Anda di halaman 1dari 6

BAB V

PERANCANGAN DESAIN TAMBANG TERBUKA

5.1. Sistem atau Metode dan Tata Cara Penambangan


Penambangan adalah kegiatan yang mempunyai tujuan membongkar,
memuat dan mengangkut bahan galian dari alam sehingga bahan galian dapat di
proses ke tahap selanjutnya, dan dapat dipasarkan secara langsung atau tidak
langsung.
Pemillihan metode penambangan didasarkan pada keuntungan terbesar yang
akan di peroleh dan harus memperhatikan karakteristik yang ada di daerah
penambangan meliputi geologi, lingkungan dan lain-lain. Metode penambangan
batubara adalah tambang terbuka dengan metode Strip Mine.

5.1.1 Metode Sistem Penambangan Batubara


Sistem penambangan secara terbuka untuk endapan batubara terdiri dari
beberapa metode penambangan. Penentuan metode penambangan tersebut akan
dipengaruhi oleh kondisi topografi lokasi penambangan, karakteristik endapan
batubara serta ketebalan lapisan overburden. Umumnya di Indonesia metode
penambangan yang digunakan adalah metode strip mine karena topografinya yang
berbukit-bukit, endapan batubara yang cenderung berada dekat dan di bawah
permukaan tanah serta overburden yang relatif tebal (lihat Gambar 5.1).

Gambar 5.1 Metode Strip Mining


(Sumber :www.tambangindo.blogspot.com)
Strip Mine pada umumnya digunakan untuk endapan batubara yang
memiliki kemiringan (dip) endapan relatif datar dekat dengan permukaan tanah,
(Sukandarrumidi,1995). Selain itu endapan batubaranya harus tebal, terutama bila
lapisan tanah penutupnya juga tebal. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan
perbandingan yang masih ekonomis antara jumlah tanah penutup yang harus
dikupas dengan jumlah batubara yang dapat digali (economic stripping ratio).
Pada metode ini, baik pada pengupasan tanah penutup maupun penggalian
batubaranya digunakan sistem jenjang (benching system). Kemajuan
penambangan didahului oleh kemajuan jenjang pada pengupasan tanah penutup,
kemudian diikuti oleh kemajuan jenjang pada penggalian batubaranya.
1. Striping Ratio:
Keekonomian sistem penambangan terbuka sangat dipengaruhi oleh
striping ratio desain tambang tersebut. Semakin besar stripping ratio, maka
makin besar biaya penambangan. Apa itu Stripping Ratio? Secara sederhana,
Stripping Ratio adalah Perbandingan antara volume Overburden/Tanah penutup
yang harus digali/dipindahkan dibandingkan dengan tonnase deposit yang
didapat. Pemilihan stripping ratio untuk sebuah tambang dipengaruhi oleh harga
komoditas bahan tambang di pasar, selain faktor teknis yang berpengaruh,
misalnya bentuk cebakan.

Gambar 5.3. Ilustrasi Stripping Ratio, sumber :


http://lc.dpim.go.th/sites/default/files/stripping-ratio.png
5.2 Parameter Rancangan Tambang

1. Informasi Topografi Permukaan Detil:


Informasi ini dapat dalam bentuk kontur hasil digitasi yang tersimpan
dalam file komputer, atau berupa file survey titik-titik ketinggian, termasuk
drillhole collars. Alternatif lain yaitu memodelkan permukaan dari data titik-
titik ketinggian menggunakan Digital Terrain Modelling (DTM) yang
dibangun secara efektif dengan metode triangulasi.

2. Kemiringan Jenjang (Batter)


Pada awalnya sebuah desain pit dibuat dengan overall slope sebesar 45º
dan kemudian dimodifikasi berdasarkan informasi geoteknik dari material
yang ada dalam pit tersebut. Batter dapat diatur pada kemiringan 30º-35º
untuk overburden, meningkat hingga 35º-40º untuk batuan yang lapuk, dan
hingga 55º untuk batuan fresh. Menurut Robert, Hook dan Fish (1972)
sebaiknya kemiringan lereng kurang dari 60º pada kedalaman 65m dan
kurang dari 40º pada kedalaman 300m.

3. Tinggi Jenjang
Ketinggian jenjang berbeda-beda untuk setiap pit. Tergantung pada
peralatan yang digunakan, kedalaman pit dan pada geologi lokal atau derajat
iklimnya. Lereng pada overburden yang lemah atau tak terkonsolidasi, atau
pada tanah yang terekpos; relatif lebih tipis, kurang lebih 2-5m. Sebuah
survey yang dilakukan Canadian Mining Journal (1988) menunjukkan bahwa
untuk range yang lebar dari beberapa badan bijih, lereng-lereng bervariasi
tingginya dari 6-20m. Pada operasi tambang yang besar, yang berproduksi
10.000 ton/hari; penambangan dapat dioperasikan pada lereng dengan
ketinggian 9m. Pada Continental Pit, Butte, Montana, terdapat lereng
berketinggian 12m pada alluvium hingga 24m pada batuan kompeten.
Operasi- operasi tambang yang lebih kecil biasanya menggunakan lereng
dengan ketinggian 6-8m.
4. Permukaan Lereng (Berm Face)
Kemiringan dari lereng dapat dibedakan menurut jenis dari lereng
tersebut. Misalnya sebuah lereng aktif atau lereng kerja (working bench)
dapat menggunakan pedoman stabilitas jangka pendek yaitu lereng dapat
dibuat relatif lebih terjal. Namun untuk lereng permanen, pertimbangan utama
yang digunakan adalah jangka panjang. Kemiringan lereng dapat ditentukan
dan dicapai dengan pemilihan alat yang tepat. Menurut Walton & Atkinson
(1978),

loading shovel dapat membentuk lereng dengan kemiringan 60º-80º,


hydraulic shovel excavator untuk 45º-90º kemiringan, sedang hydraulic
backhoe dapat membentuk 30º-90º dan front end loaders untuk lereng 30º-
80º. Sebuah desain pit atau quarry terdiri dari kontur-kontur yang
menggambarkan crest dan toe dari tiap lerengnya.

5. Lebar Berm
Lebar jenjang disesuaikan dengan ultimate slope dan single slope pada
ketinggian yang ditentukan. Namun, jika pit semakin dalam, maka lebar
jenjang juga semakin lebar. Berm dapat pula merefleksikan ukuran ore
deposit. Misalnya berm yang lebar untuk tembaga porfiri dan berm yang lebih
kecil untuk urat emas. Lebar dari jalan angkut yang umumnya mengikuti
berm, ditentukan oleh ukuran truk yang digunakan, yang relatif terhadap
ukuran ore body dan kapasitas produksi yang diharapkan.

6. Kedalaman Pit Bottom


Penentuan pit bottom (dasar pit) sangat tergantung pada banyak faktor
seperti perubahan stripping ratio, naiknya biaya produksi dan pengangkutan,
nilai mineral yang ditambang, ukuran (jumlah) deposit, serta kapasitas mill
dan produksi. Batas kedalaman penambangan dapat dioptimisasi
menggunakan prosedur-prosedur optimisasi design seperti Lerchs and
Grossman.
7. Jalan Angkut (Haul Road)
Faktor ini biasanya mengikuti proses design setelah kedalaman pit bottom
didefinisikan. Jalan angkut dirancang pada jenjang dasar kemudian mengikuti
naiknya jenjang ke arah permukaan dengan gradien (kemiringan) berkisar antara
8-12%. Ramp ini dapat berupa jalan lingkar yang melingkar keatas melalui
dinding pit atau switchback yang hanya melalui salah satu dinding pit
(kemungkinan keberadaannya dikarenakan kekuatan material pada dinding
tersebut atau kapasitas muat angkutnya yang cukup baik).

5.3 Dasar Pembuatan Desain Tambang

Desain tambang dibuat berdasarkan geometri jenjang tambang yang telah


ditentukan. Langkah – langkah pembuatan desain pit adalah sebagai berikut:
a) Membuat Model Topografi
Model topografi dibuat berdasarkan data hasil pengukuran yang diambil dari
lapangan.
b) Menentukan Dimensi Pit Bottom
Ukuran pit bottom ini didasarkan pada ukuran alat muat dan alat angkut yang
dipakai. Ukuran tersebut meliputi lebar dan panjang alat gali muat dan radius
manuver alat angkut. Dimensi panjang dari pit bottom disesuaikan dengan
panjang horizontal crest ke crest hasil perhitungan desain jalan tambang.
c) Membuat crest sesuai dengan geometri jenjang penambangan yang telah di
tentukan.
d) Menghapus garis crest yang berpotongan dengan garis kontur pada peta
dasar. Elevasi cresst harus sama dengan ketinggian garis kontur yang akan di
hapus.
e) Pembuatan garis toe sesuai dimensi jenjang yang telah ditentukan. Garis toe
ini dapat digambarkan dengan warna berbeda dengan garis crest atau dengan
garis putus-putus.
f) Untuk memeriksa hasil penggambaran perlu dilakukan beberapa sayatan
terhadap desain pit yang telah tergambarkan. Langkah ini perlu dilakukan
untuk memperbaiki kesalahan apabila dalam penggambaran garis crest atau
toe menyimpang terhadap garis kontur pada peta dasar.
g) Membuat gambar sayatan yang telah ditentukan pada langkah
sebelumnya.

5.4 Desain Jalan Tambang

Pada suatu tambang baru, letak jalan (ramp) keluar tambang sangat
penting untuk diperhitungkan. Jalan tambang umumnya merupakan akses
ke lokasi pembuangan tanah penutup (waste dump) dan peremuk (crusher).
Faktor topografi merupakan pertimbangan utama untuk pembuatan desain
ramp. Prosedur pembuatan jalan tambang adalah sebagai berikut:
1. Plot crest pada peta dasar. Plotting crest ini didasarkan pada letak
dan ukuran model cadangan diorit dan batu gamping. Digambar pit
bottom dengan ukuran tertentu, dioffset dengan jarak crest to crest
sebanyak 3 kali.
2. Plot crest dan toe dengan dimensi pit bottom yang telah ditentukan.
Jarak crest dan toe diplot berdasarkan geometri jenjang.
3. Buatlah titik awal sebagai dasar akses masuk ramp. Plot titik
selanjutnya memotong garis crest berikutnya. Jarak antar titik dari
crest satu dengan yang lainnya berdasarkan geometri jenjang
penambangan, lebar dan kemiringan jalan paling atas. Menentukan
titik crest pada jenjang berikutnya (ke bawah) dengan sudut tertentu,
didapat sudut yang dibentuk antara jalan dan crest, didapat jarak
horizontal antar level jenjang.
4. Hubungkan titik-titik A, B, C, D. Garis ini merupakan akses ke tambang.

5. Buatlah garis vertikal dan horizontal yang masing-masing sejajar


satu dengan yang lainnya.
6. Hubungkan garis horizontal dari setiap titik ke garis crest
masing- masing, setelah itu hapuslah garis crest yang tidak
terpakai.
7. Hubungkan setiap titik dan plot ke toe hingga membentuk pola ramp
ke arah pit.

Anda mungkin juga menyukai