yang banyak berutang seperti Yunani, Italia,
dan Portugal Kampanye Brexit sudah memunculkan ketakutan di Eropa dan
mayoritas negara maju. Selain itu, berpotensi memicu kompetisi dalam mendapatkan
pekerjaan dan kemarahan terhadap para imigran yang sudah mengubah konsep atas
identitas bangsa. Sentimen seperti ini menjadi tantangan untuk perdagangan yang
menggunakan euro sebagai mata uang bersama.
3. Tiongkok/China
Tiongkok tumbuh diatas ekspektasi yaitu sebesar 6,8 persen (YoY), didukung
oleh peningkatan konsumsi rumah tangga sebesar 64,6 persen (YoY), pertumbuhan
investasi properti sebesar 6,9 persen (YoY), serta peningkatan fiskal dan stimulus
kredit. Akan tetapi, investasi swasta mengalami penurunan, jumlah utang rumah
tangga melebihi 40 persen dari PDB, dan depresiasi mata uang akibat terjadinya
capital outflow. Pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan terakhir tahun lalu didorong
oleh belanja pemerintah. Selain itu, capaian tersebut juga dipicu oleh peningkatan
kredit perbankan yang menimbukan kekhawatiran naiknya tingkat utang.
Secara tahunan, Biro Statistik Nasional China melaporkan sepanjang tahun lalu
ekonominya telah tumbuh 6,7 persen atau sesuai perkiraaan sebelumnya, 6,5-6,7
persen. Namun, laju pertumbuhan ekonomi tahun lalu merupakan laju terendah dalam
26 tahun terakhir. Polling ekonomi Reuters memperkirakan ekonomi China, baik
untuk kuartal IV-2016 maupun sepanjang tahun lalu, hanya tumbuh sebesar 6,7
persen. Meskipun analis memperkirakan pertumbuhan ekonomi China tahun 2017
akan lebih solid dibandingkan tahun lalu, China masih harus menghadapi sejumlah
ketidakpastian. Hal itu disebabkan oleh booming kredit perumahan dan stimulus yang
mulai mereda. Tak hanya itu, ekspor China juga terancam menurun jika Donald J.
Trump, Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS) ke-45, melanjutkan rencana untuk
meningkatkan proteksionisme perdagangan. Sementara, kurs Yuan diramalkan bakal
lebih terdepresiasi yang akan menekan cadangan mata uang asing.
4. Jepang
Sepanjang 2016 lalu, ekonomi Jepang tercatat tumbuh 1%. Melambat dari
pencapaian di 2015 yang mencapai 1,2%. Laju pertumbuhan ekonomi Jepang masih
didorong oleh ekspor dan investasi swasta. pada kuartal IV-2016, perekonomian
Jepang naik 0,2%. Selama 4 kuartal berturut-turut, pertumbuhan ekonomi terjadi di
negara dengan perekonomian ketiga terbesar di dunia ini. Namun angka pertumbuhan
ekonomi Jepang 0,2% di kuartal IV-2016 ini di bawah ekspektasi pelaku pasar
keuangan, yang berharap pertumbuhannya 0,3%. Pertumbuhan ekonomi Jepang di
tahun ini terancam oleh sikap proteksionisme Presiden Amerika Serikat (AS), Donald
Trump. Ekspor Jepang ke AS bisa berkurang dan mempengaruhi pertumbuhan
ekonominya. Langkah Abe akhir pekan lalu yang mengunjungi AS untuk bertemu
Trump, diharapkan bisa menyelesaikan kekhawatiran di sektor perdagangan.
Sebelumnya, Trump pernah menyatakan, Jepang sengaja melemahkan mata uang yen
untuk menggenjot ekspor. Menurut Trump Jepang dan beberapa negara lain
mengambil keuntungan dari AS. Trump juga menyerang produsen mobil asal Jepang,
Toyota, yang berencana membangun pabrik baru di Meksiko, bukan di AS.
B. Tingkat Pengangguran
Pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai membaik pada triwulan IV tahun
2016 berdampak pada penurunan tingkat pengangguran di beberapa negara, meskipun
masih fluktuatif. Berlanjutnya tingkat pengangguran yang tinggi di seluruh dunia
dan kronisnya pekerjaan rentan di banyak negara sudah berkembang dan
berkembang masih sangat memengaruhi dunia kerja. International Labor
Organisation (ILO) memperkirakan, pengangguran global selama 2016-1027 akan
terus meningkat. Pada 2015, jumlah pengangguran global berkisar 197,1 juta atau
27 juta lebih tinggi dibandingkan tingkat pra-krisis pada 2007. Angka terakhir
untuk pengangguran pada 2015 diperkirakan mencapai 197,1 juta orang dan pada
2016 perkiraan tersebut meningkat hingga 2,3 juta mencapai 199,4 juta orang.
Berdasarkan laporan ILO berjudul World Employment and Social Outlook-
Trends 2016 (WESO), tambahan sekitar 1,1 juta pengangguran diperkirakan
meningkatkan jumlah penghitungan global pada 2017. Pada 2015, jumlah
pengangguran global berkisar 197,1 juta atau 27 juta lebih tinggi dibandingkan
tingkat pra-krisis pada 2007. Dikatakan, tingkat pengangguran di negara-negara
maju menurun dari 7,1% pada 2014 menjadi 6,7% pada 2015. Dalam banyak kasus,
kemajuan ini sayangnya tidak memadai untuk menghapuskan kesenjangan
pekerjaan yang muncul sebagai akibat krisis keuangan global. Selanjutnya, kondisi
ketenagakerjaan saat ini melemah di negara-negara sudah berkembang dan
berkembang, khususnya di Brasil, Tiongkok, dan negara-negara penghasil minyak.
Lingkungan perekonomian yang tidak stabil, yang tercermin pada aliran modal
yang rentan, masih tidak berfungsinya pasar-pasar keuangan dan kurangnya
permintaan global, terus berpengaruh pada perusahaan dan investasi serta
penciptaan lapangan kerja. Untuk itu para pembuat kebijakan harus lebih terfokus
pada penguatan kebijakan-kebijakan ketenagakerjaan dan penanggulangan
ketimpangan yang sangat besar. Banyak bukti yang memperlihatkan pasar kerja
dan kebijakan sosial yang dikembangkan secara baik sangat penting dalam
mendorong pertumbuhan perekonomian dan menyikapi krisis ketenagakerjaan.
Dalam laporan WESO juga didokumentasikan fakta bahwa kualitas
pekerjaan masih menjadi tantangan utama. Meski terjadi penurunan tingkat
kemiskinan, tingkat penurunan pekerja miskin di negara-negara berkembang
melambat dan pekerjaan rentan masih mencapai lebih dari 46% dari jumlah
pekerjan secara global. Kondisi itu berdampak kepada hampir 1,5 miliar orang
pekerja rentan terbilang tinggi, khususnya di perekonomian sudah berkembang dan
berkembang, mencapai antara setengah dan tiga per empat populasi pekerja di
kelompok-kelompok negara tersebut. Angka tertinggi ada di Asia Selatan (74%)
dan Afrika sub-Sahara (70%). Sementara itu, laporan memperlihatkan bahwa
pekerjaan informal, sebagai persentase pekerjaan nonpertanian, melampaui 50% di
setengah negara-negara berkembang dan sudah berkembang dengan data
perbandingan. Di satu per tiga dari negara-negara itu, situasi tersebut berdampak
kepada lebih 65% pekerja. Kurangnya pekerjaan layak mengarahkan orang kepada
pekerjaan informal, yang ditandai dengan rendahnya produktivitas, upah rendah,
dan tanpa perlindungan social.
C. Perkiraan Ekonomi Dunia
Bank Dunia menyoroti fenomena pertumbuhan perekonomian yang
melambat di negara-negara berkembang selama 2015 dan dicemaskan masih
berlanjut pada 2016, padahal relatif banyak warga miskin di kawasan tersebut.
Lebih dari 40 persen warga miskin dunia yang tinggal di negara-negara
berkembang yang pertumbuhannya melambat pada 2015, Namun, berdasarkan
kajian prospek ekonomi global Bank Dunia Januari 2016 menyatakan,
pertumbuhan global 2016 masih lemah, tetapi diperkirakan dapat sedikit meningkat
dari 2,4% pada 2015 menjadi 2,9% pada 2016. Sejumlah kelemahan yang berjalan
simultan di kawasan pasar perekonomian yang sedang berkembang mengakibatkan
kecemasan terkait dengan upaya pencapaian sasaran pengurangan kemiskinan dan
kesejahteraan bersama di sejumlah negara. Negara-negara berkembang harus fokus
membangun ketahanan pada kondisi perekonomian yang melemah dan melindungi
golongan masyarakat yang paling rentan. Selain itu, laporan ekonomi dunia IMF,
World Economic Outlook, memperkirakan pertumbuhan dunia sebesar 3,2% tahun ini
dan 3,5% di tahun 2017. Ekonom IMF, Maurice Obstfeld, menggambarkan tingkat
pertumbuhan "semakin mengecewakan". Ini adalah kedua kalinya di tahun ini IMF
menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia. Dan muncul sebuah pola: IMF
berulangkali menurunkan perkiraannya. Hanya setahun lalu, perkiraaan untuk
pertumbuhan tahun 2016 adalah 3,8%. Penurunan terbesar dialami Nigeria yang
terkena dampak penurunan harga minyak mentah dunia. Brasil, Rusia dan banyak
negara lain juga diperkirakan akan mengalami kinerja yang lebih lemah dibandingkan
perkiraaan sebelumnya. Meskipun demikian perkiraan India tidak berubah dan bahkan
terjadi kenaikan pertumbuhan bagi ekonomi Cina, mewakili kekuatan bidang jasa,
menutupi perlambatan manufakturing.
Sebagai informasi baru, Bank Dunia meproyeksikan bahwa pertumbuhan
ekonomi global akan menguat menjadi 2,7 persen pada tahun 2017 akibat mulai
naiknya manufaktur dan perdagangan, meningkatnya kepercayaan pasar, dan makin
stabilnya harga komoditas sehingga memungkinkan pertumbuhan berlanjut di pasar
ekspor komoditas dan mengembangkan perekonomian. Menurut laporan Bank Dunia
berjudul Global Economic Prospect edisi Juni 2017, pertumbuhan ekonomi negara-
negara maju diperkirakan akan meningkat sebesar 1,9 persen pada 2017, yang juga
akan menguntungkan mitra dagang negara-negara tersebut. Kondisi pembiayaan
global tetap baik dan harga komoditas telah stabil. Dengan peningkatan kondisi
internasional seperti ini, pertumbuhan di pasar dan ekonomi negara berkembang
secara keseluruhan akan meningkat menjadi 4,1 persen tahun ini dari 3,5 persen di
tahun 2016. Pertumbuhan di pasar tujuh negara berkembang terbesar di dunia
diproyeksikan akan meningkat dan melampaui rata-rata jangka panjangnya pada
tahun 2018. Aktivitas pemulihan di ekonomi negara-negara tersebut diperkirakan
akan membawa dampak positif yang signifikan bagi pertumbuhan di negara
berkembang lainnya juga di seluruh dunia.
Namun, masih banyak risiko bagi proyeksi di atas. Pembatasan perdagangan
baru bisa menggagalkan pulihnya perdagangan global. Ketidakpastian kebijakan yang
terus-menerus bisa menghambat kepercayaan dan investasi. Di tengah gejolak pasar
keuangan yang sangat rendah, penilaian mendadak oleh pasar terhadap risiko terkait
kebijakan atau laju normalisasi kebijakan moneter negara-negara maju bisa memicu
gejolak keuangan. Dalam jangka panjang, produktivitas dan pertumbuhan investasi
yang terus-menerus lemah dapat mengikis prospek pertumbuhan jangka panjang di
pasar yang sedang tiumbuh juga di negara berkembang yang menjadi kunci
pengentasan kemiskinan. Laporan tersebut menyoroti kekhawatiran tentang
meningkatnya utang dan defisit di pasar yang sedang tumbug serta negara
berkembang, meningkatkan kemungkinan bahwa kenaikan suku bunga yang tiba-tiba
atau kondisi pinjaman yang lebih berat mungkin akan membawa gangguan. Pada
akhir tahun 2016, utang pemerintah melampaui tingkat tahun 2007 sebesar lebih dari
10 persen poin PDB di lebih dari setengah pasar yang sedang tumbuh serta negara
berkembang dan neraca fiskal memburuk dari tingkat tahun 2007 sebesar lebih dari 5
persen poin PDB di sepertiga negara-negara tersebut. Titik terang dalam prospek
tersebut adalah pemulihan dalam pertumbuhan perdagangan menjadi 4 persen pasca
krisis finansial dengan titik terendah sebesar 2,5 persen tahun lalu. Laporan ini
menyoroti kelemahan utama perdagangan global, perdagangan antar perusahaan yang
tidak terhubung melalui kepemilikan. Perdagangan semacam itu melalui jalur
outsourcing telah melambat jauh lebih tajam daripada perdagangan antar perusahaan
dengan kepemilikan yang sama dalam beberapa tahun terakhir. Ini mengingatkan
pentingnya jaringan perdagangan global yang sehat bagi perusahaan yang kurang
terintegrasi yang merupakan mayoritas perusahaan.
Proyeksi Regional:
Asia Timur dan Pasifik: Pertumbuhan di kawasan ini diproyeksikan akan turun
menjadi 6,2 persen pada tahun 2017 dan 6,1 persen pada tahun 2018 karena
perlambatan bertahap di Tiongkok diimbangi oleh kenaikan di negara lain terutama
pulihnya eksportir komoditas dan percepatan pertumbuhan di Thailand. Pertumbuhan
di Tiongkok diantisipasi melambat menjadi 6,5 persen tahun ini dan 6,3 persen pada
2018. Tanpa menyertakan Tiongkok, kawasan ini terlihat meningkat dengan lebih
cepat dengan tingkat 5,1 persen pada tahun 2017 dan 5,2 persen pada 2018. Indonesia
diperkirakan akan mencapai 5,2 persen pada 2017 dan 5,3 persen pada tahun 2018
karena meredanya dampak konsolidasi fiskal dan kegiatan di sektor swasta meningkat,
didukung oleh kenaikan harga komoditas yang moderat, meningkatnya permintaan
eksternal, dan membaiknya tingkat kepercayaan akibat reformasi. Pertumbuhan di
Filipina diproyeksikan stabil pada 6,9 persen tahun ini dan berikutnya, dipimpin oleh
kenaikan investasi publik dan swasta. Thailand juga mempertahankan pertumbuhan
3,2 persen pada tahun 2017, meningkat menjadi 3,3 persen di tahun depan, karena
didukung oleh investasi publik yang lebih besar dan pemulihan konsumsi di sektor
swasta.
Eropa dan Asia Tengah: Pertumbuhan di Eropa dan Asia Tengah diperkirakan akan
meningkat secara luas menjadi 2,5 persen pada tahun 2017, dan menjadi 2,7 persen
pada tahun 2018, didukung oleh pemulihan yang berlanjut di antara eksportir
komoditas dan meredanya risiko geopolitik dan ketidakpastian kebijakan domestik di
negara-negara besar kawasan. Rusia diperkirakan akan tumbuh pada tingkat 1,3
persen pada tahun 2017 setelah resesi dua tahun dan 1,4 persen pada 2018, dengan
pertumbuhan dibantu oleh kenaikan konsumsi. Kazakhstan diproyeksikan meningkat
2,4 persen tahun ini dan 2,6 persen pada 2018 karena menguatnya harga minyak dan
sikap kebijakan makroekonomi yang akomodatif mendukung aktivitas ekonomi. Di
antara negara ekonomi pengimpor komoditas, Turki diproyeksikan akan meningkat
3,5 persen pada tahun 2017, didukung oleh kebijakan fiskal yang akomodatif, dan 3,9
persen pada tahun 2018 karena ketidakpastian mereda, pemulihan pariwisata, dan
neraca perusahaan membaik.
Amerika Latin dan Karibia: Pertumbuhan di Amerika Latin dan Karibia
diproyeksikan akan menguat menjadi 0,8 persen pada tahun 2017 karena Brasil dan
Argentina bangkit dari resesi dan kenaikan harga komoditas mendukung eksportir
pertanian dan energi. Brazil diperkirakan akan naik 0,3 persen pada 2017, dengan
pertumbuhan diperkirakan akan naik ke tingkat 1,8 persen di tahun 2018, sementara
pertumbuhan Argentina diproyeksikan akan menjadi 2,7 persen tahun ini.
Pertumbuhan di Meksiko diperkirakan akan meningkat menjadi 1,8 persen pada 2017,
terutama karena adanya kontrak investasi akibat ketidakpastian mengenai kebijakan
ekonomi Amerika Serikat, sebelum melaju ke tingkat 2,2 persen tahun depan.
Proyeksi naiknya harga logam diperkirakan akan membantu Chili, di mana produksi
tembaga seharusnya pulih setelah terjadi pemogokan. Pertumbuhan di Chili
diperkirakan akan meningkat secara moderat tahun ini menjadi 1,8 persen dan 2
persen tahun depan. Di Karibia, meningkatnya permintaan pariwisata mendasari
perkiraan percepatan pertumbuhan menjadi 3,3 persen pada 2017 dan 3,8 persen pada
2018.
Timur Tengah dan Afrika Utara: Pertumbuhan di kawasan ini diproyeksikan akan
turun menjadi 2,1 persen pada tahun 2017 karena dampak buruk pengurangan
produksi Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) melebihi situasi
membaiknya negara importir minyak. Pertumbuhan diperkirakan akan meningkat
menjadi 2,9 persen pada 2018, dengan asumsi berkurangnya ketegangan geopolitik
dan adanya kenaikan harga minyak. Pertumbuhan di Arab Saudi, ekonomi terbesar di
kawasan ini, diperkirakan akan turun menjadi 0,6 persen akibat penurunan produksi,
sebelum melaju ke 2 persen pada 2018. Republik Islam Iran terlihat melambat ke
tingkat 4 persen sebelum berangsur naik menjadi 4,1 persen pada 2018 karena
kapasitas cadangan terbatas dalam memproduksi minyak dan kesulitan mengakses
keuangan yang akan menghambat pertumbuhan negara. Perekonomian Mesir
diperkirakan akan moderat pada tahun fiskal berjalan sebelum terus membaik dalam
jangka menengah, didukung oleh pelaksanaan reformasi iklim usaha dan peningkatan
daya saing.
Asia Selatan: Pertumbuhan di kawasan ini diperkirakan akan meningkat menjadi 6,8
persen pada 2017 dan kemudian naik menjadi 7,1 persen pada 2018, yang
mencerminkan meluasnya permintaan domestik dan ekspor yang kuat. Tanpa
menyertakan India, pertumbuhan kawsan ini diperkirakan akan terus stabil di 5,7
persen, kemudian meningkat menjadi 5,8 persen, dengan percepatan pertumbuhan di
Bhutan, Pakistan, dan Sri Lanka namun melambat di Bangladesh dan Nepal.
Pertumbuhan India diperkirakan akan semakin cepat menjadi 7,2 persen pada tahun
fiskal 2017 (1 April 2017 - 31 Maret 2018) dan 7,5 persen pada tahun fiskal
berikutnya. Pakistan diperkirakan naik ke tingkat 5,2 persen pada tahun fiskal 2017 (1
Juli 2016 - 30 Juni 2017) dan menjadi 5,5 persen pada tahun fiskal berikutnya, yang
mencerminkan peningkatan investasi swasta, peningkatan pasokan energi, dan
keamanan yang lebih baik. Pertumbuhan Sri Lanka diperkirakan akan meningkat
menjadi 4,7 persen pada 2017 dan 5 persen pada 2018, karena program lembaga
keuangan internasional mendukung reformasi ekonomi dan meningkatkan daya saing
sektor swasta.
Afrika Sub-Sahara: Pertumbuhan di Afrika Sub-Sahara diperkirakan meningkat
menjadi 2,6 persen pada tahun 2017 dan 3,2 persen pada tahun 2018, yang didasarkan
pada kenaikan harga komoditas dan reformasi untuk mengatasi ketidakseimbangan
makroekonomi. Namun, output per kapita diproyeksikan menyusut menjadi 0,1
persen pada 2017 dan meningkat menjadi laju pertumbuhan 0,7 persen pada 2018-19.
Pada tingkat tersebut, pertumbuhan tidak akan cukup untuk mencapai tujuan
mengurangi kemiskinan di kawasan ini, terutama jika hambatan terhadap
pertumbuhan yang lebih kuat bertahan. Pertumbuhan di Afrika Selatan diproyeksikan
akan meningkat menjadi 0,6 persen pada 2017 dan naik menjadi 1,1 persen pada 2018.
Nigeria diperkirakan akan beralih dari resesi ke tingkat pertumbuhan 1,2 persen pada
2017, lalu mengalami percepatan menjadi 2,4 persen pada 2018. Pertumbuhan negara-
negara yang tidak mengandalkan sumberdaya alam diantisipasi tetap kuat, didukung
oleh investasi infrastruktur, ketahanan sektor jasa, dan pemulihan produksi pertanian.
Ethiopia diproyeksikan akan meningkat menjadi 8,3 persen pada tahun 2017,
Tanzania 7,2 persen, Pantai Gading 6,8 persen, dan Senegal 6,7 persen.
D. Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD dan Tingkat Inflasi

Apresiasi dan Depresiasi Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD per akhir Oktober-Desember 2016 (%
YtD)

Selama triwulan IV tahun 2016, mayoritas pergerakan mata uang beberapa


negara melemah terhadap USD, seiring dengan sentimen terhadap peningkatan
suku bunga The Fed. Pada 14 Desember tahun 2016, The Fed menaikan suku
bunganya dan kemungkinan kenaikan suku bunga the Fed ini akan dilakukan
kembali pada tahun 2017. Sebaliknya, penguatan mata uang terhadap USD,
terutama secara year to date (YtD) dialami oleh Real Brazil, Rand Afrika, Yen
Jepang, Rubel Rusia, Rupiah Indonesia, dan Baht Thailand. Penguatan mata uang
yang cukup tinggi terjadi pada Real Brazil mencapai 24 persen (YtD) pada akhir
Desember tahun 2016 seiring dengan kondusifnya perekonomian Brazil paska
pemilihan presiden baru. Penguatan mata uang juga terjadi pada Rupiah sebesar 6
persen (YtD) (Gambar 6). Nilai tukar Rupiah menguat pada bulan Desember
seiring dengan aliran modal yang kembali masuk terutama untuk pembelian Surat
Utang Negara (SUN).
Tingkat Inflasi Global Triwulan IV Tahun 2016 (% YoY)

Pada akhir triwulan IV tahun 2016, terjadi peningkatan inflasi di negara maju seperti
kawasan Euro, Inggris, Jepang, dan Amerika. Peningkatan inflasi pada negara maju sebagian
besar disebabkan oleh peningkatan harga minyak dunia. Di negara kawasan Euro peningkatan
inflasi berasal dari sektor energi seiring dengan peningkatan harga minyak dunia. Sementara
itu peningkatan inflasi AS terutama didorong oleh peningkatan pada personal consumption
expenditure (PCE). Peningkatan inflasi di Inggris terutama didorong oleh meningkatnya
harga pangan, transportasi udara, dan biaya bahan mentah industri yang juga merupakan
salah satu akibat dari peningkatan harga energi dunia. Sementara di Jepang, kenaikan inflasi
dari triwulan III ke triwulan IV terutama disebabkan oleh naiknya harga bahan makanan
segar (fresh foods). Peningkatan inflasi pada negara berkembang (emerging market) terutama
dialami oleh negara negara kawasan ASEAN, yaitu: Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina,
dan Vietnam. Peningkatan harga energi di masing-masing negara merupakan salah satu faktor
peningkatan inflasi. Di sisi lain, ada beberapa negara berkembang yang mengalami
penurunan laju inflasi (Tabel 5), yaitu: Indonesia, Brazil, Rusia, dan India yang antara lain
disebabkan oleh rendahnya harga pada komoditas selain energi.
Source :
1.https://www.bappenas.go.id/files/update_perkembangan_ekonomi/LAPORAN%20TRIWU
LAN%20IV%20TAHUN%202016-FINAL.pdf

2.https://id.tradingeconomics.com/united-states/gdp-growth
3.https://money.kompas.com/read/2017/04/13/170917226/bank.dunia.di.2016.pertumbuhan.e
konomi.global.mengecewakan
4.https://economy.okezone.com/read/2017/03/31/20/1655189/pertumbuhan-ekonomi-as-
kuartal-iv-2016-direvisi-naik-jadi-2-1
5.https://katadata.co.id/telaah/2016/06/24/inggris-tinggalkan-uni-eropa-pasar-keuangan-
dunia-bergejolak
6.https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170120125101-92-187684/ekonomi-china-
tumbuh-68-persen-di-kuartal-iv-2016
7.https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3420641/ekonomi-jepang-tumbuh-1-di-
2016
8.https://www.beritasatu.com/ekonomi/343091/ilo-20162017-pengangguran-global-
meningka
9.https://www.beritasatu.com/ekonomi/339108/bank-dunia-2016-pertumbuhan-ekonomi-
global-masih-lambat
10.https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/04/160412_majalah_ekonomi_imf
11.https://www.worldbank.org/in/news/press-release/2017/06/06/global-growth-set-to-
strengthen-to-2-7-percent-as-outlook-brightens

Anda mungkin juga menyukai