Anda di halaman 1dari 2

Konsepsi Cinta dalam Kitab Thauq al-Hamamah

Karya Ibn Hazm Al-Andalusi


Oleh: Maria Ozama
Cinta karena cinta
Jangan tanyakan mengapa
Tak bisa jelaskan karena hati ini telah bicara
Saya buka tulisan sederhana ini dengan mengutip lirik lagu mas Judsky. Lagu ini
menggambarkan apa yang akan menjadi pembahasan dalam kumpulan kata-kata ini. Selamat
membaca dan semoga dapat menjadi landasan pijak dalm mencinta!
Sepanjang sejarah manusia, cinta menjadi salah satu bahasan yang sangat menarik. Para
ahli sastra hampir selalu menyertakan tema-tema cinta dalam setiap karyanya baik itu di timur atau
di barat. Demikian juga para sufi, untuk memudahkan gambaran cinta kepada Sang Khalik, selalu
menggambarkannya dengan cinta manusia biasa yang propan yang bisa diterjemahkan oleh
pemahaman manusia secara umum.
Selain bahasan cinta yang indah, cinta juga selalu digambarkan sebagai pedang bermata
dua. Ada kalanya membuat si pencinta bahagia dalam hidupnya atau sebaliknya para pecinta
menderita. Karena itu pula cinta identik dengan penyakit. Orang yang mencintai seseorang
dikatakan sedang jatuh cinta, sepertihalnya jatuh sakit. Namun bedanya, bila jatuh sakit, pedihnya
sungguh terasa, panas dingin, badan meriang atau menunjukkan gejala lainnya. Sedangkan orang
yang jatuh cinta merasakan sebaliknya. Seluruh dunia nampaknya menjadi indah.
Salah satu bahsan menarik tentang cinta adalah karya Ibnu Hazm Al-Andalusi. Ia hidup di
zaman penurunan kekuasaan Islam sebelum jatuhnya Kota Kordova ke tangan penguasa Barbar.
"Sabda Cinta dari Andalusia". Demikian buku terjemahan versi Indonesia. Buku tersebut menurut
Ortegassett, seorang sejarahwan Spanyol -seperti dalam paparan sampul buku itu-- ternyata telah
mengilhami puluhan bahkan mungkin ratusan filosof cinta juga para pendeta di seluruh dunia.
Pasalnya, ia tidak hanya mengulasnya dari dimensi sufistik yang paling dalam, namun juga dari
tanda jatuh cinta lahiriah yang sederhana.
Menjelaskan tentang hakikat cinta, ia memulainya dengan ungkapan yang cukup menarik.
Ibn Hazm mengatakan:
“Cinta, kiranya Allah senantiasa memuliakannya, mulanya adalah canda, dan akhirnya
adalah kesungguhan. Cinta memiliki makna yang dalam, indah dan agung. Tiada kata yang kuasa
melukiskan keindahan dan keagungannya. Hakikatnya tidak dapat ditemukan kecuali dengan
segenap kesungguhan penjiwaan. Cinta tidak dilarang atau dimusuhi oleh syariat karena hati
manusia berada di tangan Allah yang Maha Agung.”
Berikutnya, tanda cinta bisa dilihat dari pembicaraan. Seorang pecinta akan melayani
pembicaraan orang yang dicintainya. Tanda lainnya bisa didapatkan dalam gerak tubuh. Gerak
tubuh seorang pecinta akan bergegas menuju tempat sang kekasih berada. Tanda lainnya adalah
kegamangan sekaligus keceriaan yang tampak wajah sang pecinta saat melihat sang kekasih secara
tiba-tiba atau muncul secara tak terduga. Tanda lainnya yang tak kalah pentingnya adalah seorang
pecinta melakukan apa saja yang diminta oleh kekasihnya walaupun sebelumnya ia tidak pernah
melakukan hal itu dan tidak pernah melakukannya.
Maka pada akhirnya hakikat cinta itu adalah bagaimana seorang dapat mencintai
pasangannya tanpa “karena”. Ia mencintainya dengan tulus tanpa pamrih. Di sini Ibn Hazm juga
sepemikiran dengan apa yang dikatakan oleh Erich From bahwasannya seharusnya cinta itu bukan
perihal jatuh, tapi perihal mendirikan. Maka dirikanlah cinta, yang pada akhirnya statement yang
dibangun oleh Erich From ini diaplikasikan dalam lirik lagunya 3 composer.
” Lebih baik bangun cinta
Daripada jatuh cinta”
Sekiranya mungkin itu saja sedikit tulisan mengenai Ibn Hazm, untuk lebih asiknya mari
kita panjangkan pembahasan yang sedikit ini dalam ruang-ruang diskusi agar kita lebih banyak
mengetahui perihal cinta yang haqiqi itu sendiri.

(‫)أقم الحب لذكري‬


“Dirikanlah Cinta untuk Mengingatku”
-Maria Ozama

Anda mungkin juga menyukai