Anda di halaman 1dari 13

TAMBANG TERBUKA

TUGAS
RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN

Oleh:
NAMA : SENDI AKBAR P.P.
NPM : 112.180.048
KELAS :A

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2020
Rancangan Teknis Penambangan
Rancangan teknis penambangan merupakan bagian dari suatu perencanaan
tambang. Rancangan penambangan ini merupakan program penambangan yang akan
dikerjakan dan telah diberikan batas-batas serta aturan tegas yang harus dipenuhi dalam
setiap aktivitasnya sebagai bagian dari keseluruhan perencanaan tambang tersebut.

Setelah menganalisa dasar dari pemilihan sistem penambangan, maka dibuat


suatu rancangan penambangan atau teknis pelaksanaan penambangan tersebut. Analisa
yang dibuat berupa metode penambangan yang akan diterapkan.

A. Kajian Ultimate Pit Limit / Slope


1. Pengertian Pit Limit
Pit limit merupakan salah satu rencana dalam penambangan untuk menentukan
batas akhir dari suatu penambangan ( ultimate pit limit ) untuk suatu jebakan
bijih.
2. Penentuan Batas dari Pit
Menentukan batas akhir dari suatu penambangan untuk suatu cebakan bijih ini
bearti menentukan berapa besar cadangan bijih yang akan di tambang (tonase
dan kadar nya) yang akan memaksimalkan nilai bersih total dari cebakan bijih
tersebut.dalam penentuan akhir dari pit, nilai waktu dari uang belum
diperhitungkan. Batas penambangan ditentukan dengan cara menentukan daerah
yang layak untuk diproduksi.Cara penentiuannya adalah dengan memisahkan
daerah yang layak dalam masalah kadar,dimana kelayakan kadar adalah cut off
grade (COG).COG adalah kadar rata-rata terendah yang masih
menguntungkan.kemudian langkah selanjutnya adalah menghitung SR.
3. Menghitung Stripping Ratio
Stripping ratio (SR) menunjukkan perbandingan antara volume (tonase) tanah
penutup yang harus dibongkar untuk mendapatkan satu ton batubara pada areal
yang akan ditambang. Rumusan umum yang sering digunakan untuk menyatakan
perbandingan.
Ada 2 (tiga) jenis nisbah pengupasan (stripping ratio), yaitu :
1. Nisbah Kupas Pulang Pokok (Break Even Stripping Ratio) : BESR
Break Even Stripping Ratio (BESR) adalah perbandingan antara biaya
penggalian batubara dengan baya pengupasan tanah penutup (overburden)
atau merupakan perbandingan biaya penambangan bawah tanah dengan
penambangan terbuka. Break Even Stripping Ratio inidisebut juga overall
stripping ratio, yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
BESR = CMUG – CMSM

Dimana :
CMUG : Cost Mining With Underground (Biaya Penambangan Bawah
tanah),US$/ton.
CMSM : Cost Mining With Surface (Biaya Penambangan dengan Tambang
terbuka),US$/ton.
CSOB : Cost Stripping Overburden (Biaya Pengupasan Tanah Penutup),
US$/ton.
Untuk menganalisa kemungkinan metoda penambangan yang akan
digunakan baik tambang terbuka maupun tambang bawah tanah, maka sangat
penting mengetahui nilai BESR. Jika nila BESR lebih besar dari nilai SR
maka metoda penambangan yang digunakan adalah tambang terbuka, apabila
nilai BESR lebih kecil dari nilai SR maka metoda penambangan yang
digunakan adalah tambang bawah tanah apabila hal tersebut masih
memungkinkan untuk dilakukan dengan kondisi cadangan yang ada dan
kondisi ekonomi yang berlaku.

2. Nisbah Kupas Instanteneous (Instanteneous Stripping Ratio) : SRINST

Nisbah Kupas Instanteneous (SRINST) adalah nisbah kupas untuk


pengembangan rencana penambangan yang nilainya lebih kecil dari nilai
BESR setelah ditentukan bahwa akan digunakan metoda tambang terbuka,
maka nisbah kupas ini dapat dinyatakan sebagai berikut :

SRINST = RevM – CMSM – CL – CP – CT – CH – CO

Dimana:

RevM = Revenue Mining (Pendapatan atau harga jual dari 1 ton cadangan)
US$/ton.
CL = Cost Loading (Biaya Pemuatan), US$/ton.
CP = Cost Prepare (Biaya Pengolahan), US$/ton.
CT = Cost Trading (Biaya Pengangkutan), US$/ton.
CH = Cost Harbour (Biaya Pelabuhan Untuk Pengapalan), US$/ton.
CO = Cost Office (Biaya Non Teknis/Administratif), US$/ton.

Dalam perhitungan stripping ratio ini, biaya produksi adalah total dari
seluruh biaya untuk mendapatkan cadangan/ton, yaitu biaya penambangan,
biaya pemuatan, biaya pengolahan, biaya pengangkutan, biaya pengapalan dan
biaya non teknis. Namun biaya pengupasan tanah penutup tidak dihitung
sebagai biaya produksi. Untuk mengetahui laba yang diperoleh dari tambang
terbuka Profit Surface Mining (PSM), maka dapat dinyatakan sebagai berikut :

PSM = RevM – CSOB(SRINST) - CMSM – CL – CP – CT – CH – CO

Economic Stripping Ratio (SREC) artinya berapa besar keuntungan yang


dapat diperoleh bila cadangan tersebut ditambang dengan metode tambang
terbuka. Dari nilai SREC ini dapat diketahui berapa nilai SR yang menjadi
batasan cadangan tertinggi yang dapat ditambang dengan metode tambang
terbuka dan menguntungkan. Pada dasarnya, jika terjadi kenaikan harga
cadangan di pasaran, maka akan dapat mengakibatkan perluasan tambang
sehingga cadangan akan bertambah, sebaliknya jika harga cadangan turun,
maka jumlah cadangan akan berkurang. Nisbah kupas ini dapat dinyatakan
sebagai berikut :

SREC = RevM – CMSM – CL – CP – CT – CH – CO – PSM

Batas ekonomi tambang terbuka dicapai apabila PSM = 0 dimana


SRINST = SREC. Apabila ada cadangan yang akan terus ditambang dengan
metode tambang bawah tanah, maka harus ada laba (profit) yang diperoleh.
Untuk mengetahui laba yang diperoleh dari tambang bawah tanah (Profit
Underground Mining = PUG), maka dapat dinyatakan sebagai berikut :

PUG = RevM – CPUG

Dimana :

CMUG = Cost Production with Underground Mining (Biaya Produksi


Tambang Bawah Tanah), US$/ton.

B. Teknis Kestabilan Lereng


Dalam melakukan analisa stabilitas lereng terdapat dua kelompok besar, yakni,
prosedur massa dan metoda irisan. Prosedur massa menggunakan analisis dengan
cara massa tanah yang berada di atas bidang gelincir diambil sebagai satu
kesatuan. Prosedur ini berguna bila tanah yang membentuk lereng dianggap
homogen. Sedangakan metoda irisan, Pada cara analisis ini tanah yang ada di atas
bidang gelincir dibagi menjadi beberapa irisan-irisan parallel tegak. Stabilitas
dari tiap-tiap irisan dihitung secara terpisah. Metode ini lebih teliti karena tanah
yang tidak homogen dapat juga dimasukkan dalam perhitungan . Lereng yang
terbentuk dalam penelitian ini merupakan lereng heterogen, sehingga lebih teliti
jika menggunakan metode irisan. Metode irisan terbagi menjadi metode
Fellenius, metode Bishop, metode Spencer, metode Janbu, dan metode
Morgenstern & Price.
1. Metode Bishop
Metode bishop mengasumsikan bahwa gaya-gaya antar segmen diabaikan,
serta gaya normal yang terdapat pada dasar segmen dihasilkan dari
menguraikan gaya-gaya pada segmen yang berarah vertikal. Kesalahan dapat
terjadi jika bagian permukaan bidan longsor mempunyai lereng yang curam
dan negatif di dekat kaki(toe). Metode Bishop meskipun termasuk kedalam
metode yang sederhana tetapi mempunyai nilai keakurasian yang bagus
terutama pada bidang longsoran berbentuk lingkaran . Nilai faktor keamanan
dengan menggunakan metode bishop dapat dihitungan dengan persamaan:

2. Metode Spencer
Metode Spencer sebenarnya mempunyai kesamaan dengan metode
Morgenstern & Price. Pada awalnya metode Spencer dibuat untuk analisa
stabilitas pada bidang berbentuk lingkaran, namun seiring berjalannya waktu
dapat diadaptasikan kedalam bentuk bukan lingkaran. Gaya-gaya antar
segmen diasumsikan nilainya sejajar. Keakurat dari metode ini dapat diterima
baik untuk analisa kesetimbangan gaya dan kesetimbangan momen.

Faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng


a. Penyebaran Batuan
Jenis batuan atau tanah yang terdapat di daerah penelitianharus diketahui,
demikian juga penyebaran serta hubungan antar batuan. Ini perlu
dilakukan karena sifat-sifat fisik dan mekanik suatu batuan berbeda
dengan batuan lain sehingga kekuatan menahan bebannya juga berbeda.
b. Relief permukaan bumi
Faktor ini mempengaruhi laju erosi dan pengendapan serta menentukan
arah aliran air permukaan dan air tanah.Hal ini disebabkan karena untuk
daerah yang curam, kecepatan aliran air permukaan tinggi dan
mengakibatkan pengikisan lebih intensif dibandingkan pada daerah yang
landai, karena erosi yang intensif banyak dijumpai singkapan batuan
menyebabkan pelapukan yang lebih cepat.Batuan yang lapuk mempunyai
kekuatan yang rendah sehingga kestabilan lereng menjadi berkurang.
c. Geometri Lereng
Geometri lereng mencakup tinggi dan sudut kemiringan
lereng.Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi
kestabilannya.Semakin besar kemiringan dan tinggi suatu lereng maka
kestabilannya semakin kecil.Muka air tanah yang dangkal,menjadikan
lereng sebagian besar basah dan batuannya memiliki kandungan air yang
tinggi, sehingga menyebabkan kekuatan batuan menjadi rendah dan
lereng lebih mudah longsor.
d. Struktur Batuan
Struktur batuan yang sangat mempengaruhi kestabilan lereng adalah
sesar, perlapisan dan rekahan.Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan
dalam analisis adalah struktur regional dan lokal.Struktur batuan tersebut
merupakan bidang-bidang lemah dan sekaligus sebagai tempat
merembesnya air sehingga batuan menjadi lebih mudah longsor.
e. Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan curah hujan, sehingga berpengaruh
pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas dan lembab
dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses pelapukan batuan
jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu, ketebalan tanah
di daerah tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan
segarnya.
f. Tingkat Pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya
angka kohesi, besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dan lain-lain.
Semakin tinggi tingkat pelapukan maka kekuatan batuan akan menurun.
g. Aktivitas Manusia
Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil,
misalnya suatu lereng yang awalnya mantap karena manusia menebangi
pohon pelindung, pengolahan tanah yang tidak baik, saluran air yang
tidak baik, penggalian/tambang, dan lainnya menyebabkan lereng
tersebut menjadi tidak mantap, sehingga erosi dan longsoran mudah
terjadi.
h. Sifat-sifat fisik dan Mekanik Batuan
Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah : bobot isi
(density), porositas dan kandungan air. Kuat tekan, kuat tarik, kuat geser,
kohesi dan sudut geser dalam merupakan sifat mekanik batuan yang juga
mempengaruhi lereng.

C. Kemantapan Lereng
Terdapat beberapa standard yang mengartikan nilai faktor keamanan. Dalam
penelitian pengartian nilai dari faktor keamaan menggunakan dua refrensi yaitu
berdasarkan bowles dan berdasarkan SKBI-2.3.06,1987. Bowles memberikan
makna terhadap nilai faktor keamanan seperti pada tabel 1.

SKBI-2.3.06,1987 memberikan nilai 1,5 sebagai standar untuk angka keamanan.

D. Stuktur Geologi
Struktur geologi adalah struktur perubahan lapisan batuan sedimen akibat kerja
kekuatan tektonik,sehingga tidak lagi memenuhi hukum superposisi disamping
itu struktur geologi juga merupakan struktur kerak bumi produk deformasi
tektonik.
Cabang geologi yang menjelaskan struktur geologi secara detail disebut
GEOLOGI STRUKTUR,dimana geologi struktur merupakan cabang ilmu
geologi yang mempelajari mengenai bentuk arsitektur kulit bumi.
Kekutan Tektonik dan orogenik yang membentuk struktur geologi itu berupa
stress (Tegangan).

Berdasarkan keseragaman kekuatannya,Stress dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :


1. Uniform stress (Confining Stress)
Yaitu tegangan yang menekan atau menarik dengan kekuatan yang sama dari
atau ke segala arah

2. Differential stress
Yaitu tegangan yang menekan atau menarik dari atau ke satu arah saja dan
bisa juga dari atau ke segala arah,tetapi salah satu arah kekuatannya ada yang
lebih dominan.
Pengenalan struktur geologi secara tidak langsung dapat dilakukan melalui
cara-cara berikut ini :
a. Pemetaan geologi dengan mengukur strike dan dip.
b. Interprestasi peta topografi,yaitu dari penampakan gejala penelusuran
sungai,penelusuran morfologi dan garis kontur serta pola garis konturnya.
c. Foto Udara
d. Pemboran
e. Geofisika,yang didasarkan pada sifat-sifat yang dimiliki oleh batuan,yaitu
dengan metode :
1. Grafity
2. Geo Listrik
3. Seismik
4. Magnetik
Adanya gaya-gaya yang bekerja menyebabkan batuan terangkat dan terlipat-
lipat serta apabila terkena pelapukan dan erosi,maka batuan tersebut akan
menjadi tersingkap dipermukaan bumi.
1. STRUKTUR KEKAR ( JOINT )
Hampir tidak ada suatu singakapan dimuka bumi ini yang tuidak
memperlihatkan gejala rekahan.Rekahan pada batuan bukan merupakan
gejala yang kebetulan.Umumnya hal ini terjadi akibat hasil kekandasan
akibat tegangan (stress),karena itu rekahan akan mempunyai sifat-sifat
yang menuruti hukum fisika.
Kekar adalah Struktur rekahan dalam blok batuan dimana tidak ada atau
sedikit sekali mengalami pergeseran (hanya retak saja),umumnya terisi
oleh sedimen setelah beberapa lama terjadinya rekahan tersebut.Rekahan
atau struktur kekar dapat terjadi pada batuan beku dan batuan sedimen.
Pada batuan beku,kekar terjadi karena pembekuan magma dengan sangat
cepat (secara mendadak).
Pada batuan sedimen,Kekar terjadi karena :
a. Intrusi/ekstrusi
b. Pengaruh iklim/musim
2. STRUKTUR SESAR ( FAULT )
Sesar adalah suatu rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran
sehingga terjadi perpindahan antara bagian-bagian yang berhadapan
dengan arah yang sejajar dengan bidang patahan.Hal ini terjadi apabila
blok batuan yang dipisahkan oleh rekahan telah bergeser sedemikian rupa
hingga lapisan batuan sediment pada blok yang satu terputus atau terpisah
dan tidak bersambungan lagi dengan lapisan sediment pada blok yang
lainnya.Ukuran panjang maupun kedalaman sesar dapat berkisar antara
beberapa centimeter saja sampai mencapai ratusan kilometer.
Berdasarkan pada sifat geraknya,sesar dapat dibedakan menjadi 3 jenis
yaitu :
a. Sesar Normal (Gravity Fault),yaitu gerak relatif Hanging Wall turun
terhadap Foot Wall.Disebut juga sebagai Sesar Turun.
b. Sesar Naik (Reverse Fault),yaitu gerak relatif Hanging Wall naik
terhadap Foot Wall.Posisi Hanging Wall lebih tinggi daripada Foot
Wall.Namun jika Hanging Wall bergeser naik hingga menutupi Foot
Wall,maka sesar tersebut.
c. disebut Thrust Fault yang bergantung pada kuat stress horizontal dan
dip (kemiringan bidang sesar).
d. Sesar Mendatar (Horizontal Fault),yaitu gerak relative mendatar pada
bagian-bagian yang tersesarkan. Hanging Wall dan Foot Wall bergeser
Horizontal yang diakibatkan oleh kerja shear stress.
Disamping itu juga terdapat sesar-sesar yang lain ,diantaranya :
a. Strike Dip Fault,yaitu kombinasi antara sesar turun dan sesar horizontal
b. Hing Fault,yaitu Sesar Rotasional
3. LIPATAN ( FOLDING )
Lipatan adalah perubahan bentuk dan volume pada batuan yang
ditunjukkan oleh lengkungan atau melipatnya batuan tersebut akibat
pengaruh suatu tegangan (gaya) yang bekerja pada batuan tersebut yang
umunya refleksi perlengkungannya ditunjukkan oleh perlapisan pada
batuan sedimen serta bisa juga pada foliasi batuan metamorf .
Secara umum,jenis-jenis lipatanyang terpenting adalah sebagai berikut :
1. Antiklin,yaitu lipatan yang kedua sayapnya mempunyai arah
kemiringan yang saling berlawanan.
2. Sinklin,yaitu lipatan yang kedua sayapnya mempunyai arah
kemiringan yang menuju ke satu arah yang sama.
Beberapa defenisi tentang lipatan :
a. Sayap Lipatan,yaitu bagian sebelah menyebelah dari sisi lipatan
b. Puncak Lipatan,yaitu titik atau garis yang tertinggi dari sebuah lipatan
c. Bidang Sumbu Lipatan,yaitu suatu bidang yang memotong
lipatan,membagi sama besar sudut yang dibentuk oleh lipatan
tersebut.
d. Garis Sumbu Lipatan,yaitu perpotongan antara bidang sumbu dengan
bidang horizontal.
e. Jurus (Strike),yaitu arah dari garis horizontal dan merupakan
perpotongan antara bidang yang bersangkutan dengan bidang
horizontal.
f. Kemiringan (Dip),yaitu sudut kemiringan yang tersebar dan dibentuk
oleh suatu bidang miring dengan bidang horizontal dan diukur dengan
tegak lurus dengannya.
E. Dimensi Jenjang
Karena letak batubara atau mineral berada di lapisan bawah dari permukaan dan
tertutup oleh lapisan tanah penutup, maka untuk mencapai lapisan bijih itu
biasanya dibuat jenjang/bench. Suatu jenjang yang dibuat harus mampu
menampung dan mempermudah pergerakan alat-alat mekanis pada saat aktivitas
pengupasan tanah penutup dan pengambilan bijih.
Dimensi suatu jenjang dapat ditentukan dengan mengetahui data produksi yang
diinginkan, peralatan mekanis yang digunakan, material yang digali, jenis
pembongkaran dan penggalian yang dipergunakan dan batas kedalaman
penggalian atau tebalnya lapisan batubara, serta data sifat mekanik dan sifat fisik
batuan untuk kestabilan lereng. Dimensi dari jenjang adalah sebagai berikut:
1. Panjang Jenjang
Panjang jenjang tergantung pada produksi yang diinginkan dan luas dari areal
penambangan atau dibuat sampai pada batas penambangan yang
direncanakan. Pada dasarnya adalah alat-alat mekanis yang digunakan
mempunyai ruang gerak yang cukup untuk bermanuver dalam aktivitasnya.
2. Lebar Jenjang
Lebar jenjang dirancang sesuai dengan jarak yang dibutuhkan oleh alat
mekanis dalam beroperasi, dalam hal ini alat gali/muat dan alat angkut.
Untuk perhitungan lebar jenjang yang sangat dipengaruhi oleh alat-alat
mekanis yang digunakan, metode yang dipakai untuk penentuan dimensi
jenjang adalah “US Army Engineers (1967)” dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
W min = Pm + Pa + JA

Dimana :

Wmin = Lebar minimum bench (meter)

Pm = Panjang alat gali/muat (meter)

Pa = Panjang alat angkut (meter)

JA = Jarak aman dari pinggir bench (biasanya diambil 3 meter)


3. Tinggi Jenjang
Tinggi jenjang adalah jarak vertikal yang diukur dari kaki jenjang ke puncak
jenjang tersebut. Tinggi jenjang dibuat tergantung dari faktor keamanan suatu
lereng dan tinggi maksimum penggalian dari alat gali yang digunakan.
F. Jalan Angkut
Fungsi utama dari pembuatan jalan angkut ini adalah sebagai sarana transportasi
untuk menunjang kelancaran kegiatan penambangan terutama kegiatan
pengangkutan. Yang terpenting di dalam perencanaan jalan ini adalah geometrik
jalan yang meliputi; lebar jalan, kemiringan jalan (grade), jari-jari belokan
(tikungan) dan superelevasi, cross slope dan jarak angkut.
Lebar jalan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Lebar Jalan Angkut Pada Jalur Lurus
Untuk menentukan lebar jalan pada jalan lurus diambil standar dengan
memperhitungkan lebar dari alat angkut yang digunakan, menurut
penelitian Aasho Manual Rural High Way Design untuk jalan lurus pada
tepi kiri dan kanan ditambah setengah dari lebar truck.
Untuk mendapatkan lebar jalan digunakan perhitungan dengan rumus
sebagai berikut:
L min = n.Wt + (n + 1) . (½.Wt)
Dimana :
L min = Lebar jalan angkut minimum (meter)
n = Jumlah lajur
Wt = Lebar alat angkut (meter)
Dengan menggunakan rumus di atas, lebar jalan lurus dianggap aman,
pada saat alat angkut berpapasan, tidak saling menyerempet dengan yang
lain pada saat pengangkutan berlangsung.
b. Lebar Jalan Angkut Pada Belokan
Lebar jalan angkut pada belokan atau tikungan selalu lebih besar
daripada lebar jalan lurus.
Untuk lajur ganda, maka lebar jalan minimum pada belokan didasarkan
atas :
a. Lebar jejak ban
b. Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan
belakang pada saat membelok
c. Jarak antar alat angkut atau kendaraan pada saat bersimpangan
d. Jarak antara dua truck terhadap tepi jalan (jarak dari kedua tepi
jalan).
Wmin = N (U + Fa + Fb + Z) + C
C = (U + Fa + Fb) / 2
Dimana :
Wmin = Lebar jalan angkut minimum pada belokan (meter)
U = Lebar jejak roda kendaraan (center to center tires)
(meter)
Fa = Lebar juntai (overhang) depan (meter)
Fb = Lebar juntai belakang (meter)
Z = Jarak sisi jalan ke sisi luar kendaraan (meter)
C = Jarak antar kendaraan (total lateral clearance) (meter)
N = Jumlah jalur

DAFTAR PUSTAKA
1. http://miningengineeringscience.blogspot.com/2015/03/rancangan-teknis-
penambangan.html

2. https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2015/11/makalah-pengertian-stripping-
ratio-dan.html

3. KARAPA,E. (2011). PENGANTAR BATU BARA.JAYAPURA: GRAMEDIA

4. Y. B. T. Gautama, R. S dan Pramono, “Kemantapan Lereng di Pertambangan


Indonesia”,ITB Bandung , 1991.

5. http://info-pertambangan.blogspot.com/2012/10/struktur-geologi.html

Anda mungkin juga menyukai