Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah Negara keempat tertinggi yang memiliki jumlah


penduduk terbanyak didunia. Hingga tahun 2019 jumlah penduduk di Indonesia
mencapai 266,91 juta jiwa (Dkatadata.co.id, 2019). Dengan jumlah penduduk
sebanyak itu, Indonesia juga menjadi Negara dengan tingkat konsumsi terbanyak.
Konsumsi adalah barang atau jasa yang dibeli oleh rumah tangga konsumsi yang
terdiri dari; pertama barang tidak tahan lama (Non Durable Goods) adalah barang
yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian. Kedua
adalah barang tahan lama (Durable Goods) adalah barang yang memiliki usia
panjang seperti mobil, televisi, alat-alat elektronik. Ketiga adalah jasa (Service)
meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen oleh individu dan perusahaan
seperti potong rambut dan berobat ke dokter (Mankiw, 2000).

Selama ini kebutuhan masyarakat secara umum tersedia di pasar


tradisional, di toko-toko toserba dan sejenisnya. Berbagai transaksi terjadi di
dalamnya mulai dari system barter kemudian ditemukannya uang logam hingga
adanya uang kertas yang digunakan pada saat ini. Lalu kemudian terus
berkembang begitu pesat hingga globalisasi memasuki era yang baru.

Globalisasi telah memasuki era baru yang bernama revolusi industri 4.0
dimana teknologi telah menjadi basis dalam kehidupan manusia. Seperti yang
telah diketahui banyak orang bahwa zaman sekarang segala sesuatunya telah
menggunakan teknologi yang canggih, mulai dari sektor industri hingga
perdagangan sudah menggunakan teknologi yang canggih. Banyak yang
mengatakan bahwa di era revolusi industri 4.0 ini menguntungkan berbagai pihak,
tetapi tidak sedikit pula yang menganggap ini merugikan.

Lahirnya era revolusi industri 4.0 ini mendisrupsi berbagai bidang


kehidupan manusia. Disruptif pada awalnya merupakan fenomena yang terjadi
dalam dunia ekonomi, khususnya di bidang bisnis (Christensen, 1997). Disrupsi

1
itu sendiri merupakan kondisi dimana bisnis harus terus berinovasi sejalan dengan
perkembangan, sehingga bisnis tidak hanya dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan sekarang melainkan kebutuhan dimasa yang akan datang. Adanya
fenomena disrupsi membuat paradigma bisnis pun bergeser dari penekanan
owning menjadi sharing (kolaborasi). Contohnya terjadi pada bisnis sektor ritel
yang berpindah pada e-commerce yang menawarkan kemudahan dalam jual beli.

E-commerce yang bermunculan akibat berkembangnya teknologi yang


sejalan dengan berkembangnya internet pada era revolusi industri 4.0 ini memang
mempermudah dalam jual beli. Mulai dari pemasaran, penjualan dan pembelian
dilakukan dengan elektronik, hingga pembayaran pun tidak perlu dilakukan
dengan cara bertemu langsung. Semakin berkembangnya e-commerce ini, tidak
sedikit pula pengusaha maupun perusahaan perusahaan yang memanfaatkannya,
karena dapat memudahkan mereka dalam berbisnis sehingga bermunculanlah
bisnis ritel online.

Maraknya bisnis ritel online di Indonesia ini membuat pola berbelanja


masyarakat berubah. Dimana konsumen pada awalnya mengunjungi langsung
toko-toko yang ada untuk memenuhi keinginan nya, berubah menjadi berbelanja
online yang bisa dilakukan hanya dengan mengutak-ngatik handphone atau PC
dan mengakses situs-situs perdagangan yang diinginkan. Dan pola seperti ini
cenderung semakin diminati oleh para konsumen untuk berbelanja karena dirasa
lebih mudah.

Era revolusi industri 4.0 yang melahirkan e-commerce ini memang


menguntungkan sebagian pihak. Salah satunya yaitu konsumen, mungkin dari
sebagian konsumen merasa diuntungkan karena lebih praktisnya dalam
berbelanja, katalog yang tesedia, harga yang sudah tercantum beserta deskripsi
barang yang akan dibeli dan hanya dengan cara membuka situs nya di internet
tanpa harus mendatangi toko dari barang yang akan dibeli. Tetapi untuk salah satu
sektor yaitu sektor ritel, sebagian mereka merasa terancam dengan adanya e-
commerce ini.

2
Secara umum bisnis ritel fashion dan konsumen masih prospektif
kedepannya. Dan dampak dari e-commerce ini memang dibilang masih kecil bagi
toko-toko ritel yang seharusnya tidak berdampak buruk besar bagi kinerja. Tetapi
memang persaingan di sektor ritel ini semakin ketat, sehingga jika toko-toko ritel
ini tidak berinovasi tetap saja akan ditinggal oleh konsumen.

Seperti pada beberapa perusahaan ritel di Indonesia yang mengalami


penurunan pendapatan yang signifikan. Dan ada pula perusahaan yang menutup
gerai usahanya akibat penurunan pendapatan karena adanya e-commerce. Seperti
salah satu perusahaan ritel yaitu PT Hero Supermarket Tbk yang menyatakan
bahwa kinerja perusahaannya memburuk sejak kuartal III 2018 yang membuat
perusahaan terpaksa harus melakukan PHK terhadap karyawan nya. Penurunan
kinerja ini terjadi pada sektor makanan yang menurun dari tahun sebelumnya.
Salah satu aspek penting dalam pengukuran kinerja adalah efisiensi. Maka dari
itu, analisis efisiensi pada sektor ritel di Indonesia semakin mendesak untuk
dilakukan agar bisa mengetahui dan menentukan efisiensi dari sektor ritel tersebut
apakah mengalami perubahan atau tidak dengan berkembangya era revolusi
industri 4.0 saat ini.

Selain itu, peritel konvensional di Amerika Serikat menyatakan semakin


terpuruk karena desakan e-commerce. Hal ini tampak karena meningkatnya
penutupan toko ritel konvensional yang tumbuh lebih cepat. Salah satu fenomena
tertekan nya ritel konvensioan akibat pesatnya pertumbuhan e-commerce, terjadi
pada perushaan Toys “R” Us Inc di AS yang mengajukan pailit.

Pengukuran efisiensi yang akan dilakukan pada penelitian ini


menggunakan metode non-parametrik yaitu Data Envelopment Analysis (DEA).
Kelebihan dari metode DEA ini adalah mampu berhadapan dengan berbagai
variable input yang beragam.

Berdasarkan permasalahan di atas, kondisi sebagian sektor ritel yang


menutup gerai usaha nya dan penuruan kinerja pada sebagian perusahaan sektor
ritel ini menarik untuk diteliti. Penelitian ini akan dituangkan dalam sebuah judul :

3
“Kinerja Efisiensi Sektor Ritel Sesudah dan Sebelum Era Revolusi Industri
4.0 Berdasarkan Data Envelopment Analysis (DEA)”.

BAB II
LANDASAN TEORI

1.1 Teori yang Relevan


1.1.1 Era Revolusi Industri 4.0
Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Revolusi
industri terdiri dari dua kata yaitu revolusi dan industri. Revolusi
berarti perubahan dalam suatu bidang yang bersifat sangat cepat,
sedangkan pengertian industri adalah usaha pelaksanaan proses
produksi atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan
peralatan, misalnya mesin.
Bisa disimpulkan bahwa revolusi industri itu adalah sebuah
perubahan yang sangat cepat dalam memproses, memproduksi atau
mengolah suatu barang, dimana yang pada awalnya dilakukan oleh
manusia berubah menggunakan mesin. Sedangkan barang yang
diproduksi mempunyai nilai tambah yang tinggi.
Sedangkan menurut pendapat Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Airlangga Hartato, Industri 4.0 menjadikan proses
produksi berjalan dengan internet sebagai penopang utama. Semua
obyek dilengkapi dengan system teknologi yang dibantu dengan
sensor dan mampu berkomunikasi sendiri dengan system teknologi
informasi (Glienmourinsie, 2016).

1.1.2 Prinsip Industri 4.0


Beberapa prinsip desain industri 4.0 sebagai berikut (Sangaji,
2019):
a. Interkoneksi yaitu kemampuan mesin, perangkat sensor dan
orang untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama lain

4
melalui internet of thing (IoT), prinsip ini membutuhkan
kolaborasi keamanan dan standar.
b. Transparansi informasi merupakan kemampuan sistem
informasi untuk menciptakan salinan virtual dunia fisik dengan
memperkaya model digital dengan data sensor termasuk data
dan penyediaan informasi.
c. Bantuan teknis yang meliputi kemampuan sistem bantuan
untuk mendukung manusia dengan menggabungkan dan
mengevaluasi informasi secara sadar untuk membuat keputusan
yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu
singkat.
d. Keputusan terdesentralisasi yang merupakan kemampuan
sistem fisik maya untuk membuat keputusan sendiri dan
menjalankan tugas seefektif mungkin.
Revolusi industri 4.0 dikenal dengan revolusi digital karena
terjadi proliferasi komputer danotomatisasi pencatatan disemua
bidang, karena otomatisasi dan konektivitas disebuah bidang
akanmembuat perubahan secara signifikan di dunia industri dan
persaingan kerja menjadi tidak linier.Salah satu karakteristik dari
revolusi industri 4.0 menerapkan pengaplikasikan
kecerdasanbuatan atau artificiall intellegent.

1.1.3 Teori Pertumbuhan Solow-Swan


Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert
M.Solow (1956) dan T.W. Swan (1956). Model Solow-Swan
menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital,
kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi.
Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber yaitu akumulasi
modal, bertambahnya penawaran kerja, dan kemajuan teknologi.
Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik
sehingga produktivitas input meningkat. Kemajuan teknologi dapat
membawa kemajuan pada ekonomi wilayah, artinya dengan jumlah

5
input yang sama dapat memproduksi output lebih banyak (Hayati,
2015).

1.1.4 Teori Uses and Gratifications


Asal mula terciptanya Teori Uses and Gratifications yaitu
beberapa peneliti meneliti kebutuhan manusia secara psikologis
dan sosial, penelitian ini meneliti bagaimana faktor-faktor sosial
dan psikologis, termasuk kebutuhan untuk aktivasi, berinteraksi
untuk menghasilkan gaya hidup dan pola penggunaan media yang
berbeda. Teori Uses and Gratifications memusatkan perhatian
pada kegunaan isi media untuk memperoleh gratifikasi atau
pemenuhan kebutuhan (Rosyad, 2018).

1.1.5 Efisiensi
a. Konsep efisiensi
Konsep efisiensi pertama kali diperkenalkan oleh Farrel
pada tahun 1957 yang merupakan tindak lanjut dari model yang
diajukan oleh Debreu dan Koopmans tahun 1951.Farrel (1957:11)
menyatakan bahwa “Efisiensi sebuah perusahaan terdiri dari dua
komponen, yaitu efisiensi teknis (technical efficiency) dan efisiensi
alokatif (allocative efficiency). Efisiensi teknis menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk mencapai output semaksimal
mungkin dari sejumlah input. Sedangkan efisiensi alokatif
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan input
dengan proporsi seoptimal mungkin pada tingkat harga input
tertentu. Kedua komponen ini kemudian dikombinasikan untuk
menghasilkan ukuran efisiensi total atau efisiensi ekonomis
(economic efficiency)”(Saifi, 2015).
Efisiensi merupakan indikator penting dalam mengukur
kinerja keseluruhan dari aktivitas suatu perusahaan. Efisiensi
sering diartikan bagaimana suatu perusahaan dapat berproduksi
dengan biaya serendah mungkin, tetapi tidak sekedar itu efisiensi

6
juga menyangkut pengelolaan hubungan input dan output yaitu
bagaimana mengalokasikan faktor-faktor produksi yang tersedia
secara optimal untuk dapat menghasilkan output yang maksimal.
Suatu perusahaan dikatakan memiliki tingkat efisiensi yang lebih
tinggi jika dengan jumlah input tertentu dapat menghasilkan
jumlah output lebih banyak atau pada jumlah output tertentu bisa
menggunakan input lebih sedikit (Abidin, 2007).
Perusahaan agar efisien dapat dilakukan dengan
mamaksimumkan output dengan input yang sudah ditetapkan atau
meminimumkan input dengan output yang sudah ditetapkan.
Pilihan perusahaan terhadap suatu diantara dua hal tersebut
ditentukan oleh reaksi pasar yang ada (Hartono, 2008).
b. Kinerja
Istilah kinerja digunakan untuk mengukur hasil yang telah
dicapai sehubungan dengan kegiatan atau aktivitas perusahaan,
apakah kinerja perusahaan telah baik atau perlu adanya evaluasi-
evaluasi kebelakang mengenai hasil yang dicapai (Sofyan &
Masalah, 2013).
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang
dalam perencanaan strategis suatu organisasi. Istilah kinerja sering
digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan
individu maupun kelompok (Abdullah, 2014).

1.1.6 Sektor Ritel


Ritel merupakan perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis yang
melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan layanan
penjualan kepada para konsumen untuk penggunaan atau konsumsi
perseorangan maupun keluarga (Utami, 2018). Peritel merupakan
distributor paling akhir karena langsung berhadapan dengan
konsumen sebagai pemakai akhir. Peritel membeli produk dari

7
perusahaan manufaktur atau distributor besar dan menjualnya
kembali kepada konsumen. Peritel bekerjasama erat dengan para
pemasok dan distributor (Bisnis, 2008).
Toko-toko yang menjalankan bisnis ritel memiliki bernagai
fungsi di dalam pasar konsumen individu. Adapun fungsi tersebut
yaitu sebagai berikut:
1. Menjual secara eceran
Toko ritel membeli produk (kulakan) dalam jum-lah besar
dari grosir atau pemasok atau pihak perantara lain untuk
kemudian dijual kembali kepada konsumen secara eceran.
2. Menyediakan ragam pilihan produk
Toko ritel melakukan penyimpanan stok barang dalam
berbagai jenis kategori dan ragam untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen yang berbeda-beda.
3. Memberikan layanan tambahan
Toko ritel tidak hanya sekadar melakukan penjualan kepada
konsumen, tetapi juga memberikan layanan tambahan
seperti cicilan pembayaran, garansi produk, layanan
antargratis, dan sebagainya. Hal ini dilakukan toko untuk
memberikan kepuasan kepada konsumen dan menciptakan
loyalitas terhadap toko.

1.1.7 Data Envelopment Analysis (DEA)


a. Pengertian
Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan suatu alat
ukur kinerja efisiensi dengan mekanisme yang melibatkan
sejumlah variabel input untuk menghasilkan sejumlah output
sehingga dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dan
peningkatan efisiensi. DEA merupakan pendekatan nonparametrik,
sehingga tidak memerlukan asumsi awal dari fungsi produksi.
Asumsi yang digunakan adalah tidak ada random error, sehingga
deviasi dari frontier diindikasikan sebagai inefisiensi (Ascarya,

8
Yumanita dan Rokhimah, 2009: 14 dalam Pratikto & Sugianto,
2011).
Data Envelopment Analysis diperkenalkan oleh
Charnes,Coopers, & Rhodes (CCR) tahun 1978. Data Envelopment
Analysis adalah sebuah metode optimasi program matematika yang
mengukur efisiensi teknik suatu decision making unit (DMU) dan
membandingkan secara relatif terhadap DMU yang lain. DEA
dapatmengatasi keterbatasan yang dimiliki analisis rasio parsial
maupun regresiberganda. Menurut Hadaddkk (2003:11) “Skor
efisiensi untuk setiap unit adalah relatif, tergantung pada tingkat
efisiensi dari unit-unit lainnya di dalam sample. Setiap unit dalam
sample dianggap memiliki tingkat efisiensi yang tidak negatif, dan
nilainya antara 0 hingga 1, dimana satumenunjukkan efisiensi yang
sempurna. Kemudian unit-unit yang memiliki nilai satu ini
digunakan dalam membuat envelope untuk frontier efisiensi. Unit-
unit lainnya yang ada di dalam envelope menunjukkan tingkat
inefisiensi”(Saifi, 2015).
b. Model DEA
Terdapat dua model dari DEA yang dikenalkan oleh
Cooper yaitu model CCR atau sering disebut dengan Constant
Return to Scale dan model BCC atau sering disebut dengan
Variable Return to Scale. Model CCR/VRS mengasumsikan bahwa
rasio antara penambahan input dan output adalah sama (constant
return to scale). Asumsi tersebut mengartikan bahwa setiap ada
penambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat
sebesar x kali juga. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini
adalah bahwa setiap perusahaan beroperasi pada skala optimal.
Perkembangan lebih lanjut, model BCC/VRS
dikembangkan oleh Banker, Charnes, dan Cooper (BCC) pada
tahun 1984 yang merupakan pengembangan model CCR. Model
ini berasumsi bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi pada
skala yang optimal. Asumsi dari model ini adalah bahwa rasio

9
antara penambahaninputdan outputtidak sama (variable return to
scale). Artinya, penambahan input sebesar x kali tidak akan
menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil atau
lebih besar dari xkali.
Hasil perhitungan DEA dengan pendekatan VRS disebut
juga dengan Efisiensi Tekhnik (Technical Efficiency). Dari kedua
model pendekatan itu dapat diformulasikan perhitungan kinerja
efisiensi skala atau Scale Efficiency (SE).

1.2 Penelitian Terdahulu


Berikut ini adalah penelitian terdahulu yang terkait dengan judul
yang penulis angkat menjadi sebuah penelitian:
1. Andi Fuji Rahman
Penelitian ini membahas mengenai penjualan ritel setelah adanya
pengaruh teknologi informasi. Dengan adanya teknologi semua
kegiatan menjadi lebih mudah, tak terkecuali dalam kegiatan bisnis.
Setelah adanya teknologi berbelanja bisa dilakukan dengan hanya
duduk dan mengutak-ngatik gadget dari mulai bertransaksi hingga
dilakukannya pembayaran. Pada penelitian ini juga dikatakan bahwa
tahun 2017 penjualan online hampir setengahnya dari penjualan
langsung.
Dan dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa penjualan secara
online secara signifikan mengalami perkembangan yang pesat. Selain
itu perpindahan konsumen dari penjualan konvensional secara ritel ke
online, yang membuat mereka mengalami performa usaha dengan
kondisi yang sulit hingga akhirnya tutup namun ada beberapa
perusahaan walaupun tidak melakukan penjualan secara online
perusahaannya masih tetap bertahan.
2. Lisa Lindawati (2018)
Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa digital sudah memangkas
keuntungan bisnis konvensional. Namun, bagi bisnis sosial, efisiensi
bermakna positif karena bukan keuntungan tujuannya. Dengan kata

10
lain, media digital membuat logika bisnis sosial menjadi kelaziman
yang mudah diterima. Kedua, kehadiran media digital mendorong
berkembangnya storytelling marketing. Jika bisnis komersial harus
menggali ceritanya, bisnis sosial selalu hadir membawa cerita.
3. Banu Prasetyo dan Umi Trisyanti (2018)
Penelitian mengenai era revolusi industri 4.0 ini menunjukan bahwa
globalisasi itu tidak hanya berdampak pada bidang teknologi saja.
Tetapi juga bidang lainnya, seperti hukum, ekonomi, dan sosial.
4. Dewi Irmawati (2013)
Peneliti pada penelitian ini mengharapkan dengan adanya teknologi
bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya salah satunya pada bidang
ekonomi. Selain itu Salah satu jenis implementasi teknologi dalam hal
meningkatkan persaingan bisnis dan penjualan produk-produk adalah
dengan menggunakan electronic commerce (e-commerce) untuk
memasarkan berbagai macam produk atau jasa, baik dalam bentuk
fisik maupun digital.
Dan bisa dilihat bahwa pada tahun 2011 teknologi sudah
mempengaruhi berbagai hal salah satunya pada bidang ekonomi.
5. Tri Joko Utomo (2010)
Dapat disimpulkan pada penelitian ini bahwa ketidakseimbangan
terjadi pada persaingan ritel modern dan ritel tradisional. Hal tersebut
diakibatkan dimana peritel modern dengan modal yang begitu luar
biasa sehingga bisa berkembang lebih pesat dari peritel tradisional.
Selain itu ritel modern slalu memikirkan lokasi yang strategi, dapat
menekan harga jualnya sesuai keinginan peritel serta pemanfaatan
teknologi yang dilakukan peritel modern. Berbeda dengan peritel
tradional yang tidak memikirkan hal-hal tersebut.
6. Heri Pratikto, Iis Sugianto (2011)
Penelitian ini menganalisis kinerja efisien pada bank yang ada, data
yang diambil menggunakan purposive sampling. Metode yang
digunakan pada analisis ini yaitu melalui pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA) dengan variable inputnya berupa

11
simpanan, aktiva tetap, dan biaya tenaga kerja dan variable outputnya
berupa pembiayaan dan pendapatan operasional. Dan hasil yang
didapat menunjukkan bahwa: (1) kondisi variabel input dan output
memiliki pertumbuhan cenderung meningkat, (2) kinerja efisiensi
perbankan syariah dalam kondisi baik, (3) tidak terdapat perbedaan
yang signifikan kinerja efisiensi antara sebelum dan sesudah krisis
global, baik dengan model CRS maupun VRS, (4) terdapat perbedaan
kinerja efisiensi sebelum dan sesudah krisis global menurut model
skala.
7. Afifatur Rohimah (2018)
Pada penelitian ini peneliti menganalisis dampak dari era digital
terhadap gugurnya pasar ritel tradisional. Hasil dari penelitian ini yaitu
memang benar bahwa di era digital ini berdampak pada sector ritel
dan tidak hanya pada peritel tradisional saja bahkan peritel modern
juga terkena dampak dari era digital ini. Selain itu di era digital ini
orang-orang lebih memilih aktivitas berbelanja online daripada
berbelanja tradisional. Dampak lainnya yaitu dengan adanya era
digital jatuhnya pasar-pasar tradisional dan mulai terkikis hingga
diprediksi bahwa pasar tradisional akan mengalami penutupan.
8. Salwis, Fitria Ayu Lestari Niu
Hasil dari penelitian ini yaitu adanya perbedaan yang signifikan
setelah dan sebelum adanya menerapkan E-commerce pada harga
saham.
9. BanuPrasetyo dan Umi Trisyanti (2018)
Hasil studi menunjukkan Industri 4.0 memiliki empat belas aspek.
Ditinjau dari aspeknya, aspek bisnis dan teknologi menjadi fokus riset
para peneliti. Ditinjau dari bidang industri penerapannya, sebagian
besar riset dilakukan di bidang manufaktur. Ditinjau dari jumlahnya,
riset terkait Industri 4.0 mengalami tren kenaikan yang signifikan.

NO PENELITI/JUDUL/JURNAL METODE & HASIL


VARIABEL

12
PENELITIAN
1 Andi Fuji Rahman/ Metode  Penjualan secara
DEFINISI KEMBALI pengumpulan data, online secara
BUSINESS PROCESS teknik pengolahan signifikan
PENJUALAN RITEL data, teknik analisis mengalami
AKIBAT PENGARUH data. perkembangan
TEKNOLOGI INFORMASI/ yang pesat
Jurnal STEI Ekonomi, Vol. Alat Ukur  perpindahan
26 No. 2 Kolerasi konsumen dari
manual
Variabel Independen penjualan secara
Teknologi Informasi ritel ke online,
yang membuat
Variabel Dependen mereka
Business Process mengalami
Penjualan Ritel performa usaha
yang kondisi
sulit bahkan
akhirnya tutup.
 Ada beberapa
perusahaan
walaupun tidak
melakukan
penjualan secara
online namun
bertahan
2. Lisa Lindawati /Kekuatan Metode Bagi bisnis
Cerita dalam Bisnis Sosial/ Kualitatif, deskriptif konvensional, konsep
Volume 7 Nomor 2 tahun ini sekaligus
2018 memangkas keuntungan
mereka. Namun, bagi
bisnis sosial, efisiensi
bermakna positif karena

13
bukan keuntungan
tujuannya. Dengan kata
lain, media digital
membuat logika bisnis
sosial menjadi
kelaziman yang mudah
diterima. Kedua,
kehadiran media digital
mendorong
berkembangnya
storytelling marketing.
Jika bisnis komersial
harus menggali
ceritanya, bisnis sosial
selalu hadir membawa
cerita.
3. Banu Prasetyo dan Umi Metode revolusi industri tidak
Trisyanti/REVOLUSI Kuisoner hanya mendisrupsi
INDUSTRI 4.0 DAN bidang teknologi saja,
TANTANGAN namun juga bidang
PERUBAHAN lainnya, seperti hukum,
SOSIAL/2018 ekonomi, dan sosial,
Untuk mengatasi era
disrupsi tersebut maka
diperlukan revitalisasi
peran ilmu sosial
humaniora
4. Dewi Irmawati/ Variabel Independen  teknologi
PEMANFAATAN E- E-Commerce internet
COMMERCE DALAM diharapkan
DUNIA BISNIS/ Jurnal Variabel Dependen dapat
Ilmiah Orasi Bisnis Edisi Ke- Dunia Bisnis memberikan
VI, November 2011 manfaat yang

14
besar terhadap
dunia bisnis
yang kompetitif
 Salah satu jenis
implementasi
teknologi dalam
hal
meningkatkan
persaingan
bisnis dan
penjualan
produk-produk
adalah dengan
menggunakan
electronic
commerce (e-
commerce)
untuk
memasarkan
berbagai macam
produk atau
jasa, baik dalam
bentuk fisik
maupun digital.
5. Tri Joko Metode  Persaingan
Utomo/LINGKUNGAN pendekatan sistem bisnis ritel dapat
BISNIS DAN dilihat dari
PERSAINGAN BISNIS Alat Ukur berbagai segi,
RITEL/Fokus Ekonomi Vol. Structure-Conduct- yaitu persaingan
5 No. 1 Juni 2010 : 70 - 80 Performance antara ritel
modern dan
Variabel Independen tradisional,
Lingkungan Bisnis

15
persaingan antar
Variabel Dependen sesama ritel
Bisnis ritel modern,
persaingan antar
sesama ritel
tradisional, dan
persaingan antar
supplier.
6. Heri Pratikto, Iis Sugianto  Variabel input Hasil penelitian
/Kinerja Efisiensi Bank yang digunakan menunjukkan bahwa:
Syariah Sebelum dan Sesudah terdiri dari (1) kondisi variabel
Krisis Global Berdasarkan simpanan, aktiva input dan output
Data Envelopment Analysis/ tetap, dan biaya memiliki pertumbuhan
Vol. 16 No.2, 2011 tenaga kerja. cenderung meningkat,
Sedangkan (2) kinerja efisiensi
variabel output perbankan syariah
yang digunakan dalam kondisi baik, (3)
terdiri dari tidak terdapat
pembiayaan dan perbedaan yang
pendapatan signifikan kinerja
operasional. efisiensi antara sebelum
 Data yang dan sesudah krisis
terkumpul global, baik dengan
dianalisis model CRS maupun
berdasarkan VRS, (4) terdapat
pendekatan Data perbedaan kinerja
Envelopment efisiensi sebelum dan
Analysis sesudah krisis global
menurut model skala.
7. Afifatur Rohimah/Era Metode  Tidak hanya
Digitalisasi Media Pemasaran deskriptif kualitatif pasar
Online dalam Gugurnya Pasar tradisional,
Ritel Konvensional/KANAL Alat Ukur pasar ritel

16
(JURNAL ILMU - modern menjadi
KOMUNIKASI), 6 (2), Maret dampak dari era
2018 Variabel Independen digital
Era Digitalisasi Media komunikasi
Pemasaran Online  Di era digital,
Variabel Dependen orang cenderung
Pasar Ritel menghabiskan
aktivitas belanja
online dari
melakukan
kegiatan belanja
konvensional.
 Dampaknya
adalah jatuhnya
pasar pasar
konvensional,
kejayaan pasar
konvensional
secara bertahap
mulai terkikis
dan diprediksi
akan mengalami
penutupan masif
di masa depan
8. Salwis, Fitria Ayu Lestari Metode  PT. Matahari
Niu/ Analisis Harga Saham kuantitatif Departement
Perusahaan Ritel Di Bursa Store Tbk
Efek Indonesia Yang Alat Ukur terdapat
Menerapkan E- Paired Samples T-Test perbedaan
Commerce/Journal Economic negatif
and Business of Islam Vol.3 Variabel Independen signifikan
No.1 E-commerce terhadap harga

17
saham sebelum
Variabel Dependen dan setelah
Harga Saham menerapkan E-
Perusahaan Ritel commerce
 PT. Sumber
Alfaria Trijaya
Tbk
menunjukkan
bahwa terdapat
perbedaan
negatif tidak
signifikan
terhadap harga
saham sebelum
dan setelah
menerapkan E-
commerce
 PT. Mitra
Adiperkasa Tbk
menunjukkan
bahwa terdapat
perbedaan
positif
signifikan
terhadap harga
saham sebelum
dan setelah
menerapkan E-
commerce
9. BanuPrasetyo dan Umi metode deskriptif dan Hasil studi
Trisyanti /REVOLUSI konseptual menunjukkan Industri
INDUSTRI 4.0 DAN 4.0 memiliki empat

18
TANTANGAN belas aspek. Ditinjau
PERUBAHAN dari aspeknya, aspek
SOSIAL/2018 bisnis dan teknologi
menjadi fokus riset para
peneliti. Ditinjau dari
bidang industri
penerapannya, sebagian
besar riset dilakukan di
bidang manufaktur.
Ditinjau dari
jumlahnya, riset terkait
Industri 4.0 mengalami
tren kenaikan yang
signifikan.
Penelitian ini bertujuan tidak jauh beda dengan penelitian-
penelitian yang telah ada sebelumnya. Peneliti menganalisis kinerja yang
efisien pada sector ritel apakah ada perbedaan yang signifikan setelah dan
sesudah era revolusi indstri 4.0 atau era digitial pada saat ini dengan
menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA).

1.3 Kerangka Pemikiran


Fokus utama dalam penelitian ini adalah kinerja efisiensi sektor
ritel yang memasuki era revolusi industri 4.0. Variabel input yang
digunakan yaitu penjualan, biaya tenaga kerja dan biaya operasional dan
variabel output yang digunakan yaitu pendapatan dan utang usaha yang
nantinya digunakan sebagai indicator dalam perhitungan dengan
menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) yang hasilnya
berupa apakah ada perbedaan kondisi pada kinerja efisiensi sektor ritel
setelah memasuki era revolusi industri 4.0.

19
1.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas yang telah diuraikan,
maka penulis merumuskan hipotesis penelitan sebagai berikut:
 H0 : Era revolusi industri 4.0 tidak mempengaruhi kinerja efisiensi
sector ritel
 H1 : Terdapat perbedaan kinerja efisiensi sector ritel sebelum dan
sesudah era revolusi industri 4.0 berdasarkan DEA model CRS
 H2 : Terdapat perbedaan kinerja efisiensi sector ritel sebelum dan
sesudah era revolusi industri 4.0 berdasarkan DEA model CRS

20
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup pada penelitian ini adalah menganalisis efisiensi
teknik dan data yang digunakan adalah data kuantitatif, yaitu penelitian
yang menganalisis data yang berbentuk angka. Ini dilakukan dalam waktu
sepuluh tahun, dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2017. Penelitian ini
dilakukan dengan melihat laporan keuangan dari sector ritel yang ada di
Indonesia.

3.2 Jenis Penelitian


Pendekatan penelitiaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel
pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data
menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif/statistic dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan (Sugiyono, 2012:hlm 13). Selain itu dikatakan penelitian
kuantitatif dikarenakan variable yang diteliti merupakan efisiensi dari
kinerja sektor ritel yang diukur menggunakan data berupa angka-angka.
Adapun data yang berupa angka tersebut berasal dari laporan keuangan
sektor ritel sebelum dan sesudah era revolusi industri 4.0 yang akan diteliti
yang berkaitan dengan variable input dan variable output yang dibutuhkan
dalam penelitian ini.
Selain itu untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dalam
melakukan penelitian, penggunaan metode yang tepat akan membantu
untuk mencapai tujuan penelitian. Dengan metode penelitian, peneliti akan
menjelaskan kondisi suatu variable atau menjelaskan keterkaitan antara
variable yang mempengaruhi dengan variable yang dipengaruhi. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan dua metode yaitu metode evaluasi dan
metode komparatif.

21
Sugiyono (2007, hlm. 9) penelitian evaluasi dapat dinyatakan
sebagai evaluasi, tetapi dalam hal lain juga dapat dinyatakan sebagai
penelitian. Sebagai evaluasi berarti hal ini merupakan bagian dari proses
pembuatan keputusan, yaitu untuk membandingkan suatu kejadian,
kegiatan dan produk dengan standar dan program yang telah ditetapkan.
Evaluasi sebagai penelitian berarti berfungsi untuk menjelaskan fenomena.
Penelitian evaluasi ini dilakukan untuk menganalisis efisiensi suatu kinerja
yang nantinya akan digunakan sebagai evaluasi untuk kedepannya. Disini
dilakukan evaluasi terhadap sector ritel dilihat dari sebelum dan sesudah
era revolusi industri 4.0.
Sugiyono (2007, hlm. 11) penelitian komparatif adalah suatu
penelitian yang bersifat membandingkan. Di sini variabelnya masih sama
dengan penelitian variabel mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari
satu, atau dalam waktu yang berbeda. Metode komparatif dalam penelitian
ini dilakukan dengan membandingkan efisiensi dari kinerja sector ritel
sebelum dan sesudah era revolusi industri 4.0 terjadi.

3.3 Variabel Peneliatian


Variabel adalah karakteristik partisipan atau situasi pada suatu
penelitian yang memiliki nilai berbeda pada studi tersebut. Suatu variable
harus memiliki variasi atai perbedaan nilai atau level/kategori (Willy,
2015:17) dalam suatu penelitian tidak akan lepas dari variabel-variabel
yang menjadi fokus untuk diteliti oleh peniliti sebagai dasar melakukan
penelitian. Penelitian ini mengukur efisiensi kinerja sektor ritel
menggunakan Data Envelopment Analysis dengan metode CRS dan VRS
yang membutuhkan variabel input antara lain penjualan, biaya operasional,
biaya tenaga kerja dan variabel output berupa pendapatan dan utang usaha
yang nilai nya dilihat dari data pada laporan keuangan sebelum dan
sesudah era revolusi industri 4.0. Itulah variabel bebas yang akan
mempengaruhi efisiensi kinerja sektor ritel yang merupakan variabel
terikat pada peneltian ini.

22
a. Variabel input yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penjualan, biaya tenaga kerja dan biaya operasional.
b. Variabel output yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendapatan dan hutang usaha.

3.4 Pupulasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah sektor ritel yang ada di bursa efek
Indonesia (BEI) selama periode 2008-2017. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini dilakukan secara purposive sampling yaitu penentuan sampel
dengan pertimbangan tertentu misalnya akan melakukan penelitian tentang
kualitas makanan maka sampel sumber data nya adalah orang yang ahli
makanan (Sugiyono, 2007) berarti pemilihan sampel secara tidak acak
dimana informasinya diperoleh dari pertimbangan tertentu. Kriteria sampel
yang digunakan pada penelitaian ini adalah sebagai berikut:
a. Sampel berupa laporan keuangan sector ritel yang konsisten
menerbitkan laporan keuangan setiap tahunnya mulai dari tahun 2008
sampai 2017.
b. Laporan keuangan yang menggunakan mata uang rupiah
c. Sektor ritel yang sudah ada pada Bursa Efek Indonesia (BEI)

3.5 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan metode dokumentasi, yaitu yang menghimpun informasi
dan data dari literature-literatur, metode studi pustaka dan laporan
keuangan yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dan web
resmi dari setiap sektor ritel.
Data yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan data sekunder
yang berasal dari laporan keungan pada BEI dan web resmi setiap sektor
selama periode 2008 sampai 2017. Data sekunder yang dibutuhkan yaitu
sebagai berikut:

23
a. Penjualan
Penjualan ritel adalah data hasil penghitungan jumlah keseluruhan
penjualan barang secara eceran (ritel) dalam suatu periode. Penjualan
ritel berupaya mengukur permintaan konsumen akan produk-produk
yang telah diproduksi, sekaligus mengetahui kuat-lemahnya detak
ekonomi, serta memproyeksikan apakah ke depan akan berekspansi
atau berkontraksi.
b. Biaya tenaga kerja
Merupakan suatu biaya yang akan dikeluarkan untuk membayar para
karyawan maupun pegawai yang bekerja pada suatu perusahaan
tertentu.
c. Biaya operasional
Beban operasional dalam perusahaan ritel terdiri atas beban penjualan
dan beban administrasi umum.
d. Pendapatan
Pendapatan perusahaan ritel berasal dari hasil penjualan barang
dagangan kepada masyarakat.
e. Utang Usaha
Merupakan hutang kepada seseorang atau perusahaan atas barang dan
jasa yang sudah diterima tetapi belum dibayar. Hutang usaha berkaitan
dengan pembelian barang atau jasa secara kredit.

3.6 Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis


Tujuan penelitian ini mengukur dan menganalisis efisiensi sektor
ritel di Indonesia selama tahun 2008-2017 dengan menggunakan
pendekatan non-parametrik khususnya DEA. Data yang terkumpul
dianalisis dengan dua tahap, yaitu pengukuran eifisensi kinerja, dan
menguji hipotesis. Efisiensi sektor ritel diukur dengan menghitung rasio
antara output dengan input sektor ritel. Dengan rumus:
m

∑ UiYis
i=1
Hs = n

∑ ViSis
i=1

24
Dimana :

Hs : Efisiensi

Yis : Jumlah Output i

Xjs : Jumlah Input j

Ui : Bobot Output i

Vj : Bobot Input j, dan dihitung dari 1 ke m serta j dihitung dari 1


ke n.

Pengukuran efisiensi kinerja menunjukkan adanya penggunaan


satu variabel input dan satu variabel output. Rasio efisiensi (Hs), kemudian
dimaksimalkan dengan kendala sebagai berikut:

∑ UiYis
i=1
n
≤1 ; r=1 , … . , N
∑ ViSis
i=1

Dimana: Ui dan Vj ≥ 0
Dimana n menunjukkan jumlah sektor ritel dalam sampel.
Pertidaksamaan pertama menunjukkan adanya rasio efisiensi perusahaan
tidak lebih dari 1, sementara pertidaksamaan kedua berbobot positif.
Angka rasio akan bervariasi antara 0 sampai 1 atau 100%. Sebaliknya jika
mendekati 0 menunjukkan efisiensi sektor ritel yang semakin rendah atau
terjadi inefisiensi. Analisis efisiensi dalam penelitian ini menggunakan dua
model, yakni model Constant Return to Scale (CRS) disebut juga Efisiensi
Keseluruhan (Overall Efficiensy) dan model Variabel Return to Scale
(VRS) disebut juga dengan Efisiensi Tekhnik (Technical Efficiency). Dari
kedua model pendekatan itu diformulasikan perhitungan kinerja efisiensi

25
skala atau Scale Efficiency (SE),dengan mengunakan persamaan sebagai
berikut:
SE = OE / TE
Dimana:
SE = Scale Efficiency
OE = Overall Efficiency (model CRS)
TE = Technical Efficiency (model VRS)
Ketika hasil perhitungan DMU efisien menurut model VRS tapi
inefisiensi menurut model CRS, hal ini berarti bahwa DMU tersebut
memiliki inefisiensi skala.

3.7 Uji T
Selanjutnya, untuk menguji hipotesis digunakan pengukuran Uji t
yaitu menggunakan teknik statistik yang berupa uji beda dua rata-rata
(independent sample t-test). Untuk melihat perbedaan nilai efisiensi. Uji
beda digunakan untuk menguji nilai tengah atau rata-rata dari satu atau
beberapa kelompok sampel. Uji t digunakan jika standar deviasi populasi
tidak diketahui dan sampelnya kecil (n < 30).
Uji beda independent sample T test digunakan untuk
membandingkan dua kelompok mean dari dua sampel yang berbeda
(independent). Prinsipnya ingin megetahui apakah adaperbedaan mean
antara dua populasi dan membandingkan dua mean sampel. Tujuan dari uji
hipotesis berupa uji beda independent t test pada penelitian ini adalah
untuk memverifikasi kebenaran atau kesalahan hipotesis, dan menentukan
apakah menerima atau menolak hipotesis yang telah dibuat pada bab
sebelumnya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. (2007). Kinerja Efisiensi Teknis Bank Pembangunan Daerah :


Pendekatan Data Envelopment Analysis ( DEA ). 21–29.

Akuntansi, J., Universitas, P., Kuala, S., & Abdullah, S. (2014). Pengaruh
kompetensi dan motivasi terhadap kinerja pengelolaan keuangan daerah
pada pemerintah daerah kabupaten pidie jaya. 3(1), 133–139.

Bisnis, J. (2008). Analisis Industri Ritel. Analisis Industri Ritel Di Indonesia,


15(2), 128–142.

Hartono, I. (n.d.). ANALISIS EFISIENSI BANK PERKREDITAN RAKYAT DI


WILAYAH JABODETABEK DENGAN PENDEKATAN DATA
ENVELOPMENT ANALYSIS. Manejemen & Agribisnis.

Hayati, T. (2015). MEDIA EKONOMI DAN MANAJEMEN Vol. 30 No. 1 Januari


2015. 30(1), 68–75.

Rosyad, S. (2018). ANALISIS FAKTOR HAMBATAN BISNIS ONLINE


TERHADAP PELAKU USAHA PENJUALAN BIBIT IKAN. Volume III
No. 3, Oktober 2018. III(3), 754–775.

Pratikto, H., & Sugianto, I. (2011). Kinerja Efisiensi Bank Syariah Sebelum dan
Sesudah. Ekonomi Bisnis, 16(2).

Revolusi, P., Pada, I., & Untuk, K. (2019). Pengaruh revolusi industri 4.0 pada
kewirausahaan untuk kemandirian ekonomi. 226–232.

Saifi, M. (2015). NASIONAL DAN BANK ASING DI INDONESIA


BERDASARKAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS. 44(1), 24–30.

Sofyan, D. K., & Masalah, L. B. (2013). Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap


Kinerja Kerja Pegawai BAPPEDA. 2(1), 18–23.

Utami, N. S. (2018). Analisa kinerja sektor ritel indonesia. Ecopreneur, 1(1), 43–
48.

27
Glienmourinsie, D. (2016). Industri Nasional Harus Siap Hadapi Era Industri 4.0.
https://ekbis.sindonews.com/read/1141743/34/industri-nasional-harus-
siap-hadapi-era-industri-40-1474630359, Diakses pada 9 Maret 2017.
Michael Adiwijaya, 2010, 8 Jurus Mengelola Bisnis Ritel Ala Indonesia, PT. Elex

Media Komputindo, Jakarta, hlm. 3.

Mankiw, N. Gregory. (2000). Teori Makroekonomi Edisi Keempat. Terjemahan:

Imam Nurmawan. Jakarta : Erlangga.

28

Anda mungkin juga menyukai