Anda di halaman 1dari 32

Prosedur dasar Audit Keuangan

Bicara prosedur audit sudah pasti scope-nya sangat luas dan kompleks, tak
akan cukup di tulis di media online. Tetapi secara garis besar, prosedur audit
hanya terdiri dari 7 (tujuh) langkah saja. Di ruang terbatas ini saya akan
perkenalkan prosedur dasar audit selangkah-demi-selangkah. Karena audit,
saat ini, juga banyak dipakai di wilayah lain (termasuk di IT), maka judul tulisan
ini menjadi: Prosedur Dasar Audit Akuntansi Keuangan (selangkah-demi-
selangkah.)
Yang namanya perkenalan, sudah pasti tidak akan mendalam dan detail. Semata-
mata hanya untuk pengenalan awal. Sedangkan detailnya, saya akan bahas di JAK
secara bertahap. Idealnya, termasuk insights (tips and trick) dalam menjalankan
proses audit yang sesungguhnya di lapangan.

Saya termasuk junior dan baru kemarin sore, masih ada banyak auditor kawakan
di luar sana yang sudah kenyang makan asam-gram-nya auditing. Sebenarnya,
sayapun ingin menimba pengetahuan dari mereka, sayang saya belum pernah
menemukan media/blog yang khusus membahas tips-trick auditing yang sungguh-
sungguh didedikasikan untuk membantu junior seperti saya.
Entah karena tidak ada yang memfasilitasi, atau karena para auditor tidak
punya cukup waktu (yang ini saya ragu; banyak auditor yg sempat ngeblog soal
gossip artis, politik, rajin update status di FB, nge-tweet di Twitter, dll). Atau karena
pelit—takut ilmunya habis tercuri? Hahaha.. Mudah-mudahan tidak. Setahu saya
ilmu tak akan habis hanya karena dibagi.
Entahlah. Yang jelas, setiap orang punya preference, dan saya menghomati itu. So,
we will see what we can do 🙂 Mudah-mudahan ada diantara senior yang sempat
membaca JAK dan berkenan ikut sharing pengalaman mereka di sini (setidaknya via
ruang komentar).
Kembali ke topic utama; prosedur dasar audit (selangkah-demi-selangkah).
Sebelum itu, mengapa laporan keuangan perlu diaudit?
Mengapa Laporan Keuangan Perlu Diaudit?
Secara umum, laporan keuangan perlu diaudit supaya informasi keuangan yang
disajikan di dalam laporan keuangan bersifat adil (fair) bagi semua pihak yang
berkepentingan (manajemen, pemegang saham, pemerintah, dan kreditur).Kata
‘fair’ dalam hal ini maksudnya: akurat dan tidak bias (tidak disalah-interpretasikan),
bapak/ibu dosen di kampus mungkin menggunakan istilah “tidak menyesatkan”.
Apa ukuran “akurat” dan “tidak bias” dalam hal ini?
 Akurat – Nilai nominal (angka rupiah/dollar/dll) yang tercantum dalam catatan
transaksi sesui dengan bukti transaksi, dan perhitungan-perhitungan
matematis sudah benar.
 Tidak bias – perlakuan akuntansi (pengukuran, pengakuan, penyajian
laporan), termasuk metode/pendekatan/prinsip/asumsi/constraint, yang
digunakan dalam proses akuntansi yang diterapkan, telah sesuai dengan
PSAK.
Siapa yang memastikan laporan keuangan telah akurat dan tidak bias?Auditor
independent. Mengapa auditor independent? Karena, IDEALNYA:
 Auditor independent, melalui pelatihan khusus auditing, dianggap memiliki
kompetensi yang cukup untuk melakukan tugas tersebut.
 Auditor independent, dianggap mampu bersikap dan memberi pendapat
yang tidak memihak (bahasa kerennya “obyektif”) mengenai isi laporan
keuangan.
Sungguhkah auditor independent memiliki kompetensi yang cukup untuk
menjalankan tugasnya? Yup, secara teori dan konsep, meskipun tingkat
kemampuan masing-masing auditor tidak sama.
Sungguhkah auditor independent mampu bersikap obyektif dalam bersikap dan
memberi pendapat mengenai laporan keuangan yang diperiksa?
Apakah Opini Auditor Independent Benar-Benar Obyektif?
Khusus mengenai “obyektifitas” opini auditor independent, saya pernah di-check-
mateoleh senior admin-nya JAK. Dia mengatakan:
“Cerita darimana pendapat auditor independent obyektif? Yang
namanya pendapat (opinion)—tentang apapun dan oleh siapapun,
kan dikemukakan oleh subyek, ya sudah pasti mengandung unsur
subyektifitas, dengan kadar yang mungkin berbeda-beda.
Termasuk opini yang dikeluarkan oleh auditor, meskipun diberi
embel-embel independent”.

Saya cuma bisa nyengir. Jika dipikir-pikir, argument yang dikemukakan kawan
admin itu ada benarnya. Tapi, kantaran penasaran maka saya nekat memberi
bantahan dengan mengatakan:
“Buktinya kita (auditor independent) dipakai, artinya kan pengguna

jasa percaya bahwa kita memang obyektif”.


“Betul”, kawan admin senior menjawab lagi. “Dasar pertimbangan mengapa
shareholders dan klien lainnya menggunakan auditor bukan karena mereka percaya
auditor bisa obyektif seratus-persen, tapi karena mereka percaya auditor MASIH
lebih obyektif jika dibandingkan dengan yang pembuat assersi (pembuat assersi =
manjemen yang membuat laporan keuangan).”
Kepalang basah saya pikir. Saya belum mau menyerah, saya katakan, “Bukan
hanya shareholders, Ditjen Pajak (DJP) pun percaya dengan hasil audit kita lho”
Kawan admin itu ‘menyergap’ saya dengan pertanyaan, “Memangnya DJP tidak
akan melakukan pemeriksaan (kepatuhan) terhadap laporan keuangan yang sudah
diaudit oleh auditor independent? Setahuku tetap diperiksa—meskipun tidak
seketika saat setor SPT.”
Melihat saya masih agak lama mikir, dia melanjutkan:

“Gini aja deh. Mengapa hasil audit yang disampikan oleh auditor independent tidak
disebut SURAT KEPUTUSAN atau KETETAPAN atau setidak-tidaknya
PERNYATAAN, tetapi malah disebut OPINI?”
Saya masih belum sempat menjawab dia sudah melanjutkan lagi:
“Karena hasil audit tidak bersifat mengikat. Tidak bersifat mengikat karena auditor,
ikatan akuntan, pembuat standard dan publik di lingkungan bisnis secara
keseluruhan, menyadari akan adanya unsur relativitas dan uncertainties
(ketidakpastian) di dalamnya. Sehingga, batasan OBYEKTIF dalam konteks ini
hanya sebatas konvensi dan kesepakatan umum.”
Debat dengan senior yang satu itu memang repot. Ilmunya dia terlalu kompleks.
Dan, pemikiran-pemikirannya tidak pernah linear, selalu lateral (berdimensi). Itu
salah satu alasan yang membuat saya selalu betah ngobrol berlama-lama dengan
dia. Lumayan untuk menambah cakrawala berpikir.
Pertanyaan selanjutnya: bagaimana seorang auditor menjalankan proses
audit?
 

LANGKAH-LANGKAH DALAM PROSES AUDIT


Seperti sudah saya kemukakan di awal tulisan, seorang auditor menjalankan proses
audit melalui 7 (tujuh) tahapan atau langkah. Yaitu:
 Langkah-1: Membuat Perencana Audit (Audit Planning)
 Langkah-2: Mengumpulkan dan Mengevaluasi Informasi Sehubungan dengan
Auditee dan Lingkungannya
 Langkah-3: Memeriksa Risiko Salah-Saji Yang Bersifat Material
 Langkah-4: Merancang Respon Audit dan Prosedur Audit Lanjutan
 Langkah-5: Menjalankan Audit Lanjutan
 Langkah-6: Mengkaji Dan Memeriksa Kembali Hasil (Temuan) Audit
 Langkah-7: Mengkomunikasikan Hasil (Temuan) Audit
Selanjutnya kita bahas masing-masing langkah tersebut satu-per-satu.
Langkah-1: Membuat Perencanaan Audit (Audit Planning)
Perencanaan audit yang dikenal dengan istilah “audit planning” dimulai dengan
mempelajari permintaan (‘pesanan’) dari klien. Berdasarka permintaan ini, auditor
membuat rencana kerja audit.
Tingkat kepadatan aktivitas dan waktu yang dibutuhkan dalam fase ini, bervariasi—
tergantung apakah auditee (perusahaan yang akan diaudit) baru pertamakalinya
ditangani atau sudah kesekian kalinya; perusahaan auditee baru biasanya
membutuhkan perencanaan yang lebih banyak, sehingga membutuhkan waktu yang
lebih panjang.
Dalam penyusunan rencana audit, ada beberapa faktor yang penting untuk
dipertimbangkan oleh auditor, diantaranya:
1. Ekonomi – Secara teori, ada berbagai faktor ekonomi (lokal, nasional, dan
internasional), terutama yang dianggap mempengaruhi situasi bidang usaha
perusahaan auditee, yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan rencana audit.
Namun dalam prakteknya sangat jarang dilakukan—kecuali untuk situasi yang
sangat menghebohkan.
2. Bidang Usaha Perusahaan Auditee – Misalnya: bidang usaha perusahaan
auditee adalah kontraktor, maka situasi umum bidang usaha perkontraktoran perlu
menjadi pertimbangan dalam penyusunan rencana audit. Khusus faktor ini, auditor
biasanya menggunakan pengalamannya di perusahaan-perusahaan lain yang
sejenis.
3. Aktivitas Bisnis Perusahaan Auditee – Untuk perusahaan auditee baru, ini
membutuhkan waktu yang relative lebih lama (dengan tingkat kepadatan aktivitas
yang lebih tinggi) jika dibandingkan dengan perusahaan yang sudah pernah diaudit
sebelumnya. Pemahaman mengenai aktivitas bisnis perusahaan auditee (khususnya
auditee baru) diperoleh melalui berbagai aktivitas, antara lain:
 Melakukan komunikasi (minta keterangan) dengan auditor sebelumnya, yang
dikenal dengan istilah “predecessor auditor”; mengunjungi lokasi perusahaan
(terutama dimana fasilitas dan aktivitas utama perusahaan berada);
 Mempelajari laporan keuangan periode sebelumnya (sebelum dan setelah
diaudit) dan laporan interim periode berjalan;
 Mempelajari laporan auditor sebelumnya (jika sudah pernah diaudit);
 Mempelajari laporan keuangan fiskal (termasuk SPT) periode sebelumnya;
 Mempelajari laporan hasil audit pajak (jika sudah pernah diaudit); dan
 Mempelajari laporan pajak bulanan jika ada.
Selain ketiga faktor utama di atas, auditor juga perlu meminta
informasi(keterangan) dari manajemen perusahaan auditee guna memperoleh input
yang lebih lengkap. Untuk auditee yang yang sudah pernah ditangani sebelumnya
(sudah termasuk pelanggan), auditor biasanya hanya perlu berkomunikasi dengan
pihak manajemen, kalau-kalau ada perubahan signifikan sehubungan dengan
aktivitas bisnis auditee (misalnya: perubahan kepemilikan, manajemen, wilayah
opersi yang diperluas, pengembangan produk baru, penggunaan sumber
pembiayaan yang baru, dlsb). Pihak manajemen perusahaan biasanya diwakili oleh
“komite audit” perusahaan auditee—yang terdiri dari dewan direksi, eksekutif, dan
internal auditor.
Dengan berbagai informasi yang telah dihimpun dan dipelajari, auditor bisa
membuat perencanaan audit yang lebih konkret untuk:
 Meminta surat penugasan (engagement letter) dari klien
 Menyusun team audit (auditor dan assistant) yang akan ditugaskan
(menyangkut jumlah dan kompetensi/level auditor, biasanya managing
partner langsung menunjuk nama)
 Jadwal kerja audit (menyangkut waktu, lokasi, dan obyek yang akan diaudit
dan siapa yang akan melaksanakan). Kecuali audit investigasi, ini biasanya
disesuaikan dengan kebijakan operasional perusahaan, agar tidak
menimbulkan polemic yang tidak perlu selama proses audit nantinya.
 Budget audit (menyangkut total waktu dan perencanaan biaya yang
diperlukan untuk melaksankan keseluruhan kegiatan audit).
Secara keseluruhan, bisa dibilang: disamping penentuan jadwal kerja, esensi
audit planning adalah menentukan (dan penyusunan) strategy audit, yang akan
diterapkan agar tujuan audit tercapai.
Langkah-2: Mengumpulkan dan Mengevaluasi Informasi Sehubungan dengan
Auditee dan Lingkungannya
Mengumpulkan dan mengevaluasi informasi sehubungan dengan Auditee dan
lingkungannya adalah aktivitas penting yang harus dilakukan oleh auditor untuk:

 Mapping awal, sebelum melakukan pemeriksaan terhadap risiko salah-saji


dalam laporan keuangan perusahaan auditee.
 Merancang alur, waktu dan prosedur audit lebih lanjut
 Membuat penilaian (judgment) awal, mengenai: materialitas, kesesuaian
laporan keuangan auditee dengan prinsip-prinsip akuntansi, dan identifikasi
awal mengenai wilayah yang memerlukan perlakuan audit khusus.
Fase kedua ini, diidentikan dengan apa yang disebut “Risk Assessment”—yang
esensinya tiada lain adalah pemetaan kemungkinan adanya kesalahan dan
penyimpangan (dalam obyek audit) lebih dini—sebelum risk
assessmentsesungguhnya dilakukan (di langkah berikutnya). Prosedur risk
assessment di tahapan ini biasanya dilakukan dengan berbagai macam aktivitas,
antara lain: meminta susunan kepemilikan perusahaan, susunan manajemen dan
strukur organisasi secara keseluruhan, melakukan observasi dan inspeksi.
Melalui risk assessment procedure ini, auditor juga berusaha untuk memperoleh
berbagai informasi sehubungan dengan: alur operasi perusahaan, kepemilikan,
hubungannya dengan pemerintah, hubungan-hubungan istimewa dengan pihak
tertentu, metode pembiayaan (debt/equity) jangka pendek dan panjang, misi dan visi
perusahaan, strategi dan manajemen risiko yang diterapkan—yang menjadi dasar
pijakan pihak manajemen perusahaan auditee dalam menilai kinerja keuangan
perusahaan dan penyusunan sistim pengendalian internalnya.
Dengan melakuan itu semua, auditor bisa memperoleh gambaran awal
mengenai asersi( terdiri dari: saldo akun, kelompok transaksi dan disclosure)yang
kemungkinan besar mengandung ‘risiko-salah-saji’ (material misstatement risk)
tinggi.
ASPEK UTAMA, yang wajib masuk dalam petimbangan di tahap ini adalahaspek
SISTIM PENGENDALIAN INTERN (Internal control) yang diterapkan di dalam
perusahaan auditee.
Tentu. Tidak semua unsur dan aspek pengendalian internal control perusahaan
auditee relevan dengan tujuan audit yang dilaksanakan. Pengendalian intern yang
dianggap relevan oleh auditor adalah yang diperkirakan berpengaruh terhadap
mampu-atau-tidaknya perusahaan auditee untuk membuat laporan keuangan yang
sesuai dengan PSAK.
Seperti diuangkapkan dalam COSO Framework, pengendalian intern (internal
control) didefinisikan sebagai suatu proses (yang dipengaruhi oleh dewan direksi,
manajemen dan pegawai perusahaan) untuk memberikan jaminan akan
terwujudunya:
 Pelaporan keuangan yang handal (reliability of financial reporting);
 Keefektifan dan efisisensi operasional perusahaan (effectiveness and
efficiency of operations); dan
 Kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
(compliance with applicable laws and regulations)
Dalam konteks audit, pengendalian intern terdiri dari 5 komponen, yang saling
berubungan satu dengan lainnya, antra lain:
 Lingkungan pengendalian
 Pemeriksaan risiko
 Aktivitas pengendalian
 Informasi dan komunikasi
 Pengawasan (monitoring)
Note: lebih detailnya, silahkan baca COSO Framework, yang baru-baru ini (per
2012) mengalami perubahan yang cukup signifikan.
Karena begitu pentingnya aspek pengendalian intern, dalam proses audit, maka
auditor diwajibkan untuk memperoleh pemahaman yang cukup mengenai setiap
penerapan kompenen internal control tersebut, di dalam perusahaan auditee,
sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pemeriksaan risiko salah-saji
dan penyusunan strategi audit lanjutan.

Seperti telah disampikan di atas, untuk pemahaman yang cukup mengenai hal
ini, auditor tidak saja meminta “dokumen prosedur dan kebijakan”—yang
biasanya mencerminkan sistim pengendalian intern perusahaan auditee, tetapi juga
melakukan pengamatan (observasi) dan inspeksi di lapangan untuk melihat apakah
prosedur dan kebijakan perusahaan telah dilaksanakan dengan benar dan
konsisten. Dalam prose ini, auditor selalu melakukan koordinasi dan komunikasi
yang diperlukan dengan pigak internal auditor perusahaan.
Hal terakhir yang dilakukan oleh auditor, dalam fase ini, adalah mengasimilasikan
dan mensitesiskan pemahaman semua informasi yang mungkin mempengaruhi
proses audit secara keseluruhan—terutama sekali terkait dengan wilayah-wilayah
yang dianggap mengandung risiko salah saji yang bersifat metrial.
 
LANGKAH-3: MEMERIKSA RISIKO SALAH-SAJI YANG BERSIFAT
MATERIAL (RISKS OF MATERIAL MISSTATEMENT)
Laporan keuangan (perusahaan auditee) terdiri dari rangkaian asersi (pernyataan)
manajemen sehubungan dengan laba-rugi dan posisi keuangan perusahaan, yang
presentasikan dalam bentuk transaksi, saldo akun dan diskolsur.

Menggunakan pemahaman yang di peroleh di langkah pertama dan kedua, auditor


melakukan pemeriksaan risiko salah-saji yang bersifat material, baik dalam tingkat
asersi yang relevan maupun dalam tingkat laporan keuangan secara keseluruhan.

Risiko salah saji yang bersifat material digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
 Inherent Risk – Risiko salah-saji yang bersifat inherent alias tidak ada
hubungannya dengan pengendalian internal; dan
 Control Risk – Risiko yang ada hubungannya dengan efektifitas fungsi
internal control (dalam hal ini, sistim pengendalian internal perusahaan
auditee dianggap mengalami gagal fungsi atau minimal kurang efektif).
Untuk memastikan apakah risiko salah-saji besifat material memang ada atau
tidak,konkretnya, auditor melakukan pemeriksaan terhadap: transaksi, saldo
akun dan disklosur, yang dalam langkah-2 sebelumnya diperkirakan mengandung
risiko salah saji yang tinggi. Untuk masing-masing asersi (transaksi, saldo akun dan
disklosur), auditor mencari tahu:
 Apa yang salah (atau tidak sesuai) di sini?
 Bagaimana kesalahan (atau ketidaksesuaian) itu terjadi?
 Berapa nominal/rupiah yang terlibat dalam salahan (ketidaksesuaian) itu?
Untuk setiap kesalahan (atau ketidaksesuaian) yang ditemukan—terutama
yang bersifat material, seorang auditor biasanya berdiskusi dengan anggota team
audit lainnya untuk mengetahui apakah anggota team lainnya menemukan
kesalahan (ketidaksesuaian) yang sejenis (dengan pola/modus sejenis juga) atau
tidak.
Jika iya, maka auditor biasanya mulai mencurigai adanya unsur kesengajaan
di dalamnya, yang bisa saja mengarah ke tindakan fraud. Bila diperlukan (dan
diminta oleh klien), maka team auditor bisa meminta bantuan team auditor khusus
(yang memiliki komepetensi dan sertifikasi khusus) untuk melakukan investigasi
fraud, yang biasanya dilakukan oleh Fraud Examiner(yang bertitel Certified Fraud
Examiner = CFE).
Proses lain yang tak kalah pentingnya, dalam fase ini, adalah melakukan
identifikasi terhadap apa yang disebut dengan “Significant Risk”, yaitu: risiko yang
membutuhkan prosedur audit khusus.
Misalnya: Auditor sedang melakukan audit terhadap perusahaan kontraktor. Dalam
perusahaan kontraktor, wilayah pengakuan pendapatan-dan-biaya cenderung
mengandung risiko salah-saji yang tinggi. Dalam kondisi demikian, auditor bisa
memutuskan bahwa wilayah pengakuan pendapatan-dan-biaya membutuhkan
prosedur audit khusus.
Prosedur audit khusus yang dimaksudkan di sini yaitu,  auditor perlu:
 Melakukan evaluasi terhadap rancangan sistim pengendalian yang mestinya
bisa mencegah risiko tersebut (sering disebut “control test” saja); dan
 Melakukan prosedur substantive (sering disebut “substantive test” saja),
yang memiliki tautan jelas dengan risiko yang dimaksud.
(Catatan: kita akan bahas ini di fase berikutnya, langkah-4).

Sayang, ruang ini tidak cukup untuk menampung semua langkah yang
diperlukan dalam audit. Terpaksa harus saya penggal sampai di sini dahulu. Di
Bagian kedua (segera) akan saya bahas mengenai langkah berikutnya, yaitu:
 Langkah-4: Merancang Respon Audit dan Prosedur Audit Lanjutan
 Langkah-5: Menjalankan Posedur Audit Lanjutan
 Langkah-6: Mengkaji Dan Memeriksa Kembali Hasil (Temuan) Audit
 Langkah-7: Mengkomunikasikan Hasil (Temuan) Audit
Di bagian-2 nanti, saya akan lanjutkan sedikit mengenai significant risk,
termasuk aspek lain yang mungkin membuat timbulnya significant risk, apa
yang harus dilakukan oleh auditor dalam merespon hasil pemeriksaan risiko
salah-saji yang bersifat material, bagaimana menjalankan prosedur audit
lanjutan, mengevaluasi dan memeriksa kembali hasil audit, dan
mengkomunikasikan hasil temuan audit. Untuk sementara, bersabar dahulu.
Sampai bertemu di bagian kedua dari seri pengenalan prosedur audit ini.
PEMBAHASAN 
          Auditor mengawali perencanaa audit dengan meletakkan akhir audit di
benaknya. Sejak awal telah disebutkan bahwa tujuan menyeluruh audit laporan
keuangan adalah menyatakan pendapat tentang apakah laporan keuangan klien
menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan GAAP.
Untuk itu, auditor harus memperoleh bahan bukti audit yang cukup dan
kompeten sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat. Di
samping itu, pilihan akan bukti audit dipengaruhi oleh:
     Pemahaman auditor atas bisnis dan industri klien.
Perbandingan antara harapan auditor atas laporan keuangan dengan buku dan
    

catatan klien.
     Keputusan tentang asersi yang material bagi laporan keuangan.
     Keputusan tentang risiko bawaan dan risiko pengendalian.
Makalah ini akan diawali dengan pembahasan mengenai tujuan audit, bukti
audit, prosedur audit, dan terkahir kertas kerja.

I.                  TUJUAN AUDIT
Tujuan Audit Untuk Keberadaan dan Keterjadian
Berkaitan dengan masalah keberadaan dan keterjadian (existence and
occurrence), biasanya auditor akan memastikan hal-hal sebagai berikut:
      Validitas/pisah batas (cutoff): semua transaksi tercatat benar-benar telah terjadi

selama periode akuntansi.


      Validitas (validity): semua aktiva, kewajiban, ekuitas adalah valid dan telah

dicatat sebagaimana mestinya dalam neraca.


Pada saat auditor memeriksa siklus penjualan dan penagihan, ia harus mengikuti
tiga alur transaksi utama, yaitu: penjualan kredit, penagihan, dan penyesuaian
penjualan. Waktu dan perhatian yang diberikan kepada tujuan audit ini
tergantung pada kepentingan dan materialitas transaksi pada proses bisnis inti
entitas.
Tujuan Audit Untuk Kelengkapan
Berkaitan dengan masalah kelengkapan (completeness), auditor biasanya akan
memastikan hal-hal sebagai berikut:
      Kelengkapan/pisah batas (cutoff): semua transaksi yang terjadi dalam periode

itu telah dicatat.


Kelengkapan (completeness): semua saldo yang tercantum dalam neraca
      

meliputi semua aktiva, kewajiban, dan ekuitas sebagaimana mestinya.


Dalam konteks siklus penjualan dan penagihan, biasanya auditor akan
menekankan perhatian tentang transaksi penjualan, penerimaan kas, dan
penyesuaian penjualan serta akumulasinya pada saldo piutang usaha. Masalah
pisah batas (cutoff) seringkali di-review oleh para auditor karena transaksi-
transaksi yang tidak tercatat merupakan kesalahan pencatatan pada periode yang
salah. Pentingnya tiga alur transaksi ini tergantung pada sifat bisnis entitas dan
proses bisnis inti.
Tujuan Audit Untuk Hak dan Kewajiban
Tentang masalah hak dan kewajiban (right and obligations), biasanya auditor
menguji kepemilikan (ownership), kesesuaian atas hak entitas terhadap aktiva,
serta hak kepemilikan yang jelas terhadap aktiva. Apabila ingin
mempertimbangkan kelangsungan usaha dan arus kas, auditor akan mengukur
resiko kemungkinan klien telah menggadaikan atau menjual piutang dan
selanjutnya merencanakan untuk melakukan pengujian atas hak kepemilikan
yang sesuai.
Tujuan Audit Untuk Penilaian atau Alokasi
Berkaitan dengan masalah penilaian dan alokasi (valuation allocation),
biasanya auditor akan memastikan hal-hal sebagai berikut:
      Penerapan GAAP (application of GAAP) bahwa saldo telah dinilai sebagaimana

mestinya untuk mencerminkan penerapan GAAP dalam hal penilaian kotor dan
alokasi jumlah tertentu antarperiode (seperti penyusutan dan amortisasi).
      Pembukuan dan pengikhtisaran (posting and summarization). Transaksi telah

dibukukan dan diikhtisarkan sebagaimana mestinya dalam jurnal dan buku


besar.
      Nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value). Saldo-saldo telah

dinilai sebagaimana mestinya pada nilai bersih yang dapat direalisasikan.


Terdapat beberapa tujuan audit pokok atas asersi penilaian atau alokasi dimana
masing-masing mencerminkan jenis salah saji yang berbeda dan akan
memerlukan bukti audit  yang berbeda pula. Auditor akan menggunakan
pengetahuannya tentang GAAP, pengetahuan tentang volume kegiatan bisnis,
dan pemeriksaan bukti yang mendukung transaksi penjualan untuk menilai
kelayakan penjualan menurut nilai kotornya.
Tujuan Audit Untuk Penyajian dan Pengungkapan
Berkaitan dengan masalah penyajian dan pengungkapan (presentation and
disclosure), biasanya auditor akan memastikan hal-hal sebagai berikut:
      Pengklasifikasian (classification). Transaksi dan saldo telah diklasifikasikan
sebagaimana mestinya dalam laporan keuangan.
      Pengungkapan (disclosure). Semua pengungkapan yang dipersyaratkan oleh

GAAP telah tercantum dalam laporan keuangan.


Tujuan audit spesifik dibuat sedemikian rupa agar sesuai untuk setiap klien. AU
326.09, Evidential Matter (SAS Nos. 31, 48, dan 80), menyebutkan bahwa
auditor harus mempertimbangkan (1) keadaan dimana klien beroperasi, (2) sifat
kegiatan ekonominya, dan (3) praktik akuntansi yang unik untuk industri
tersebut. Sebagai contoh, tujuan spesifik tambahan akan diperlukan apabila
sebagian dari transaksi dan piutang entitas dinyatakan dalam valuta asing.
Demikian juga, jumlah tujuan spesifik untuk setiap kategori asersi akan
beragam.
II.               BUKTI AUDIT
BUKTI AUDIT, INFORMASI PENGUAT, DAN PROSEDUR AUDIT
Setelah auditor mengembangkan tujuan audit spesifik untuk saldo akun
atau golongan transaksi yang material, selanjutnya ia akan mengembangkan
prosedur audit yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengumpulkan
bahan bukti kompeten yang cukup. Pertimbangan auditor tentang kecukupan
bukti audit dipengaruhi oleh meterialitas dan risiko, faktor-faktor ekonomi, serta
ukuran dan karakteristik populasi. Sedangkan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kompetensi bukti audit adalah
relevansi, sumber, ketepatan waktu, dan objektivitas.
DATA AKUNTANSI DAN BUKTI PENGUAT
Ketika auditor mengembangkan perencanaan audit serta merancang
prosedur audit untuk mencapai tujuan audit spesifik, ia harus
mempertimbangkan sifat bukti yang akan diperoleh. Bukti audit yang
mendukung laporan keuangan terdiri dari (1) data akuntansi yang mendasari,
dan (2) informasi penguat yang tersedia bagi auditor.
          Komponen dasar dari data akuntansi yang mendasari (underlying
accounting data) yaitu jurnal, buku besar, kertas kerja, rekonsiliasi dan
sebagainya. Buku-buku ayat jurnal awal, buku besar dan buku pembantu,
catatan dan kertas kerja, serta spreadsheets yang mendukung alokasi biaya,
perhitungan, dan rekonsiliasi, semuanya tergolong sebagai bukti yang
mendukung laporan keuangan. Dewasa ini, data-data tersebut seringkali ada
dalam bentuk data elektronik.
          Data akuntansi yang mendasari saja dianggap tidak cukup mendukung
laporan keuangan. Auditor harus merancang suatu prosedur audit untuk
memperoleh bukti penguat (corroborating evidence) guna mendukung data
akuntansi yang mendasari tersebut.
          Bukti dokumenter (documentary evidence) telah digunakan secara luas
dalam auditing dan dapat dikaitkan dengan setiap tujuan audit spesifik,
tergantung pada situasi yang ada. Dokumen yang dimaksud dapat berasal dari
luar entitas, dari dalam entitas dengan pengesahan atau tanda tangan dari pihak
luar, atau berasal dari dalam dan tidak beredar di luar organisasi.
Kategori dan Jenis Bahan Bukti
Sifat Bahan Bukti Standar Ketiga Pekerjaan
Lapangan

DATA AKUNTANSI YANG MENDASARI

·        Buku-buku ayat jurnal awal

·        Buku besar dan bukti pembayaran

·        Pedoman akuntansi terkait

·        Catatan informal dan memorandum, seperti


kertas kerja, perhitungan, dan rekonsiliasi
BAHAN BUKTI KOMPETEN
INFORMASI PENGUAT YANG MENCUKUPI

·        Dokumen-dokumen seperti cek, faktur,


kontrak, dan notulen

·        Konfirmasi dan pernyataan tulisan lain

·        Informasi yang diperoleh dari permintaan


keterangan, pengamatan, inspeksi, dan
pemeriksaan fisik.

·        Informasi lain yang diperoleh atau


dikembangkan oleh auditor

Sifat dan Keandalan Bukti Penguat


Jenis Bukti Sifat dan Keandalan Bukti Contoh
Penguat Penguat

Sifat: Perbandingan dengan Perbandingan saldo atau


harapan yang dikembangkan rasio-rasio kunci klien
berdasarkan pengalaman, dengan
anggaran, data industri,
pengetahuan tentang bisnis ·        Hasil-hasil tahun yang lalu
Bukti Analitis dan industri sebelumnya.
·        Anggaran
Keandalan: Tergantung pada
relevansi data yang digunakan ·        Stastistik industri
dalam mengembangkan nilai
·        Harapan lain yang
yang diharapkan auditor.
dikembangkan auditor

Sifat: Klien ·        Risalah rapat dewan direksi


seringkali
memiliki ragam dokumen
yang luas dan dapat diperiksa·        Laporan bank
selama audit berlangsung.
·        Kontrak
Kendalan: Dokumen-dokumen
·        Konosemen dengan tanda
yang berasal dari luar entitas
pada umumnya lebih dapat tangan pengangkut
diandalkan dibandingkan
Bukti ·        Faktur-faktur pemasok
dengan dokumen-dokumen
Dokumenter
yang berasal dari dalam ·        Cek-cek yang dibatalkan
entitas. Demikian juga dengan
karakteristik dokumen, seperti
·        Faktur penjualan klien
pengesahan, tanda tangan
pihak ketiga atas dokumen ·        Laporan yang dihasilkan
intern, atau validasi cek oleh komputer
bank akan meningkatkan
keandalan suatu dokumen
intern.

Bukti Elektronik Sifat: Informasi yang Bukti elektronik yang


dihasilkan atau dikelola secara diciptakan atau diperoleh
melalui media elektronik,
elektronik. misalnya scanners, sensors,
magnetic media, atau pesan-
Keandalan: Tergantung pada pesan komputer.
keandalan pengendalian atas
penciptaan, pemilihan, dan
kelengkapan data serta
kompetensi alat audit yang
digunakan untuk menilai bukti
elektronik.

Sifat: Suatu jenis khusus bukti Konfirmasi atas:


dokumenter yang berbentuk
tanggapan tertulis langsung ·        Kas keluar dan masuk bank
sesuai yang diketahui oleh
pihak ketiga atas permintaan ·        Piutang usaha dari
spesifik tentang informasi pelanggan
yang sebenarnya.
·        Persediaan dalam gudang
Keandalan: Sangat dapat umum dari gudang kustodian
Konfirmasi diandalkan, namun dianggap
·        Hutang obligasi dari
juga sebagai prosedur yang
perwalian
mahal.
·        Persyaratan sewa guna
usaha dari pihak yang
menyewakan (lessor)

·        Bagian saham biasa yang


dimiliki dari pencatat saham

Bukti Matematis Sifat: Perhitungan ulang yang Menghitung ulang item-item


dilakukan oleh auditor atas seperti:
angka dan nilai yang
digunakan klien untuk·        Total jurnal
menyusun laporan keuangan.
·        Buku besar
Keandalan: Pada umumnya
dianggap dapat diandalkan ·        Skedul pendukung
karena telah diverifikasi
·        Pembayaran minimum sewa
secara independen oleh
auditor. Secara relatif guna usaha (lease)
dianggap rendah biaya.
·        Kewajiban dana pensiun

·        Perhitungan EPS

Sifat: Bukti yang diperoleh Pemeriksaan atas:


melalui pemeriksaan fisik atau
inspeksi atas aktiva berwujud.·        Penerimaan kas yang belum
disetorkan
Keandalan: Biasanya sangat
dapat diandalkan. Namun, ·        Persediaan
Bukti Fisik dapat saja auditor yang
melakukannya tidak cukup ·        Aktiva tetap
mampu menetapkan mutu,
kondisi, atau nilai berdasarkan
bukti fisik, sehingga
diperlukan bantuan seorang
spesialis.

Sifat: Pernyataan yang·        Representasi tertulis dari


ditandatangani oleh pakar yang berasal dari pihak
perorangan yang bertanggung luar
jawab dan dikenal sebagai
pihak yang berkaitan dengan·        Surat representasi klien
asersi manajemen.
Representasi
Tertulis
Keandalan: Tergantung pada
kualifikasi, reputasi, dan
independensi dari yang
membuat pernyataan serta
kemampuannya untuk
memperkuat bukti lain.

Bukti Lisan Sifat: Auditor ·        Tanggapan


seringkali lisan atas
menerima bukti lisan sebagai permintaan keterangan
tanggapan atas sejumlah auditor
permintaan keterangan yang
diajukan langsung kepada para
pejabat dan pekerja. ·        Penjelasan atas perlakuan
akuntansi atau penilaian
Keandalan: Kurang dapat klien atas estimasi akuntansi.
diandalkan dan biasanya
masih memerlukan bukti
penguat tambahan. Nilai
utamanya dalah dapat
mengarahkan auditor kepada
sumber bukti lainnya.

Pengaruh Sirkulasi terhadap Keandalan Bukti Dokumenter

      PALING DIANDALKAN
                                                  
    Contoh-contoh
 Pisah batas rekening bank
 Konfirmasi
 Faktur-faktur dari pemasok
 Laporan bank reguler
 Cek-cek yang dibayarkan
 Slip setoran bank
 Tembusan faktur penjualan
 Permintaan pembelian

       KURANG DAPAT DIANDALKAN


III.    PROSEDUR AUDIT
Prosedur audit adalah metode atau teknik yang digunakan oleh para
auditor untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang mencukupi
dan kompeten. Pilihan auditor tentang prosedur audit dipengaruhi oleh faktor
dari mana data diperoleh, dikirimkan, diproses, dipelihara, atau disimpan secara
elektronik. Pengolahan komputer juga mempengaruhi pemilihan prosedur audit.
Pembahasan berikut ini akan berfokus pada review beberapa jenis prosedur
yang digunakan oleh para auditor. Prosedur ini dapat digunakan untuk
mendukung pendekatan audit top-down ataupun pendekatan audit bottom-up.
Auditor akan mempertimbangkan bagaimana setiap prosedur ini akan
digunakan ketika merencanakan audit dan mengembangkan program audit.
Berikut ini adalah sepuluh jenis prosedur audit yang akan dibahas
kemudian:
    Prosedur analitis (analytical procedures)

    Inspeksi (inspecting)

    Konfirmasi (confirming)

    Permintaan keterangan (inquiring)

    Perhitungan (counting)

    Penelusuran (tracing)

    Pemeriksaan bukti pendukung (vouching)

    Pengamatan (observing)

    Pelaksanaan ulang (reperforming)

    Teknik audit berbantuan computer (computer-assisted audit techniques)

Pemilihan prosedur yang akan digunakan untuk menyelesaikan suatu tujuan


audit tertentu terjadi dalam tahap perencanaan audit. Efektivitas prosedur dalam
memenuhi tujuan audit spesifik dan biaya pelaksanaan prosedur tersebut harus
dipertimbangkan dalam pemilihan prosedur yang akan digunakan.

Prosedur Analitis
Prosedur analitis terdiri dari penelitian dan perbandingan hubungan di antara
data. Prosedur ini meliputi:
 ü perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana;
 ü analisis vertikal atau laporan persentase;
 ü perbandingan jumlah yang sebenarnya dengan data historis atau anggaran; serta
 ü penggunaan model matematis dan statistik, seperti analisis regresi.
Analisis regresi dapat melibatkan penggunaan data nonkeuangan (seperti data
jumlah karyawan) maupun data keuangan.
Prosedur analitis seringkali meliputi juga pengukuran kegiatan bisnis yang
mendasari operasi serta membandingkan ukuran-ukuran kunci ekonomi yang
menggerakkan bisnis dengan hasil keuangan terkait. Prosedur analitis umumnya
digunakan dalam pendekatan top-down untuk mengembangkan harapan atas
akun laporan keuangan dan untuk menilai kelayakan laporan keuangan dalam
konteks tersebut.

Inspeksi
Inspeksi meliputi pemeriksaan rinci terhadap dokumen dan catatan, serta
pemeriksaan sumber daya berwujud. Prosedur ini digunakan secara luas dalam
auditing. Inspeksi seringkali digunakan dalam mengumpulkan dan
mengevaluasi bukti bootom-up maupun top-down. Dengan melakukan inspeksi
atas dokumen, auditor dapat menentukan ketepatan persyaratan dalam faktur
atau kontrak yang memerlukan pengujian bottom-up atas akuntansi transaksi
tersebut. Pada saat yang sama, auditor seringkali mempertimbangkan implikasi
bukti dalam konteks pemahaman faktor-faktor ekonomi dan persaingan entitas.
Sebagai contoh, pada saat auditor memeriksa kontrak sewa guna usaha, ia
melakukan verifikasi kesesuaian akuntansi yang digunakan untuk sewa guna
usaha, mengevaluasi bagaimana sewa guna usaha ini berpengaruh pada kegiatan
pembiayaan dan investasi entitas, dan akhirnya mempertimbangkan bagaimana
sewa guna usaha ini dapat mempengaruhi kemampuan entitas untuk menambah
penghasilan dan bagaimana pengaruh transaksi ini atas struktur biaya tetap
entitas.
Istilah-istilah seperti me-review (reviewing), membaca (reading), dan
memeriksa (examining) adalah sinonim dengan menginspeksi dokumen dan
catatan. Menginspeksi dokumen dapat membuka jalan untuk mengevaluasi
bukti documenter. Dengan demikian melalui inspeksi, auditor dapat menilai
keaslian dokumen, atau mungkin dapat mendeteksi keberadaan perubahaan atau
item-item yang dipertanyakan. Bentuk lain dari inspeksi adalah scanning atau
memeriksa secara tepat dan tidak terlampau teliti dokumen dan catatan.
Memeriksa sumber daya berwujud memungkinkan auditor dapat
mengetahui secara langsung keberadaan dan kondisi fisik sumber daya tersebut.
Dengan demikian, inspeksi juga memberikan cara untuk mengevaluasi bukti
fisik.

Konfirmasi
Meminta konfirmasi adalah bentuk permintaan keterangan yang memungkinkan
auditor memperoleh informasi secara langsung dari sumber independen di luar
organisasi klien. Dalam kasus yang lazim, klien membuat permintaan kepada
pihak luar secara tertulis,  namun auditor yang mengendalikan pengiriman
permintaan keterangan tersebut. Permintaan tersebut juga harus meliputi
instruksi berupa permintaan kepada penerima untuk mengirimkan tanggapannya
secara langsung kepada auditor. Konfirmasi menyediakan bukti bottom-
up penting dan digunakan dalam auditing karena bukti tersebut biasanya
objektif dan berasal dari sumber yang independen.

Permintaan Keterangan
Permintaan keterangan meliputi permintaan keterangan secara lisan atau tertulis
oleh auditor. Permintaan keterangan tersebut biasanya ditujukan kepada
manajemen atau karyawan, umumnya berupa pertanyaan-pertanyaan yang
timbul setelah dilaksanakannya prosedur analitis atau permintaan keterangan
yang berkaitan dengan keusangan persediaan atau piutang yang dapat ditagih.
Auditor juga dapat langsung meminta keterangan pada pihak eksteren, seperti
permintaan keterangan langsung kepada penasehat hokum klien tentang
kemungkinan hasil litigasi. Hasil permintaan keterangan dapat berupa bukti
lisan atau bukti dalam bentuk representasi tertulis.

Perhitungan
Dua aplikasi yang paling umum dari perhitungan adalah (1) perhitungan fisik
sumber daya berwujud seperti jumlah kas dan persediaan yang ada, dan (2)
akuntansi seluruh dokumen dengan nomor urut yang telah dicetak. Yang
pertama menyediakan cara untuk mengevaluasi bukti fisik tentang jumlah yang
ada, sedangkan yang kedua dapat dipandang sebagai penyediaan cara untuk
mengevaluasi pengendalian internal perusahaan melalui bukti yang objektif
tentang kelengkapan catatan akuntansi. Teknik perhitungan ini menyediakan
bukti audit bottom-up, namun auditor seringkali terdorong untuk memperoleh
bukti top-down terlebih dahulu guna mendapatkan konteks ekonomi dari
prosedur perhitungan.

Penelusuran
Dalam penelurusan (tracing) yang seringkali juga disebut sebagai penelusuran
ulang, auditor (1) memilih dokumen yang dibuat pada saat transaksi
dilaksanakan, dan (2) menentukan bahwa informasi yang diberikan oleh
dokumen tersebut telah dicatat dengan benar dalam catatan akuntansi (jurnal
dan buku besar). Arah pengujian prosedur ini berawal dari dokumen menuju ke
catatan akuntansi, sehingga menelusuri kembali asal-usul aliran data melalui
sistem akuntansi. Karena proesdur ini memberikan keyakinan bahwa data yang
berasal dari dokumen sumber pada akhirnya dicantumkan dalam akun, maka
secara khusus data ini sangat berguna untuk mendeteksi terjadinya salah saji
berupa penyajian yang lebih rendah dari yang seharusnya (understatement)
dalam catatan akuntansi.

Pemeriksaan Bukti Pendukung


Pemeriksaan bukti (vouching) pendukung meliputi (1) pemilihan ayat jurnal
dalam catatan akuntansi, dan (2) mendapatkan serta memeriksa dokumentasi
yang digunakan sebagai dasar ayat jurnal tersebut untuk menentukan validitas
dan ketelitian pencatatan akuntansi. Dalam melakukan vouching, arah pengujian
berlawanan dengan yang digunakan dalam tracing.
Prosedur vouching digunakan secara luas untuk mendeteksi adanya salah saji
berupa penyajian yang lebih tinggi dari yang seharusnya (overstatement) dalam
catatan akuntansi.

Pengamatan
Pengamatan (observing) berkaitan dengan memperhatikan dan menyaksikan
pelaksanaan beberapa kegiatan atau proses. Kegiatan dapat berupa pemrosesan
rutin jenis transaksi tertentu seperti penerimaan kas, untuk melihat apakah para
pekerja sedang melaksanakan tugas yang diberikan sesuai dengan kebijakan dan
prosedur perusahaan. Pengamatan terutama penting untunk memperoleh
pemahaman atas pengendalian internal. Auditor juga dapat mengamati
kecermatan seorang karyawan klien dalam melaksanakan pemeriksaan tahunan
atas fisik persediaan. Pengamatan yanf terakhir ini memberikan peluang untuk
membedakan antara mengamati dan menginspeksi.

Pelaksanaan Ulang
Salah satu prosedur audit yang penting adalah pelaksanaan ulang
(reperforming) perhitungan dan rekonsiliasi yang dibuat oleh klien. Misalnya
menghitung ulang total jurnal, beban penyusutan, bunga akrual dan diskon atau
premi obligasi, perhitungan kuantitas dikalikan harga per unit pada lembar
ikhtisar persediaan, serta total pada skedul pendukung dan rekonsiliasi. Auditor
juga dapat melaksanakan ulang beberapa aspek pemrosesan transaksi tertentu
untuk menentukan bahwa pemrosesan awal telah sesuai dengan pengandalian
intern yang telah dirumuskan. Sebagai contoh, auditor dapat melaksanakan
ulang pemeriksaan atas kredit pelanggan pada transaksi penjualan untuk
menentukan bahwa pelanggan memang memiliki kredit yang sesuai pada saat
transaksi tersebut diproses. Pemeriksaan ulang biasanya memberikan
bukti bottom-up, dan dengan bukti bottom-up lainnya, auditor dapat terlebih
dahulu memahami konteks ekonomi untuk pengujian audit tersebut.

Teknik Audit Berbantuan Komputer


Apabila catatan akuntansi klien dilaksanakan melalui media elektronik, maka
auditor dapat menggunakan teknik audit berbantuan computer (computer-
asssited audit techniques/CAAT) untuk membantu melaksanakan beberapa
prosedur yang telah diuraikan sebelumnya. Sebagai contoh, auditor dapat
menggunakan perangkat lunak komputer untuk melakukan hal-hal sebagai
berikut:
    Melaksanakan perhitungan dan perbandingan yang digunakan dalam prosedur

analitis.
    Memilih sampel piutang usaha untuk konfirmasi.

    Mencari sebuah file dalam komputer untuk menentukan bahwa semua dokumen

yang berurutan telah dipertanggungjawabkan.


    Membandingkan elemen data dalam file-file yang berbeda untuk disesuaikan

(seperti harga yang tercantum dalam faktur dengan master file yang memuat
harga-harga yang telah disahkan)
    Memasukkan data uji dalam program klien untuk menentukan apakah aspek

komputer dari pengendalian intern telah berfungsi.


    Melaksanakan ulang berbagai perhitungan seperti penjumlahan buku besar

pembantu piutang usaha atau file persediaan.

IV. KERTAS KERJA AUDIT


Dokumentasi bukti audit disediakan dalam kertas kerja.  SAS 41, Working
papers (AU 339.03), menguraikan kertas kerja (Working papers) sebagai
catatan yang disimpan oleh auditor tentang prosedur audit yang diterapkan
pengujian yang dilaksanakan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan tentang
masalah yang dicapai dalam audit. Kertas kerja memberikan :
·     Dukungan utama bagi audit
·     Cara untuk melakukan koordinasi dan supervisi audit
·     Bukti bahwa audit dilaksanakan sesuai dengan GAAS

A.        Jenis Kertas Kerja


Jenis- jenis kertas kerja yang dalam audit, antara lain :
1.     Kertas Kerja Neraca Saldo
Dalam kertas kerja neraca saldo tersedia kolom- kolom untuk saldo buku besar
tagun berjalan (sebelum penyesuaian dan reklasifikasi audit), penyesuaian,
saldo setelah penyesuaian, reklasifikasi, dan saldo akhir (telah diaudit). Kertas
kerja neraca saldo merupakan kertas kerja yang paling penting di dalam audit
karena:
·        Menjadi mata rantai penghubung antara akun buku besar klien dan item – item
yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
·        Memberikan dasar untuk pengendalian seluruh kertas kerja individual.
·        Mengidentifikasi kertas kerja spesifik yang memuat bukti audit bagi setiap item
laporan keuangan.

2.     Skedul dan Analisis


Istilah skedul kertas kerja (working paper schedule) dan analisis kertas kerja
(working paper analysis) digunakan secara bergantian untuk menggambarkan
setiap kertas kerja yang memuat bukti- bukti yang mendukung item –item
dalam kertas kerja neraca saldo. Apabila beberapa buku akun besar
digabungkan untuk tujuan pelaporan, maka harus disusun skedul kelompok
(group schedule) atau sering juga disebut sebagai skedul utama (lead
schedule). Selain menunjukkan akun masing – masing buku besar yang ada
dalam kelompok tersebut, skedul utama juga mengidentifikasi skedul atau
analisis dalam kertas kerja individu yang memuat bukti audit yang diperoleh
untuk masing – masing akun dalam kelompok tersebut.

3.     Memoranda Audit dan Informasi Penguat


Memoranda Audit (audit memoranda) merujuk pada data tertulis yang disusun
oleh auditor dalam bntuk naratif. Memoranda meliputi komentar – komentar
atas pelaksanaan prosedur – prosedur audit yang meliputi :
1)      Linkup pekerjaan
2)      Temu – temuan
3)      Kesimpulan audit.
Auditor juga dapat menyusun memoranda audit untuk mendokumentasikan
informasi penguat sebagai berikut :
·          Salinan risalah rapat dewan direksi
·          Representasi tertulis dari manajemen dan para pakar yang berasal dari luar
organisasi
·          Salinan kontrak – kontrak penting.

4.     Ayat Jurnal Penyesuaian dan Ayat Jurnal Reklasifikasi


Ayat jurnal penyesuaian (adjusting entries) merupakan koreksi atas kesalahan
klien sebagai akibat pengabaian atau salah penerapan GAAP. Oleh karena itu,
pada akhirnya ayat jurnal penyesuaian secara sendiri- sendiri atau bersama –
sama akan dianggap material dengan harapan, akan dicatat oleh klien sehingga
saldo buku besar dapat sisesuaikan. Sebaliknya, ayat jurnal
reklasifikasi berkaitan dengan penyajian laporan keuangan yang benar dengan
saldo akun yang sesuai.
Setiap ayat jurnal yang dianggap material oleh auditor dan diusulkan dalam
kertas kerja harus ditunjukkan dalam :
v  Skedul atau analisis dari setiap akun yang mempengaruhi,
v  Setiap skedul utama yang dipengaruhi,
v  Ikhtisar terpisah dari ayat jurnal penyesuaian dan ayat jurnal reklasifikasi yang
diusulkan, dan
v  Kertas kerja neraca saldo.

B.        Menyusun Kertas Kerja


Teknik – teknik dasar yang harus diperhatikan dalam menyusun kertas kerja
yang baik, antara lain :
·        Judul (heading). Setiap kertas ikerja harus memuat nama klie, judul deskriptif
yang dapat mengidentifikasi isi dari kertas kerja tersebut.
·        Nomor Indeks (index number). Setiap kertas kerja harus diberi nomor indeks
atau nomor referensi untuk tujuan identifikasi atau pengarsipan.
·        Referensi Silang (cross-referencing). Data dalam kertas kerja yang diambil
dari kertas kerja lainnya atau yang digunakan dalam kertas kerja lain harus
diberi referensi silang. Pada umumnya, program microcomputer yang
digunakan untuk menyusun kertas kerja memiliki kemampuan untuk
memberikan referensi silang dan menghubungkan kertas kerja secara elektronik.
·         Tanda koreksi (tick maks). Tanda koreksi berupa simbol – simbol seperti
tanda pengecekan (P) yang digunakan dalam kertas kerja, menunjukkan bahwa
auditor telah melaksnakan sejumlah prosedur pada item-item dimana tanda
pengecekan tersebut diberikan. Keterangan tentang kertas kerja tersebut harus
dapat menjelaskan tentang sifat dan luasnya pekerjaan yang disajikan oleh
setiap tanda koreksi atau dapat memberikan informasi tambahan bagi item- item
yang deberi tanda koreksi tersebut.
·        Tanda tangan dan tanggal (signatures and dates). Setelah menyelesaikan
masing-masing tugasnya, penyusun maupun pe-review kertas kerja tersebut
harus membubuhkan paraf dan tanggal pada kertas kerja tersebut. Hal ini
diperlukan untuk menetapkan tanggung jawab atas pekerjaan dan review yang
dilaksanakan.

C.        Me-review Kertas Kerja


Terdapat beberapa tingkatan dalam melakukan review kertas kerja dalam syatu
kantor CPA. Review tingkat pertama dilakukan oleh supervisor dari penyusun
seperti atasan dan manajernya. Review dilakukan apabila pekerjaan pada
segmen tertentu dalam suatu audit telah diselesaikan. Pihak yang
melakukan review terutama menekankan perhatian pada lingkup pekerjaan yang
dilakukan, bukti dan temuan yang diperoleh, serta kesimpulan yang telah
dicapai oleh penyusun. Review lainnya dilakukan atas kertas kerja apabila
pekerjaan lapangan telah diselesaikan.

D.        Pengarsipan Kertas Kerja


Kertas kerja diarsipkan menurut  dua kategori antara lain :
1)      File Permanen (permanent file) memuat data yang diharapkan tetap bermanfaat
bagi auditordalam banyak perikatan dengan klien di masa mendatang.
2)      File tahun berjalan (current file) memuat informasi penguat yang berkenaan
dengan pelaksanaan program audit tahun berjalan saja.
Pada umumnya item – item yang ditemui dalam berkas permanen , antara lain :
·          Salinan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga klien.
·          Bagan akun dan manual atu pedoman prosedur.
·          Struktur organisasi.
·          Tata letak pabrik, proses produksi, dan produk – produk utama.
·          Ketentuan – ketentuan dalam modal saham dan penerbitan obligasi.
·          Salinana kontrak jangka panjang, seperti sewa guna usaha, rencana pensiun,
perjanjian pembagian laba dan bonus.
·          Skedul amortisasi kewajibanjangka panjang serta penyusutan aktiva pabrik.
·          Ikhtisar prinsip –prinsip akuntansi yang digunakan oleh klien.

E.        Kepemilikan dan Penyimpanan Kertas Kerja


Kertas kerja menjadi milik kantor akuntan, bukan milik klien atau pribadi
auditor. Namun hak kepemilikan oleh kantor akuntan tersebut masih tunduk
pada pembatasan – pembatasan yang diatur dalam kode etik profesi auditor itu
sendiri. Peraturan 301, Code of Profesional Conduct dari AICPA menentukan
bahwa seorang CPA dilarang untuk mengungkapkan setiap informasi rahasia
yang diperoleh selama pelaksanaan penugasan profesional tanpa seizin klien,
kecuali untuk kondisi tertentu sebagaimana ditetapkan dalam peraturan.
Penyimpangan kertas kerja terletak pada tangan auditor, di mana ia
bertanggung jawab untuk menyimpannya dengan aman. Kertas kerja yang
tergolong sebagai file permanen akan disimpan untuk waktu yang tak terbatas.
Sedangkan kertas kerja yang tergolong sebagai file tahun berjalan akan
disimpan selama file tersebut diperlukan oleh auditor untuk melayani klien atau
diperlukan untuk memenuhi persyaratan hukum sebagai referensi catatan.
Ketentuan mengenai batasan waktu penyipanan jarang yang melampaui waktu
enam tahun. 
DAFTAR PUSTAKA

Boyton, William C. dkk. 2003. Modern Auditing. Erlangga: Jakarta

Prosedur Umum Audit Yang Biasa Dilakukan


Auditor

Audit merupakan kegiatan pemeriksaan yang dilakukan


untuk mengevaluasi sistem, proses, produk atau
organisasi agar pekerjaan yang dijalankan sudah
memenuhi prosedur yang diinstruksikan. Terdapat istilah
audit dalam akuntansi. Fungsi audit dalam akuntansi
adalah meminimalkan kesalahan dan mengevaluasi
kinerja entitas. Audit juga dibutuhkan untuk meningkatkan
kinerja entitas jadi lebih baik dan memperbaiki kesalahan
yang semula menghambat kinerja entitas tersebut. Dalam
dunia audit, terdapat beberapa jenis audit diantaranya
sebagai berikut :
a. Audit Kinerja ialah audit yang dilakukan untuk
mengevaluasi kinerja entitas. Selain itu audit kinerja
digunakan untuk mengukur sampai mana perusahaan
telah mencapai tujuan yang mereka inginkan dalam
periode tertentu. Audit kinerja digunakan untuk menilai
apakah tujuan pemeriksaan tercapai atau tidak.
b. Audit Finansial berfungsi untuk memberikan pendapat
kepada pihak kepentingan akan laporan keuangan.
Adanya audit finansial mampu mengurangi kesalahan
yang terjadi pada laporan keuangan. Dengan begitu
data yang disajikan dalam laporan keuangan ini bersifat
transparan, tidak memihak dan bisa
dipertanggungjawabkan.
c. Audit Kepatuhan  merupakan audit yang dilakukan
untuk mengevaluasi apakah kegiatan operasional sudah
sesuai dengan prosedur SOP yang berlaku saat ini atau
tidak.
Prosedur Audit
Terdapat beberapa prosedur yang perlu anda lakukan di
dalam audit. Prosedur ini selain membantu proses audit
juga dibutuhkan untuk mendeteksi kecurangan dan
kesalahan yang mungkin terjadi saat pemeriksaan
dilakukan. Prosedur audit secara umum bisa anda simak
dibawah ini :
1. Tahap Pertama: Perikatan Audit
Yakni kesepakatan antara pihak auditor dengan
perusahaan.  Surat perikatan menjadi bentuk perikatan
antara keduanya dimana  klien menyerahkan audit
laporan keuangan kepada auditor. Dari sudut pandang
sendiri adanya perikatan ini  yang disepakati keduanya
mengisyaratkan bahwa auditor menyanggupi untuk
melakukan audit laporan keuangan sesuai dengan
kompetensinya.
2. Tahap Kedua: Perencanaan
Dalam tahap ini, auditor merencanakan bagaimana proses
audit akan dilakukan. Auditor perlu memahami bagaimana
kegiatan perusahaan tersebut untuk memahami bisnis
dari perusahaan anda. Dalam tahap perencanaan sendiri
juga terdapat beberapa tahapan seperti
mempertimbangkan risiko bawaan. Dalam tahap ini
auditor mempertimbangkan risiko salah saji yang melekat
pada saldo akun. Selanjutnya ada tahap pengembangan
strategi audit awal terhadap asersi kemudian
mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi saldo
awal. Auditor juga perlu mempertimbangkan tingkat
materialitas dan melaksanakan prosedur dan analitis.
3. Tahap Ketiga: Pengujian
Pada tahap pengujian audit, auditor melakukan pengujian
analitik, pengendalian dan pengujian substantif. Pengujian
substantif adalah prosedur untuk menemukan kesalahan
yang mampu memberikan dampak langsung pada laporan
keuangan. Pengujian analitik sendiri merupakan kegiatan
untuk mempelajari data-data serta membandingkan data
dengan informasi lainnya. Pengujian pengendali ialah
tindakan verifikasi  efektivitas pengendalian internal klien.
Dalam tahap ini, auditor melakukan tahap pemetaan
tentang masalah yang muncul dari proses observasi
tersebut.
4. Tahap Keempat: Pelaporan
Pada tahap ini, auditor telah mendapatkan hasil  dan
tanggung jawab sebagai auditor telah dilakukan. Pada
tahap ini  mungkin saja auditor menemukan kesalahan
dari laporan keuangan yang diaudit atau malah
sebaliknya. Pada umumnya, semakin besar suatu
perusahaan, maka resiko penyimpangan keuangan juga
akan semakin besar. Auditor biasanya akan melakukan
klarifikasi ulang dan mencocokkan hasil auditor dengan
auditor lainnya untuk memastikan kesalahan keuangan
tersebut apakah benar terjadi atau tidak. Setelah itu,
barulah auditor akan menyusun hasil evaluasinya berupa
laporan yang akan diserahkan kepada pihak perusahaan.
Di dalam laporan hasil evaluasi tersebut, auditor menulis
rekomendasi perkembangan yang dicapai dan
memberikan opininya.
Opini Auditor
Auditor sendiri memiliki beberapa opini  yang digunakan
sebagai tolak ukur kualitas laporan keuangan yang
disajikan. Opini auditor tersebut diantaranya  adalah
sebagai berikut :
 Wajar Tanpa Pengecualian
Opini jenis ini merupakan opini terbaik yang diberikan
terhadap laporan keuangan. Jika laporan keuangan
perusahaan anda mendapatkan opini wajar tanpa
pengecualian, maka itu berarti semua komposisi dalam
laporan keuangan tersebut sudah sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku di Indonesia.
 Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf
Penjelasan
Opini satu ini bisa diibaratkan dengan nilai C dalam mata
kuliah. Walau laporan keuangan disajikan secara wajar
namun ada beberapa hal tidak sesuai sehingga auditor
menambahkan paragraf penjelasan. Sebagai contoh,
kurang konsistennya entitas dalam menerapkan GAAP
atau ada beberapa data yang diharuskan ada namun tidak
disajikan.
 Tidak Wajar
Auditor akan memberikan opini ini bilamana laporan
keuangan yang disajikan secara umum tidak sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia.
 Tidak Memberikan Pendapat
Auditor juga bisa memberikan opini tidak berpendapat
bilamana ruang lingkup pemeriksaannya dibatasi sehingga
auditor tidak bisa melakukan pemeriksaan sesuai dengan
standar audit yang ditetapkan.

 Wajar Dengan Pengecualian


Opini ini menerangkan bahwa laporan keuangan telah
disajikan secara wajar namun masih terdapat
penyimpangan sehingga harus dikecualikan.
Mempelajari Segala Hal
Tentang Prosedur Audit
Pengertian Audit
Dalam ilmu keuangan, audit adalah pemeriksaan obyektif dan evaluasi laporan
keuangan suatu organisasi atau perusahaan untuk memastikan bahwa laporan
tersebut merupakan representasi yang faktual dan akurat dari setiap transaksi yang
diklaim dan dicatat. Audit dapat dilakukan secara internal oleh karyawan perusahaan
atau secara eksternal oleh perusahaan audit, selama  mereka memenuhi prosedur
audit yang berlaku, hal itu diperbolehkan.

Mengenal Lebih  Jauh Tentang Prosedur Audit


Prosedur audit digunakan oleh auditor untuk menentukan kualitas informasi
keuangan yang disediakan oleh klien mereka. Prosedur yang digunakan pasti akan
berbeda-beda menurut klien, tergantung pada sifat bisnis dan asersi-asersi yang
ingin dibuktikan oleh auditor. Berikut adalah beberapa klasifikasi umum prosedur
audit :

 Pengujian klasifikasi.
Prosedur audit digunakan untuk memutuskan apakah transaksi
diklasifikasikan dengan benar dalam laporan akuntansi .Misalnya, catatan
pembelian untuk aset tetap dapat ditinjau untuk melihat apakah mereka
diklasifikasikan dengan benar dalam akun aset tetap yang tepat.

 Pengujian kelengkapan.
Prosedur ini menguji untuk melihat apakah ada transaksi yang hilang dari
catatan akuntansi. Misalnya, laporan bank klien dapat ditelusuri untuk melihat
apakah pembayaran kepada pemasok tidak dicatat dalam buku, atau jika
penerimaan kas dari pelanggan tidak dicatat. Sebagai contoh lain, pertanyaan
dapat dibuat dengan manajemen dan pihak ketiga untuk melihat apakah klien
memiliki kewajiban tambahan yang belum diakui dalam laporan keuangan .

 Tes  cutoff.
Prosedur audit ini digunakan untuk menentukan apakah transaksi telah
dicatat dalam periode pelaporan yang benar. Misalnya, catatan pengiriman
dapat ditinjau untuk melihat apakah pengiriman ke pelanggan pada hari
terakhir bulan itu dicatat dalam periode yang benar.

 Pengujian kejadian.
Prosedur audit ini dapat digunakan untuk menentukan apakah transaksi yang
klien klaim benar-benar terjadi. Sebagai contoh, satu prosedur mungkin
mengharuskan klien untuk menunjukkan faktur spesifik yang terdaftar di buku
besar penjualan , bersama dengan dokumentasi pendukung seperti pesanan
pelanggan dan dokumentasi pengiriman.

 Pengujian eksistensi.
Prosedur audit ini digunakan untuk menentukan apakah benar aset yang
tercatat benar-benar Misalnya, auditor dapat mengamati inventaris yang
diambil, untuk melihat apakah inventaris yang tercantum dalam catatan
akuntansi benar-benar ada.

 Pengujian hak dan kewajiban.


Prosedur ini dapat dipakai untuk melihat apakah klien benar-benar memiliki
semua asetnya. Sebagai contoh, pertanyaan dapat dibuat untuk melihat
apakah persediaan benar-benar dimiliki oleh klien, atau bukan ditahan pada
konsinyasi dari pihak ketiga.

 Tes penilaian.
Prosedur audit yang digunakan untuk menentukan apakah penilaian aset dan
kewajiban dicatat dalam buku klien sudah benar. Sebagai contoh, satu
prosedur akan memeriksa data harga pasar untuk melihat apakah nilai akhir
dari surat berharga sudah benar.

Seluruh prosedur diperlukan sebelum auditor mengolah informasi dan untuk


memutuskan apakah laporan keuangan klien sudah  jujur mewakili laporan laba rugi,
laporan keuangan, dan arus kas. Hal ini sangat penting dalam proses audit
dikarenakan menyangkut integritas auditor tersebut.

Kesalahan yang Harus Dihindari Dalam


Prosedur Audit
Dalam ilmu audit yang dituntut dengan ketelitian tingkat tinggi, auditor juga harus
bisa memberikan laporan audit yang kredibel dan juga mampu
dipertanggungjawabkan. Hindari hal-hal berikut saat menulis prosedur audit:
 Menulis prosedur audit tanpa menjelaskan alasan prosedur – misalnya, “Auditor
akan memeriksa contoh barang dari lembar inventaris ke inventaris”.
 Menyatakan kata pernyataan sebagai alasan untuk melakukan prosedur –
misalnya,  “mengonfirmasikan terjadinya penjualan”.
 Menulis apa yang seharusnya dilakukan oleh sistem pengendalian internal daripada
menyatakan prosedur audit – misalnya,  “harus untuk semua barang yang diterima
adalah barang yang diterima dengan catatan yang diajukan”.
 Menulis prosedur yang tidak jelas – misalnya, “periksa faktur”, “periksa catatan yang
diterima”, dll. Prosedur ini tidak pantas karena tidak menyebutkan apa yang harus
diperiksa dan alasan untuk apa memeriksanya.
 Mengutip pernyataan yang salah – misalnya,  “melacak rincian dari pesanan
pembelian ke barang yang diterima, untuk mengkonfirmasi keberadaan barang” –
pernyataan kelengkapan akan berlaku di sini.
 Menggunakan prosedur yang tidak dapat dilakukan – misalnya, “setujui masing-
masing barang inventaris fisik ke faktur penjualan”. Tidak mungkin untuk menyetujui
barang fisik ke faktur penjualan karena barang sudah akan dijual.
 Menggunakan prosedur yang salah – misalnya, “menyetujui rincian dari pesanan
pembelian (seperti uraian barang yang dipesan, jumlah yang dipesan) untuk barang
yang disimpan di toko persediaan”. Ini adalah prosedur audit yang salah karena
catatan yang diterima adalah barang bukan pesanan pembelian namun digunakan
untuk memperbarui inventaris.
 Menggunakan prosedur yang tidak praktis – misalnya, menunjukkan pemisahan
tugas antara orang yang memberi otorisasi kas kecil, merekam voucher kas kecil dan
membagikan kas kecil.
 Menulis prosedur audit yang tidak relevan – misalnya, ketika Anda diminta untuk
menulis prosedur audit yang berkaitan dengan depresiasi aset tidak lancar, tidak
tepat untuk memberikan prosedur audit umum yang berkaitan dengan audit aset
tidak lancar.

Untuk memudahkan Auditor dalam melakukan tugasnya, diperlukan juga laporan


keuangan yang jelas dan sesuai dengan fakta. Laporan laba rugi, laporan penjualan,
dan laporan lainnya harus sesuai dengan transaksi yang sudah terjadi. Anda bisa
mencoba menggunakan software akuntansi untuk membantu mencatat transaksi
keuangan Anda. Anda bisa menggunakan Accurate online sebagai pilihan software
akuntansi Anda. Anda bisa mencoba untuk menggunakan demo Accurate online
melalui link ini.

Anda mungkin juga menyukai